Anda di halaman 1dari 35

BAB I

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Nursia Coi

Tgl lahur

: 25/11/1956 (58 tahun)

No RM

: 031996

Tgl MRS

: 13/4/2015

B. ANAMNESIS
o KU : Nyeri pinggang kiri
o AT : Dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.
Nyeri bersifat tajam dirasakan hilang timbul dan memberat sejak 2 minggu
terakhir. Nyeri dirasakan menjalar sampai perut bagian depan tidak
menjalar ke paha dan perut bagian bawah. Nyeri tidak dipengaruhi
aktifitas dan berkurang walaupun tanpa minum obat. Demam tidak ada.
Riwayat kencing berpasir ada 3 bulan yang lalu, riwayat kencing
bercampur darah tidak ada, riwayat kencing nanah tidak ada. Riwayat sulit
buang air kecil tidak ada, riwayat berobat di RS Wahidin pada bulan
Desember 2014.
C. PEMERIKSAAN FISIS
o Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang / Gizi Baik / Compos mentis (EMV5)
o Status Vitalis
Tensi : 120 / 80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 3,5 C
o Status urologis
Regio costovertebralis dextra

I : alignment vertebra baik, warna kulit sama dengan daerah sekitarnya,


tidak tampak udem, tidak tampak hematom.
P : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada, Ballotement ginjal
tidak teraba.
P : Nyeri ketok tidak ada
Regio costovertebralis sinistra
I : alignment vertebra baik, warna kulit sama dengan daerah sekitarnya,
tidak tampak udem, tidak tampak hematom.
P : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada, Ballotement ginjal
tidak teraba.
P : Nyeri ketok ada
Regio suprapubik
I : tidak bulging, warna kulit sama dengan daerah sekitarnya, tidak ada
hematom, tidak tampak massa tumor, buli-buli kesan kosong
P : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
Regio genitalia eksterna
Vulva
I : warna kulit lebih gelap daripada daerah sekitarnya, tidak tampak
massa tumor, tidak ada hematom, tidak ada udem
P : nyeri tekan tidak ada, tidak teraba massa tumor
Perineum
I : warna kulit lebih gelap daripada daerah sekitarnya, tidak tampak
massa tumor, tidak ada hematom, tidak ada udem
P : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
Vaginal Toucher
Mukosa vagina licin, porsio kenyal antefleksi, cervix kenyal permukaan
rata, tidak teraba massa tumor, tidak teraba massa di adnexa, dengan
palpasi bimanual tidak teraba massa pada buli-buli Handschoen :
fdischarge tidak ada, darah tidak ada, lender tidak ada.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (1/4/2015)
WBC
RBC
HGB
PLT
HCT

9.05
4.64
14.0
228
41.9

SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
GDS

19
12
28
0.9
113

2. Urinalisis (18-12-2014)
Warna

Kuning

Darah

+++ (250 RBC/ul)

Bilirubin
Keton
Nitrit
pH
Leukosit

Negatif
Negatif
Negatif
5,5
+++ (500 WBC/ul)

Urobilinogen
Protein
Glukosa
BJ
Vit C

Normal
++ (100 mg/dl)
Negatif
1.020
Negatif

3. Foto Polos Abdomen (17/03/2015)


- Udara usus terdistribusi sampai ke distal

- Tidak tampak dilatasi loop-loop usus maupun gambaran herring bone


- Tampak bayangan batu radioopak pada hipokondrium kiri setinggi CV
L1-L2
- Kedua psoas line dan preperitoneal fat line intak
- Tulang-tulang lainnya intak
Suspek nefrolith sinistra
4. MSCT Urografi (22/12/2014) :
- Ginjal kanan : Ukuran dan densitas korteks/sinus dalam batas normal,
pelvocalyses

system

tidak

dilatasi,

tidak

tampak

densitas

batu/cyst/mass

- Ginjal kiri : ukuran dan densitas korteks/sinus dalam batas normal,


pelvocalyses system sedikit dilatasi, tampak densitas batu berukuran
2.2 x 1.1 cm
- Lintasan kedua ureter baik, tidak tampak tanda-tanda obstruksi
maupun filling defect
- Hepar : ukuran dan parenkim dalam batas normal, permukaan regular,
tepi tajam. Sistem vaskuler dan bilier dalam batas normal, tidak
tampak densitas SOL.
- Pankreas : ukuran dan parenkim dalam batas normal, tidak tampak
dilatasi ductus pancreaticus, tidak tampak densitas SOL.
- Lien : ukuran dan densitas parnekim dalam batas normal, tidak
tampak densitas SOL.
- VU : mukosa regular, dinding tidak menebal. Tidak tampak echo
batu/massa di dalamnya
- Gaster dan loop-loop usu dalam batas normal
- Tulang-tulang intak
- Fungsi ekskresi dan sekresi kedua ginjal baik
Nefrolith sinistra dengan pelvocalyectasis sinsitra

E. RESUME
Dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Nyeri bersifat tajam dirasakan
hilang timbul dan memberat sejak 2 minggu terakhir. Nyeri dirasakan
menjalar sampai perut bagian depan tidak menjalar ke paha dan perut
bagian bawah. Nyeri tidak dipengaruhi aktifitas dan berkurang walaupun
tanpa minum obat. Demam tidak ada. Riwayat kencing berpasir ada 3
bulan yang lalu, riwayat kencing bercampur darah tidak ada, riwayat
kencing nanah tidak ada. Riwayat sulit buang air kecil tidak ada, riwayat
berobat di RS Wahidin pada bulan Desember 2014.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis sakit sedang dan
vitalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan urologis didapatkan nyeri
ketok regio costovertebra sinistra.
Pada

pemeriksaan

laboratorium

tidak

didapatkan

kelainan

termasuk fungsi ginjal. Pada pemeriksaan urinalisa didapatkan protein,


lekosit, dan sel darah merah. Pada Foto polos abdomen ditemukan
nefrolith sinistra. MSCT Urografi memperlihatkan sekresi dan ekskresi
kedua ginjal baik, namun ditemukan nefrolith sinistra dengan tanda-tanda
hidronefrosis sinistra.

E.

DIAGNOSIS

Nefrolithiasis sinistra (Batu pyelum sinistra)


Hidronefrosis sinistra
F.

RENCANA KERJA
Extended pyelolithothomi sinistra

BAB II
DISKUSI
A.

PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia
dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan
batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang
penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di
negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran
kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas
pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita
penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk
yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari
tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih
dan pembesaran prostat benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari
data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita

batu

ginjal

yang

mendapat

tindakan

di

RSUPN-Cipto

Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997
menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86%
dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering
muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting
perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang
tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya

variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit


maupun daerah.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal,
batu ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada
umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam
urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan
senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk
membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri
dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu
triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease.
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah kasus yang sering dijumpai
dengan prevalensi 10% pada pria dan 5% pada wanita. Dari penelitian
didapatkan bahwa prevalensi penyakit ini semakin meningkat di Amerika
Serikat, dimana survei pada tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa orang
dewasa yang berusia 20-74 tahun memiliki prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan survei pada tahun 1976-1980 (5,2% vs 3,2%). Peningkatan
terjadi pada orang kulit putih tetapi tidak pada ras Afrika maupun Meksiko
di Amerika, lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita, dan meningkat
seiring dengan pertambahan usia.
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalis ginjal
mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Dalam referat kali ini akan
dibahas lebih dalam tentang batu saluran kemih terutama batu ginjal,
diagnosis, dan penatalaksanaan batu ginjal.

B. ANATOMI SALURAN KEMIH


a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya
hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista
iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri


dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari


tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).

Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke


arah korteks

Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,


serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus


pengumpul dan calix minor.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang


menghubungkan antara calix major dan ureter.

10

Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica


urinaria.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal, CW Urology


Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus
renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu

11

nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki


lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluhpembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan
percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara
pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis
akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anteriorsuperior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk
persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui
n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini
berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.
b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis
menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di
depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan
a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding
lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik

12

urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di


mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalisureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria.
Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis,
a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior.
Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui
pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior.
c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluhpembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral
yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan
sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian
posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu
bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua
ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan
inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh
a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan
simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus

13

minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.


Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari
vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan
uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar
20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan
kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5
cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter
interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan
m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter),
sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal
inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars
prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum


vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika
dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut
dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.

Pars

prostatika

(3-4

cm),

merupakan

bagian

yang

melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat


berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.

Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek


dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju
bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos
dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di
bawah kendali volunter (somatis).

Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,


membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung

14

kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di


bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5
cm) dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma
urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara
klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun
tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi
reproduktif.
C. FISIOLOGI SALURAN KEMIH
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin
adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan
ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate
gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
ditubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi
kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan
tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan
sisanya dialirkan pada papilla renalis.

15

3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus
distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
D. DEFINISI BATU GINJAL
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal
dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi.

Sumber : (Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal.


Sinonim
Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones,
urolithiasis, ureterolithiasis, kidney calculi, renal calculi, ureteral calculi,
urinary calculi, acute nephrolithiasis, urinary tract stone disease
E. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktorfaktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.

Herediter (keturunan)

16

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.


2.

Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3.

Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:


1.

Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.

2.

Iklim dan temperatur

3.

Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4.

Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.

5.

Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di

saluran kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang
paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah :
1.

Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti


batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang
kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu
sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal
atau benda asing di saluran kemih.

17

2.

Teori Matriks : Matriks organik terdiri atas serum/protein urine


(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu.

3.

Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung


zat-zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium,
sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah
satu

atau

beberapa

zat

itu

berkurang,

akan

memudahkan

terbentuknya batu didalam saluran kemih.


F. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa.
Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai
negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang
terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di
kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu
saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat
banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang
dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat
jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar
12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.

18

INSIDENSI UROLITHIASIS
PEMBENTUK BATU

India

USA

Japan

UK

Calcium Oxalate Murni

86.1

33

17.4

39.4

Calcium Oxalate bercampur


Phosphate

4.9

34

50.8

20.2

Magnesium Ammonium
Phosphate (Struvite )

2.7

15

17.4

15.4

Asam Urat

1.2

8.0

4.4

8.0

0.4

3.0

1.0

Cystine

2.8

G. PATOGENESIS
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.
Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan
yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan
dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di

19

dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu
asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu
xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.

1. Batu struvit
Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat
tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi
seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana
basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi
batunya adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga

20

batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi,
atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran
antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.

Suasana

basa

ini

yang

memudahkan

garam-garam

magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu


magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan
karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triplephosphate.

Kuman-kuman

yang

termasuk

pemecah

urea

diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter,


Pseudomonas,

dan

Stafilokokus.

Meskipun

E.coli

banyak

menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan


termasuk bakteri pemecah urea.
2. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 7080% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat, atau campuran dari kedua
unsur tersebut
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1.

hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih


besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976)
terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri,
antara lain:
a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.

21

b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan


kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. hiperkalsiuri

resorbtif

terjadi

karena

adanya

peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak


terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor
paratiroid.
2.

Hiperoksaluri

3.

hiperurikosuri

4.

hipositraturia

5.

hipomagnesiuria

3. Batu asam urat


Batu urat dihubungkan dengan tingginya kadar asam urat
secara persisten seperti pada pasien dengan hiperurisemia
asimtomatik. Lebih banyak terjadei pada orang tua dengan
gambaran radiolusen pada foto konvensional. Seringkali tidak
teridentifikasi terlebih jika tidak terdapat gejala yang menyertai.
H. MANIFESTASI KLINIS
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat
karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis,
dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya
gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan
infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau
letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu
dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri.

22

Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat


saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,
bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah
sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,
retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
I. DIAGNOSIS
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk
menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan
radiologik,

laboratorium

dan

penunjang

lain

untuk

menentukan

kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal


ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat
radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium
amonium fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu
asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn
dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang
berupa magnesium ammonium sulfat atau campuran antara kalsium
oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan
kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan
fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua
ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter
tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih

23

mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak
bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk
melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih,
serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.
J. DIAGNOSIS BANDING
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang
kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga
dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat

bahwa

batu

saluran

kemih

yang

bertahun-tahun

dapat

menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,


akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan
diagnosis dan rencana terapi antara lain:
1.

Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling
sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat
non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran
kemih seperti pada tabel 1.

24

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih


Jenis Batu

Radioopasitas
Opak
Semiopak
Non opak

Kalsium
MAP
Urat/Sistin
2.

Pielografi Intra Vena (PIV)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak
ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran
kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya
adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

3.

Ultrasonografi
USG

dikerjakan

bila

pasien

tidak

mungkin

menjalani

pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan


kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang
hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di
buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
4.

Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5.

Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai


fungsi ginjal.

6.

Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7.

Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8.

DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,


fosfatase alkali serum.

L. PENATALAKSANAAN
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus

25

diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih
yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang
sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
b.

Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

c.

- blocker

d.

NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping

ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan
pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau
ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga
dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
2.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau
prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin

26

generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter


sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.

http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya


diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan
akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan
pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan
terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya
menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi
pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal.
Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis.
Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara invitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun
1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan
aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu
ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh
Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar
di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga
jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-

27

masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama


menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan
gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling
mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa
sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL

merupakan

alat

pemecah

batu

ginjal

dengan

menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun


hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita
dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada
data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:

28

a.

PNL

(Percutaneous

Nephro

Litholapaxy)

yaitu

mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal


dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara
teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter.
Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih
oleh URS dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter
proksimal yang besar dan melekat masih ada tempat untuk
PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut
kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau
ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara
utuh atau dipecah dulu.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti
dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui
berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat
pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL
dibanding PNL. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli
atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah
batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
b.

ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS


adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis
pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman
masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.

29

c.

ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan


menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).

Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah


mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi
dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah
sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi
langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS
dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk
terapi batu ureter.
4.

Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderitapenderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

5.

Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan
dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang

30

disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada


batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih,

tindakan

selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari


timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih ratarata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
M. PENCEGAHAN
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan
produksi urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
1.

Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium


urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2.

Rendah oksalat.

3.

Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya


hiperkalsiuri.

4.

Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang

menderita hiperkalsiuri tipe II.


N. KOMPLIKASI
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder
yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan

31

transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah.


Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
trauma

organ

pencernaan,

sepsis,

trauma

vaskuler,

hidro

atau

pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang


signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi
luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan
sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau
tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.
Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi,
termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya
infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat
setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi.
Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta
perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi
yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup
dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur
lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan
dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan
atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan

32

kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,
namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau
mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat
urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan
adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada
anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang
bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data
mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria
yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi
urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL.
Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka
(6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman
penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,
PNL, atau operasi terbuka.
O. PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan
jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien

33

yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. EGC:
Jakarta
5. Purnomo, Basuki 2010. Dasar-dasar Urologi. edisi ketiga. Sagung seto:
Jakarta
6. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
7. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
8. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : LippincottRaven Publisher.
9. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
10. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
11. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC :
Jakarta. 588-589

35

Anda mungkin juga menyukai