Di susun Oleh:
Ida Aprilia (1413015011)
S1 A 2014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teknik budidaya tanaman dengan menggunakan metode konvensional
dalam medium tanah atau pasir seringkali menghadapi kendala teknis,
lingkungan maupun waktu. Sebagai contoh perbanyakan tanaman dengan
menggunakan biji memerlukan waktu yang relative lama dan seringkali
hasilnya tidak seperti tanaman induknya. Kendala lain yang juga sering
muncul adalah gangguan alam, baik yang disebabkan oleh jasad hidup,
misalnya hama dan penyakit, maupun cekaman lingkungan yang dapat
mengganggu keberhasilan perbanyakan tanaman di lapangan. Kebutuhan
akan bibit tanaman dalam jumlah besar, berkualitas, bebas hama dan
penyakit serta harus tersedia dalam waktu singkat seringkali tidak dapat
dipenuhi dengan menggunakan metode konvensional baik secara generatif
maupun vegetatif.
Pada tahun 1901 Morgan mengemukakan bahwa setiap sel mempunyai
kemampuan untuk berkembang menjadi suatu jasad hidup yang lengkap
melalui proses regenerasi. Kemampuan ini oleh morgan disebut sebagai
totipotensi (totipotency). Konsep totipotensi tersebut mempunyai makna
sangat penting dalam bidang kultur jaringan. Istilah kultur jaringan mengacu
pada teknik untuk menumbuhkan jasad multiseluler dalam medium padat
maupun cair menggunakan jaringan yang diambil dari jasad tersebut. Teknik
kultur jaringan tersebut dilakukan sebagai alternative perbanyakan tanaman
bukan dengan menggunakan media tanah, melainkan dalam medium buatan
di dalam tabung.teknik ini sekarang sudah berkembang luas sehingga bagian
tanaman yang digunakan sebagai awal perbanyakan tidak hanya berupa
jaringan melainkan juga dalam bentuk sel sehingga juga dikenal teknik kultur
sel. Berdasarkan dari hal tersebut diatas, maka diadakanlah penulisan
makalah ini dengan tujuan untuk mengetahui teknik kultur jaringan
tumbuhan dengann menggunakan kultur kalus atau kutur sel.
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik budidaya (perbanyakan) sel,
jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan
dalam keadaan aseptik atau bebas dari mikroorganisme. Secara umum
perbanyakan tanaman berdasarkan perkembangan dan siklus hidupnya dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu perbanyakan secara seksual dan perbanyakan
secara aseksual.
Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan secara lebih spesifik
terdapat tipe-tipe kultur yaitu, kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur anter,
kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur ovul, dan kultur kuncup
bunga. Kultur jaringan bermula dari adanya pembuktian sifat totipotensi sel,
yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi
genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika berada dalam kondisi yang sesuai.
dengan
menggunakan
bagian
vegetatif
tanaman
dengan
Tujuan
Dapat menjelaskan prinsip dasar dari pelaksanaan teknik kultur jaringan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.1
Kultur Jaringan
Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga
bagian tanaman dapat memperbanyak diri & bergenerasi menjadi tanaman
lengkap.
Prinsip
utamanya
adalah
perbanyakan
tanaman
dengan
kuantitatif
antara
auksin
dan
sitokinin
menentukan
tipe
Sedangkan kekurangannya:
o Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara
luar;
o Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit;
o Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan
(laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan;
o Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan
kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan;
o Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.
Landasan kultur jaringan didasarkan atas tiga kemampuan dasar dari
tanaman, yaitu: 1. Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah
sel untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika
distimulasi dengar benar dan sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa
semua informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme
terdapat di dalam sel. Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat
totipotensi, tetapi yang mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel
yang meristematik. 2. Rediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak
(mature) kembali menjadi ke kondisi meristematik dan dan berkembang dari
satu titik pertumbuhan baru yang diikuti oleh rediferensiasi yang mampu
melakukan reorganisasi manjadi organ baru. 3. Kompetensi menggambarkan
potensi endogen dari sel atau jaringan untuk tumbuh dan berkembang dalam
satu jalur tertentu. Cantohnya embrioagenikali kompeten cel adalah
kemampuan untuk berkembang menjadi embrio funsional penuh. Sebaliknya
adalah non-kompeten atau morfogenetikali tidak mempunyai kemampuan.
2.2
Kultur Kalus
Tanaman dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik kultur
in vitro dengan teknik kultur kalus atau kultur sel. Kultur kalus merupakan
pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan buatan yang steril dan
kondisi yang terkontrol. Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang
terjadi dari sel-sel jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan tidak
terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang
bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak
terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada
medium yang segar dengan interval waktu yang teratur.
Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali
dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan
luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen. Secara
in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat
serangan infeksi mikro organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan
atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai
akibat stress. Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri
Agrobacterium tumefaciens disebut tumor.
Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari
dediferensiasi. Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus
merupakan langkah yang penting. Setelah terbentuknya kalus baru diberikan
perlakuan/rangsangan untuk berdiferensiasi membentuk akar atau tunas.
Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang
diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan
dapat memperbanyak dirinya (massa selnya) secara terus menerus.
Jika suatu eksplan ditanam pada medium yang sesuai, dalam waktu 2-4
minggu, tergantung spesiesnya, akan terbentuk massa kalus yaitu massa
amorf yang tersusun atas sel-sel parenkim berdinding sel tipis yang
berkembang dari hasil proliferasi sel-sel jaringan induk. Kalus dapat
disubkultur dengan cara mengambil sebagian kalus dan memindahkannya
pada medium baru. Dengan sistem induksi yang tepat, kalus dapat
berkembang menjadi tanaman yang utuh (plantlet).
Kultur kalus dapat dikembangkan dengan menggunakan eksplan yang
berasal dari berbagai sumber, misalnya tunas muda, daun, ujung akar, buah,
dan bagian bunga. Kalus dihasilkan dari lapisan luar sel-sel korteks pada
eksplan melalui pembelahan sel-sel berulang. Kultur kalus tumbuh
berkembang lebih lambat dibanding kultur yang berasal dari suspensi sel.
Kalus terbentuk melalui tiga tahapan, yaitu induksi, pembelahan sel, dan
diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber eksplan, komposisi
nutrisi pada medium dan faktor lingkungan.eksplan yang berasal dari
jaringan meristem berkembang lebih cepat dibanding jaringan dari sel-sel
berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk memelihara kalus, maka
perlu dilakukan subkultur secara berkala, misalnya setiap 30 hari.
Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan bagian-bagian semai
(seedling) yang dikecambahkan secara in vitro, jaringan yang mengandung
parenkim tidak hijau, seperti parenkim empulur, mempunya respon yang
lebih baik dibandingkan dengan sel-sel daun yang mengandung kloroplas.
Ukuran eksplan juga penting untuk diperhatikan, idealnya ukuran eksplan
yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar diperoleh sel-sel yang
relatif homogen.
Sel yang berasal dari tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan
secara aseptic pada atau dalam medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan
menanamkan satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan
dengan agar. Dalam waktu 2-3 minggu akan berbentuk kalus. Kalus
semacam ini dapat disubkulturkan dengan memindahkan potongan kecil pada
medium agar segar. Proses terbentuknya kalus sampai terjadi diferensiasi
berbeda-beda tergantung macam dan bagian tanaman yang dipakai untuk
eksplan, bahan kimia atau hormon yang terkandung pada media kultur.
Dalam perbanyakan mikro, produksi kalus biasanya dihindari karena
dapat
menimbulkan
variasi
dan,
terutama
pada
zona
perakaran,
pembelahan
membentuk
kelompok-kelompok
sel
yang
Kultur protoplasma
Protoplasma yang hidup diambil dalam jumlah memadai (frekuensi
protoplas viable 100 200 sel) selanjutnya ditanam pada media yang telah
yang berasal dari sel induk satu. Teknik media liquid dapat dibedakan
menjadi dua metode
1) Metode liquid tetes
Dengan menggunakan pipet ukuran 100-200 l, suspensi protoplasma dalam
media diteteskan pada cawan petri ukuran 60mx15m sebanyak 5-7 tetes. Cawan
petri ditutup dan direkatkan dengan parafilm atau plastik wrap selanjutnya
diinkubasikan. Setiap 5-7 hari tambahkan medium segar baru dengan cara
meneteskan langsung pada tetesan suspensi protoplasma yang telah mengalami
pertumbuhan. Metode ini biasanya baik untuk keperluan pengamatan dengan
mikroskop. Kelemahan dari metode ini adalah tetesan-tetesan suspensi menyatu
menjadi satu tetesan di pusat.
2) Metode tetes menggantung
Dengan menggunakan pipet volume 40-100 l, suspensi protoplasma
diteteskan di dalam tutup cawan petri, selanjutnya cawan petri, ditutup dengan
menggunakan tutup yang telah ditetesi suspensi protoplasma, sehingga tetesan
suspensi tersebut akan menggantung di dalam tutup cawan petri tersebut.
Proses yang terjadi setelah kultur protoplas dilakukan :
1) Fusi protoplas
Peleburan protoplasma dari 2 genom yang berbeda dapat diperoleh baik
secara spontan ataupun dengan teknik pemacuan peleburan.
a. Metode peleburan spontan
Peleburan protoplasma secara spontan biasanya terjadi karena membran
protoplas yang sangat tipis dan lunak sehingga mudah sobek atau pecah yang
dapat mengakibatkan peleburan protoplasma. Biasanya terjadi pada protoplasma
yang diisolasi dari kalus. Perleburan protoplasma dengan teknik ini biasanya
terjadi pada protoplasma yang mempunyai asal tanaman yang sama sehingga
tidak bernilai untuk perbaikan tanaman.
b. Metode pemacuan peleburan
Untuk mencapai peleburan protoplasma diperlukan adanya agensia untuk
memacu terjadinya peleburan protoplasma (dikenal sebagai fusagen) yang
berbeda jenis tanamannya. Larutan fusagen contohnya: Perlakuan dengan sodium
nitrat: 5,5% sodium nitrat dalam larutan 10% sukrose dan kultur diinkubasikan
dalam water bath bersuhu 350 C selama 5 menit selanjutnya disentrifuge dengan
kecepatan 200 g selama 5 menit. Subernatan dibuang dan pelet disimpan dalam
water bath bersuhu 350 C selama 30 menit. Pada beberapa saat protoplasma akan
terjadi peleburan. Agregat ditiangkan secara hati-hati pada medium kultur yang
telah ditambah 0,1% NaNO.
Teknik ini akan dihasilkan dengan frekuensi rendah bila asal protoplasmanya
dari mesofil daun. Perlakuan ion calsium padas pH tinggi. Teknik ini telah
digunakan pada protoplasma tembakau. Caranya protoplasma yang telah diisolasi
ditambahkan larutan fusagen berupa 0,5 M mannitol yang berisi 0,05 M CaCl2 .
2H2 O pada pH 10,5 selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 50 g selama 3
menit. Selanjutnya tabung sentrifuge disimpan dalam water bath bersuhu 370 C
selama 40-50 menit hingga protoplasma melebur.Perlakuan polyethelene glycol
(PEG). Dari sekian banyak metode peleburan protoplasma, metode ini yang
yang berhasil dengan baik untuk
untuk
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangan
protoplasma. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Muir dkk. Tanaman yg
dihasilkan dari kultur protoplasma bisa seragam atau bervariasi, disebut
protoclonal variation. Apabila dalam penanaman protoplasma ditambahkan
mutagen ke dalam media, maka hasil regenerasi akan berupa generasi baru.
Produksi tunas dapat dilakukan pada media cair, umumnya ke dalam media
ditambahkan hormon pertumbuhan sitokinin (misalnya 0,5 M BAP). Setelah
tunas terbentuk cukup besar, tunas selanjutnya dalat diakarkan. Salah satu contoh
media pengakatran protoplasma adalah 1/2 MS + 3-aminopyridine (untuk
tembakau) atau picloran (untuk tebu).
Plantlet yang cukup besar selanjutnya diaklimatisai kemudian ditanam di
lapangan. Perlakuan peleburan elektro (elektrofusion). Protoplasma diletakkan di
dalam sel kultur yang kecil dan berisi elektrode yang berbeda potensialnya,
protoplasma diletakkan diantara barisan elektrode-elektrode. Selanjutnya
protoplasma diberi shok gelombang pendek elektrik yang akan mengiduksi
terjadinya peleburan protoplasma.
Dalam metode ini ada dua tahapan prosedur yang dimulai dengan penggunaan
AC dari intensitas rendah untuk suspensi protoplasma. Kolektor dielektroforetik
diatur 1,5 V dan 1 MHz dan konduktivitas elektirk dari medium suspensi kurang
dari 10-5 detik/cm efek sebuah elektroforesis dijalankan akan membuat masingmasing sel berbenturan sepanjang alur barisan elektrode. Tahap kedua injeksi
aliran listrik DC dengan intensitas tinggi (750-1000V/cm) dengan waktu yang
sangat singkat yaitu 20-50 detik menyebabkan membran protoplasma robek dan
akan menghasilkan peleburan yang selanjutnya membran akan mengalami
reorganisasi. Teknik fusielektro sangat sederhana, cepat dan efisien. Sel-sel yang
telah di fusikan secara eletronik tidak menunjukkan respon yang sitotoxit. Namun
metode ini jarang digunakan.
2.5 Kutur anther
Keberhasilan kultur anther telah diujudkan pada tanaman seperti
Datura innoxia, nicotiana tabacum, karet, poplar, anggur, tanaman
Gramineae serta pada tanaman angrek. Teknik kultur anther relatif
sederhana dan efisien yang paling penting adalah kritis dalam penentuan
tingkat perkembangan pollen (androgenesis) yang tepat pada anther yang
akan dijadikan eksplan. Secara praktis tingkat perkembangan pollen dapat
ditentukan
berdasarkan
pengambilan
contoh
beberapa
tingkat
Tingkat Perkembangan
Pollen pada tanaman padi, frekuensi pembentukan kalus yang
tertinggi diperoleh pada kultur anther dengan pollen yang nukleusnya
terletak di pinggir sel (mid-uninucleate microspore stage).
2.
4.
Media tumbuh
Komposisi media dasar tidak begitu kritis, namun dalam kultur
Kultur Polen
Pollen (mikrospora) merupakan sel tunggal dan haploid dari sel
kelamin jantan. Pollen ini baik bila digunakan untuk diinduksi mutasi
dan manipulasi genetik lain.Kultur pollen pertama kali yang berhasi pada
tanaman Datura innoxia dan Nicotiana tabacum. Disausul kemudian
pada tanaman Solanaceae. Pada tahun 1974, Nitsch mengembangkan
kutur terapung (Floating culture) menggunakan media cair. Setelah itu
pollen diletakkan di permukaan media cair selama 2-3 hari. Setelah itu
pollen ditekan keluar dan media disaring dengan filter berukuran 25-100
mm tergantung dari jenis. Suspensi kemudian dicentrifuge dan dicuci
dengan larutan media. Setelah dicuci disuspensikan kembali ke dalam
media baru. Suspensi dipipet dan dipindahkan ke media padat dalam
petri-dish.
Dalam metode ini kuncup bungan yang sudah diberi praperlakuan
suhu rendah, diisolasi anthernya . Anther kemudian diapungkan dimedia
cair. Beberapa hari kemudian, anther terbuka (dehiscent) dan melepaskan
pollen ke dalam media.Pada kultur anther padi setelah 10 hari setelah
inokulasi pada media cair, massa sel mendesak keluar dari dinding
pollen. Setelah beberapa hari kalus putih mulai terlihat. Regenerasi kalus
pada mulanya lebih rendah dari yang di media padat, tetapi setelah
dan akumulasi
produk metabolit
sekunder
yang
tersebut. Pada keadaan alami jumlah aktivitas enzim yang terlibat dalam
metabolism sekunder sering diinduksi oleh suhu, cahaya matahari, atau
invasi microorganisme yang dapat menyebabkan penyakit tertentu pada
tanaman yang menyebabkan terjadinya respon resistensi yang dapat
diinduksi oleh keadaan sters lainnya.
Aktifitas enzim yang terlibat dalam metabolit sekunder dipengaruhi
antara lain oleh jalan masuknya dari prekursor senyawa yang
bersangkutan,
dan akumulasi
produk metabolit
sekunder
yang
yang
berwarna
putih
atau
ultraviolet,
sedang
inisiasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kultur jaringan merupakan suatu tehnik membiakkan sel atau jaringan ke
dalam media kultur, sehingga tumbuh, membelah, dan menghasilkan tumbuhan
baru dengan cepat dan memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan mengisolasi
bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian
tersebut dalam media buatan secara aseptic yang kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip
utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang
menyarankan
kepada
pemerintah,
sebaiknya
pemerintah
ikut
DAFTAR PUSTAKA
Dixon, R. A and R. A. Gonzales. 1994. Plant cell Culture. Apractical Approach
Second Edition. Oxford University Press: Oxford.
Gunawan, I.W. 1995. Teknik In vitro Dalam Hortikultura. Penerbit Swadaya.
Jakarta.
Harmanto, N., 2002. Sehat Dengan Ramuan Tradisional Mahkotadewa. Cetakan
Ke empat, Tangerang, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Larkin P.J. and W.R. Scowcroft. 1981. Somaclonal variation-a novel source of
variability from cell culture for plant improvement. Theor.Appl.gen. 60 : 197
-214.
Linacero R and A.W. Vazquez. 1992. Cytogenetic variation in rye regenerated
plants and their progenies. Genome 35: 428-430.
Muller E, P.T.H Brown., S Hartke and H Lorz. 1990. DNA variation in tissue
culture derived rice plants. Theor. Appl. Genet. 80: 673-679.