Case Nefrolith
Case Nefrolith
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Tgl lahur
No RM
: 031996
Tgl MRS
: 13/4/2015
B. ANAMNESIS
o KU : Nyeri pinggang kiri
o AT : Dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.
Nyeri bersifat tajam dirasakan hilang timbul dan memberat sejak 2 minggu
terakhir. Nyeri dirasakan menjalar sampai perut bagian depan tidak
menjalar ke paha dan perut bagian bawah. Nyeri tidak dipengaruhi
aktifitas dan berkurang walaupun tanpa minum obat. Demam tidak ada.
Riwayat kencing berpasir ada 3 bulan yang lalu, riwayat kencing
bercampur darah tidak ada, riwayat kencing nanah tidak ada. Riwayat sulit
buang air kecil tidak ada, riwayat berobat di RS Wahidin pada bulan
Desember 2014.
C. PEMERIKSAAN FISIS
o Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang / Gizi Baik / Compos mentis (EMV5)
o Status Vitalis
Tensi : 120 / 80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 3,5 C
o Status urologis
Regio costovertebralis dextra
9.05
4.64
14.0
228
41.9
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
GDS
19
12
28
0.9
113
2. Urinalisis (18-12-2014)
Warna
Kuning
Darah
Bilirubin
Keton
Nitrit
pH
Leukosit
Negatif
Negatif
Negatif
5,5
+++ (500 WBC/ul)
Urobilinogen
Protein
Glukosa
BJ
Vit C
Normal
++ (100 mg/dl)
Negatif
1.020
Negatif
system
tidak
dilatasi,
tidak
tampak
densitas
batu/cyst/mass
E. RESUME
Dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Nyeri bersifat tajam dirasakan
hilang timbul dan memberat sejak 2 minggu terakhir. Nyeri dirasakan
menjalar sampai perut bagian depan tidak menjalar ke paha dan perut
bagian bawah. Nyeri tidak dipengaruhi aktifitas dan berkurang walaupun
tanpa minum obat. Demam tidak ada. Riwayat kencing berpasir ada 3
bulan yang lalu, riwayat kencing bercampur darah tidak ada, riwayat
kencing nanah tidak ada. Riwayat sulit buang air kecil tidak ada, riwayat
berobat di RS Wahidin pada bulan Desember 2014.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis sakit sedang dan
vitalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan urologis didapatkan nyeri
ketok regio costovertebra sinistra.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
tidak
didapatkan
kelainan
E.
DIAGNOSIS
RENCANA KERJA
Extended pyelolithothomi sinistra
BAB II
DISKUSI
A.
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia
dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan
batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang
penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di
negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran
kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas
pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita
penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk
yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari
tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih
dan pembesaran prostat benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari
data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita
batu
ginjal
yang
mendapat
tindakan
di
RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997
menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86%
dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering
muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting
perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang
tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya
10
11
12
13
Pars
prostatika
(3-4
cm),
merupakan
bagian
yang
14
15
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus
distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
D. DEFINISI BATU GINJAL
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal
dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi.
Herediter (keturunan)
16
Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3.
Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.
2.
3.
Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.
Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5.
Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di
saluran kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang
paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah :
1.
17
2.
3.
atau
beberapa
zat
itu
berkurang,
akan
memudahkan
18
INSIDENSI UROLITHIASIS
PEMBENTUK BATU
India
USA
Japan
UK
86.1
33
17.4
39.4
4.9
34
50.8
20.2
Magnesium Ammonium
Phosphate (Struvite )
2.7
15
17.4
15.4
Asam Urat
1.2
8.0
4.4
8.0
0.4
3.0
1.0
Cystine
2.8
G. PATOGENESIS
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.
Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan
yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan
dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
19
dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu
asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu
xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.
1. Batu struvit
Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat
tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi
seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana
basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi
batunya adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga
20
batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi,
atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran
antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
Suasana
basa
ini
yang
memudahkan
garam-garam
Kuman-kuman
yang
termasuk
pemecah
urea
dan
Stafilokokus.
Meskipun
E.coli
banyak
21
resorbtif
terjadi
karena
adanya
Hiperoksaluri
3.
hiperurikosuri
4.
hipositraturia
5.
hipomagnesiuria
22
laboratorium
dan
penunjang
lain
untuk
menentukan
23
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak
bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk
melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih,
serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.
J. DIAGNOSIS BANDING
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang
kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga
dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat
bahwa
batu
saluran
kemih
yang
bertahun-tahun
dapat
24
Radioopasitas
Opak
Semiopak
Non opak
Kalsium
MAP
Urat/Sistin
2.
3.
Ultrasonografi
USG
dikerjakan
bila
pasien
tidak
mungkin
menjalani
5.
6.
7.
8.
L. PENATALAKSANAAN
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
25
diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih
yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang
sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
b.
c.
- blocker
d.
NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping
ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan
pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau
ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga
dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
2.
26
http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)
27
merupakan
alat
pemecah
batu
ginjal
dengan
28
a.
PNL
(Percutaneous
Nephro
Litholapaxy)
yaitu
29
c.
Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderitapenderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
5.
Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan
dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
30
tindakan
2.
Rendah oksalat.
3.
4.
Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang
31
organ
pencernaan,
sepsis,
trauma
vaskuler,
hidro
atau
32
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,
namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau
mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat
urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan
adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada
anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang
bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data
mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria
yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi
urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL.
Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka
(6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman
penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,
PNL, atau operasi terbuka.
O. PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan
jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
33
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. EGC:
Jakarta
5. Purnomo, Basuki 2010. Dasar-dasar Urologi. edisi ketiga. Sagung seto:
Jakarta
6. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
7. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
8. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : LippincottRaven Publisher.
9. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
10. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
11. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC :
Jakarta. 588-589
35