Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH TEKNOLOGI PANGAN FUNGSIONAL

MATERI
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

Oleh :
Dwi Rischa Mufitasari

131710101010

Kelompok D / THP A

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
NOVEMBER, 2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman tanaman pangan yang sangat melimpah.
Banyak masyarakat yang memanfaatkannya sebagai pangan fungsional. Makanan
ataupun minuman fungsional ini biasanya dibuat dari tanaman yang memiliki
kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis terbukti bermanfaat bagi
kesehatan (Furnawanthi, 2002). Kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis
juga disebut komponen bioaktif baik gizi maupun non gizi sangat beragam di pangan
fungsional yang bermanfaat salah satunya yaitu sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen
reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu mencegah
penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, kanker, dan penuaan. Senyawa
antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal
bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel
normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnyakepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali
fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai (Halliwell dan Gutteridge, 2000).
Antioksidan dapat berfungsi untuk menangkal radikal bebas, membentuk kompleks
dengan logam pro-oksidan, bahan pereduksi dan memutuskan formulasi oksigen
singlet sehingga melindungi tubuh dari berbagai penyakit degeneratif. Seiring dengan
berkembangnya data eksperimen, klinis, dan epidemilogika yang menunjukkan efek
keuntungan antioksidan terhadap oxidative stress-induced degenerative dan beberapa
penyakit telah mejadi perhatian dunia (Shi et al., 2001).
Salah satu analisa aktivitas antioksidan yaitu menggunakan metode DPPH (2,2
difenil-1- pihcylhirasil). DPPH dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan
yang terkandung dalam makanan. Kelebihan dari metode pengujian DPPH adalah
telah banyak digunakan di dunia dan mudah diterapkan karena senyawa radikal yang
digunakan bersifat relatif stabil dibanding metode lainnya. Prinsip dari uji ini adalah
adanya donasi atom hidrogen dari substansi yang diujikan kepada radikal DPPH yang
ditunjukkan oleh perubahan warna. Menurut Karadag dkk. (2009), penentuan aktivitas
antioksidan berdasarkan perubahan absorbansi DPPH harus diperhatikan karena
absorbansi radikal DPPH setelah bereaksi dengan antioksidan dapat berkurang oleh
cahaya,oksigen dan tipe pelarut. Oleh karena itu, dilakukan praktikum pengujian

antioksidan dari beberapa sampel untuk mengetahui seberapa besar kandungan


plifenol pada bahan yang bermanfaat sebagai antioksidan.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui cara ekstraksi dan analisis senyawa antioksidan dalam bahan
segar maupun olahan,
b. Mengetahui kandungan senyawa antioksidan dalam bahan segar maupun
olahan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Pengertian Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau

reduktan. Antioksidan dapat menunda, mencegah ataupun menghambat oksidasi lipid


atau molekul lainnya dengan cara menghambat proses inisiasi dan propagasi dalam
rantai reaksi oksidatif. Fungsi utama antioksidan digunakan untuk memperkecil
terjadinya proses oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses
kerusakan dalam makanan, memperpanj ang masa pemakaian dalam industri
makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan (Tahir et al,
2003).
Menurut Pokorny et al, (2001) menyatakan bahwa antioksidan dapat bersumber
dari zat-zat sintesis atau zat-zat alami hasil isolasi. Adanya antioksidan alami maupun
sintesis dapat mengahambat oksidasi lipid, mencegah keruskan, perubahan degradasi
komponen organik dalam bahan makanan. Beberapa senyawa antioksidan sintesis
yang umum digunakan adalah butylated hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxynisole
(BHA), tertbutylhyd roxyquinone (TBHQ), asam galat dan propil galat. Antioksidan
alami dapat diperoleh dari makanan sehari-hari seperti sayuram, buah-buahan,
kacang-kacangan dan tanaman lainnya yang mengandung antioksidan bervitamin
(vitamin A, C dan E) asam-asam fenolat (asam ferulat, asam klorogerat, asam elagat
dan asam kafeat) dan senyawa flavonoid seperti kuersitin, mirisetin, apigenin, luteolin
dan kaemferol.
Mekanisme

kerja

senyawa

antioksidan

adalah

mengkelat

ion

logam,

menghilangkan oksigen radikal, memecah reaksi rantai inisiasi, menyerap energi


oksigen singlet, mencegah pembentukan radikal, menghilangkan atau mengurangi
jumlah oksigen (Irianti et al, 2011).
2.2
2.2.1

Kandungan Polifenol dalam Kopi, Teh dan Kakao


Polifenol dalam kopi
Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia tetapi

juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas
yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Kopi jenis arabika dan robusta
merupakan sumber yang kaya akan senyawa aktif seperti asam nikotinat, trigonelin,
asam quinolinat, asam tanat dan khusunya kafein. Kadar kafein yang terkandung di
dalam biji kopi robusta adalah 2 %, sedangkan kopi arabika adalah 1%. Kafein dalam

kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein klorogenat dan asam klorogenat.
Ikatan ini akan terlepas dengan adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat
terserap oleh tubuh. Asam klorogenat terdapat secara luas pada tanaman namun
dibandingkan dengan kafein, kurang mempunyai efek fisiologi. Melalui penyangraian,
trigonellin pada biji kopi sebagian akan berubah menjadi asam nikotinat (niasin), yaitu
jenis vitamin dalam kelompok vitamin B.
Kopi juga merupakan sumber penting dari polifenol, diantaranya asam kafeat,
asam klorogenat, asam koumarat, asam ferulat dan asam sinapat. Kopi juga
mengandung chlorogenic acid yang merupakan senyawa polifenol yang berfungsi
sebagai antioksidan kuat. Antioksidan yang terdapat di dalam kopi merupakan
kandungan antioksidan terbanyak yaitu kurang lebih 200-550 mg/ cangkir dengan
aktivitas 26% dibandingkan dengan beta karoten(0,1%), alfa tokoferol (0,3%), vitamin
C (8,5%) serta antioksidan lainnya. Menurut Dr. Euan Paul, hasil dari studi ICS
menunjukkan bahwa kopi mengandung tingkat antioksidan empat kali lebih besar
dibandingkan teh dan sumber kaya lainnya. Kadar polifenol pada biji kopi arabika
bervariasi antara 6 - 7 %, sedangkan pada robusta sekitar 10 %.
Polifenol terbukti memperbaiki keadaan stress oksidatif yang berbeda-beda.
Hasil penelitian mengenai penyakit kardiovaskuler

menyatakan bahwa pemberian

polifenol sebagai suplemen atau makanan dan minuman dapat meningkatkan status
kesehatan dengan penurunan resiko penyakit kardiovaskuler. Beberapa penelitian in
vitro dan in vivo dan uji klinis menunjukkan kopi sebagai minuman harian mengandung
polifenol yang terbukti memberikan efek menguntungkan terhadap pencegahan
penyakit kardiovaskuler.
2.2.2

Polifenol dalam teh


Teh hijau merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung senyawa

polifenol, yang dapat bertindak sebagai antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan
manusia. Teh hijau mengandung senyawa epigallokatekin galat (EGCG), yang
merupakan salah satu bentuk polifenol. Semakin tinggi kandungan polifenol-nya, akan
semakin baik hasilnya terhadap pencegahan berbagai macam penyakit. Kadar
polifenol dipengaruhi oleh proses pengolahan teh dan kadar polifenol dalam daun teh.
Kadar polifenol dalam daun teh itu sendiri dipengaruhi oleh cuaca, varietas, jenis
tanah, dan tingkat kematangan daun ketika dipetik. Teh hijau mengandung polifenol
dalam jumlah yang tinggi. Bukti penelitian menyatakan bahwa kandungan polifenol
pada daun teh hijau lebih tinggi dibanding teh hitam. Persentase kandungan polifenol
pada daun teh hijau sebanyak 30-40 %, sedangkan persentase kandungan polifenol

pada daun teh hitam sebanyak 3-10 % (Zowail et al. 2009). Jenis antioksidan yang
terkandung dalam teh hijau antara lain adalah senyawa polifenol teh hijau berupa
katekin.
senyawa polifenol teh hijau berupa katekin dan golongannya yaitu epigatokatekin galat
(EGCG), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC) dan epikatekin (EC) merupakan
antioksidan yang penting. Diantara keempat komponen tersebut, EGCG merupakan
komponen yang paling poten (Owour dan Obanda, 1998; Price dan Spitzeer,1993) dan
secara kimia mempunyai aktivitas biologis yang paling kuat (Chung et al, 1998).
Sebagai bahan bioaktif, katekin berfungsi menangkap radikal bebas sehingga dapat
menghambat terjadinya kerusakan pada membran sel (Chaturvedula dan Prakash,
2011). Kandungan katekin berkisar 20-30% dari seluruh berat kering daun teh.
Sedangkan, teh hitam mengandung katekin rata-rata 7,99%. Sedangkan teh hijau
mengandung katekin rata-rata 17,68% dan teh wangi mengandung katekin rata-rata
15,13% (Gunawijaya, 1991). Daun teh memiliki kandungan tanin yang mencapai 25%
(Graham, 1984).
2.2.3

Polifenol dalam kakao


Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan senyawa

bioaktif di dalamnya. kakao mengandung polifenol 6% sebagai antioksidan pencegah


ketengikan (Prawoto dan Sulistyowati, 2001). Komponen senyawa bioaktif dalam
bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan.
Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan dalam anggur
maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah
flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang terdiri dari dua cincin
benzene yang dihubungkan oleh rantai karbon (Wahyudi et al. 2008).
Wollgast and Anklam (2000) menyatakan bahwa polifenol kakao terutama adalah
monomer dan oligomer dari flavan-3-ol sebagai komponen dasar. Mereka juga
mengklasifikasikan polifenol kakao dalam tiga kelompok yaitu katekin (flavan-3-ols) 37
%, antosianin 4 %, dan proantosianidin 58 %. Monomer flavan-3-ol adalah struktur
dasar dari polifenol kakao dimana R1 adalah H dan R2 adalah OH yang
menggambarkan (+)-katekin, sedangkan apabila R1 adalah OH dan R2 adalah H maka
menggambarkan (-)-epikatekin yang merupakan komponen penyusun prosianidin
utama dalambiji kakao. Susunan struktur dasar monomer flavan-3-ol dan prosianidin
(Wollgast dan Anklam, 2000).
2.2.4

Antioksidan Pada Ginseng

Menurut Wijoyo (1999) menyatakan senyawa fenolik yang terkandung dalam


umbi akar ginseng jawa termasuk ke dalam golongan flavonoid. Flavonoid dapat
berperan sebagai penangkap anion superoksida dan radikal hidroksi. Umbi akar
ginseng jawa mengandung senyawa flavonoid, antrakuinon, saponin (golongan
terpenoid), tanin dan senyawa fenolat. Saponin dikenal sebagai ginsenosides yaitu
komposisi utama bioaktif.
2.2.5

Antioksidan Pada Jahe


Antioksidan utama yang terkandung dalam jahe adalah gingerol, shogaol dan

gingeron. Ekstrak jahe mempunyai sifat antioksidan, karena dapat menangkap anion
superoksida dan radikal hidroksil. Menurut penelitian (Widiyanti, 2009) diidentifikasi
beberapa senyawa yang berperan besar dalam aktivitas antioksidan jahe yakni: 6gingerdiol, 6-gingerol, 6-shogaol, asam kafeat, camphene, capsaicin, asam klorogenat,
kurkumin, delphinidin, eugenol, asam ferulat, gamma-terpinen, gingerol, isoeugenol,
kaempferol,

melatonin,

myrcene,

myricetin,

p-coumaric-acid,

asam

fihiroksi-

benzoat,quersetin, asam vanillat, vanillin dan zingerone.


2.3 Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode pengujian
antioksidan seperti dibawah ini:
2.3.1 Metode DPPH (2,2-diphenil -1picrylhydrazil)
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan
alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal
hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Adanya
aktivitas antioksidan pada sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan
DPPH dalam metanol yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning (Pauly,
2001).
Kelebihan dari metode DPPH adalah secara teknis simpel, dapat dikerjakan
dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-Vis (Karadag dkk. 2009).
Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah radikal DPPH hanya dapat dilarutkan
dalam media organik (terutama media alkoholik), tidak pada media aqueous sehingga
membatasi kemampuannya dalam penentuan peran antioksidan hidrofilik.
2.3.2 Metode Uji Diena Terkonjugasi
Prinsip uji diena terkonjugasi adalah pembentukan hidroperoksida dari PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acids) menyebabkan konjugasi struktur pentadin. Hal ini dapat

diukur dengan adanya serapan pada 233-234 nm. Selama oksidasi asam linoleat,
ikatan rangkap diubah menjadi ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat dikarakterisasi
oleh serapan UV kuat pada panjang gelombang 234 nm. Aktivitas tersebut dinyatakan
dalam konsentrasi inhibisi (IC50) (Pokorny et al, 2001).
2.3.3 Bilangan Para Anisidin
Para anisidin adalah bahan yang bereaksi dengan aldehid untuk memberikan
hasil serapan pada 350 nm. Bilangan dari para anisidin didefinisikan sebagai serapan
larutan yang dihasilkan dari 1 g lemak dalam larutan isoktan 100 ml dengan para
anisidin. Hasil yang dibentuk oleh reaksi dengan aldehid jenuh (2-alkana) menyerap
lebih kuat pada panjang gelombang tersebut dan akibatnya uji ini sangat sensitif
terhadap bahan-bahan yang mengalami oksidasi. Pengukuran bilangan para anisidin
umunya digunakan secara bersama dengan pengukuran bilangan peroksida dalam
menggambarkan tingkat oksidasi total (Pokorny et al, 2001)
2.3.4 Metode Penentuan Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida diukur dalam sampel minyak yang ditambahkan ekstrak
tanaman sebanyak 0,1% dengan antioksidan BHT sebagai pembanding sebanyak
0,01%, blanko diukur tanpa penambahan ekstrak. Sebagian besar ekstrak hidrofilik
akan sulit mengalami homogenisasi dengan metode ini. Oleh karena itu ekstrak
dilarutkan dalam sejumlah kecil etanol sekitar 5% dari massa minyak dan larutan ini
akan dicampurkan ke dalam fase minyak dengan pengadukan yang kuat (Helrich,
1990).
2.3.5 Metode Penangkapan Radikal Hidroksil
Kapasitas penangkapan radikal hidroksil dari suatu ekstrak berhubungan
langsung dengan aktivitas antioksidan. Metode ini memerlukan generation in vitro dari
radikal hidroksil menggunakan Fe3+/askorbat/EDTA/H2O2 dengan reaksi fenton.
Penangkapan radikal hidroksil sebagai tanda adanya aktivitas antioksidan. Radikal
hidroksil akan bereaksi dengan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk membentuk
formaldehid. Formaldehid akan menghasilkan warna kuning dengan reagen Nash (2M
ammonium asetat dengan 0,05M asam asetat dan 0,02 M asetil aseton dalam air
destilasi. Intensitas warna kuning diukur secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 412 nm.
2.3.6 Metode ABTS (TEAC)
Metode ini menggunakan prinsip inhibisi yaitu sampel yang ditambahkan pada
sistem penghasil radikal bebas dan pengaruh inhibisi terhadap efek radikal bebas
diukur untuk menentukan total kapasitas antioksidan dari sampel (Wang dkk, 2004).

Metode TEAC menggunakan senyawa 2,2-azino-bis (3-ethylbenzthiazoline-6-sulfonic


acid) sebagai sumber penghasil radikal bebas. Kelebihan metode ini dibandingkan
metode DPPH adalah dapat digunakan di sistem larutan berbasis air maupun organik,
mempunyai absorbansi spesifik pada panjang gelombang dari region visible, dan
membutuhkan waktu reaksi yang lebih sedikit
2.3.7 Metode ORAC (oxygen radical absorbance capacity)
Metode ORAC menggunakan senyawa radikal peroksil yang dihasilkan melalui
larutan cair dari 2,2-azobis-2-metil-propanimidamida. Antioksidan akan bereaksi
dengan radikal peroksil dan menghambat degradasi pendaran zat warna. Kelebihan
metode pengujian ORAC adalah kemampuannya dalam menguji antioksidan hipofilik
dan lipofilik sehingga akan menghasilkan pengukuran lebih baik terhadap total aktivitas
antioksidan (Prior dkk. 2003 dalam Teow dkk. 2007). Kelemahan dari metode ini
adalah membutuhkan peralatan yang mahal

dan metode ORAC hanya sensitif

terhadap penghambatan radikal peroksil (Awika dkk. 2003).


2.3.8 Metode CUPRAC
Prinsip dari uji CUPRAC (Cupric Reducing Antioxidant Capacity) adalah
pembentukan kelat besi II menggunakan pereaksi redoks kromogenik pada pH 7.
Absorbansi dari pembentukan kelat Cu (I) diukur pada panjang gelombang 450 nm.
Kelebihan dari metode CUPRAC pereaksi cukup cepat bekerja, selektif, lebih stabil,
mudah didapatkan dan mudah diaplikasikan (Apak et al, 2005)

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Bahan
Pada praktikum pengujian komponen bioaktif antioksidan digunakan bahanbahan pendukung untuk analisa seperti aquades, kertas saring, aluminum foil, label
dan tisue. Sedangkan untuk bahan pangan dan bahan kimia yang digunakan dalam
analisa adalah sebagai berikut:
a. Bahan pangan yang digunakan untuk analisa
1. A1 komposisi pada sampel ini adalah bubuk kakao, vanili dan soda kue.
2. A2 komposisi pada sampel ini adalah bubuk kakao, vanili dan soda kue.
3. A3 komposisi pada sampel ini adalah cokelat bubuk, gula halus, susu
bubuk krimer dan agar-agar.
4. A4 komposisi pada sampel ini adalah sari jahe segar, gula pasir, serbuk
kakao, serai dan garam.
5. B1 komposisi kopi arabika
6. B2 komposisi kopi bubuk, ekstrak ginseng, gula dan krimer
7. B3 komposisi kopi robusta dan kopi arabika
8. B4 komposisi Kopi bubuk, jahe, gula
9. B5 komposisi Kopi robusta
10. B6 komposisi Kopi bubuk minim kafein, gula, krimer
11. B7 komposisi Biji Kopi 70%, gula, garam, margarin
12. B8 komposisi Bubuk kopi, serbuk jahe
13. B9 komposisi Kopi robusta
14. B10 komposisi Sari jahe segar, gula pasir, aroma jahe, aroma kopi, kopi
instan, serai, garam
15. C1 komposisi Teh hitam
16. C2 komposisi Air, gula, ekstrak teh melati (teh dan bunga melati)/teh
hitam
17. C3 komposisi Teh hijau, perisa melati(mengandung lesitin kedelai), teh
melati
18. C4 komposisi Air, gula, ekstrak teh oolong (0,19%), perisa identik alami
teh oolong, antioksidan asam askorbat, pengatur keasaman natrium
karbonat
19. C5 komposisi Daun teh hijau

20. C6 komposisi Air, sirup fruktosa, gula, teh hijau bubuk (0,096%), perisa
identik sakura, antioksidan, asam askorbat, pengatur keasaman natrium
bikarbonat
21. C7 komposisi Teh hijau
22. C8 komposisi air, gula pasir, daun teh hijau dengan melati & vitamin C.
23. C9 komposisi Daun teh dan bunga melati
24. C10 kompsisi Air, gula, teh melati (daun teh + bunga melati), perisa
identik bunga melati, penstabil
b. Bahan kimia yang digunakan dalam analisa
Bahan kimia yang digunakan dalam analisa pada praktikum ini antara lain
Aquades hangat, Etanol PA (Pro ainlais), dan DPPH (2,2 difenil-1-pichylhidrasil)
3.2 Preparasi Bahan
Sebelum dilakukan ekstraksi pada bahan maka perlu dilakukan preparasi bahan
terlebih dahulu seperti untuk sampel bubuk dan sampel minuman. Untuk sampel bubuk
dilakukan pelarutan terlebih dahulu pada aquades hangat dan penyaringan, sedangkan
untuk sampel minuman langsung dilakukan pengambilan untuk sampel uji sebanyak
o,1 ml kedalam tabung reaksi.
3.3 Ekstraksi Polifenol
Senyawa polifenol dalam bahan diekstraksi dengan cara maserasi. Bahan
ditimbang 1,5 gram, diencerkan dengan ditambahkan aquades hangat sebanyak 50 ml
sebagai pelarut bahan dalam beaker glass. Kemudian campuran bahan tersebut
dilakukan pengadukan dengan batang pengaduk selama 10 menit pada suhu ruang.
Lalu dilakukan penyaringan untuk memisahkan residu dan filtrat. Selanjutnya filtrat
yang dihasilkan ditera dalam corong glass atau labu takar menggunakan aquades
hingga volume 50 ml. Setelah itu dilakukan penggojokan agar homogen. Dilakukan
pencuplikan pada campuran ektrak tersebut sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam
labu takar dan ditera hingga volume 50 ml, agar larutan yang dihasilkan tidak terlalu
pekat. selanjutnya dicuplik sebanyak 0,1 ml untuk dilakukan ekstraksi kandungan
antioksidan menggunakan metode DPPH. Cuplikan tersebut dilakukan penambahan
0,9 ml etanol PA (Pro Ainlais) hingga volume 1 ml. Selanjutnya dilakukan penggojokan
supaya larutan tersebut menjadi homogen dan ditambahkan DPPH yang sudah
diencerkan sebanyak 3 ml. DPPH berfungsi untuk menangkap radikal bebas.
Selanjutnya dilakukan vorteks supaya homogen dan dilakukan pendiaman selama 30

menit di tempat gelap. Pendiaman di tempat gelap berfungsi untuk mengoptimalkan


reaksi reduksi yang terjadi, proses ini dilakukan dengan cara menutupi tabung reaksi
dengan alumunium foil. Selain dilakukan analisis terhadap sampel, juga dilakukan
pembuatan blanko dengan cara mencampurkan 0,1 ml aquadest dan 0,9 etanol PA
dan ditambahkan DPPH sebanyak 3 ml. Dilakukan vorteks dan pendiaman 30 menit.
Proses pembuatan blanko sama dengan sampel. Pembuatan blanko ini berfungsi
sebagai standart uji untuk proses analisis berikutnya. Proses terakhir yaitu pengukuran
absorbansi larutan pada panjang gelombang 765 nm untuk mengetahui seberapa nilai
absorbansi

yang

dihasilkan.

Selanjutnya

dihitung

menggunakan

penghambatan :
Rumus: % penghambatan =

|.|blanko|sampel|
|blanko|

x 100%

Sampel

Penimbangan 1,5 gram


+ Aquades hangat 50 ml

Pengadukan 10 menit
Penyaringan

Residu

Filtrat

Di tera hingga 50 ml dengan aquades


Penggojokan
Diambil 1 ml
Dimasukkan dalam labu takar 50 ml

Ditera hingga volume 50 ml

rumus

Pencuplikan ekstrak sampel 0,1 ml

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

+ etanol PA (Pro Ainlais) 0,9 ml


Penggojokan
+ DPPH 3 ml
Vorteks
Pendiaman ruang gelap selama 30 menit
(ditempat gelap)
Absorbansi pada = 765 nm

Contoh cara perhitungan


KELOMPOK D
Aktivitas antioksida :
Sampel
Blanko
B3 U1
B3 U2
B4 U1
B4 U2

Absorbanblankoabsorbansampel
absorbanblanko
Absorbansi
2,881
1,282
1,813
2,866
2,800

1. Kopi B3 (Ulangan 1)
% inhibisi

=
=

2,8811,282
x 100 %
2,881
1,599
x 100 % = 55,5016 %
2,881

2. Kopi B3 (Ulangan 2)

x 100%

% inhibisi

=
=

2,8811,813
x 100 %
2,881
1,068
x 100 % = 37,0705 %
2,881

Rata - rata inhibisi sampel B3


Standar Deviasi B3 =
RSD B3 =

13,0328
46,2861

= (55,5016 + 37,0705) / 2 = 46,2861 %

(55,501646,2861)2 +(37,070546,2861)2
21

= 13,0328

= 0,2816

3. Kopi B4 (Ulangan 1)
% inhibisi

=
=

2,8812,866
x 100 %
2,881
0,015
x 100 % = 0,5207 %
2,881

4. Kopi B4 (Ulangan 2)
% inhibisi

=
=

2,8812,800
x 100 %
2,881
0,081
x 100 % = 2,8115 %
2,881

Rata - rata inhibisi sampel B4


Standar Deviasi B4 =
RSD B4 =

1,6198
1,6661

= (0,5207 + 2,8115) / 2 = 1,6661 %

(0,52071,6661)2 +(2,81151,6661)2
21

= 0,9722

= 1,6198

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diperoleh data sebagai
berikut.
Tabel 1. Aktivitas Antioksidan
Bahan/ sampel minuman
A1Bubuk kakao
A2Bubuk kakao
A3 Cokelat Bubuk
A4 Serbuk Kakao
B1Kopi arabika
B2 Kopi Gingseng
B3 Kopi Robusta, arabika
B4 Kopi Jahe
B5 Kopi Robusta
B6 Kopi minim kafein
B9 Kopi Robusta
B10 Kopi Jahe
B7 Kopi
B8 Kopi Jahe
C1 teh Hitam
C2 Teh Hitam
C4 Teh Oolong
C3Teh Hijau Melati
C5 Teh Hijau
C6 Teh Hijau
C7 Teh Hijau
C8 Teh Hijau Melati
C9 Teh Hijau Melati
C10 Teh Melati

Persen Penghambatan (%)


Ulangan 1 Ulangan 2
Rata-rata
2,7844
8,4221
5,60325
17,18803
3,81574
10,501885
3,4141
59,0645
31,2393
3,3800
2,4923
2,9362
2,6182
2,4481
2,5332
1,0881
1,7681
1,4281
55,5016
37,0705
46,2861
0,5207
2,8115
1,6661
4,1710
6,3115
5,2413
2,1038
53,4781
27,7909
8,2488
7,1332
7,691
0,7437
1,5551
1,1494
0,5575
1,6725
1,1150
5,9330
9,8955
7,9143
13,96396
20,54747
17,25572
21,48302
50,48510
35,98406
52,2312
55,2400
53,7356
9,5335
4,8343
7,1839
39,79991
10,94215
25, 37063
89,26221
90,05888
89,66055
17,8583
7,6291
12,7437
65,9254
89,8392
77,8823
10,0449
4,7636
7,4043
24,1284
47,3593
35,7439

RSD
2,83617
8,51362
0,0038
0,76572
0,0474
0,3366
0,2816
0,9722
0,2887
1,3071
0,1026
0,4992
0,7071
0,3487
0,26978
0,56707
0,0396
0,4625
0,80427
0,628297
0,567585
0,217117
0,4389
0,1907

4.2 Pembahasan
4.2.1

Aktivitas Antioksidan Kakao


Penentuan aktivitas antioksidan pada kakao dilakukan dengan metode DPPH,

pada sampel kakao dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Kakao
35
30
25
20
15
10
5
0

A4

A1

A2

A3

Grafik 1. Penghambatan aktivitas antioksidan kakao


Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa didapatkan nilai aktivitas
antioksidan tertinggi yaitu sampel A3 cokelat kakao sebesar 31,2393 dan terendah
didapatkan oleh sampel A4 sebesar 2,9362. Dari hasil tersebut diketahui bahwa
sampel cokelat kakao memiliki kandungan total antioksidan lebih tinggi daripada
sampel lain. Literatur menyebutkan bahwa produk berbasis cokelat yang diolah dari biji
kakao diketahui memiliki kandungan polifenol lebih tinggi terutama golongan flavonol
(Crozier, dkk, 2011). Serta literature lain menyebutkan peningkatan kadar antioksidan
cokelat bubuk diduga karena terjadinya denaturasi protein sehingga komponen fenolik
yang semula terikat dengan protein menjadi terlepas, terdegradasinya senyawa fenol
kompleks menjadi fenol sederhana (Pujimulyani dkk. 2010).
Aktivitas antioksidan terendah dikarenakan proses ekstraksi sampel yang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan karena panas yang dapat menyebabkan
penurunan kandungan total fenolik. Selain itu, kemampuan ekstraksi polifenol kakao
dapat menghambat asam lemak linoleat menunjukkan bahwa polifenol kakao dapat
berperan sebagai donor proton (H) terhadap radikal peroksi, sehingga radikal tersebut
tidak bisa bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh untuk membentuk radikal bebas.
Dengan demikian dapat memperlambat tahap reaksi propagasi pada proses
autooksidasi. Proton hidrogren yang didonorkan dipengaruhi oleh jumlah dan posisi
gugus OH dalam molekul polifenol, sehingga semakin tinggi konsentrasi kandungan
polifenol menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya.
4.2.1 Aktivitas Antioksidan Kopi
Penentuan aktivitas antioksidan pada kakao dilakukan dengan metode DPPH.
DPPH akan ditangkap oleh senyawa antioksidan melalui reaksi penangkapan atom
hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas untuk mendapatkan pasangan
elektron dan mengubahnya menjadi difenil pikril hidrazin (DPPH).

Kopi
50
40
30
20
10
0

B10

B2

B4

B1

B5

B9

B8

B6

B3

Garafik 2. Penghambatan aktivitas antioksidan pada kopi


Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari sampel
kopi memiliki nilai tertinggi pada sampel kopi robusta-arabika yaitu B3 sebesar 46,2861
dan nilai terendah diperoleh sampel B10 (kopi jahe) sebesar 1,1494. Berdasarkan hasil
tersebut diketahui bahwa aktivitas antioksidan tertinggi didapat oleh sampel kopi
robusta-arabika dikarenakan kandungan bioaktif katekin sebagai polifenol yang
berfungsi sebagai antioksidan lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya. Sesuai
dengan literature bahwa kopi robusta dan kopi arabika memiliki kandungan polifenol
yang berkerja sebagai antioksidan, kuat didalam kopi. Kadar polifenol pada biji kopi
arabika bervariasi antara 6-7% sedangkan pada robusta sekitar 10%. Kandungan
polifenol dalam suatu bahan pangan berperan sebagai antioksidan bekerja dengan
molekul-molekul radikal bebas, dan kopi memiliki peranan dalam membersihkan
radikal bebas.
4.2.2 Aktivitas Antioksidan Teh
Dari hasil uji aktivitas antioksidan dapat ditunjukkan dalam grafik berikut ini:

TEH
100
80
60
40
20
0
C3 C9 C7 C1 C5 C10 C2 C4 C8 C6

Grafik 4. Penghambatan aktivitas antioksidan teh

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari sampel


the memiliki nilai tertinggi pada sampel C6 the hijau sebesar 89,66055%. dan nilai
terendah diperoleh sampel C3 teh hijau melati sebesar 1,1839%. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa teh hijau memiliki kandungan 15-30% senyawa polifenol, yang
memiliki bahan aktif berupa katekin, dimana senyawa ini merupakan senyawa
terpenting pada daun teh yang berperan sebagai antioksidan. Menurut hasil penelitian
oleh University of Kansas (2007), menyatakan bahwa katekin dalam teh hijau
berkemampuan 100 kali lebih efektif untuk menetralisir radikal bebas daripada vitamin
C dan 25 kali lebih ampuh dari vitamin E. Dimana kandungan bioaktif polifenol sebagai
antioksidan yang terkandung didalam teh hijau lebih tinggi dibandingkan dengan teh
oolong dan teh hitam yang berfungsi sebagai antioksidan dan memiliki kapasitas atau
aktivitas antioksidan yang berbeda dari ketiga jenis teh tersebut.
Selain itu, menurut literature lain oleh Mariska, dkk., (2009), menyatakan bahwa
perbedaan kandungan polifenol pada berbagai jenis teh, terutama dipengaruhi oleh
tahapan fermentasi pada saat pengolahannya. Pada awal tahap fermentasi, akan
terbentuk theaflavin dan berkurangnya jumlah polifenol (epigalokatekin, epigalokatekin
galat, atau epikatekin galat). Pada akhir tahap fermentasi, sebagian theaflavin akan
diubah menjadi thearubigin. Komponen polifenol mudah teroksidasi menjadi bentuk
lain yang dapat mengurangi kemampuannya sebagai antioksidan
4.2.3 Aktivitas Antioksidan pada semua bahan
Data hasil pengamatan aktivitas antioksidan dari tiga macam jenis sampel yaitu
teh, kopi dan kakao secara keseluruhan dapat ditunjukkan dengan grafik dibawah ini:

KESELURUHAN
100
80
60
40
20
0
A3

B3

C6

Grafik 4. Kandungan total antioksidan pada semua bahan


Berdasarkan hasil grafik diatas menunjukkan hasil dari masing-masing bahan
dan sampel dari pengujian aktivitas antioksidan didapat nilai tertinggi yaitu pada

sampel C6

(teh hijau) sebesar 89,66055%, selanjutnya sampel B3 (kopi robusta,

arabika) sebesar 46,2861% dan terendah A3 (cokelat kakao) dengan nilai sebesar
31,2393%. Hal tersebut sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa semakin
tinggi kandungan polifenol dalam suatu bahan menunjukkan bahwa semakin tinggi
aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dalam menangkap radikal bebas.
4.2.3

Analisis Nilai RSD Semua Sampel


Berdasarkan nilai RSD yang dari keseluruhan sampel yang digunakan, yang

paling bagus adalah pada perlakuan A3 cokelat bubuk sebesar 0,0038%, Sedangkan
nilai RSD yang paling buruk adalah pada perlakuan A2 bubuk kakao dengan nilai
(8,51%). Hal ini menunjukkan bahwa nilai keakuratan data paling baik adalah pada
perlakuan A3 dan dan keakurtan data paling buruk terdapat pada sampel A2, dimana
semakin kecil mendekati 0% nilai RSD menunjukkan keakuratan data semakin baik.
Terdapat perbedaan aktivitas antioksidan pada bahan pangan. Dari data yang
diperoleh menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada bahan teh lebih tinggi
daripada bahan kopi dan kakao. Hal ini dikarenakan pada bahan tersebut memang
memiliki kandungan polifenol yang berbeda-beda dan aktivitas antioksidan tergantung
senyawa bioaktif yang terdapat dalam bahan.

BAB 5. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dan analisa data yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Proses ekstraksi senyawa polifenol dilakukan pada bahan pangan bentuk bubuk
yang dilakukan pelarutan terlebih dahulu yang selanjutnya digunakan untuk
analisis senyawa polifenol, sedangkan pada bahan olahan (minuman) dapat
langsung dilakukan analisis senyawa polifenol, tanpa harus melalui ekstraksi
terlebih dahulu.
b. Metode analisis aktivitas antioksidan yang digunakan dalam praktikum adalah
metode DPPH dengan prisnsip penangkapan senyawa antioksidan melalui reaksi
penangkapan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas untuk
mendapatkan pasangan elektron dan mengubahnya menjadi difenil pikril hidrazin
(DPPH).
c. Pada bahan pangan yang digunakan aktivitas antioksidan tertinggi setiap masingmasing sampel adalah C6 teh hijau sebesar 89,66055%, selanjutnya pada
sampel B3 kopi robusta, arabika sebesar 46,2861% dan sampel A3 cokelat
kakao sebesar 31,2393%, yang telah sesuai dengan literatur yang disebutkan
dimana aktivitas antioksidan dalam menangkap radikal bebas tergantung dengan
kandungan bioaktif suatu bahan, semakin tinggi komponen bioaktis sebagai
antioksidan memiliki nilai penangkapan radikal bebas yang semakin tinggi pula..

DAFTAR PUSTAKA
Chung et al, 1998. One-Step Preparation Of Competent Eserechia Coli;
Transformation And Storage Of Bacterial Cell In The Same Solution.
Proc.Natl.acad.sci.86,2172-2175
Furnawanthi, I. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Halliwell dan Gutteridge, 2000. Sources of Natural Antioxidants: Vegetables, Fruits,
Herbs, Spices, and Teas. dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon
(Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead publishing limited.
Abington. pp: 311-330.
Irianti, T., Andayana, P dan Erna, S. 2011. Aktivitas Penangkapan Radikal 2,2-Difenil1-Pikrilhidrazil Oleh Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora Crispa (L.)
Miers) Dan Fraksi-Fraksinya. Majalah Obat Tradisional. Vol 16(3): 138-144
Karadag, A. Ozcelik, B., Saner, S. 2009. Review of Methods to Determine Antioxidant
Capacities, Food Analytical Methods Vol.2:41-60.
Mariska S., Afiandi N., Santana P dan Budiyati R. 2009. Pengukuran Kapasitas
Antioksidan Menggunakan DPPH dan Pengukuran Total Fenol. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Pokorny, J., Yanishlieva, N., dan Gordon, M. 2001. An Antioxidant in Food Practical
Application. 2, 10-12, 17, 44-45, 101, 107-108. England: Wooddhead Publishing
Ltd.
Shi et al., 2001.Introducing Natural Antioxidants. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva,
And M. Gordon (Eds). Antioxidants In Food: Practical Applications. Woodhead
Publishing Limited. pp:147-158.
Tahir, I., Wijaya, K dan Widyaningsih, D. 2003. Terapan Analisis Hansch Untuk
Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Flavon/Flavonol. Seminar on chemi str
ics. Yogyakarta: Departemen Kimia Univrsitas Gadjah Mada.
Widiyanti, R., K. 2009. Analisis Kandungan Antioksidan Jahe. Jakarta: Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai