Anda di halaman 1dari 19

KULIAH PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK/INSTANSI PEMERINTAH

KEBERATAN DAN BANDING

Oleh :
KELOMPOK III
1.

CITRA LIZA

1121221020

2.

WAHYU MELIZA

1121221031

3.

KHADIJAH

1121221039

4.

RINDIATI ADISTINA

5.

DEVFI AGUSTINA 1121221052

6.

WILFIAVERA

7.

EVA YANTI ASTA 1121221056

8.

MUHAMMAD NASIR

1121221046

1121221054

1121221057

UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012

KEBERATAN DAN BANDING

Masalah Sengketa Pajak


Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara WP atau
Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (UU Nomor 19 Tahun 2000). (UU 14/2002)
Dalam penjelasan Pasal 25 ayat 1 UU KUP dijelaskan bahwa apabila Wajib Pajak
berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak
sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal
Pajak. Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu
jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya
pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak
I.

KEBERATAN
Menurut undang-undang republik indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan
ketiga atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan menyatakan bahwa surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan
terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
yang diajukan oleh wajib pajak.
Ketentuan mengenai keberatan dalam Pasal 25 ayat 1 UU KUP berbunyi: .Wajib Pajak
dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan..

Yang dimaksud dengan "suatu" pada ayat ini adalah 1 (satu) keberatan harus diajukan
terhadap 1 (satu) jenis pajak dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.
Contoh:
Keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak 2009 harus
diajukan masing-masing dalam 1 (satu) surat keberatan tersendiri. Untuk 2 (dua) Tahun Pajak
tersebut harus diajukan 2 (dua) buah surat keberatan.
I.1.

Ketentuan mengenai pengajuan keberatan


Ketentuan dan syarat pengajuan keberatan diatur dalam Pasal 25 UU KUP jo Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 adalah sebagai berikut:
1. Keberatan diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyampaikan surat keberatan;
2. Surat keberatan disampaikan oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau
tempat PKP dikkukuhkan melalui:
a. penyampaian langsung;
b. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. cara lain, meliputi: a) melalui perusahaan jasa ekspedisi atau
jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau b) e-Filing melalui ASP;
3. Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan harus memenuhi syarat
sbb:
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasanalasan yang menjadi dasar penghitungan;
c. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1
(satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak
atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib
Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur); dan

f. surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan
surat kuasa khusus;
4. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut bukan merupakan surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan;
5. Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan SK Keberatan
diberitahukan secara tertulis kepada WP;
6. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan,
Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan
yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksud terlampaui;
7. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian
perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima;
8. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan;
9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar;
10. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak
menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan dan Direktur Jenderak Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan
sesuai dengan keberatan Wajib Pajak;
11. Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur Jenderal
Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak
atau penghitungan rugi;
12. Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak
diterima;
13. Jangka waktu pemberian keterangan oleh Dirjen Pajak atas permintaan WP tersebut tidak
menunda jangka waktu pengajuan keberatan.
I.2.

Jangka waktu pelunasan pajak akibat pengajuan keberatan

Persyaratan pengajuan keberatan bagi Wajib Pajak adalah harus melunasi terlebih dahulu
sejumlah kewajiban perpajakannya yang telah disetujui Wajib Pajak pada saat pembahasan akhir
hasil pemeriksaan.
Pelunasan tersebut harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan. Hal ini
diatur dalam Pasal 25 ayat 3a yang berbunyi:.Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas
surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan,
sebelum surat keberatan disampaikan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 (satu bulan sejak tanggal diterbitkan SKPKB atau SKPKBT) atau
ayat 3a (jangka waktu pelunasan bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu) atas jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan (Pasal 25 ayat 7 UU KUP).
Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.
Contoh:
Setelah dilakukan pemeriksaan atas SPT PPh badan tahun 2008 atas nama PT ABC
diterbitkan SKPKB tertanggal 10 Oktober 2009 dengan rincian sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp120.000.000,00
Jumlah kredit pajak Rp100.000.000,00
Jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak Rp 20.000.000,00
Besarnya sanksi administrasi (2% x 10 bulan) Rp 4.000.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 24.000.000,00
Misalkan dalam pembahasan akhir, PT ABC hanya menyetujui jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak sebesar Rp5.000.000,00.
Dalam hal ini PT ABC mengajukan keberatan maka PT ABC wajib melunasi pajak yang
masih harus dibayar yang telah disetujui yaitu sebesar Rp. 6juta {Rp5juta + (20% x Rp5juta)}
sebelum surat keberatan disampaikan. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat mengajukan
keberatan yaitu sebesar Rp18juta, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK

Keberatan. Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan (Pasal 19) atas jumlah Rp18juta tidak
diberlakukan.
Selanjutnya dalam Pasal 25 ayat 9 UU KUP dinyatakan bahwa .Dalam hal keberatan WP
ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%
(lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan..
Contoh:
Misalkan keberatan PT ABC pada kasus di atas ditolak dengan SK Keberatan tanggal 20
Februari 2009, maka atas jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan yaitu Rp18juta dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 50% atau Rp9juta. Jatuh tempo pelunasan kekurangan pembayaran pajak
ditambah sanksi administrasi (Rp27juta) dalam SK Keberatan tersebut adalah tanggal 19 Maret
2009.
Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding maka sanksi administrasi berupa
denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.
(Pasal 25 ayat 10 KUP (baru)
I.3.

Mempersiapkan Keberatan
Dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak memiliki hak untuk :
a) Mengajukan Keberatan (Pasal 25 26 UU KUP) Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa
jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana
mestinya, maka Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal
Pajak.
b)

Mengajukan Permohonan Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa


bunga, denda dan kenaikan (Pasal 36 ayat 1a) Direktur Jenderal Pajak dapat
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya

c) Mengajukan permohonan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar (pasal 36 ayat 1b)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang
tidak benar.
d) Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
terhadap :
-

Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman


Lelang

Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang


ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP

Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.

Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan Surat Tagihan Pajak.

Gugatan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak. Pengajuan Keberatan Keberatan diajukan
atas suatu :
-

SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN

Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan

Hak Wajib Pajak dalam Keberatan:


Agar Wajib Pajak dapat membuat alasan-alasan yang kuat dalam pengajuan keberatan,
sebelum mengajukan keberatan wajib pajak berhak untuk :
Meminta Dasar Pengenaan Pajak
Meminta Dasar Perhitungan Rugi
Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan.
I.4.

Proses Keberatan
Proses penganjuan keberatan ada beberapa proses yaitu :
a. Penerimaan permohonan keberatan
b. Pemenuhan persyaratan formal
c. Permintaan bukti/dokumen
d. Pembahasan sengketa perpajakan
e. Pemberitahuan hasil penelitian keberatan
f. Pembahasan akhir
g. Penerbitan Surat Keputusan keberatan

I.5.

Syarat pengajuan Keberatan


-

Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN,
Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak ketiga;

Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak. (Satu SKP satu surat
keberatan)

Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia

Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut,
atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.

Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.

Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal
pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak
(Force Majeur)

Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan proses pelaksanaan
penagihan.

I.6.

Pengajuan Surat Keberatan


Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara :
-

Secara Langsung ke KPP tempat WP terdaftar Tanggal surat keberatan diterima adalah
tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan
menerima bukti penerimaan Surat keberatan. Surat Keberatan diterima secara Phisik
oleh petugas DJP

Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti
pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal sbb :

a. Tanggal kirim
b. Nama dan alamat pengirim
c. Nama dan alamat yang dituju
d. Isi atau jenis surat yang dikirim
Surat Keberatan yang tidak memenuhi syarat :
-

Tidak dianggap sebagai surat kberatan, sehingga tidak dipertimbangkan

Kepada wajib pajak akan diberikan penolakan secara formal melalui surat biasa paling
lambat 1 bulan sejak surat tersebut diterima

Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal keberatan, tetapi pengajuannya
belum melampaui 3 bulan, wajib pajak masih diberi kesempatan untuk memperbaiki surat
keberatannya dan dapat diajukan kembali dalam batas waktu 3 bulan setelah tgl SKP

Surat keberatan yang diajukan setelah melewati 3 bulan tidak dapat diperbaiki lagi,
kecuali dapat dibuktikan keterlambatan tersebut karena factor force majeur.

I.7.

Alternatif lain yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan permohonan
peninjauan kembali berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
Jangka waktu Penyelesaian Keberatan

Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan wajib pajak

Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap DITERIMA.

I.8.

Keputusan Keberatan
Keputusan keberatan yang diterbitkan DJP dapat berupa :

I.9.

Menerima seluruhnya

Menerima Sebagian

Menolak

Menambah Besarnya pajak yang terutang


Masalah-masalah dalam keberatan yang terkait dengan wajib pajak

a. Wajib Pajak tidak siap dalam hal : data, informasi, catatan dan dokumen dalam pengajuan
keberatan
b. Wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material pengajuan
keberatan
c. Wajib pajak terlambat dalam menyampaikan permohonan keberatan (lewat dari 3 bulan)
d. Wajib pajak memiliki interprestasi dan pemahaman yang lemah terhadap peraturan
perpajakan.
e. Pihak ketiga yang menjadi wakil wajib pajak tidak memenuhi syarat yang diatur dalam
KMK 576/KMK.04/2001 dan KEP DJP No. 188/PJ./2001.
f. Komunikasi Wajib pajak dan Fiscus tidak berjalan dengan baik.

I.10.

Strategi Dalam Proses Keberatan

- Pastikan permohonan keberatan memenuhi persyaratan formal keberatan


a. Diajukan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
b. Diajukan Tidak lewat dari 3 bulan
c. Surat Keberatan dibuat dalam bahasa Indonesia
d. Dibuat untuk masing-masing SKP. (Satu SKP satu Surat Keberatan).
e. Menyebutkan Jumlah pajak yang terutang, jumlah rugi dan jumlah pemotongan atau
pemungutan menurut wajib pajak
f. Menyebutkan alasan pengajuan keberatan
g. Surat ditandatangani oleh pihak yang berwenang menandatangani surat keberatan (Board
of Director yang tercantum di akta).
h. Jika ditandatangai pihak lain maka harus dilampiri dengan Surat Kuasa khusus.
-

Pastikan permohonan keberatan memenuhi persyaratan material keberatan


a. Pastikan materi yang diajukan keberatan memiliki alasan yang kuat
b. Alasan harus didukung dengan :
a)

Bukti pendukung yang kuat (harus valid)

b) Dasar hukum yang kuat (sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu dan untuk

masalah tsb)
c. Sebelum membuat alasan keberatan, wajib pajak harus mengetahui :
Butir-butir yang akan dikoreksi oleh Fiscus
-

Alasan Fiscus melakukan koreksi

Dasar hukum yang digunakan fiscus untuk membuat koreksi

Sehingga alasan yang disampaikan dalam surat keberatan TEPAT. Jika keberatan ditolak, upaya
selanjutnya yang dapat dilakukan wajib pajak adalah mengajukan banding

II.

BANDING

II.1.

Sengketa Pajak Dalam Proses Banding


Sengketa pajak dalam proses banding atau sering disebut sengketa banding adalah sengketa
yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dengan fiscus mengenai keputusan
keberatan yang tidak disetujui oleh wajib pajak. Seperti halnya dengan keberatan, Wajib Pajak
atau penanggung pajaklah yang harus mengajukan permohonan banding.
Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal maupun material, namun kebanyakan
Wajib Pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa material, sehingga
seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal saat fiscus mulai melaksanakan
pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.
II.1.1. Sengketa Formal
Sengketa formal timbul apabila WP atau fiscus atau keduanya tidak mematuhi prosedur
dan tata cara yang telah ditetapkan oleh UU perpajakan, khususnya UU KUP dan UU Pengadilan
Pajak. Bagi fiscus, UU KUP telah menetapkan dan prosedur tata cara pemeriksaan pajak,
penerbitan ketetapan pajak, sempai penerbitan keputusan keberatan. Apabila fiscus melanggar
ketentuan tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa formal dari pihak
fiscus.
Contoh :
fiskus menerbitkan SKP atau Surat Keputusan Keberatan setelah melampaui jangka
waktu yang ditetapkan. Dilain pihak, sengketa formal dari pihak WP bias terjadi apabila WP
tidak melaksanakan prosedur dan tata cara yang ditetapkan dalam UU KUP maupun UU
Pengadilan pajak. Contohnya WP tidak mengajukan keberatan atau banding dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan.
II.1.2. Sengketa Material
Sengketa material atau lazim disebut materi sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan
jumlah pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang lebih dibayar (dalam
kasus restitusi) menurut perhitungan fiscus yang tercantum pada ketetapan pajak- dengan
jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak.
Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai :

Dasar hukum yang seharusnya digunakan ;


Persepsi atas ketentuan peraturan pajak ;
Perselisihan atas suatu transaksi tertentu ;
atau hal-hal lainnya.
Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh fiscus menjadi
berbeda dibandingkan dengan jumlah pajak menurut perhitunan Wajib Pajak. Dan perbedaan
jumlah pajak menurut fiscus dengan WP itulah yang merupakan sengketa material.
Baik Sengketa formal maupun sengketa material sangat menentukan hasil akhir putusan
banding. Dalam proses banding, hakim akan melakukan pemeriksaan formal terlebih dahulu
sebelum mulai memeriksa materi sengketa.
Permohonan banding tidak akan diproses lebih lanjut oleh pengadilan pajak tanpa
pemeriksaan materi sengketa, apabila banding WP tidak memenuhi ketentuan formal yang telah
ditetapkan.
Sebaliknya apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak memenuhi ketentuan
formal, maka pengadilan pajak dapat menyatakan ketetapan pajak ataupun keputusan keberatan
harus batal demi hokum. Dalam hal ini, permohonan banding WP dapat diterima selueuhnya atau
diterima sebagian, tergantung hasil pemeriksaan keseluruhan oleh hakim pengadilan pajak.
II.2.

Ketentuan Formal Pengajuan Banding


Ketentuan formal mengenai pelaksanaan banding diatur dalam ketentuan pasal 27 UU KUP Jo
UU Pengadilan pajak, yang bisa diuraikan sbb :
a)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak
terhadap suatu keputusan keberatan yang ditetapkan oleh dirjen pajak.

b) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara.
c)

Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak

d) Syarat formal pengajuan banding


Diajukan ke pengadilan pajak
Dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
Diajukan oleh Wajib pajak, ahli warisnya, seornag pengurus atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi :

Nama Wajib Pajak pemohon banding


NPWP Pemohon Banding
Alamat Pemohon Banding
Nama, NPWP dan Alamat WP Pemohon banding akan dicocokkan dengan data yang
tercantum pada kartu NPWP atau administrasi KPP. Jika terdapat perbedaan, WP Pemohon
banding harus dapat menjelaskan alasan-alasannya.
Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama penandatangan
surat banding berbeda dengan nama WP orang Pribadi yang mengajukan banding, atau dalam hal
nama penandatangan surat banding
II.3.

Pencabutan Banding
Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan Bading ke Pengadilan Pajak dapat
mencabut permohonan tersebut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan banding
kepada pengadilan pajak.
Permohonan Banding yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa melalui :
a.

Penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan

b.

Putusan Majelis/Hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan


pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

NOTE :
Permohonan Banding yang telah dicabut dan mendapat penetapan/putusan tidak dapat
diajukan kembali
II.4.

Kuasa Hukum
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Wajib pajak dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi/mewakili wajib pajak dalam proses banding.
Syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum :
1. WNI
2. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan
perpajakan.
3. Persyaratan lain yang ditentukan Menteri Keuangan

Mengacu pada peraturan tersebut, Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa yang bukan
pegawainya dengan surat kuasa khusus dengan syarat-syarat sbb :
a.

Menyerahkan asli surat kuasa khusus yang bermaterai yang memuat :


1) nama dan alamat serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
2) nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3) Bidang/cakupan hak/kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak selaku
pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang bersangkutan

b.

Menguasai ketentuan-ketentuan dibidang perpajakan.


Persyaratan ini terpenuhi apabila telah memperoleh pendidikan dibidang perpajakan yang

dibuktikan dengan memiliki ;


1) brevet yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau;
2) Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan
negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri
c.

Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak
pidana lain dibidang keuangan Negara.

Tata Cara untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Kuasa Hukum Pengadilan
Pajak :
- Bagi Kuasa Hukum Pengacara :
a. Syarat yang harus dipenuhi (kumulatif) : Warga Negara Indonesia, Pengacara (berlisensi),
Sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja
b. Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah
disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:
KTP
Surat Ijin Praktek Pengacara
Brevet Pajak/ Ijasah
NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
Pas Photo 2 x 3 2 lembar
- Bagi Kuasa Hukum yang bukan pengacara :
a. Syarat yang harus dipenuhi : WNI, Sebagai Ahli Pajak, Memiliki NPWP atau Form 1721
A1 dari pemberi kerja.

b. Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah


disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir
KTP
Brevet Pajak/ Ijasah
NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
Pas Photo 2 x 3 2 lembar
II.5.

Persiapan Persidangan
Dalam hal pengajuan banding WP memenuhi ketentuan formal yang disyaratkan, maka
pengadilan pajak akan memulai persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian Banding
(SUB) atau Surat Tanggapan dari Fiskus (pihak Terbanding) dan mengirimklan salinannya ke
WP Pemohon Banding, serta menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk menyelesaikan
sengketa antara WP dengan fiskus:
a). Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan
b). Surat Bantahan
c). Penunjukan Majelis atau Hakim Tunggal

II.6.

Persidangan Banding
Persidangan banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis
pemeriksaan dalam proses banding :
Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (PAB)
a. Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari
1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan
dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa
hukumnya.
b. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila surat permohonan banding telah
memenuhi ketentuan formal.
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (PAC)
a. Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim
dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon
banding atau kuasa hukumnya.

b. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :


Sengketa pajak tertentu
Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas
putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan
wewenang pengadilan pajak.
II.7.

Penyelesaian di Pengadilan Pajak


Penyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak yaitu berupa banding dan gugatan.
1.

Banding
Upaya hukum selanjutnya yang dimiliki Wajib Pajak dalam hal tidak puas dengan

keputusan keberatan yang diterbitkan fiskus adalah mengajukan permohonan banding kepada
Pengadilan Pajak sebagaimana tertera dalam Pasal 27 ayat 1 UU KUP bahwa: .Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku (Pasal 1 angk 6 UU Pengadilan Pajak. Yang dapat diajukan
banding oleh Wajib Pajak adalah Surat Keputusan Keberatan.
Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan
salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut {Pasal 27 ayat 3}.
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar
Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan (Pasal 27 ayat 4a UU KUP).
2. Gugatan.

Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh WPajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atauterhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan

berdasarkan peraturanperundang-undangan perpajakan yang berlaku (Pasal 1 angka 7


UUPengadilan Pajak). Mengenai gugatan diatur dalam Pasal 23 ayat 2 UU KUP yaitu sbb:
Gugatan WP atau Penanggung Pajak terhadap:
1. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman
Lelang;
2. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,selain yang ditetapkan dalam
Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
4. penerbitan SKP atau SK Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan
prosedur atau tata cara yang telah diatur dalamketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakanhanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
II.8.

Penyelesaian di Mahkamah Agung


setelah Pengadilan Pajak.Upaya hukum berikutnya yang merupakan upaya hukum luar biasa yangdapat
dilakukan baik oleh WP maupun fiskus adalah peninjauan kembali.Peninjauan kembali diatur
dalam UU Pengadilan Pajak, yaitu sbb:Pasal 77 ayat 3:
Pihak -pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan
Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Pasal 91:Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan
sebagai berikut:
a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atautipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus ataudidasarkan pada bukti-bukti yang kemudian
oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan,yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akanmenghasilkan putusan yang berbeda;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari padayang dituntut,
kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b danc;
d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpadipertimbangkan sebabsebabnya; atau
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai denganketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

III.

IMBALAN BUNGA
Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan

banding atau peninjauan kembali diterima sebagian atau seluruhnya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) KUP
Imbalan bunga akibat kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau
permohonan banding atau peninjauan kembali diterima sebagian atau seluruhnya diatur dalam
Pasal 27A ayat (1) KUP yang berbunyi: .Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding,
atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang
masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan
pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali; atau
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung
sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali..

DAFTAR PUSTAKA
Hari Sugiharto. Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Badan

pendidikan dan pelatihan keuangan Pusdiklat pajak. 2011


Hasan Basri, Drs. Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Badan

pendidikan dan pelatihan keuangan Pusdiklat pajak.


undang-undang republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga
atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan
www.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai