Selain dua hal sebagaimana tersebut diatas, dalam UU Desa tersebut akan ada pembagian
kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu adanya peluang desa untuk mengatur
penerimaan yang merupakan pendapatan desa yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU
Desa. Hal ini ditegaskan oleh Bachruddin Nasori, Anggota Panitia Kerja Rancangan UndangUndang Desa (Panja RUU Desa).
Jika selama ini, Kepala desa menjadi pesuruh camat, bupati. Tapi hari ini jadi raja dan
penentu sendiri, jadi Kepala Desa yang berkuasa penuh mengatur dan membangun desanya,"
kata Bachruddin Nasori.
Apakah dengan demikian Kepala Desa akan menjadi Raja-raja kecil ?
Walaupun dengan Undang-Undang Desa ini Kepala Desa mempunyai kewenangan penuh
dalam mengatur dan mengelola keuangan sendiri tetapi seorang Kepala Desa tidak boleh
menjadi Raja Kecil. Mantan Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Desa DPR RI,
Budiman Sujatmiko, pada acara sosialisasi UU Desa untuk 253 kepala desa di Kabupaten
Subang, Sabtu (11/1/ 2014), menegaskan "Saudara kelak tidak boleh jadi raja-raja kecil di
desa," ujar Budiman yang disambut aplous seluruh kepala desa yang hadir.
Dikatakan Budiman, kewenangan dan alokasi dana yang besar yang diamanatkan UU Desa
itu, tidak ada satu pasal pun yang mengisyaratkan monopoli kebijakan Kepala Desa. Bahkan,
lanjut Budiman, Kepala Desa akan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk
mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan dana yang akan
dilakukannya kelak.
4. Masa Jabatan Kepala Desa bertambah
Dengan Undang-Undang Desa yang baru masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun dan dapat
dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak
secara berturut-turut (pasal 39). Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaratan
Desa, mereka bisa menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan, baik secara berturut turut
maupun tidak berturut-turut. Hal Ini berbeda dengan Undang-Undang yang berlaku
sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimana Kepala Desa dan BPD hanya bisa
menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan.
5. Penguatan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa.
Menurut pasal 55 UU Desa yang baru, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Disini ada penambahan fungsi BPD yaitu pada huruf c yaitu melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,dimana dalam
pasal 209 disebutkan Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Tantangan dan Tanggung Jawab
Banyak kalangan meragukan keefektifan Undang-Undang ini. Keraguan mereka terutama
pada kekhawatiran akan pengelolaan dana yang begitu besar. Jangan-jangan dana ini akan
menjadi bancaan bagi Desa yang menerimanya. Menanggapi hal ini Budiman Sudjatmiko
mengatakan, Bancakan dana desa ini, bisa dihindari karena dana ada di kabupaten.
Sementara penyusunan proposal pengajuan anggaran ini, tidak berjalan sendiri. Ada
"Dengan disahkan UU Desa, Kepala Desa harus belajar accounting karena kepala desa nanti
akan menjadi pejabat pembuat komitmen. Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena
ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan," kata Bachruddin usai rapat paripurna
pengesahan RUU Desa di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
"Selama ini tidak pernah terpikirkan adalah APBN tidak pernah masuk desa. Selama ini
kementerian-kementerian menjadikan desa sebagai objek dari proyek yang hasilnya diambil
pusat," kata Bendahara Umum PKB itu.
Alokasi dana ini diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan di tingkat desa. Sebelumsebelumnya, alokasi dana dari APBN belum menyentuh sampai ke tingkat desa.
Disamping itu, dengan UU Desa ini, nantinya kepala desa dapat mengambil kebijakan
secara mandiridalam mengelola potensi dan pembangunan desanya, tanpa didikte oleh
kepala daerah atau pemerintah pusat seperti yang berlangsung selama ini.
Namun demikian, menurut Bacharuddin, dana sebesar itu (Rp 1 Miliar/tahun) mesti ada
pertanggungjawabannya secara administratif. Oleh sebab itu setiap kepala desa wajib
menguasai akuntansi atau minimal pembukuan, agar pemakaian dana tersebut bisa
dipertanggungjawabkan.
Jika dari sisi data akuntansi tidak valid dikhawatirkan akan banyak kepala desa yang
tersandung kasus korupsi.
Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena ketidakmengertiannya dalam mengelola
keuangan, imbuh Bachruddin.
Melihat banyaknya pejabat kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, bukan tak mungkin jika
ladang korupsi itu akan pindah ke Kantor-Kantor Kepala Desa, setelah diberlakukannya UU
Desa yang baru ini nantinya.
Oleh sebab itu, pihaknya menghimbau agar para Kepala Desa beserta perangkatnya mulai
sekarang belajar Accounting.
Kepala BPK RI Perwakilan Jawa Barat, Kornel Syarif Prawiradiningrat, mengingatkan agar
para kepala desa yang akan segera mendapatkan dan miliaran itu bersikap ektra hati-hati.
"Jangan sampai setelah menerima duit miliaran rupiah lalu beberapa bulan kemudian
berurusan dengan penegak hulum," ujar Kornel. Ia mencontohkan, era otonomi daerah garagara salah urus soal keuangan telah menyeret 525 bupati dan walikota berurusan dengan
hukum.
Lalu, ia memberikan solusi jitu agar para kepala desa lepas dari jeratan hukum. "Buat
pembukuan yang baik, akuntabel dan transfaran," Kornel menjelaskan.
Pembukuan yang baik yakni mencatat semua penerimaan dan pengeluaran dengan detil.
Misalnya, setiap pembelian barang harus ada kuitansinya, barang yang dibeli harus sesuai
peruntukannya.
"Tidak boleh ada yang disembunyikan dan dimainkan, semua bukti-bukti dicatat secara benar
dan lengkap," jelas Kornel.
Penutup
Dari sekian banyak Undang-Undang yang mengatur tentang Desa sejak Indonesia merdeka
17 Agustus 1945 memang Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 adalah yang terbaik.
Desa sebagai ujung tombak pemerintahan terbawah memiliki otonomi dalam mengatur
pembangunan untuk mensejahterakan rakyatnya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya harus
diawasi agar tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Badan
Permusyawaratan Desa sebagai unsur pemerintahan Desa harus bisa menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai amanat Undang-Undang agar Kepala Desa tidak terjebak dalam jeratan
hokum. Masyarakat Desa diharapkan juga ikut mengawasi dan mengambil peran aktif
melalui musyawarah desa agar pelaksanaan pembangunan bisa benar-benar efektif dan tepat
sasaran serta dilakukan secara transparan dan akuntabel.
- See more at: http://kartonmedia.blogspot.co.id/2014/02/keistimewaan-undang-undang-desaterbaru.html#sthash.8pviowIo.dpuf