Anda di halaman 1dari 18

DAKRIOSISTITIS

I.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis


Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa

kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.1
Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang
disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini
bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung
dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian
posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata
diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang
mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan
di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata
oleh kedipan kelopak mata.2

Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase 2

Selanjutnya,

air

mata

akan

dialirkan

ke

dua

kanalis

lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum


lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus
medial.

Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus

lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan


orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis
dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan
normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada
pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.2
Sistem Sekresi Air Mata

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal
air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun
seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh
kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di
atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak didalam
palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator
menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap
lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai
dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari
kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata
mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persarafan pada kelenjar
utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh
jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus. Kelenjar lakrimal
tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya peranan
penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang
menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar
ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet uniseluler
yang tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi
lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut
membentuk film prekorneal 3
2

Komposis air mata terdiri dari :

Sel goblet pada konjungtiva membentuk lapisan terdalam air mata


dengan mensekresi musin, dimana distribusinya merata pada permukaan
mata.

Glandula lakrimalis dan glandula aksesorius membentuk lapisan


intermediate akuos pada air mata.

Kelenjar Meibom memproduksi minyak pada lapisan terluar air mata,


yang mengurangi penguapan lapisan dasar akuos.4

Sistem Ekskresi Air Mata

Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting mulai
di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali
mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga
memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan
sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan
masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler. 4
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang
mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan,
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi
sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan
negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus,
yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya
berat dan elastisitas jaringan ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan
mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata
dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis. Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air

mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli
dan sistem lakrimal inferior.4

Gambar 2.Anatomi normal pada sistem ekskresi air mata. 4

Penguapan air mata mengurangi jumlah air mata sekitar 10% pada usia
lebih muda dan 20% pada usia lebih tua. Sebagian besar aliran air mata secara
aktif dipompa dari tear lake dengan adanya aktifitas otot orbikularis. Beberapa
bentuk teori mekanisme pompa air mata telah dikemukakan. Mekanisme menurut
Rosengren-Doane, kontraksi orbikularis memberikan kekuatan. Kontraksi tersebut
menghasilkan tekanan positif di dalam sakus lakrimalis, mendorong air mata
menuju hidung. Ketika kelopak mata membuka dan menutup rapat, sakus
lakrimalis akan memberikan tekanan negative. Tekanan ini akan memberi tahanan
pada kelopak mata dan juga punktum. Ketika kelopak mata terbuka sempurna,
punktum terbuka dan tekanan negative mendorong air mata menuju kanalikuli,4
4

Gambar 3.Pompa lakrimasi. A,Pada saat istirahat. B Dengan menutupnya kelopak mata,
terjadi kontraksi orbicularis. Penekanan pada orbikularis pre tarsal dan penutupan
kanalikuli. Orbikularis preseptal, yang menuju sakus lakrimalis, menarik sakus lakrimalis
hingga terbuka. Membuat adanya tekanan negatif yang menyebabkan air mata masuk ke
sakus lakrimalis.C, dengan terbukanya kelopak mata, relaksasi m.orbikularis, dan
keelastisannya akan membentuk tekanan positif dalam sakus yang mengalirkan air mata
turun ke duktus.4
.

II.

Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya

obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat


tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1
III. Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70

tahun.3 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.3 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.1
IV. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis , yaitu:
a.

Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang

menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada


sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.3
b.

Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan

dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.3


c.

Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya

juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis
kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang
berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang
indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi
kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan. 3

Gambar 4. Dakriosistitis Akut3

Gambar 5. Dakriosistitis Kongenital3

V.

Faktor Predisposisi Dan Etiologi


Etiologi dari dakriosistitis kronik yaitu multifaktorial. Faktor-faktor
penyebabnya di bagi menjadi grup berupa:
1.

2.

Faktor predisposisi berupa umur, jenis kelamin, ras, hereditas, status sosial
ekonomi, dan higiene personal yang buruk 5
Faktor yang bertanggung jawab terhadap statis air mata pada sakus
lakrimal berupa faktor anatomi, benda asing, lakrimasi berlebih, inflamasi
pada sakus lakrimalis, dan obstruksi pada bagian bawah duktus

3.

4.

nasolakrimalis seperti polip hidung. 5


Sumber infeksi, sakus lakrimalis mendapat infeksi dari konjungtiva,
cavum nasi (penyebaran retrograde) atau sinus paranasalis. 5
Organisme kausatif, meliputi staphylococci, pneumococci, streptococci,
dan pseudomonas pyocyanea. Infeksi granulomatous kronik yang jarang
berupa tuberculosis, sifilis, leprosy, dan rhinosporiodosis juga dapat
menyebabkan dakriosistitis. 5
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram

negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama


terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase NegativeStaphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.6
VI. Patomekanisme
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip
hidung.Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 6

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat


diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 6. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.6
VII. Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada
dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora)
yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus
lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke
kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan,
maka yang keluar adalah sekret mukopurulen. Pada dakriosistitis kronis gejala
klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan terutama bila terkena angin.
Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri.
Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di
daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.1,2
Gambaran klinis pada dakriosistitis kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium,
yaitu:
1.

Stadium dakriosistitis kronik kataral dikarakteristikkan dengan inflamasi


ringan

dari

sakus

lakrimal

dihubungkan

dengan

blockade

duktus

nasolakrimalis. Pada stadium ini, gejala yang muncul berupa mata berair dan
2.

kadang mata merah ringan di kantus dalam. 5


Stadium mukokel lakrimal berupa stagnasi kronik menyebabkan distensi sakus
lakrimal yang ditandai dengan epifora konstan dihubungkan dengan

pembengkakan pada kantus dalam. Regurgitasi cairan mukoid gelatinous dari


3.

4.

punktum inferior pada penekanan bagian yang membesar.5


Stadium dakriosistitis kronik supuratif dikarenakan infeksi piogenik, cairan
mukoid menjadi purulen, pergantian mukokel menjadi piokel.5
Stadium sakus kronik fibrotik, infeksi berulang dalam periode yang
berkepanjangan menyebabkan sakus fibrotic karena mukosa yang menebal,
yang biasa dihubungkan dengan epifora persisten dan sekret.5

VIII. Diagnosis
Untuk

menegakkan

diagnosis

dakriosistitis

dibutuhkan

anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan


dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.1
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 1,3,5
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.1

Gambar 6. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri 7

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi


lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.1,4
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada
Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau
berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,
caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada
sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,
maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih
dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang
terganggu. 3,5,

10

Gambar 7. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II 8

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.1,5

Gambar 8. Anel Test7

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan


diagnosis dakriosistitis. CT scansangat berguna untuk mencari tahu penyebab

11

obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.3

Test7

Gambar 9. Probing

IX.
a.

Diagnosis
Selulitis Orbita

Banding

Selulitis orbita

merupakan

peradangan supuratif

jaringan ikat longgar

intraorbita

belakang

di

septum

orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak
sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit
terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit
neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema
papil.3 Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak
posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat
kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Gambaran klinisnya
antara lain demam (lebih dari 75% kasus disertailekositosis), proptosis, kemosis,
hambatan pergerakanbola mata dan nyeri pergerakan bola mata. Keterlambatan
pengobatan akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi dan timbulnya
sindroma apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi
antara lain kebutaan, kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat
terjadi kematian.3

12

Gambar 10 .Selulitis orbita pada mata kiri dengan tanda eritema, proptosis, dan ptosis.
Juga terdapat kemosis dan hypo-opyhalmia. 3

Karena sebagian besar selulitis orbita merupakan manifestasi dari sinusitis,


maka pemeriksaan CT Scan pada sinus paranasal merupakan keharusan.
Dilakukan konsultasi dengan bagian otolaringologi untuk pemeriksaan sinus.
Penyebab dan faktor predisposisi selulitis orbita antara lain sinusitis, trauma okuli,
riwayat operasi,dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita, infeksi gigi
(odontogen), tumor orbita atau intraokuler,serta endoftalmitis.3
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. Pada hordeolum externum nanah
dapat keluar dari pangkal rambut. Hordeolum internum atau radang kelenjar
Meibom memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtival tarsal.
Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibandingkan hordeolum
internum. Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya

13

kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar


preaurikuler biasanya ikut membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan
pecah dengan sendirinya. Pada nanah dari kantong nanah yang tidak dapat keluar
dilakukan insisi.1,8,9
X.

Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan

masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%)3 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali
sehari.1
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering.1,3 Dari

analisis

antibiogram

menemukan

golongan

kloramfenikol

merupakan

yang

di

gentamisin,
golongan

yang

isolasikan

telah

ciprofloxacin

dan

sensitif

terhadap

bakteri gram positif mahupun gram negative. Untuk mengatasi


nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen
atau ibuprofen), dan apabila perlu dilakukan perawatan di rumah
sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti
cefazoline tiap 8 jam.3 Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi
dan drainase.1 Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi

dengan cara

melakukan irigasi

dengan antibiotik.

Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara


pembedahan jika sudah tidak radang lagi.1
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan
untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang
sering

dilakukan

pada

dakriosistitis

adalah

dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat


suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal

14

dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass

pada

kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah


eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang
atau laser. 1,3

Gambar 12. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal3

Dakriosistorinostomi

internal

memiliki

beberapa

keuntungan

jika

dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya


yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa
membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (ratarata hanya 12,5 menit).3
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
dan kontraindikasi relatif1,2. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR
15

adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun)
dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis . Beberapa keadaan yang
menjadi kontraindikasi absolut antara lain:3

Kelainan pada kantong air mata :


- Keganasan pada kantong air mata
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopi
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis3

Gambar 13. Teknik Dakriosistorinostomi Internal3

XI.

Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air

mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.1
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen

16

superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik


pascaoperasi yang tampak jelas.9

XII. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan

baik

itu

dengan

dakriosistorinostomi

eksternal

atau

dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga


prognosisnya dubia ad bonam.9

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy
for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell
Publishing, Inc .
3. Gilliland,
G.D.

2014.

Dacryocystitis.

[serial

online].

http://www.emedicine.com/. [03 Agustus 2015].


4. Lang GK. Lacrimal System, in : Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas.
2nd Edition. Thieme. New York. 2006: 49-6
5. Khurana AK. Disease of The Eyelid. In: Comprehensive Opthalmology
4th edition. New Delhi: New Age International. 2007. p.363-376.
6. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007.
Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial
online]. http://www.eye.com/. [06 September 2014].
7. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh
Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
8. Michael,
P.E.
2014.
Hordeolum.
[serial

online].

http://www.emedicine.com/. [03 Agustus 2015].


9. Riordan, P., Anatomi dan Embriologi Mata, in Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum, P. Riordan and J.P. Whitcher, Editors. 2007, Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai