Anda di halaman 1dari 2

ALERGI SUBSIDI

PLTU NAGAN RAYA, ACEH


Pemerintah akan mencabut lagi subsidi, dan kali ini giliran listrik yang terkena.
Mengapa pemerintah sepertinya alergi terhadap subsidi, padahal memberikan subsidi
kepada rakyat sebenarnya adalah salah satu kewajiban penting dan utama bagi
negara, apalagi kalau masih mengaku memakai UUD-1945 sebagai landasan
konstitusinya. Sejak reformasi kelihatannya Pemerintah dan DPR hanya mampu
berfikir untuk mengkutak-katik pajak dan subsidi yang targetnya adalah RAKYAT,
padahal rakyat masih hidup dengan susah payah di bumi pertiwi yang kaya-raya ini.
Bermain-main dengan pajak dan subsidi hanya layak dilakukan apabila seluruh rakyat
Indonesia sudah benar-benar hidup kesejahteraan, adil dan makmur.
Ada 4(empat) kebutuhan dasar seluruh rakyat yang menjadi kewajiban negara
untuk memenuhinya serta mengamankannya dari gangguan yaitu; 1) Kesehatan, 2)
Pendidikan, 3) Air & Sanitasi, dan 4) Enerji (dalam hal ini adalah Listrik). Ke-empat hal
tersebut adalah merupakan kebutuhan hidup yang mendasar, maka dari itu
pengelolaannya harus pula dilakukan dengan secermat mungkin agar dapat mencakup
seluruh rakyat Indonesia secara berkesinambungan selama negeri ini masih berdiri.
Adanya gangguan terhadap ke-4 jenis kebutuhan dasar tersebut akan berdampak
buruk secara luas dan langsung bagi hidup dan kehidupan rakyat, sehingga pelakunya
layak divonis hukuman mati.
Republik Indonesia ada dan berdiri oleh sebab ada rakyat dan kewajiban negara
adalah untuk menghidupi dan membahagiakan rakyatnya, bukan hanya untuk
menyenangkan pemerintah dan DPR, apalagi kalau hanya menyelamatkan APBN..,
memang pekerjaan yang tidak memerlukan upaya yang sulit adalah mengkutak-katik
pajak dan subsidi. Padahal Presiden, Para Menteri dan seluruh anggota DPR adalah
orang-orang yang pintar (kelihatan dari ngomong mereka di TV) dan pasti mereka
dapat mencari jalan keluar yang lebih baik dan memihak kepada rakyat dari pada
hanya mengkutak-katik pajak dan subsidi.

Ada 4(empat) pertanyaan yang perlu dipertimbangkan dalam rangka


memberikan, mempertahankan, mengurangi atau mencabut subsidi, yaitu: 1)
apa tujuan subsidi, 2) apa bentuk subsidinya, 3) siapa yang menerima subsidi, dan 4)
bagaimana mekanisme subsidinya, namun yang selalu kita dengar adalah terjadinya
subsidi salah sasaran dan kemudian pemerintah mencabutnya.
Salah sasaran selalu menjadi kambing hitam apabila ada subsidi yang akan
dicabut. Memang yang menjadi biangkeladi adalah tidak ada tolok ukur atau
standar yang dapat dipakai secara tepat sebagai alat untuk menetapkan kriteria
miskin dan tidak mampu. Dengan kebijakan rupiah yang mengambang, maka ekonomi
Indonesia pun mengambang, semuanya jadi mengambang termasuk hidup rakyatpun
mengambang.
Namun ada anggapan yang salah yaitu anggapan bahwa subsidi adalah menjadi
hak yang layak diberikan hanya kepada orang miskin dan tidak mampu saja, padahal
kalau menyangkut kepada kebutuhan dasar yang menjadi hajat orang banyak,
maka subsidi adalah menjadi hak semua orang tanpa kecuali. Artinya negara wajib
memberikan subsidinya. Kata kunci subsidi adalah hajat orang banyak dan memang
sudah tercantum sejak lama di Pasal 33, ayat (2) UUD-1945. Sebagai contoh hajat
orang banyak di bidang kesehatan adalah pemberantasan penyakit menular, karena
penyakit menular mengancam kesehatan orang banyak; di bidang pendidikan adalah
pendidikan dasar, karena orang tidak berpendidikan cenderung menjadi beban
keluarga dan masyarakat; untuk air dan sanitasi sudah sangat jelas; demikian pula
halnya dengan energy. Oleh karena hal-hal tersebut di atas dikuasai oleh negara, maka
negara wajib memberikan subsidi untuk itu. Lalu kemudian kesalahan demi kesalahan
terus terjadi ketika amanat UUD-1945 terutama yang tercantum pada Pembukaan
alinea-4, Pasal 27, 31, 33 dan 34 tidak lagi dilaksanakan dengan sebenar-benarnya.
Bahkan pada akhir-akhir ini, sebagian besar rakyat sudah tidak peduli lagi kepada
UUD-1945, mereka tidak pernah membacanya dengan sungguh-sungguh, menghayati
maknanya, kemudian melaksanakannya.
Ada 4(empat) keadaan yang dapat terjadi dan dapat diwujudkan dalam kaitan
rakyat dan negara, yaitu keadaan di mana 1) negara kaya, rakyat kaya; 2) negara
kaya, rakyat miskin; 3) negara miskin, rakyat kaya, dan 4) negara miskin, rakyat
miskin. Dan Indonesia seharusnya berada pada keadaan negara kaya, rakyat kaya,
karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah baik di daratan maupun di
lautan dan kalau dikelola dengan baik maka sangatlah mudah bagi negeri ini untuk
membuat rakyatnya kaya. Jadi yang layak dan selayaknya terjadi adalah negara yang
membuat rakyatnya kaya, bukan rakyat yang membuat negaranya kaya, jadi jangan
terbalik dan jangan dibalik. Adalah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah dan DPR
untuk membuat rakyat kaya, namun sekarang ini sudah terbalik bahwa yang terjadi
adalah rakyat memilih mereka dan mereka menjadi kaya dengan penghasilan dan
fasilitas yang berlimpah dari jabatannya.
Sekarang ini, setelah 70 tahun merdeka Indonesia berada di ambang kemiskinan
kedua-duanya, negara dan rakyatnya, Kecuali Presiden, Wakil Presiden, para Menteri
dan para anggota DPR.., aamiin?
Wallahualam.

Anda mungkin juga menyukai