Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Merokok merupakan penyebab pertama kematian

di Amerika Serikat

dengan jumlah rata-rata per tahun 488.000 jiwa atau sekitar 18% dari total
kematian di Amerika Serikat. Sepertiga dari kematian yang berhubungan dengan
merokok ini disebabkan karena penyakit jantung vaskular dan serangan stroke,
29% akibat kanker paru, 20% akibat penyakit respiratori kronik dan sisanya akibat
kanker liver,kolorektal dan lain-lain (Rakel,2014).
Indonesia menduduki posisi peringkat ke-3 dengan jumlah perokok
terbesar di dunia setelah China dan India. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi perokok
di Indonesia berusia 10 tahun ke atas cenderung bertambah dari tahun ke tahun.
Proporsi tertinggi pada tahun 2013 (36,3%) sekitar 61 juta penduduk, Riskesdas
2010 (34,7%). Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kepulauan Riau (27,2%).
Sementara

Provinsi

Sumatera

Utara menempati

urutan ke-14 (24,2%)

(RISKESDAS, 2013).
Dalam rokok terkandung lebih dari 7000 bahan kimia diantaranya adalah
nikotin, tar dan karbonmonoksida.Senyawa ini didalam pembuluh darah
menyebabkan peningkatan reaksi inflamasi, agregrasi trombosit, atherogenesis,
oksidasi LDL, peningkatan viskositas darah, vasokonstriksi yang merupakan
penyebab utama terjadinya hipertensi dan penyakit jantung koroner (Rakel, 2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut data dari Riskesdas tahun 2013
adalah sebesar 26,5 %. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Bangka
Belitung (30,9%) sedangkan terendah di Papua (3,3%). Sementara Provinsi
Sumatera Utara menempati urutan ke-12 sebesar (24,7%) % (RISKESDAS,
2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 oleh Ekowati,
subjek yang merokok setiap hari mempunyai faktor resiko 1,5 kali lipat untuk

mengalami hipertensi (Ekowati, 2009). Perokok yang hipertensi cenderung


mengalami hipertensi malignan termasuk hipertensi renovaskular . Hal ini
berkaitan dengan proses artherosclerosis yang dipercepat akibat zat kimia rokok
(Sherwood, 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2008, setiap tahunnya
sebanyak 70% perokok berniat untuk berhenti merokok, sekitar 50% mencoba
untuk berhenti, namun < 5% yang berhasil untuk berhenti merokok. Tingkat
keberhasilan berhenti merokok berbanding lurus dengan jumlah usaha, dan subjek
dengan edukasi yang lebih tinggi mempunyai tingkat keberhasilan dua kali lipat
dibanding subjek dengan edukasi rendah.Mereka dengan edukasi rendah berkaitan
dengan rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses
terhadap pelayanan kesehatan (Rakel, 2014). Pada survey tahun 2011-2012 yang
dilakukan

GATS (Global Tobacco Survey Adult ) di Indonesia, sekitar 50%

perokok sedang berpikir berhenti merokok, namun hanya 10,5% yang


merencanakan berhenti dalam 12 bulan ke depan dan lebih dari seperempat
perokok (30,4%) sedang berusaha berhenti merokok dalam 12 bulan terakhir
(GATS,2012). Menurut hasil survey dari Lembaga Menanggulangi Masalah
Merokok (LM3) dari 375 responden terdapat 66,2% perokok pernah mencoba
berhenti merokok tetapi gagal (Mutiara, 2015) .
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, tampak bahwa prevalensi perokok, angka hipertensi
serta tingkat kegagalan dalam usaha berhenti merokok di Indonesia masih cukup
tinggi sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku berhenti
merokok pada pasien hipertensi.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh data mengenai karakteristik perilaku berhenti merokok
pada pasien hipertensi
1.3.2

Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penilitian ini adalah:


1. Untuk mengetahui persentase kategori tahapan berhenti merokok pada
perokokyang hipertensi di Puskesmas Labuhan Batu Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengalaman di
bidang penelitian serta informasi yang berguna untuk peneliti lainnya dan
dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
2

Instansi Rumah Sakit


Bagi instansi rumah sakit, penelitian ini dapat berfungsi sebagai masukan
yang dapat berguna dalam menyusun program berhenti merokok di
masyarakat

Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah
studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan yang berarti dan
bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Perilaku
Ada beberapa definisi perilaku menururt beberapa ahli. Menururt
Notoadmojo, perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2003). Menurut Lewin, perilaku adalah interaksi yang tampak pada
individu dan lingkungannya. Menurut Skinner, perilaku manusia adalah
organisme yang berperan dan berpikir yang ditentukan oleh kejadian-kejadian di
masa lalu dan sekarang.Menurut Sugiyo, perilaku adalah manifestasi dari
kejiwaan manusia (Sobur, 2003).
Indonesia menduduki peringkat ketiga untuk jumlah perokok di dunia
yakni sekitar 65 juta orang. Angka ini akan terus meningkat jika pemerintah tidak
mengatur perilaku merokok dan industri rokok serta tidak menerapkan larangan
iklan rokok. Menurut data tahun 2014 dari World Health Organization (WHO),
terdapat 38,5% penduduk Indonesia diatas 15 tahun yang merokok dari total
populasi 252 812 245. Menurut data yang sama 73,3% perokok berjenis kelamin
laki-laki. Sedangkan terdapat 3,8% perokok berjenis kelamin perempuan. Dari
penelitian di 187 negara baik Negara maju maupun berkembang, populasi
perokok harian diatas usia 15 tahun menurun prevalensinya dari 41,2% di tahun
1980 menjadi 31,1% di tahun 2012. (Ng M., et al., 2014)
Menurut data yang didapat tahun 2013 penduduk Indonesia yang
menderita hipertensi ada sebanyak 25,8%. Jika populasi penduduk Indonesia ada
sebanyak 252.124.458, maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi.
Angka ini menurun dibandingkan tahun 2007 dengan penderita hipertensi
sebanyak 31,7%. Sedangkan untuk Sumatera Utara, prevalensi penderita
hipertensi di tahun 2013 berkisar 25% yang tidak banyak mengalami perubahan
dari tahun 2007 dengan kisaran 27%. (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2014)

2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Definisi tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh, bergantung volume darah yang terkandung di dalam pembuluh
dancompliance atau daya regang dinding pembuluh yang bersangkutan (seberapa
mudah mereka dapat diregangkan). (Sherwood, 2001)
Tekanan darah memiliki peran yang penting dalam tubuh sehingga harus
diregulasi. Tekanan darah harus cukup tinggi utuk menghasilkan gaya dorong
yang cukup sehingga otak dan jaringan tubuh menerima aliran darah yang
adekuat. Akan tetapi, tekanan darah juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan
menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh pembuluh
halus(Sherwood, 2001).
2.2.1 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan The Seventh Report of Joint National Committeeon
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNCVII) (2009) , hipertensi dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
Tekanan darah normal: tekanan darah sistolik <120 mmHg dan tekanan
darah diastolik <80 mmHg
Prehipertensi: tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau tekanan darah
diastolik 80-89 mmHg
Hipertensi tahap I: tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau tekanan
darah diastolik 90-99 mmHg
Hipertensi tahap II: tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan
darah diastolik 100 mmHg.

2.2.3 Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi dapat disebabkan multifaktorial. Beberapa fakto-faktor yang


dapat menyebabkan hipertensi :
a. Faktor Genetik
Hipertensi sering dihubungkan dengan faktor genetik yang dapat disebabkan oleh
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini
dkk, 2009)
b. Jenis Kelamin
Kemungkinan hipertensi pada pria dan wanita sama, akan tetapi wanita
terlindungi dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause sehingga wanita
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang dapat
meningkatkan jumlah High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi
mampu mencegah terjadinya arterosklerosis (Anggraini dkk, 2009).
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi untuk terjadinya hipertensi. Dalam penelitian kohort prospektif oleh
dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Womens Hospital, Massachussetts
(2007) terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51%
subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 114 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang
perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan
dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek
dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.Jadi, dapat disimpulkan
bahwa kebiasaa merokok dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
d. Asupan Natrium

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam


cairan ekstraseluler meningkat.Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik
ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi (Anggraini dkk, 2009).

2.2.4 Etiologi dan Patogenesis Hipertensi


Menurut etiologi, beberapa penyebab hipertensi dapat dibagi menjadi:
(Sherwood, 2001)
a. Hipertensi Renal
Hipertensi ini bisa disebabkan oleh iskemia pada ginjal akibat koartasi aorta,
stenosis arteri renalis, ataupun penyempitan arteriol dan kapiler ginjal
(glomerulonefritis, hipertensi yang diinduksi aterosklerosis). Iskemia ini akan
menyebabkan peningkatan renin sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
pelepasan angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat sehingga
meningkatkan resistensi perifer total dan meningkatkan pelepasan aldosteron dari
korteks adrenal sehingga terjadi retensi natrium dan peningkatan curah jantung.
Selain itu, Penyakit ginjal yang dapat menurunkan massa fungsional ginjal, gagal
ginjal, nefropati akibat kehamilan, tumor yang meningkatkan pelepasan renin, dan
ginjal polikistik juga merupakan penyebab pada hipertensi ginjal (Lang dan
Silbernagl, 2000).

b. Hipertensi Kardiovaskular
Pada hipertensi ini, penyebabnya adalah aterosklerosis sehingga terjadi
peningkatan kronik resistensi perifer total (Sherwood, 2001).
c. Hipertensi Hormonal

Hipertensi hormonal dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (Lang dan
Silbernagl, 2000).
1. Sindrom Adrenogenital
Korteks

adrenal

tidak

dapat

membentuk

kortisol

sehingga

ACTH

(Adrenocorticotropic Hormone) tidak dapat diinhibisi.Hal ini menyebabkan


peningkatan pelepasan prekursor kortisol dan aldosteron sehingga terjadi retensi
natrium dan peningkatan curah jantung.
2. Hiperaldosteronisme Primer (Sindrom Conn)
Tumor pada korteks adrenal akan meningkatkan pelepasan aldosteron sehingga
terjadi retensi natrium dan peningkatan curah jantung.
3. Sindrom Cushing
Pelepasan ACTH yang tidak adekuat akibat neurogenik maupun tumor hipofisis
atau adanya tumor pada korteks adrenal akan meningkatkan glukokortikoid
plasma sehingga katekolamin meningkat yangmenyebabkan peningkatan curah
jantung. Hal ini juga meningkatkanpelepasan kortisol sehingga terjadi retensi
natrium.
4. Feokromositoma
Adanya tumor pada medula adrenal meningkatkan pelepasan katekolamin
sehingga epinefrin dan norepinefrin meningkat secara tidak terkontrol yang
akanmengakibatkan peningkatan curah jantung dan hipertensiresisten.
5. Konsumsi Pil Kontrasepsi
Pil kontrasepsi dapat menyebabkan retensi natrium dan peningkatan curahjantung
(Sherwood, 2001).
6. Hipertensi Neurogenik
Hipertensi ini terjadi akibat peningkatan masif tekanan darah melalui stimulasi
simpatis pada sistem saraf pusat (Lang dan Silbernagl, 2000) ataupun lesi saraf
akibat defek di pusat kontrol kardiovaskular atau dibaroreseptor sehingga terjadi
kesalahan kontrol tekanan darah.Hipertensineurogenik juga dapat terjadi sebagai
respon kompensasi terhadappenurunan aliran darah otak (Sherwood, 2001).

2.3 Perilaku dan Tahapan Berhenti Merokok


Beberapa individu perokok berusaha berhenti merokok melalui bantuan
pengobatan yang diadakan oleh dinas kesehatan atau lembaga kesehatan lainnya
yang tidak berkaitan dengan pemerintah. Bantuan kesehatan yang ditawarkan oleh
instansi kesehatan memiliki tiga jenis pendekatan.Pertama, pendekatan perilaku
(behavioral approaches) yang terdiri dari dua strategi, yaitu nonaversive
strategies (seperti pelatihan relaksasi, dukungan sosial, atau terapi penggantian
nikotin) dan aversive strategies (seperti rapid smoking, terapi sensitivitas kognitif
atau multimodal interventions).Kedua, pendekatan secara komunikasi verbal
(verbal approaches), seperti terapi psikologis dan konseling. Terakhir, kampanye
kepada suatu komunitas (community campaigns) tentang bahaya merokok dan
usaha pencegahan agar perilaku merokok tidak semakin merambah ke generasi
lebih muda (S.,Oskamp, W.,Schultz,1998).

Sekitar 90% mantan perokok

melaporkan bahwa mereka berhenti merokok tanpa bantuan obat-obatan khusus


atau alat bantu berhenti merokok. (SJ., Curry, L.,Grothaus , C. McBride, 1997).
Proses perubahan berhenti merokok dapat dibagi menjadi enam tahapan
perubahan perilaku, dengan menilai kesiapan individu dalam bertindak, membuat
strategi perubahan dan beraksi di dunia nyata. (R.Sheridan, 2002)
1. Precontemplation
keadaan individu yang tidak punya keinginan untuk mengubah perilaku.
Mereka tidak sadar bahwa perilaku mereka salah dan memiliki masalah
perilaku. Individu pada tahap ini sulit disadarkan, tidak bermotivasi, dan
jarang mendengarkan nasihat. Sebagai contoh, seorang perokok menolak
untuk berhenti merokok karena merasa tidak ada masalah dengan
perilakunya.
2. Contemplation
Kondisi dimana seseorang mulai sadar dan memikirka keberadaan suatu
masalah dari perilaku yang dipertahankan, tetapi belum membuat
komitmen untuk bertindak. Disini perokok tahu bahwa ia harus berhenti
merokok suatu saat nanti karena efek negatif yang timbul akibat merokok
9

mulai dirasakannya tetapi karena belum ada komitmen untuk berhenti


merokok, maka ia akan mencari saat-saat yang tepat untuk berhenti
merokok dan kondisi yang tepat nantinya. Dalam perubahannya, terjadi
tahap seperti consciousness raising, yaitu kondisi dimana perokok
mendapatkan ide, tips atau fakta baru untuk mendukungnya dalam
perubahan menuju perilaku berhenti merokok, Setelah itu tahap dramatic
relief, yaitu merasakan perasaan negatif, seperti ketakutan atau kecemasan
atas resiko yang akan terjadi akibat perilaku tidak sehat yang telah
dilakukan. Perokok juga akan menyadari pengaruh negatif yang timbul
akibat perilaku yang tidak sehat atau pengaruh positif yang timbul akibat
perilaku hidup sehat di lingkungan, yang disebut sebagai tahap
environmental reevaluation. Dan akhirnya self-reevaluation, dimana
perokok sadar bahwa perubahan perilakunya penting sebagai identitas diri
sendiri.
3. Preparation
Perokok mulai berniat mengubah perilakunya dalam waktu dekat. Pada
tahap ini perokok telah siap berhenti. Tahapan self-liberation, individu
berkomitmen kuat untuk berubah, terjadi disini. Perokok akan membuat
komitmen akan kapan waktu berhenti, berapa banyak yang dikurangi, dan
beberapa dari perokok mulai memikirkan strategi apa yang dapat
dilakukan pada hari ia harus berhenti merokok
4. Action
Perokok mulai mengubah perilakunya untuk mengatasi masalah. Pada
tahap ini diperlukan tindakan dan komitmen yang kuat terhadap waktu dan
energinya. Kebanyakan perokok mampu membuktikan dirinya bahwa ia
mampu berhenti karena dirinya sudah siap dengan strategi-strategi dalam
mengalahkan keinginan untuk merokok. Perokok telah bertindak untuk
berhenti dan dalam masa bebas rokok selama enam bulan. Tahap ini juga
melibatkan beberapa proses yaitu contingency management (meningkatkan
penghargaan untuk perilaku baru yang sehat dan mengurangi penghargaan
terhadap perilaku yang tidak sehat), helping relationship (yaitu mencari
dan menggunakan dukungan sosial untuk perubahan perilaku sehat),
10

counterconditioning (mengganti perilaku dan pemikiran yang tidak sehat


dengan perilaku alternative yang mendukung perubahan perilaku), dan
stimulus control (membuang pengingat yang dapat mengarahkan individu
untuk terlibat dalam perilaku yang tidak sehat dan menambahkan
pengingat yang mengarahkan pada perilaku sehat.
5. Maintenance
tahap

ketika

individu

menjaga

perubahan

perilaku

dari

kemungkinanrelapse(kembali ke perilaku yang telah ditinggalkan). Para


perokok membandingkan keuntungan-keuntungan yang telah mereka
peroleh dari berhenti merokok dengan sebuah keinginan untuk kembali
merokok. Proses perubahan perilaku pada tahap ini sama dengan tahap
action. Jika seseorang mampu tetap bebas dari perilaku adiktif lebih dari
enam bulan, orang tersebut diasumsikan telah berada dalam tahap
maintenance berhenti merokok. Begitu pula seseorang yang telah berhenti
merokok tetapi masih berada pada tahun pertama masa bebas rokoknya.
6. Termination
merupakan tahap terakhir yang dapat diaplikasikan pada perilaku adiktif.
Pada tahap ini, perilaku yang tidak sehat tidak akan pernah kembali dan
individu tidak memiliki ketakutan akan kambuh. Meskipun individu
tersebut merasa depresi, cemas, bosan, kesepian, marah, atau stres, mereka
yakin bahwa mereka tidak akan kembali pada perilaku lama yang tidak
sehat sebagai jalan penyelesaian masalah. Perilaku kambuh lagi atau
relapse

lebih

merupakan

aturan

pada

perilaku

adiktif,

maka

transtheoriticalmodel menggambarkan tahapan perubahan perilaku

11

Gambar 1. Skema yang menunjukkan tahapan perubahan perilaku berhenti


merokok (JO.,Prochaska, WF., Velicer,1997)
Tahap tersebut dimulai dari precontemplation, contemplation, preparation,
action, maintenance, dan terakhir termination. Proses perubahan tersebut, pertama
kali adalah individu yang semula sama sekali tidak berniat untuk berhenti
merokok (precontemplation) mulai memikirkan pengaruh rokok terhadap dirinya
dan berniat untuk berubah, tetapi tidak dalam waktu dekat (contemplation). Lalu
saat niat berubah tersebut semakin kuat, dan seseorang yang mulai membentuk
komitmen meninggalkan perilaku merokok (preparation) dalam waktu dekat akan
mengambil tindakan berhenti merokok (action), kemudian mencoba untuk
mempertahankan (maintenance) masa bebas rokok sehingga menjadi seorang
yang berhasil menghentikan (termination) penggunaan rokok. Proses ini dapat
berlangsung berulang-ulang jika individu tersebut mengalami relapse sehingga
mereka dapat mempertahankan perilaku baru. Pengulangan siklus biasanya
dimulai lagi pada tahap contemplation ataupun preparation, tergantung dari
kondisi individu dan niat berhenti merokok.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

12

Ada banyak alasan yang melatar belakangi perilaku merokok pada


individu.Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar (Skinner 1938).Perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
perilaku tertutup dan perilaku terbuka.Perilaku tertutup adalah respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut
dan belum dapat diamati secara jelas.Sedangkan perilaku terbuka adalah respon
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek dan
dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari (Saputra, 2013).
Awalnya, merokok merupakan perilaku menyenangkan dan bergeser
menjadi aktivitas yang bersifat obsesif karena sifat nikotin yang adiktif sehingga
jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stres. Ada berbagai alasan yang
membuat seseorang mulai merokok, yaitu pengaruh lingkungan sosial, seperti
teman-teman, orangtua, dan media.7 Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku
merokok merupakan fungsi lingkungan dan individu.4 Perilaku merokok selain
disebabkan faktor-faktor dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Pada
tahap awal, merokok dilakukan dengan teman-teman (46%), anggota keluarga
bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%).7 Di kalangan mahasiswa, selain
disebabkan oleh faktor adiktif, kebiasaan merokok dipicu oleh kondisi lingkungan
yang mayoritas adalah perokok. Kebiasaan merokok yang turun-menurun,
didukung oleh pemahaman yang kurang terhadap bahaya rokok terhadap
kesehatan, menjustifikasi perilaku merokok mahasiswa (Saputra, 2013).
Taylor (2009) mengatakan bahwa kumpulan teman sebaya dan anggota
keluarga yang merokok menimbulkan persepsi bahwa merokok tidak berbahaya
sehingga meningkatkan dorongan untuk merokok.Perokok berpendapat bahwa
berhenti merokok merupakan hal yang sulit, meskipun mereka sendiri masih
tergolong sebagai perokok yang baru (Floyd, Mimms & Yelding, 2003). Ada
beberapa alasan sehingga perokok tetap merokok, antara lain: pengaruh anggota
keluarga yang merokok, untuk mengontrol berat badan, membantu mengatasi
stres, self esteem yang rendah dan pengaruh lingkungan sosial (Floyd, Mimms

13

&Yelding, 2003). Selain itu, rendahnya self efficacy (keyakinan terhadap


kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik) khususnya yang berkaitan
dengan perilaku merokok yaitu

keyakinan terhadap kemampuan untuk

mengontrol keinginan merokok sangat berpengaruh terhadap berlanjutnya


perilaku merokok (Bandura, 1997).
2.5 Efek Positif dan Negatif Merokok
Efek positif merokok yaitu menimbulkan perasaan bahagia karena
kandungan nikotin pada tembakau menstimulasi adrenocorticotropic hormone
(ACTH) yang terdapat pada area spesifik di otak (Hahn & Payne, 2003). Rose
(Marks, Murray, et al, 2004) mengatakan bahwa nikotin yang dikonsumsi dalam
jumlah kecil memiliki efek psikofisiologis, antara lain: menenangkan, mengurangi
berat badan, mengurangi perasaan mudah tersinggung, meningkatkan kesiagaan
dan memperbaiki fungsi kognitif. Istilah nicotine paradox digunakan oleh Nesbih
(Marks, Murray, et al, 2004) untuk menjelaskan adanya pertentangan antara efek
fisiologis nikotin sebagai stimulan dan menenangkan yaitu kondisi menenangkan
diperoleh saat perokok kembali merokok setelah mengalami gejala withdrawal
akibat pengurangan atau penghentian nikotin (Sadikin, 2008).
Meskipun demikian, efek positif merokok sangat kecil dibandingkan dengan
efek negatifnya terhadap kesehatan. Merokok tidak menyebabkan kematian tetapi
mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian, antara
lain : penyakit kardiovaskuler, kanker, saluran pernapasan, gangguan kehamilan,
penurunan kesuburan, gangguan pencernaan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan prevalensi gondok dan gangguan penglihatan. Secara signifikan,
perokok memiliki kecenderung lebih besar mengkonsumsi obat-obatan terlarang
dan meningkatkan resiko disfungsi ereksi sebesar 50% (Kepmenkes RI, 2010).
Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga bagi orang-orang
di sekitar perokok dan lingkungan Passivesmokers memiliki kecenderungan yang
lebih besar mengalami gangguan jantung karena menghirup tar dan nikotin 2 kali
lebih banyak, karbon monoksida 5 kali lebih banyak dan amonia 50 kali lebih
banyak. Polusi lingkungan yang menyebabkan kematian terbesar adalah karena

14

asap rokok dan dikategorikan sebagai penyebab paling dominan dalam polusi
ruangan tertutup karena memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat
(Kepmenkes RI, 2010).
2.6Smoking Self Efficacy
Definisi Self Efficacy
Keyakinan memiliki pengaruh yang lebih besar pada motivasi, afektif
danperilaku

dibandingkan

dengan

kondisi

atau

situasi

yang

sesungguhnya.Bandura(1997) mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan


individu terhadapkemampuannya untuk melakukan sesuatu dengan baik. Individu
yang tidak yakindengan kemampuannya untuk mencapai hasil yang baik maka ia
tidak akanmencurahkan usahanya untuk melakukan sesuatu hal secara maksimal.
Myer

(1996) mengatakan bahwa self efficacy adalah bagaimana seseorang

merasamampu untuk melakukan suatu hal.Self efficacy tidak hanya berfokus pada
latihan mengontrol tindakan, tetapijuga berfokus pada mengontrol pola pikir,
motivasi dan kondisi afektif sertafisiologis. Individu dapat gagal menampilkan hal
terbaik yang dimilikinyameskipun sebenarnya ia tahu apa yang harus dilakukan
dan memiliki kemampuanmelakukannya. Hal ini dipengaruhi oleh perceived self
efficacy yang tidak hanyaberfokus pada kemampuan yang dimiliki, namun pada
keyakinan untukmelakukannya dengan baik (Bandura, 1997).Berdasarkan
beberapa definisi self efficacy yang telah disebutkan, dapatdisimpulkan bahwa self
efficacy adalah keyakinan individu terhadapkemampuannya untuk melakukan
suatu tindakan dengan baik (meliputi pola pikir,motivasi dan afeksi serta
fisiologis) sehingga individu berusaha menampilkan halterbaik yang dimilikinya
guna mencapai suatu hasil atau tujuan dengan maksimal (Bandura, 1997).
Sumber Pembentuk Self Efficacy
Bandura (1997) mengatakan ada 4 sumber pembentuk self efficacy antara
lain: mastery experiences, vicarious experiences, persuasi verbal serta kondisi
fisiologis dan afektif (emotional arousal).
1. Mastery Experiences

15

Mastery experiences merupakan pengalaman belajar yang diperoleh melalui


learning by doing atau experiental learning. Menurut Bandura (1997), mastery
experiences merupakan sumber terbesar dalam pembentukan self efficacy karena
aspek ini didasarkan pada pengalaman keberhasilan. Keberhasilan akan
meningkatkan harapannya untuk menguasai sesuatu hal, dan sebaliknya kegagalan
yang berulang akan menurunkan harapan untuk menguasai sesuatu hal. Besarnya
self efficacy yang terbentuk dalam diri individu bergantung pada beberapa hal,
antara lain: (1) banyaknya kesuksesan dan kegagalan yang dialami; (2) persepsi
terhadap tingkat kesulitan; (3) usaha yang dilakukan dalam mencapai tujuan; (4)
pengalaman yang diingat dan direkonstruksi oleh daya ingat; dan (5) banyaknya
bantuan eksternal dari lingkungan.
2. Vicarious Experiences
Self efficacy dapat ditingkatkan melalui pengalaman keberhasilan orang lain. Saat
melihat keberhasilan orang lain yang memiliki kemampuan yang sama dengan
individu, maka individu akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil.
Peran vicarious experience terhadap self efficacy, sangat dipengaruhi oleh
persepsi individu terhadap dirinya yang memiliki kesamaan dengan model.
Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka kesuksesan dan
kegagalan model akan semakin mempengaruhi self efficacy. Pengamatan terhadap
perilaku dan cara berfikir model tersebut, akan memberi pengetahuan dan
pelajaran mengenai strategi dalam menghadapi berbagai tuntutan lingkungan.
3. Persuasi Verbal
Self efficacy juga dapat ditingkatkan melalui pernyataan yang disampaikan orang
lain secara lisan. Keyakinan yang diperoleh melalui proses persuasi verbal,
sifatnya lemah dan biasanya untuk jangka waktu yang singkat. Meskipun
demikian, pernyataan orang lain yang disampaikan secara terus menerus akan
membentuk keyakinan yang relatif menetap.
4. Physiological and Affective State
Individu

biasanya

memandang

stres

dan

kecemasan

sebagai

tanda

ketidakmampuan diri.Level of arousal merupakan ambang ketergugahan emosi


seseorang dalam menghadapi suatu keadaan atau situasi tertentu.Ambang

16

ketergugahan emosi pada tingkat rendah mengakibatkan individu mudah cemas


ketika menyelesaikan suatu masalah yang disebabkan oleh perasaan tidak
mampu.Sebaliknya, individu yang memiliki ambang ketergugahan emosi yang
tinggi lebih mampu bersikap tenang menghadapi suatu masalah serta berusaha
untuk menyelesaikannya dengan baik. Selain itu, informasi mengenai kondisi
fisiologis mempengaruhi penilaian individu terhadap kemampuannya (Bandura,
1997)
Manfaat Self Efficacy
Self efficacy merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
perilaku. Selain itu, self efficacy juga memiliki manfaat yang cukup besar dalam
kehidupan individu, diantaranya sebagai berikut (Bandura, 1997):
a. Pembentukan Perilaku
Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan selalu menerapkan
apa yang dapat dilakukannya dalam menghadapi suatu tugas untuk
mencapai tujuan yang diinginkannya.
b. Motivasi Diri
Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan memiliki kualitas
dan kuantitas yang baik dalam melakukan segala usahanya dan tidak
mudah menyerah dalam mencapai keinginannya.
c. Pola Pikir
Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi, memiliki pola pikir yang
positif. Saat menghadapi permasalahan ia mampu membuat perencanaan
untuk penyelesaian masalah dan menganggap kegagalan sebagai
keberhasilan yang tertunda serta tidak menyesali kegagalannya tersebut.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy
a. Cognitive Processes
Perilaku diatur oleh pemikiran yang berfungsi mewujudkan tujuan dan penetapan
tujuan tersebut dipengaruhi oleh penilaian terhadap kemampuan diri.Semakin
tinggi self efficacy, maka semakin tinggi tujuan yang ditetapkan dan ada

17

komitmen untuk mencapainya.Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi


mampu memvisualisasi kesuksesan yangmemberikan petunjuk positif dan
dukungan

terhadap

performa.Individu

yang

meragukan

keberhasilan,

memvisualisasikan skenario kegagalan dan sulit mencapai tujuan karena ada


keraguan terhadap diri. Fungsi utama pemikiran adalah untuk memampukan
individu memprediksi kejadian dan mengembangkan cara mengontrol hal-hal
yang mempengaruhi kehidupan.
b. Motivational Processes
Self efficacy memiliki peran penting dalam motivasi dan motivasi adalah hasil
kognitif.Individu memotivasi dirinya dan membimbing tindakan antisipatori
dengan melatih pemikiran.Individu yang memiliki efficacy yang tinggi,
menghubungkan kegagalan dengan kurangnya usaha, sedangkan individu yang
memiliki efficacy yang rendah menghubungkan kegagalan dengan kemampuan
yang rendah. Dalam teori expectancyvalue, motivasi diatur oleh harapan bahwa
perilaku akan memberikan hasil dan manfaat. Namun, individu bertindak sesuai
dengan keyakinan terhadap apa yang dapat dilakukan, serta pada keyakinan
terhadap hasil tindakannya. Self efficacy berkontribusi terhadap motivasi dalam
beberapa cara: menentukan tujuan yang ditetapkan individu pada dirinya,
besarnya usaha serta kebertahanan menghadapi kesulitan dan kegagalan. Individu
yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usaha dan mudah menyerah
saat dihadapkan dengan rintangan atau kegagalan.
c. Affective Processes
Keyakinan individu terhadap kemampuan kopingnya mempengaruhi seberapa
besar tekanan dan depresi yang mereka alami pada situasi atau kondisi yang
sulit.Individu yang tidak yakin terhadap kemampuannya dalam mengontrol
ancaman, memandang lingkungan sebagai sesuatu yang berbahaya.Mereka
memperbesar tingkat kemungkinan keparahan dan khawatir terhadap hal yang
jarang terjadi, sedangkan individu yang memiliki self efficacy yang tinggi
memiliki keberanian dalam melakukan kegiatan yang beresiko.Kecemasan tidak
hanya dipengaruhi oleh koping efficacy, namun juga keyakinan untuk mengontrol
pemikiran yang mengganggu.Perceived self efficacy perilaku yang berkaitan

18

dengan mengontrol proses pemikiran adalah faktor terpenting untuk meregulasi


pemikiran yang berkaitan dengan stres dan depresi. Semakin kuat perceived self
regulatoryefficacy yang dimiliki individu, maka semakin besar kesuksesan dalam
mengurangi

habit

yang

mengganggu

kesehatan

dan

mengadopsi

serta

mengintegrasikan habit yang berkaitan dengan kesehatan menjadi gaya hidup


rutin.
d. Selection Processes
Individu adalah bagian dari lingkungannya, sehingga keyakinanberpengaruh pada
jenis kegiatan dan lingkungan. Individu menghindarikegiatan dan situasi yang
diyakini melebihi kemampuan koping mereka,namun mereka siap melakukan
kegiatan yang menantang dan memilihsituasi yang diyakini dapat ditangani.
Dengan pilihan yang mereka buat,individu mengembangkan kompetensi, minat
dan jaringan yang berbedadalam menentukan program hidup. Pilihan karir dan
pengembangan

adalahsalah

satu

contoh

kekuatan

self

efficacy

untuk

mempengaruhi jalankehidupan melalui pilihan yang berkaitan dengan proses.


Semakin tinggi perceived self efficacy maka semakin luas pilihan karir, semakin
besarminat dan semakin baik persiapan diri melalui pendidikan untukpengejaran
karir yang dipilih dan semakin besar kesuksesan mereka.
Smoking Self Efficacy
Smoking self efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuanya untuk
mengontrol

atau

menahan

keinginan

merokok

(Fischer

&

Corcoran,

1987).Smoking self efficacy berpengaruh dan berperan penting terhadap


keberhasilan mengurangi ataupun berhenti merokok.Smoking self efficacy diukur
menggunakan kuisioner yaitu smoking self efficacy questionnaire (SSEQ) yang
terdiri dari 17 aitem yang menggambarkan situasi pemicu keinginan merokok
(high risk situation). Cara pengisian kuisioner smoking self efficacy dilakukan
dengan memberikan skor untuk setiap aitem yang bergerak kontinum dari skor 10
hingga 100, sehingga skor minimal adalah 10 x 17 aitem = 170 dan skor maksimal
adalah 100 x 17 aitem = 1.700 untuk masing-masing responden (Bandura,1997).

19

BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka konsep penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :

20

Perilaku Berhenti
Merokok

Pasien
Hipertensi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


3.2 Definisi Operasional
No

Variabel

Definisi

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Perilaku

Operasional
Menururt

Kuesioner dengan

Jumlah jawaban ya

berhenti

Notoadmojo,

jumlah pertanyaan

terbanyak dalam setiap

merokok

perilaku

sebanyak 24 buah

kategori dihitung dan dinilai

adalah

pertanyaan dengan

menurut kategorinya yang

tindakan atau

jawaban ya. Jika

paling banyak dipilih yaitu

aktivitas dari

tidak, maka tidak

manusia itu

perlu ditulis.

sendiri yang
mempunyai

Precontemplation
Contemplation
Preparation
Action

bentangan
yang sangat
luas antara lain
: berjalan,
berbicara,
menangis,
tertawa,
bekerja,
kuliah,
menulis,
membaca, dan
sebagainya
(Notoatmodjo,
2003)

21

Ordinal

Pasien

Pasien dengan

Sphygmomanometer Pasien hipertensi (+)

hipertens

tekanan darah

merk ABN

sistolik 140

Stetoskop merk

mmHg atau

Littman

Ordinal

tekanan darah
diastolic 90
mmHg (JNC
VII, 2009)

22

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan desain penelitian cross sectional untuk mengetahui perilaku berhenti
merokok pada pasien hipertensi di Puskesmas Pekan LabuhanPeriode 27 Juli 13
Agustus 2015.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian

ini

dilakukan

di

Puskesmas

Pekan

Labuhan,

Medan.Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan pada periode 27 Juli 13


Agustus 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik
tertentu. Populasi target dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke
Puskesmas Pekan Labuhan Medan
4.3.2 Sampel penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Pengambilan sampel pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Sastroasmoro (2008).
Kriteria inklusi :
1) Pasien yang datang ke Puskesmas Pekan Labuhan dan bersedia ikut dalam
penelitian
2) Pasien yang mengaku merokok
3) Pasien

yang

terbukti

hipertensi

dari

pengukuran

menggunakan

sphygmomanometer

23

Kriteria eksklusi :
1) Tidak paham bahasa Indonesia
2) Tidak mengaku merokok
3) Tidak terbukti hipertensi pada pengukuran dengan sphygmomanometer
Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus :
= Z2PQ

d2
(Sastroasmoro, 2008)
Keterangan:
n

= Besar sampel

P = Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (dari pustaka)


Q = (1-P)
D = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (ditetapkan) = tingkat
kemaknaan (ditetapkan)
Jadi besar sampel penelitian yaitu :
(1.96)2 (0.50)(1 - 0.50)= 97
(0.10)2
Berdasarkan rumus diatas, maka didapatkan jumlah sampel yang
diperlukan pada penelitian ini adalah 97 dan digenapkan peneliti menjadi 100
orang.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner
sebagai alat pengukur data. Pengisian kuesioner dengan cara menulis ya pada
kolom jawaban yang telah disediakan.
Kuesioner berupa pertanyaan sebanyak 24 pertanyaan.Ada 4 kategori
menurut tahap berhenti merokok yaitu Precontemplation, Contemplation,

24

Preparation, dan Action.Pada tiap kategori dipersiapkan enam buah pertanyaan


yang diberi jawaban ya jika sesuai dengan perilaku perokok sekarang.
Kemudian dihitung pada kategori mana jawaban ya paling banyak timbul, yang
selanjutnya akan dikategorikan sesuai dengan tahapnya.
4.5 Pengumpulan data
Pada awalnya, sampel diwawancara terlebih dahulu untuk memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian diminta untuk mengisi informed consent.
Setelah sampel menyutujui, maka sampel akan diperiksa tekanan darah dan dicatat
dalam kertas pencatatan. Kemudian sampel diminta untuk mengisi kuesioner yang
telah dibagikan. Responden diberi 15-20 menit untuk menjawab pertanyaan
dengan mengisi sendiri dan memberikan kesempatan bertanya sekiranya ada
pernyataan yang tidak difahami Setelah dikembalikan, dipersika kelengkapan dan
ketepatan dalam penulisan data..Apabila telah didapatkan jumlah sampel
sebanyak yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka pengumpulan data telah
selesai dilaksanakan dan hasil interpretasi berdasarkan jumlah jawaban ya dari
kuesioner tersebut yang dibaca oleh peneliti dan akhirnya dianalisis.
4.6 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan
atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Pengolahan dan
analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :
1. Editing
Suatu metode untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data responden
dan memastikan semua jawaban diisi.

2. Coding
Data yang terkumpul diberi kode oleh peneliti secara manual untuk
memudahkan peneliti menganalisis data.
3. Entry

25

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program


komputer dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010.
4. Cleaning
Pemeriksaan semula data untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan, dan ketidaklengkapan, kemudian dilakukan koreksi.
5. Saving
Penyimpanan data untuk dianalisis.
6. Analisis data
Analisis data yang diperloleh dilakukan secara deskriptf dengan menggunakan
program
4.7 Teknik Penyajian Data
Cara penyajian data penelitian dilakukan melalui berbagai bentuk.Dalam
penelitian ini, data yang diperoleh diklasifikasikan dan disajikan dalam bentuk
tabel.

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

26

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Pekan Labuhan yang


berlokasi di Jalan K.L. Yos Sudarso KM.18,5, Kelurahan Pekan Labuhan,
Kecamatan Medan Labuhan. Puskesmas Rawat Inap Pekan Labuhan merupakan
pelayanan kesehatan tingkat primer sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar
belakang yang sangat bervariasi.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh penderita
hipertensi yang merokok yang datang ke Puskesmas Pekan Labuhan dari mulai 27
Juli 2015- 13 Agustus 2015. Responden yang mengikuti penelitian ini berjumlah
sebanyak 100 orang, dan keseluruhannya memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Berdasarkan tabel 5.1, didapatkan responden yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 96 orang (96%) dan perempuan sebanyak 4 orang (4%).
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi perokok yang hipertensi berdasarkan jenis
kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

Jumlah (n)
96
4

Persentase (%)
96
4

Didapatkan angka kejadian yang paling banyak adalah pada kelompok usia
45-49 tahun dengan jumlah 32 orang (32%) dan angka kejadian yang paling
sedikit adalah pada kelompok usia diatas70 tahun dengan jumlah 1 orang (1%).

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi perokok yang hipertensi berdasarkan umur


Umur
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59

Jumlah (n)
5
9
7
32
22
15

Persentase (%)
5
9
7
32
22
15

27

60-64
65-69
70

6
3
1

6
3
1

Dari pembagian menurut tekanan darah, sebanyak 13 responden dengan


riwayat mengkonsumsi obat hipertensi berada pada tahap pre-hipertensi, 24
responden menderita hipertensi grade I, 63 responden menderita hipertensi grade
II dan tidak ada pasien yang normotensi dengan riwayat pemakaian obat
anihipertensi.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi perokok yang hipertensi berdasarkan tekanan
darah
Tekanan Darah
Normotensi (riwayat konsumsi

Jumlah (n)

Persentase (%)

obat antihipertensi)
Pre-hipertensi (riwayat konsumsi

obat antihipertensi)
Hipertensi grade I
Hipertensi grade II

13
24
63

13
24
63

Dari tingkat pendidikanSMU adalah yang paling banyak dijumpai dengan


jumlah 73 responden dan yang paling sedikit dijumpai adalah responden dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi sejumlah 0 orang (0%).
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi perokok yang hipertensi berdasarkan tingkat
pendidikan
Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SMU
Perguruan Tinggi

Jumlah (n)
12
15
73
0

Persentase (%)
12
15
73
0

Dari pekerjaan, nelayan adalah pekerjaan yang paling banyak dengan


jumlah 66 orang (66%), buruh 18 orang (18%), wiraswasta 12 orang (12%) dan

28

yang paling sedikit dijumpai adalah responden yang tidak bekerjasebanyak 4


orang (4%).
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi perokok yang hipertensi berdasarkan
pekerjaan
Pekerjaan
Nelayan
Buruh
Wiraswasta
Tidak Bekerja

Jumlah (n)
66
18
12
4

Persentase (%)
66
18
12
4

5.1.3 Deskripsi Perilaku Berhenti Merokok pada Pasien Hipertensi


5.1.3.1 Pengetahuan
Dari penelitian , didapatkan bahwa responden yang mengetahui bahwa
merokok merugikan kesehatan sebanyak 98 orang (98%).

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi pengetahuan perokok hipertensi


Apakah Anda tahu bahwa

merokok itu Ya

merugikan kesehatan
Jumlah

98

Tidak
2

Dari 98 orang yang mengetahui merokok merugikan kesehatan , sebanyak


75 orang mengetahuinya dari media massa , 12 orang dari orang tua, 11 orang dari
teman, 2 orang dari guru.
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi sumber pengetahuan perokok hipertensi
mengenai bahaya merokok
Jika ya , darimana Anda tahu?
Jumlah

Orang Tua
12

Guru
0

Teman
11

Media Massa
77

29

Masih terdapat 2 orang yang tidak mengetahui kerugian yang dapat


disebabkan oleh merokok. Sedangkan responden yang mengetahui bahaya dari
rokok meliputi merusak paru-paru 72 %, menyebabkan kanker paru 21%,
gangguan kehamilan 5%.
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai dampak bahaya
merokok pada perokok hipertensi
Menurut Anda, apakah
kerugian dari merokok
Jumlah

Merusak
paru-paru
72

Menyebabkan
kanker paru
21

Gangguan
Kehamilan
5

Tidak ada
kerugian
2

Istilah perokok aktif tidak diketahui oleh 93% responden dan hanya
terdapat 2 responden yang mengetahui secara tepat definisi dari perokok aktif dan
tidak ada responden yang mengetahui pembagian derajat perokok aktif ringan ,
sedang, berat.
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai istilah perokok aktif
pada perokok hipertensi
Apakah anda mengetahui tentang istilah perokok aktif
Jumlah

Ya
7

Tidak
93

Tabel 5.10 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai definisi perokok aktif


Jika ya, apakah
pengertian dari perokok
aktif
Jumlah

Aktifitas menghisap
Seseorang yang

Seseorang

tidak merokok yang merokok


0

rokok secara rutin


minimal satu batang
sehari
2

Tabel 5.11 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai pembagian perokok


aktif
Berdasarkan jumlah

perokok ringan

perokok ringan

perokok ringan

batang rokok,

(dibawah 5 batang

(dibawah 10 batang

(dibawah 10 batang

bagaimana

sehari);

sehari);

sehari);
30

perokok sedang (5pembagian perokok

10 batang sehari);

aktif yang paling

perokok berat

benar

(dibawah 15 batang
sehari)

Jumlah

perokok sedang
(dibawah 15 batang
sehari);

(dibawah 20 batang
sehari);

perokok berat
(dibawah 20 batang
sehari)
1

perokok sedang

perokok berat (diatas


20 batang sehari)
0

Terdapat 64% responden yang memiliki larangan merokok dirumah dan


36% yng tidak memiliki larangan merokok dirumah.

Tabel 5.12 Distribusi frekuensi mengenai larangan merokok dirumah pada


perokok hipertensi
Apakah di rumah Anda terdapat larangan merokok
Jumlah

Ya
64

Tidak
36

Pengetahuan hubungan merokok dan hipertensi masih rendah yang terlihat


dari hanya sebanyak 15% yang mengetahui merokok dapat menyebabkan
hipertensi

sedangkan

sisanya

85%

berpendapat

merokok

tidak

dapat

menyebabkan hipertensi.
Tabel 5.13 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai hubungan merokok
dengan hipertensi
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi
Jumlah

Ya
15

Tidak
85

Tabel 5.14 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai dampak merokok


menyebabkan serangan jantung dan stroke pada perokok yang hipertensi
Apakah anda mengetahui bahwa pada penderita hipertensi

Ya

Tidak

yang merokok dapat menyebabkan terjadinya serangan

31

jantung dan stroke


Jumlah

39

61

5.1.3.2 Sikap
Terdapat 97% responden berpendapat merokok adalah kebiasaan yang buruk
dan 3% yang setuju merokok bukan kebiasaan buruk.
Tabel 5.15 Distribusi frekuensi mengenai pendapat bahwa merokok
merupakan kebiasaan buruk
Apakah Anda setuju merokok adalah kebiasaan yang buruk

Ya

Tidak

Jumlah

97

Jika diminta untuk behenti merokok 5% responden akan merasa tersinggung


dan marah, 10% bersikap tidak peduli, 83% mematikan rokok dengan sukarela
dan 2% merasa tersinggung tetapi tetap mematikan rokok.
Tabel 5.16 Distribusi frekuensi mengenai reaksi perokok hipertensi bila
diminta berhenti merokok
Apa yang Anda lakukan
jika Anda diminta untuk
berhenti rokok

Tersinggung

Tidak

dan Marah

peduli

Jumlah

Mematikan
rokok dengan
sukarela

10

83

Tersinggung
tetapi tetap
mematikan
rokok
2

Responden yang merasa bahwa merokok dapat merugikan diri sendiri dan
lingkungan sekitar terdapat 98%.
Tabel 5.17 Distribusi frekuensi mengenai pendapat bahwa merokok
merugikan diri sendiri dan lingkungan
Apakah Anda merasa bahwa merokok dapat merugikan diri
sendiri dan lingkungan sekitar

Ya

Tidak

32

Jumlah

98

Responden yang merasa bahwa berhenti merokok dapat bermanfaat sebesar


95%
Tabel 5.18 Distribusi frekuensi mengenai pendapat bahwa berhenti merokok
dapat bermanfaat
Anda merasa bahwa berhenti merokok dapat bermanfaat
Jumlah

Ya
95

Tidak
5

5.1.3.3 Perilaku
Seluruh responden pada penelitian ini (100%) merokok dengan yang merokok
dibawah 5 batang rokok per hari 2 orang, yang merokok dibawah 10 batang
rokok per hari 7 orang,yang merokok dibawah 20 batang rokok per hari 15
orang,yang

merokok diatas 20 batang rokok per hari 72 orang, yang hanya

sesekali merokok sebanyak 4 orang.


Tabel 5.19 Distribusi frekuensi karakteristik perilaku merokok pada perokok
hipertensi
Apakah Anda merokok
Jumlah

Ya
100

Tidak
0

Tabel 5.20 Distribusi frekuensi jumlah konsumsi rokok pada perokok


hipertensi
Berapa rata-rata
jumlah batang
rokok yang anda
konsumsi setiap
hari
Jumlah

dibawah

dibawah

5 batang

10 batang

rokok per

rokok per

hari

hari

dibawah
20
batang
rokok per
hari
15

diatas 20

hanya

batang

sesekali, jika

rokok per

teman/saudar

hari

a merokok

72

33

Dari 100 responden pada penelitian, sebanyak 43 orang pertama kali


merokok karena ikut-ikutan , 28 orang merokok agar dapat diterima dilingkungan
sekitar, 18 orang merokok untuk menghilangkan stress dan 9 orang merokok
karena penasaran.

Tabel 5.21 Distribusi frekuensi mengenai alasan pertama kali merokok pada
perokok hipertensi
Anda tertarik

Saya pikir

untuk

Ikut-

orang

merokok

ikutan

dewasa

pertama kali

teman

seharusnya

43

merokok
0

karena
Jumlah

Agar dapat
diterima di
lingkungan
sekitar

Merokok
membantu
saya
berkonsen

28

trasi
2

Merokok
menghilan
gkan

Penasaran

stress saya
18

Sebanyak 81 responden sudah merokok >20 tahun, 16 responden merokok


selama 10-20 tahun dan sisanya 3 responden merokok < 10 tahun.
Tabel 5.22 Distribusi frekuensi mengenai lama merokok pada perokok
hipertensi
Sudah berapa lama Anda merokok
Jumlah

< 10 Tahun
3

10-20 Tahun
16

> 20 tahun
81

Kebanyakan responden melakukan aktivitas merokok di tempat umum


sebesar 63% dan sisanya 37% merokok di rumah.
Tabel 5.23 Distribusi frekuensi mengenai tempat melakukan aktivitas
merokok pada perokok hipertensi
Biasanya, dimana Anda melakukan

Di Rumah

Di Tempat Umum
34

aktivitas merokok tersebut


Jumlah

37

63

Terdapat 54% responden yang mengetahui mereka hipertensi kurang dari 6 bulan
yang lalu, 32% responden yang mengetahui mereka hipertensi 1-2 tahun yang
lalu, 11% responden yang mengetahui mereka hipertensi 2-5 tahun yang lalu dan
3% responden yang mengetahui mereka hipertensi lebih dari 5 tahun yang lalu.
Tabel 5.24 Distribusi frekuensi mengenai lamanya perokok yang didiagnosis
menderita hipertensi
Kapan Anda tahu
bahwa Anda
hipertensi/darah tinggi

Kurang dari 6

1-2 tahun

2-5 tahun

bulan yang lalu

yang lalu

yang lalu

54

32

11

Jumlah

Lebih dari 5
tahun yang
lalu
3

Yang mendiagnosis hipertensi pada responden adalah bidan sebanyak 20%, dokter
sebanyak 76% dan apoteker sebanyak 4%.
Tabel 5.25 Distribusi frekuensi mengenai orang yang mendiagnosis hipertensi
pada perokok hipertensi
Siapa yang menyatakan bahwa
Anda memiliki hipertensi
Jumlah

Suster

Bidan

Dokter

20

76

Semua responden yang ikut dalam penelitian ini

Apoteke

Bukan salah

r
4

satu diatas
0

mengkonsumsi obat

antihipertensi. Semua obat hipertensi diresepkan oleh dokter. Akan tetapi 95%
dari responden tidak makan obat secara teratur hanya 5% yang makan obat secara
teratur.
Tabel 5.26 Distribusi frekuensi mengenai konsumsi obat hipertensi pada
perokok hipertensi

35

Apakah ada obat yang dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi

Ya

Tidak

Jumlah

100

Tabel 5.27 Distribusi frekuensi mengenai kepatuhan mengkonsumsi obat


pada perokok hipertensi
Apakah obat yang diberikan secara teratur dikonsumsi?
Ya Tidak
Jumlah
5
95
Responden yang berminat berhenti merokok sebanyak 89 responden dan
11 responden belum berminat berhenti merokok. Responden yang sudah memiliki
niat, rencana dan strategi berhenti merokok hanya 13% sedangkan 87% tidak
memiliki niat, rencana dan strategi untuk berhenti merokok. Dari 13% yang
memiliki niat, rencana dan strategi berhenti merokok hanya 11 responden yang
benar-benar melakukan rencana sedangkan 22 responden tidak melakukan
rencana.
Tabel 5.28 Distribusi frekuensi pada perokok hipertensi yang berminat
berhenti merokok
Apakah anda berminat berhenti merokok setelah
mengetahui anda memiliki hipertensi?
Jumlah

Ya

Tidak

89

11

Tabel 5.29 Distribusi frekuensi pada perokok hipertensi yang memiliki niat,
rencana dan strategi untuk berhenti merokok
Apakah anda sudah memiliki niat, rencana dan
strategi agar berhenti merokok?
Jumlah

Ya

Tidak

13

87

Keberhasilan dari perkembangan dari lanjutan tindakan berhenti merokok adalah


8% , sedangkan 5 responden gagal berhenti merokok
Tabel 5.30 Distribusi frekuensi pada perokok hipertensi yang sudah
melakukan rencana dan strategi untuk berhenti merokok

36

Apakah rencana tersebut dilakukan


Jumlah

Ya
11

Tidak
2

Tabel 5.31 Distribusi frekuensi pada perokok hipertensi yang berhasil


berhenti merokok
Bagaimana perkembangan dan lanjutan
tindakan berhenti merokok tersebut?
Jumlah

sudah berhenti

gagal berhenti

Jumlah responden yang sudah berhenti merokok > 6 bulan terdapat 6


responden dan yang berhenti merokok < 6 bulan terdapat 2 responden.
Tabel 5.32 Distribusi frekuensi lama berhenti merokok pada perokok
hipertensi
Jika anda sudah berhenti merokok, sudah
berapa lama anda berhenti merokok?
Jumlah

<6 bulan

>6 bulan

Dari semua responden yang gagal berhenti merokok semuanya sempat


berhenti merokok selama < 1 bulan. Penyebab gagal berhenti merokok dari 3
responden ini adalah tidak tahan keinginan diri sendiri sebanyak 2 orang dan
karena ajakan teman dan lingkungan sebanyak 1 orang.
Tabel 5.33 Distribusi frekuensi lama berhenti merokok pada perokok
hipertensi yang gagal berhenti merokok
Jika anda gagal berhenti merokok, berapa
lama anda sempat berhenti merokok?
Jumlah

<1 bulan

>1 bulan

37

Tabel 5.34 Distribusi frekuensi penyebab gagal berhenti merokok pada


perokok hipertensi
Apa yang menjadi

ajakan teman

penyebab gagal berhenti

lingkungan

merokok?

Tidak tahan
Stres

keinginan diri

lain-lain

sendiri
2

5.1.3.4 Tahapan Berhenti Merokok


Jumlah responden yang berada pada tahap pre-contemplation pada penelitian ini
adalah 22%, yang berada pada tahap contemplation adalah 38%, yang berada pada
tahap preparation adalah 32% dan yang berada pada tahap action hanya 8%.
Tabel 5.35 Distribusi tahapan berhenti merokok pada perokok hipertensi
Tahapan Berhenti Merokok
Pre-Contemplation
Contemplation
Preparation
Action

Jumlah (n)
11
65
13
11

Persentase (%)
11
65
13
11

Dari hasil penelitian, ditemukan angka perokok pada responden laki-laki


lebih banyak dibandingkan responden perempuan. Terdapat 96 orang (96%)
berjenis kelamin laki-laki dibandingkan hanya ada 4 orang (4%) responden
berjenis kelamin perempuan . Hasil ini sesuai dengan survey RISKESDAS tahun
2013 proporsi perokok pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perempuan (64,9
banding 2,1%) (RISKESDAS, 2013).

Rentang usia pasien termuda yang ditemukan pada penelitian ini adalah
30-34 tahun sebanyak 5 orang (5%). Sedangkan usia tertua yang ditemukan
adalah > umur 70 tahun yang berjumlah 1 orang (1%). Dengan menggunakan
rentang 5 tahun yang dimulai dari usia 30 tahun, didapatkan angka kejadian pada
kelompok usia 45-49 tahun adalah yang paling tinggi dari antara semua kelompok

38

usia dengan jumlah 32 orang (32%). Hasil yang didapat berbeda dengan hasil dari
survey RISKESDAS tahun 2013 dimana proporsi terbanyak perokok aktif
ditemukan terbanyak pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 %, dan paling sedikit
pada rentang umur 10-14 tahun sebanyak 0,5 % (RISKESDAS, 2013). Hasil yang
didapatkan sedikit berbeda karena kemungkinan pada penelitian ini peneliti
mengambil sampel perokok pada pasien hipertensi sedangkan pada survey
RISKESDAS mengambil semua populasi perokok secara umum.
Berdasarkan jenis pekerjaan, jenis pekerjaan yang paling banyak ditemukan
pada responden di puskesmas adalah nelayan sebanyak 66 orang (66%) yang
diikuti oleh buruh 18 orang (18%), wiraswasta 12 orang (12%), tidak bekerja 4
orang (4%). Pada survey RISKESDAS (2013) yang mencantumkan distribusi
pekerjaan, hasil yang didapatkan telah mendekati distribusi pekerjaan pada
penelitian ini yaitu pada kelompok pekerjaan nelayan/nuruh/petani sebesar 44,5%
dan paling sedikit pada kelompok yang tidak berkerja 6,9% (RISKESDAS, 2013)
Berdasarkan tingkat pendidikan, angka kejadian perokok hipertensi dengan
tingkat pendidikan SMU adalah yang paling tinggi dengan jumlah 73 orang
(73%), yang disusul oleh tingkat pendidikan SMP 15 orang (15%), SD 12 orang
(12 %) dan tidak ada yang berpendidikan perguruan tinggi . Hasil yang didapatkan
sesuai dengan tingkat pendidikan pada survey RISKESDAS yang menyatakan
bahwa proporsi perokok terbanyak pada tingkat pendidikan SMU/ Sederajat yaitu
28,7% diikuti oleh tingkat pendidikan SMP (25,7%), SD (25,2%) tidak bersekolah
(19,7%) dan paling sedikit pada tingkat perguruan tinggi (18,9%) (RISKESDAS,
2013).
Dari 100 responden yang merokok persentase yang berada pada tahap precontemplation (11%), contemplation (65%), preparation (13%) dan action (11%).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Degen di Austria dari 447
responden, didapatkan persentase responden yang berada pada tahapan precontemplation (15,4%), contemplation (48,4%), preparation (15,4%) dan action
(10%) (Degen,2014). Hasil yang sama juga diperoleh dari survey yang dilakukan
di Malaysia pada tahun 2006 oleh Lim mendapatkan bahwa dari 2.716.743
perokok, sekitar 30% berada pada tahap pre-contemplation dan 70% berada pada

39

tahap contemplation (Lim,2006). Sedangkan penelitian yang dilakukan PerezRios di Spanyol pada tahun 2011 menunjukkan hasil yang berbeda dimana dari
591 perokok , 72% berada pada tahap pre-contemplation. Penelitian Perez-Rios
juga diperkuat oleh penelitian Etter di Geneva (1997) yang menyatakan bahwa
dari 742 perokok, yang berada pada tahap contemplation 74%, contemplation
22% dan preparation 4% (Etter,1997).
Dari hasil penelitian menunjukkan paling banyak responden pertama kali
merokok karena ikut-ikutan sebanyak 43 orang, 28 orang merokok agar dapat
diterima dilingkungan sekitar, 18 orang merokok untuk menghilangkan stress, 9
orang merokok karena penasaran dan 2 orang merokok untuk membantu dalam
konsentrasi.Beberapa studi mengungkapkan seseorang biasanya mulai merokok
akibat pengaruh lingkungan seperti teman-teman, orang tua, saudara dan media.
Menurut Baker, merokok pada tahap awal biasanya dilakukan dengan temanteman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%) dan dengan orang
tua (14%) (Baker, 2004).

Pengalaman pertama kali merokok biasanya

disebabkan oleh rasa ingin tahu atau mencoba-coba pengalaman baru, mencoba
menghilangkan kejenuhan ingin dianggap lebih jantan, ingin diterima di
kelompoknya atau pengaruh panutannya, misal orang tua atau kakaknya yang
merokok, dimana hal tersebut ditunjang oleh mudahnya rokok didapatkan baik
penjualan maupun harganya (Cahyo, 2012).
Sebanyak 81 responden sudah merokok >20 tahun, 16 responden merokok
selama 10-20 tahun dan sisanya 3 orang merokok < 10 tahun. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Martini yang menunjukan bahwa lama
kebiasaan merokok menyebabkan perbedaan risiko terjadinya hipertensi.
Responden yang mempunyai kebiasaan merokok 18-35 tahun dan < 18 tahun
mempunyai risiko terjadi hipertensi sebesar 5,21 kali dan 3,89 kali secara
berturut-turut. Lama kebiasaan merokok merupakan faktor yang mendukung atau
mempercepat terjadinya hipertensi (Martini, 2004)
Semua responden dalam penelitian ini mengkonsumsi obat hipertensi.
Semua obat hipertensi diresepkan oleh dokter. Akan tetapi 95% dari responden
tidak makan obat secara teratur hanya 5% yang makan obat secara teratur. Hasil

40

yang didapatkan tidak sesuai dengan penelitian Kamal yang dilakukan di RSUP
dr. M Djamil di Padang (2014) yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pasien
hipertensi dalam mengkonsumsi obat sebesar 60% dan yang tidak patuh sebesar
40%.Penelitian tersebut menunjukkan adanya kaitan antara tingkat pengetahuan
dengan perilaku patuh dalam mengkonsumsi obat. Semakin tinggi pengetahuan
seseorang maka sikapnya akan positif dalam menjalankan terapi hipertensi secara
patuh (Kamal, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten
Pekalongan

oleh

Mursiany, ada

berbagai

alasan

pasien

tidak

teratur

mengkonsumsi obat hipertensi diantaranya yang paling banyak adalah karena


sudah merasa sehat (34,9%), lupa (26,9%), takut terkena efek samping obat (16%)
(Mursiany, 2013).
Dari hasil penelitian sebanyak 89 responden yang berminat berhenti
merokok sebanyak 89 responden. Namun hanya 13 responden yang sudah
memiliki rencana dan strategi untuk berhenti merokok. Dari 13 reponden yang
memiliki niat, rencana dan strategi berhenti merokok sebanyak 11 responden yang
benar-benar melakukan rencana sedangkan 2 responden tidak melakukan rencana.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari di RSUD Arifin Achmad di
Pekanbaru

menunjukkan

bahwa

faktor

kebutuhan,

pergaulan,

kecanduan/ketagihan, ketidakpedulian terhadap bahaya merokok serta kurangnya


motivasi merupakan faktor-faktor yang menjadi penyebab perokok tidak
menghentikan kebiasaan merokok, dimana faktor ketidakpedulian menjadi faktor
yang paling tinggi persentasenya mencapai 78,6% (Sari, 2014).
Jumlah responden yang sudah berhenti merokok > 6 bulan terdapat 6
responden dan yang berhenti merokok < 6 bulan terdapat 2 responden. Dari 3
responden yang gagal berhenti merokok semuanya sempat berhenti merokok
selama < 1 bulan. Hasil inisesuai dengan penelitian Meamar di Iran yang
menyatakan bahwa dari 653 responden yang diteliti, paling banyak perokok
hanya berhenti merokok < 1 bulan (63,3%), 18,3% berhenti merokok < 6 bulan
dan sisanya 18,4% berhenti merokok > 6 bulan (Meamar, 2006). Hal ini juga
sesuai dengan kesimpulan penelitian oleh Gilpin yang menyatakan bahwa pasien
yang berhenti merokok < 1 bulan,1 - 3 bulan dan 3 - 6 bulan mempunyai

41

kemungkinan

untuk kembali merokok sebesar 88%, 75% dan 48% secara

berturut-turut (Gilpin, 1997)


Penyebab gagal berhenti merokok dari 3 responden pada penelitian ini
adalah tidak tahan keinginan diri sendiri sebanyak 2 orang dan karena ajakan
teman dan lingkungan sebanyak 1 orang. Pada penelitian Meamar menyatakan
kegagalan dalam berhenti merokok berbanding lurus

jumlah rokok yang

dikonsumsi per hari dan kadar nikotin yang tinggi (Meamar, 2013)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 98 orang dari 100 orang tahu bahwa
merokok merugikan kesehatan dan hanya 2 orang tidak tahu. Banyak orang yang
mengetahui merokok merugikan kesehatan karena tingkat pengetahuan yang
tinggi dan terdedah kepada saluran info yang menyatakan efek merokok. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Afdol (2013), bahwa tingkat pengetahuan dipengaruhi
populasi dan letak geografis. Responden yang berasal di kota lebih mudah
mendapatkan informasi sehingga memiliki pengetahuan yang lebih tinggi (Afdol,
2013).
Bahaya merokok paling banyak diketahui melalui media massa yaitu
sebanyak 77 orang, dari orang tua dan teman masing masing 12 dan 11 orang dan
tidak ada yang mendapat informasi dari guru. Ini sesuai dengan rencana
KEMPEMKES 2008 yang ingin mengeksposi kepada masyarakat mengenai efek
merokok melalui semua media massa seperti koran, iklan, radio, television dan
lain lain (KEMPEMKEs, 2008).
Penelitian menunjukkan 72 orang tahu bahwa merokok merusak paru paru ,
21 orang tahu bahwa merokok menyebabkan kanker paru dan 5 orang tahu ianya
menganggu kehamilan dan 7 orang mengatakan merokok tidak ada kerugian. Ini
bersamaan dengan teori dari CDC,2011 bahwa merokok merugikan kesehatan dan
secara umum pasti akan mengakibatkan defek pada paru paru (CDC, 2011).
Hanya 7 dari 100 orang mengketahui istilah perokok aktif dan 5 daripada 7
orang berpendapat perokok aktif adalah seseorang yang merokok. Ini tidak benar
mengikut WHO GATS ,2011. Mengikutnya perokok aktif adalah seseorang yang
merokok minimal satu rokok setiap hari dalam kegiatan hariannya. 6 dari 7 orang
itu berpendapat perokok ringan adalah seseorang yang merokok di bawah 5

42

batang sehari, perokok sedang merokok 5 -10 batang sehari dan perokok berat
merokok di bawah 15 batang sehari dan ini adalah tepat mengikut isitlah perokok
aktif oleh WHO ,GATS 2011.
Menurut penelitian, sebanyak 64 rumah orang yang diteliti terdapat larangan
merokok tetapi lebihan 36 orang tidak mempunyai larangan. Menurut Buku
Pedoman KTR, MPKU Pimpinan Pusat Muhamadiyah tahun 2011, setiap rumah
berkeluarga harus dijadikan tempat larangan merokok dan tidak ada pengecualian
sama sekali. Ini adalah bagi penghuni yang bukan perokok seperti lansia, wanita
dan anak kecil dapat bebas daripada asap rokok yang berbahaya bagi kesehatan.
Mayoritas subjek penelitian, tidak menyadari bahwa merokok menyebabkan
hipertensi sebanyak 85 orang, hanya 15 orang yang sadar bahwa merokok adalah
faktor hipertensi. Daripada golongan itu hanya 39 orang yang sadar bahwa
penderita hipertensi yang merokok dapat menyebabkan terjadinya serangan
jantung dan stroke sedangkan 61 responden tidak mengetahui. Dari referensi
CDC 2011 dan WHO 2010 diketahui bahwa merokok merupakan penyebab
hipertensi dan penderita hipertensi yang merokok sehingga mempunyai peluang
tinggi terjadinya serangan jantung dan stroke.
Daripada penelitian 97 orang setuju bahwa merokok adalah kebiasaan yang
buruk dan 3 tidak setuju. Jika peneliti diminta berhenti merokok, 83 dari 100
orang yang diteliti mematikan dengan sukarela. . Dua pendapat ini adalah saling
berkaitan. Disebabkan kebanyakkan orang setuju merokok adalah kebiasaan yang
buruk maka mereka tidak keberatan untuk mematikan rokok dengan sukarela
apabila diminta. Berdasarkan WHO,2011 mendukung motto MPOWER yang
menyatakan bahwa perokok akan berhenti merokok jika penyuluhan dan iklan
berkaitan efek merokok diperluaskan di kalangan merokok seperti gambar di
kotak rokok dan poster di tempat awam.
Sebanyak 98 perokok yang diteliti merasa bahwa merokok merugikan diri
sendiri dan lingkungan sekitar manakala 2 tidak berpendapat begitu. Sebanyak 95
dari 100 perokok yang diteliti berpendapat bahwa berhenti merokok dapat
bermanfaat. Dua hasil ini berikatan sesama sendiri karena seseorang perokok yang

43

sedar bahwa rokok akan merugikan diri sendiri dan linkungan sekitar pasti akan
sedar mengenai manfaat berhenti merokok.
Dengan tidak diragukan , semua

yang diteliti adalah perokok yaitu

sebanyak 100 , ini adalah karena mereka yang diteliti harus merupakan seorang
perokok. Ini merupakan kriteria inklusi penting dalam penelitian ini.
Mengikut penelitian, 72 orang mengkonsumsi di atas 20 batang rokok
perhari, 15 orang dibawah 20 batang rokok per hari manakala jumlah terendah
adalah bagi 2 orang yaitu mereka yang merokok dibawah 5 batang rokok per hari.
Ini menunjukkan semua perokok yang diteliti masih merupakan perokok berat
walaupun telah mendapat penyakit hipertensi. Ini mungkin karena mereka masih
tidak menyadari bahwa merokok walaupun adanya hipertensi akan mengakibatkan
penyakit yang lebih parah.

44

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil :
Responden perokok paling banyak yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 96 orang (96%) dan perempuan sebanyak 4 orang (4%).


Didapatkan angka kejadian yang paling banyak adalah pada

kelompok usia 45-49 tahun dengan jumlah 32 orang


Dari pekerjaan, nelayan adalah pekerjaan yang paling banyak
dengan jumlah 66 orang (66%), buruh 18 orang (18%), wiraswasta
12 orang (12%) dan yang paling sedikit dijumpai adalah responden

yang tidak bekerja sebanyak 4 orang (4%).


Dari tingkat pendidikan,SMU adalah yang paling banyak dijumpai
dengan jumlah 73 responden dan yang paling sedikit dijumpai
adalah responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi

sejumlah 0 orang
Dari pembagian menurut tekanan darah, paling banyak responden
yang menderita hipertensi grade II yaitu sebanyak 63 orangs, sisanya
13 responden dengan riwayat mengkonsumsi obat hipertensi berada
pada tahap pre-hipertensi, 24 responden menderita hipertensi grade I
dan tidak ada pasien yang normotensi dengan riwayat pemakaian

obat anihipertensi
Sebanyak 65% perokok yang hipertensi di Puskesmas Pekan
Labuhan Medan berniat berhenti merokok tapi belum mempunyai
rencana dan strategi untuk berhenti (contemplation). Sementara yang
berada pada tahap pre-contemplation (11%), preparation (13%) dan
action (11%).

6.2 Saran

45

Untuk membantu para perokok yang ingin berhenti merokok tapi belum
mempunyai rencana dan strategi, dapat dilaksanakan program berhenti
merokok, salah satunya dengan mendirikan klinik berhenti merokok.

46

Anda mungkin juga menyukai