MATERI
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Oleh :
Dwi Rischa Mufitasari
131710101010
Kelompok D / THP A
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman tanaman pangan yang sangat melimpah.
Banyak masyarakat yang memanfaatkannya sebagai pangan fungsional. Makanan
ataupun minuman fungsional ini biasanya dibuat dari tanaman yang memiliki
kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis terbukti bermanfaat bagi
kesehatan (Furnawanthi, 2002). Kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis
juga disebut komponen bioaktif baik gizi maupun non gizi sangat beragam di pangan
fungsional yang bermanfaat salah satunya yaitu sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen
reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu mencegah
penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, kanker, dan penuaan. Senyawa
antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal
bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel
normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnyakepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali
fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai (Halliwell dan Gutteridge, 2000).
Antioksidan dapat berfungsi untuk menangkal radikal bebas, membentuk kompleks
dengan logam pro-oksidan, bahan pereduksi dan memutuskan formulasi oksigen
singlet sehingga melindungi tubuh dari berbagai penyakit degeneratif. Seiring dengan
berkembangnya data eksperimen, klinis, dan epidemilogika yang menunjukkan efek
keuntungan antioksidan terhadap oxidative stress-induced degenerative dan beberapa
penyakit telah mejadi perhatian dunia (Shi et al., 2001).
Salah satu analisa aktivitas antioksidan yaitu menggunakan metode DPPH (2,2
difenil-1- pihcylhirasil). DPPH dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan
yang terkandung dalam makanan. Kelebihan dari metode pengujian DPPH adalah
telah banyak digunakan di dunia dan mudah diterapkan karena senyawa radikal yang
digunakan bersifat relatif stabil dibanding metode lainnya. Prinsip dari uji ini adalah
adanya donasi atom hidrogen dari substansi yang diujikan kepada radikal DPPH yang
ditunjukkan oleh perubahan warna. Menurut Karadag dkk. (2009), penentuan aktivitas
antioksidan berdasarkan perubahan absorbansi DPPH harus diperhatikan karena
absorbansi radikal DPPH setelah bereaksi dengan antioksidan dapat berkurang oleh
cahaya,oksigen dan tipe pelarut. Oleh karena itu, dilakukan praktikum pengujian
Pengertian Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau
kerja
senyawa
antioksidan
adalah
mengkelat
ion
logam,
juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas
yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Kopi jenis arabika dan robusta
merupakan sumber yang kaya akan senyawa aktif seperti asam nikotinat, trigonelin,
asam quinolinat, asam tanat dan khusunya kafein. Kadar kafein yang terkandung di
dalam biji kopi robusta adalah 2 %, sedangkan kopi arabika adalah 1%. Kafein dalam
kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein klorogenat dan asam klorogenat.
Ikatan ini akan terlepas dengan adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat
terserap oleh tubuh. Asam klorogenat terdapat secara luas pada tanaman namun
dibandingkan dengan kafein, kurang mempunyai efek fisiologi. Melalui penyangraian,
trigonellin pada biji kopi sebagian akan berubah menjadi asam nikotinat (niasin), yaitu
jenis vitamin dalam kelompok vitamin B.
Kopi juga merupakan sumber penting dari polifenol, diantaranya asam kafeat,
asam klorogenat, asam koumarat, asam ferulat dan asam sinapat. Kopi juga
mengandung chlorogenic acid yang merupakan senyawa polifenol yang berfungsi
sebagai antioksidan kuat. Antioksidan yang terdapat di dalam kopi merupakan
kandungan antioksidan terbanyak yaitu kurang lebih 200-550 mg/ cangkir dengan
aktivitas 26% dibandingkan dengan beta karoten(0,1%), alfa tokoferol (0,3%), vitamin
C (8,5%) serta antioksidan lainnya. Menurut Dr. Euan Paul, hasil dari studi ICS
menunjukkan bahwa kopi mengandung tingkat antioksidan empat kali lebih besar
dibandingkan teh dan sumber kaya lainnya. Kadar polifenol pada biji kopi arabika
bervariasi antara 6 - 7 %, sedangkan pada robusta sekitar 10 %.
Polifenol terbukti memperbaiki keadaan stress oksidatif yang berbeda-beda.
Hasil penelitian mengenai penyakit kardiovaskuler
polifenol sebagai suplemen atau makanan dan minuman dapat meningkatkan status
kesehatan dengan penurunan resiko penyakit kardiovaskuler. Beberapa penelitian in
vitro dan in vivo dan uji klinis menunjukkan kopi sebagai minuman harian mengandung
polifenol yang terbukti memberikan efek menguntungkan terhadap pencegahan
penyakit kardiovaskuler.
2.2.2
polifenol, yang dapat bertindak sebagai antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan
manusia. Teh hijau mengandung senyawa epigallokatekin galat (EGCG), yang
merupakan salah satu bentuk polifenol. Semakin tinggi kandungan polifenol-nya, akan
semakin baik hasilnya terhadap pencegahan berbagai macam penyakit. Kadar
polifenol dipengaruhi oleh proses pengolahan teh dan kadar polifenol dalam daun teh.
Kadar polifenol dalam daun teh itu sendiri dipengaruhi oleh cuaca, varietas, jenis
tanah, dan tingkat kematangan daun ketika dipetik. Teh hijau mengandung polifenol
dalam jumlah yang tinggi. Bukti penelitian menyatakan bahwa kandungan polifenol
pada daun teh hijau lebih tinggi dibanding teh hitam. Persentase kandungan polifenol
pada daun teh hijau sebanyak 30-40 %, sedangkan persentase kandungan polifenol
pada daun teh hitam sebanyak 3-10 % (Zowail et al. 2009). Jenis antioksidan yang
terkandung dalam teh hijau antara lain adalah senyawa polifenol teh hijau berupa
katekin.
senyawa polifenol teh hijau berupa katekin dan golongannya yaitu epigatokatekin galat
(EGCG), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC) dan epikatekin (EC) merupakan
antioksidan yang penting. Diantara keempat komponen tersebut, EGCG merupakan
komponen yang paling poten (Owour dan Obanda, 1998; Price dan Spitzeer,1993) dan
secara kimia mempunyai aktivitas biologis yang paling kuat (Chung et al, 1998).
Sebagai bahan bioaktif, katekin berfungsi menangkap radikal bebas sehingga dapat
menghambat terjadinya kerusakan pada membran sel (Chaturvedula dan Prakash,
2011). Kandungan katekin berkisar 20-30% dari seluruh berat kering daun teh.
Sedangkan, teh hitam mengandung katekin rata-rata 7,99%. Sedangkan teh hijau
mengandung katekin rata-rata 17,68% dan teh wangi mengandung katekin rata-rata
15,13% (Gunawijaya, 1991). Daun teh memiliki kandungan tanin yang mencapai 25%
(Graham, 1984).
2.2.3
gingeron. Ekstrak jahe mempunyai sifat antioksidan, karena dapat menangkap anion
superoksida dan radikal hidroksil. Menurut penelitian (Widiyanti, 2009) diidentifikasi
beberapa senyawa yang berperan besar dalam aktivitas antioksidan jahe yakni: 6gingerdiol, 6-gingerol, 6-shogaol, asam kafeat, camphene, capsaicin, asam klorogenat,
kurkumin, delphinidin, eugenol, asam ferulat, gamma-terpinen, gingerol, isoeugenol,
kaempferol,
melatonin,
myrcene,
myricetin,
p-coumaric-acid,
asam
fihiroksi-
diukur dengan adanya serapan pada 233-234 nm. Selama oksidasi asam linoleat,
ikatan rangkap diubah menjadi ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat dikarakterisasi
oleh serapan UV kuat pada panjang gelombang 234 nm. Aktivitas tersebut dinyatakan
dalam konsentrasi inhibisi (IC50) (Pokorny et al, 2001).
2.3.3 Bilangan Para Anisidin
Para anisidin adalah bahan yang bereaksi dengan aldehid untuk memberikan
hasil serapan pada 350 nm. Bilangan dari para anisidin didefinisikan sebagai serapan
larutan yang dihasilkan dari 1 g lemak dalam larutan isoktan 100 ml dengan para
anisidin. Hasil yang dibentuk oleh reaksi dengan aldehid jenuh (2-alkana) menyerap
lebih kuat pada panjang gelombang tersebut dan akibatnya uji ini sangat sensitif
terhadap bahan-bahan yang mengalami oksidasi. Pengukuran bilangan para anisidin
umunya digunakan secara bersama dengan pengukuran bilangan peroksida dalam
menggambarkan tingkat oksidasi total (Pokorny et al, 2001)
2.3.4 Metode Penentuan Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida diukur dalam sampel minyak yang ditambahkan ekstrak
tanaman sebanyak 0,1% dengan antioksidan BHT sebagai pembanding sebanyak
0,01%, blanko diukur tanpa penambahan ekstrak. Sebagian besar ekstrak hidrofilik
akan sulit mengalami homogenisasi dengan metode ini. Oleh karena itu ekstrak
dilarutkan dalam sejumlah kecil etanol sekitar 5% dari massa minyak dan larutan ini
akan dicampurkan ke dalam fase minyak dengan pengadukan yang kuat (Helrich,
1990).
2.3.5 Metode Penangkapan Radikal Hidroksil
Kapasitas penangkapan radikal hidroksil dari suatu ekstrak berhubungan
langsung dengan aktivitas antioksidan. Metode ini memerlukan generation in vitro dari
radikal hidroksil menggunakan Fe3+/askorbat/EDTA/H2O2 dengan reaksi fenton.
Penangkapan radikal hidroksil sebagai tanda adanya aktivitas antioksidan. Radikal
hidroksil akan bereaksi dengan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk membentuk
formaldehid. Formaldehid akan menghasilkan warna kuning dengan reagen Nash (2M
ammonium asetat dengan 0,05M asam asetat dan 0,02 M asetil aseton dalam air
destilasi. Intensitas warna kuning diukur secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 412 nm.
2.3.6 Metode ABTS (TEAC)
Metode ini menggunakan prinsip inhibisi yaitu sampel yang ditambahkan pada
sistem penghasil radikal bebas dan pengaruh inhibisi terhadap efek radikal bebas
diukur untuk menentukan total kapasitas antioksidan dari sampel (Wang dkk, 2004).
20. C6 komposisi Air, sirup fruktosa, gula, teh hijau bubuk (0,096%), perisa
identik sakura, antioksidan, asam askorbat, pengatur keasaman natrium
bikarbonat
21. C7 komposisi Teh hijau
22. C8 komposisi air, gula pasir, daun teh hijau dengan melati & vitamin C.
23. C9 komposisi Daun teh dan bunga melati
24. C10 kompsisi Air, gula, teh melati (daun teh + bunga melati), perisa
identik bunga melati, penstabil
b. Bahan kimia yang digunakan dalam analisa
Bahan kimia yang digunakan dalam analisa pada praktikum ini antara lain
Aquades hangat, Etanol PA (Pro ainlais), dan DPPH (2,2 difenil-1-pichylhidrasil)
3.2 Preparasi Bahan
Sebelum dilakukan ekstraksi pada bahan maka perlu dilakukan preparasi bahan
terlebih dahulu seperti untuk sampel bubuk dan sampel minuman. Untuk sampel bubuk
dilakukan pelarutan terlebih dahulu pada aquades hangat dan penyaringan, sedangkan
untuk sampel minuman langsung dilakukan pengambilan untuk sampel uji sebanyak
o,1 ml kedalam tabung reaksi.
3.3 Ekstraksi Polifenol
Senyawa polifenol dalam bahan diekstraksi dengan cara maserasi. Bahan
ditimbang 1,5 gram, diencerkan dengan ditambahkan aquades hangat sebanyak 50 ml
sebagai pelarut bahan dalam beaker glass. Kemudian campuran bahan tersebut
dilakukan pengadukan dengan batang pengaduk selama 10 menit pada suhu ruang.
Lalu dilakukan penyaringan untuk memisahkan residu dan filtrat. Selanjutnya filtrat
yang dihasilkan ditera dalam corong glass atau labu takar menggunakan aquades
hingga volume 50 ml. Setelah itu dilakukan penggojokan agar homogen. Dilakukan
pencuplikan pada campuran ektrak tersebut sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam
labu takar dan ditera hingga volume 50 ml, agar larutan yang dihasilkan tidak terlalu
pekat. selanjutnya dicuplik sebanyak 0,1 ml untuk dilakukan ekstraksi kandungan
antioksidan menggunakan metode DPPH. Cuplikan tersebut dilakukan penambahan
0,9 ml etanol PA (Pro Ainlais) hingga volume 1 ml. Selanjutnya dilakukan penggojokan
supaya larutan tersebut menjadi homogen dan ditambahkan DPPH yang sudah
diencerkan sebanyak 3 ml. DPPH berfungsi untuk menangkap radikal bebas.
Selanjutnya dilakukan vorteks supaya homogen dan dilakukan pendiaman selama 30
yang
dihasilkan.
Selanjutnya
dihitung
menggunakan
penghambatan :
Rumus: % penghambatan =
|.|blanko|sampel|
|blanko|
x 100%
Sampel
Pengadukan 10 menit
Penyaringan
Residu
Filtrat
rumus
Absorbanblankoabsorbansampel
absorbanblanko
Absorbansi
2,881
1,282
1,813
2,866
2,800
1. Kopi B3 (Ulangan 1)
% inhibisi
=
=
2,8811,282
x 100 %
2,881
1,599
x 100 % = 55,5016 %
2,881
2. Kopi B3 (Ulangan 2)
x 100%
% inhibisi
=
=
2,8811,813
x 100 %
2,881
1,068
x 100 % = 37,0705 %
2,881
13,0328
46,2861
(55,501646,2861)2 +(37,070546,2861)2
21
= 13,0328
= 0,2816
3. Kopi B4 (Ulangan 1)
% inhibisi
=
=
2,8812,866
x 100 %
2,881
0,015
x 100 % = 0,5207 %
2,881
4. Kopi B4 (Ulangan 2)
% inhibisi
=
=
2,8812,800
x 100 %
2,881
0,081
x 100 % = 2,8115 %
2,881
1,6198
1,6661
(0,52071,6661)2 +(2,81151,6661)2
21
= 0,9722
= 1,6198
RSD
2,83617
8,51362
0,0038
0,76572
0,0474
0,3366
0,2816
0,9722
0,2887
1,3071
0,1026
0,4992
0,7071
0,3487
0,26978
0,56707
0,0396
0,4625
0,80427
0,628297
0,567585
0,217117
0,4389
0,1907
4.2 Pembahasan
4.2.1
Kakao
35
30
25
20
15
10
5
0
A4
A1
A2
A3
Kopi
50
40
30
20
10
0
B10
B2
B4
B1
B5
B9
B8
B6
B3
TEH
100
80
60
40
20
0
C3 C9 C7 C1 C5 C10 C2 C4 C8 C6
KESELURUHAN
100
80
60
40
20
0
A3
B3
C6
sampel C6
arabika) sebesar 46,2861% dan terendah A3 (cokelat kakao) dengan nilai sebesar
31,2393%. Hal tersebut sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa semakin
tinggi kandungan polifenol dalam suatu bahan menunjukkan bahwa semakin tinggi
aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dalam menangkap radikal bebas.
4.2.3
paling bagus adalah pada perlakuan A3 cokelat bubuk sebesar 0,0038%, Sedangkan
nilai RSD yang paling buruk adalah pada perlakuan A2 bubuk kakao dengan nilai
(8,51%). Hal ini menunjukkan bahwa nilai keakuratan data paling baik adalah pada
perlakuan A3 dan dan keakurtan data paling buruk terdapat pada sampel A2, dimana
semakin kecil mendekati 0% nilai RSD menunjukkan keakuratan data semakin baik.
Terdapat perbedaan aktivitas antioksidan pada bahan pangan. Dari data yang
diperoleh menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada bahan teh lebih tinggi
daripada bahan kopi dan kakao. Hal ini dikarenakan pada bahan tersebut memang
memiliki kandungan polifenol yang berbeda-beda dan aktivitas antioksidan tergantung
senyawa bioaktif yang terdapat dalam bahan.
BAB 5. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dan analisa data yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Proses ekstraksi senyawa polifenol dilakukan pada bahan pangan bentuk bubuk
yang dilakukan pelarutan terlebih dahulu yang selanjutnya digunakan untuk
analisis senyawa polifenol, sedangkan pada bahan olahan (minuman) dapat
langsung dilakukan analisis senyawa polifenol, tanpa harus melalui ekstraksi
terlebih dahulu.
b. Metode analisis aktivitas antioksidan yang digunakan dalam praktikum adalah
metode DPPH dengan prisnsip penangkapan senyawa antioksidan melalui reaksi
penangkapan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas untuk
mendapatkan pasangan elektron dan mengubahnya menjadi difenil pikril hidrazin
(DPPH).
c. Pada bahan pangan yang digunakan aktivitas antioksidan tertinggi setiap masingmasing sampel adalah C6 teh hijau sebesar 89,66055%, selanjutnya pada
sampel B3 kopi robusta, arabika sebesar 46,2861% dan sampel A3 cokelat
kakao sebesar 31,2393%, yang telah sesuai dengan literatur yang disebutkan
dimana aktivitas antioksidan dalam menangkap radikal bebas tergantung dengan
kandungan bioaktif suatu bahan, semakin tinggi komponen bioaktis sebagai
antioksidan memiliki nilai penangkapan radikal bebas yang semakin tinggi pula..
DAFTAR PUSTAKA
Chung et al, 1998. One-Step Preparation Of Competent Eserechia Coli;
Transformation And Storage Of Bacterial Cell In The Same Solution.
Proc.Natl.acad.sci.86,2172-2175
Furnawanthi, I. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Halliwell dan Gutteridge, 2000. Sources of Natural Antioxidants: Vegetables, Fruits,
Herbs, Spices, and Teas. dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon
(Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead publishing limited.
Abington. pp: 311-330.
Irianti, T., Andayana, P dan Erna, S. 2011. Aktivitas Penangkapan Radikal 2,2-Difenil1-Pikrilhidrazil Oleh Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora Crispa (L.)
Miers) Dan Fraksi-Fraksinya. Majalah Obat Tradisional. Vol 16(3): 138-144
Karadag, A. Ozcelik, B., Saner, S. 2009. Review of Methods to Determine Antioxidant
Capacities, Food Analytical Methods Vol.2:41-60.
Mariska S., Afiandi N., Santana P dan Budiyati R. 2009. Pengukuran Kapasitas
Antioksidan Menggunakan DPPH dan Pengukuran Total Fenol. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Pokorny, J., Yanishlieva, N., dan Gordon, M. 2001. An Antioxidant in Food Practical
Application. 2, 10-12, 17, 44-45, 101, 107-108. England: Wooddhead Publishing
Ltd.
Shi et al., 2001.Introducing Natural Antioxidants. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva,
And M. Gordon (Eds). Antioxidants In Food: Practical Applications. Woodhead
Publishing Limited. pp:147-158.
Tahir, I., Wijaya, K dan Widyaningsih, D. 2003. Terapan Analisis Hansch Untuk
Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Flavon/Flavonol. Seminar on chemi str
ics. Yogyakarta: Departemen Kimia Univrsitas Gadjah Mada.
Widiyanti, R., K. 2009. Analisis Kandungan Antioksidan Jahe. Jakarta: Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia