Anda di halaman 1dari 104

PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN TERHADAP PRODUK ELEKTRONIK: STUDI


KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN KAMERA LOMO
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)

Disusun Oleh
Nama: Andhini Iasha Amala
NIM: 109048000043

KONSENTRASI HUKUMBISNIS
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434H/2013M

ABSTRAK
ANDHINI IASHA AMALA. NIM 109048000043. PENERAPAN UNDANG
UNDANG
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
TERHADAP
PRODUK
ELEKTRONIK: STUDI KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN KAMERA
LOMO. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H/2013 M.
82 halaman + 4 halaman daftar pustaka + 2 lampiran undang-undang+ 4 halaman
lampiran wawancara
Penelitian ini dilakukan karena adanya masalah pelaku usaha kamera Lomo
tidak memberikan ganti rugi beruba perbaikan, penggantian barang sejenis, dan
pengembalian uang kepada Konsumen yang membeli kamera Lomo. Pelaku usaha
kamera Lomo telah melakukan pelanggaran hukum, khususnya yang berkaitan
dengan kegiatan perlindungan Konsumen. Untuk mencegah pelanggaran ini terus
terjadi diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memadai serta
pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut di samping
tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah
normatif. Penelitian normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Selanjutnya sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data primer yaitu wawancara
terhadap narasumber yaitu Teguh Haryo sebagai Public Relation Lomonesia dan Veri
Anggrijono sebagai Kasubid Pengawasan Beredar Barang dan Jasa, Ditjen
Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, karena memiliki pengetahuan
dan informasi yang relevan dengan skripsi yang disusun. Data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kamera Lomo merupakan barang impor
yang dikirim dari Hongkong melalui jasa penitipan. Barang tersebut masuk kedalam
wilayah kepabenan dengan ijin sebagai barang untuk digunakan pribadi, namun pada
prakteknya barang tersebut diperdagangkan di bursa perdagangan Indonesia. Karena
itu pada produk kamera Lomo ini tidak memiliki bursa jual yang resmi sehingga
apabila konsumen mengalami kerugian atas produk ini akan menyulitkan konsumen
untuk meminta pertanggung jawaban untuk ganti rugi kepada pelaku usaha.
Kata Kunci : Konsumen, Perlindungan Konsumen, Kamera Lomo
Pembimbing

: 1. Kamarusdiana, S.Ag., M.H.


2. Fitria, SH., MR

Daftar Pustaka

: Tahun 1999 s.d Tahun 2011

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar,
atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan baik materiil dan immateriil, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM beserta seluruh jajaran
dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta;
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH, M.Hum selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum;
3. Kamarusdiana, S.Ag.,M.H. dan Fitria, SH., MR selaku pembimbing skripsi
Penulis, terima kasih atas semua kritik dan saran yang membangun untuk
Penulis;
4. Lomonesia Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk
mendapatkan data-data, khususnya Bapak Teguh Haryo sebagai humas
Lomonesia;
5. Kedua orang tua Penulis, Ayahanda Agus Bachtiar dan Ibunda Arini Bakar
yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya selama ini, serta doa yang
tulus sehingga skripsi ini dapat selesai;

vi

6. Teman-teman kesayangan Galih, Syifa, Fenny, Harum, dan Pita yang selalu
ada selama 4 (empat) tahun ini dan insha Allah untuk selamanya;
7. Sahabat ku tercinta Muhammad Fanshoby dan Aina Ullafa untuk selalu
menemani ku diwaktu-waktu penat dalam penyusunan skripsi ini;
8. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum B angkatan 2009;
9. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis angkatan
2009, khususnya untuk Hilda terima kasih atas ilmunya selama ini;
10. Teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum 2010;
11. Teman-teman seperjuangan Bussiness Law Community 2012;
12. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik materiil maupun imateriil, Penulis
memanjatkan doa semoga

Allah memberikan balasan yang berlipat dan

menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir, amin. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi para
pembaca umumnya.
Jakarta, 25 Desember 2013

Andhini Iasha Amala

vii

DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................

iii

ABSTRAK ............................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii


DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
BAB I :

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ............................

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................

D. Kerangka Konseptual ................................................................... 10


E. Tinjauan(Review)Kajian Terdahulu............................................. 13
F. Metode Penelitian......................................................................... 14
1. Tipe Penelitian ........................................................................ 14
2. Pendekatan Masalah ................................................................ 15
3. Sumber Hukum ....................................................................... 16
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum ................................... 16
5. Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 17
G. Sistematika Penulisan................................................................... 17
BAB II :

KERANGKA KONSEPTUAL
A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen .................................. 21
1. Para Pihak Dalam Perlindungan Hukum Konsumen ............. 22
2. Penyelesaian Sengketa Konsumen ......................................... 31
3. Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Konsumen ...................... 35
B. Tinjauan Umum Perdagangan (Impor) dan Kepabeanan ............. 40
1. Definisis Perdagangangan (Impor)......................................... 41

viii

2. Definisi dan Ruang Lingkup Kepabeanan ............................. 42


3. Mekanisme Perdagangan Impor Barang Elektronik .............. 43
BAB III : TINJAUAN UMUM PERATURAN TENTANG PEMBERIAN
GARANSI ATAU JAMINAN KEPADA BARANG ELEKTRONIK
KAMERA LOMO
A. Peraturan tentang Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Membrikan
Jaminan ........................................................................................ 46
B. Definisi Kamera Lomo .................................................................. 51
C. Sejarah Kamera Lomo .................................................................. 53
D. Keberadaan Kamera Lomo Di Indonesia ..................................... 54

BAB IV : ANALISIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN


KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG KEPABEANAN
TERHADAP PRODUK ELEKTRONIK KAMERA LOMO
A. Perlindungan Konsumen Pengguna Kamera Lomo Menurut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen .................................... 56
1. Hak-hak Konsumen dalam UUPK .......................................... 56
2. Bentuk Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Kepada
Pembeli atas Kerusakan Kamera Lomo .................................. 61
3. Pelanggaran yang Dilakukan oleh Pelaku Usaha
Kamera Lomo.......................................................................... 65
4. Hal-hal yang Dapat Dilakukan Konsumen Apabila Hak-Haknya
Sebagai Konsumen tidak Dipenuhi oleh Pelaku Usaha Kamera
Lomo ....................................................................................... 69
B. Keberadaan Kamera Lomo Menurut Undang Undang
Kepabeanan .................................................................................. 73
1. Mekanisme Impor Kamera Lomo .......................................... 74
2. Peraktek Jual Beli Kamera Lomo di Indonesia ...................... 76

ix

BAB V :

PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 79
B. Saran ............................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83

DAFTAR LAMPIRAN

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan


Konsumen
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
3. Lampiran Hasil Wawacara Dengan Humas Lomonesia
4. Lampiran Hasil Wawancara Dengan Kasubid Pengawasan Barang ILMEA
Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri
Perdagangan
5. Lampiran Hasil Wawancara Dengan Gift Buyer Aksara BookStore
6. Lampiran Hasil Wawancara Dengan Konsumen Kamera Lomo

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perlindungan konsumen merupakan alat perangkat hukum yang diciptakan
untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.1 Sebagai contoh para pelaku
usaha wajib memberikan garansi atau layanan service yang sesuai dengan produk
yang dijual.2
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya
adalah

hak

atas

kenyamanan,

keamanan,

dan

keselamatan

dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan sebagainya.3 Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik

Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Jakarta:


Citra Aditya, 2007, h.21
2

MiryaniYanti. Perindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Gramedia, 2008, h.15

Taufik Makaro, Habloel Mawadi. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta:


Indeks, 2013, h.15

bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.4
Dewasa ini kebutuhan seseorang semakin beragam. Salah satu kebutuhan
untuk memenuhi kegemaran yang banyak diminati yaitu kegemaran dalam bidang
fotografi. Alat yang dipergunakan di dalam fotografi tersebut adalah kamera.
Semakin hari kamera diciptakan semakin canggih dan mudah dipergunakan.Selain
pemakain yang mudah, kamera Lomo juga diciptakan dengan efek-efek baru yang
dapat manarik peminatnya untuk menggunakan kamera itu.5 Pada saat sekarang,
kamera tidak hanya dapat menghasilkan gambar hitam putih atau berwarna, juga
efek-efek yang semakin unik. Berbagai penemuan yang dilakukan oleh ahli di
bidang fotografi menghasilkan kamera-kamera yang semakin beragam, sehingga
para peminat fotografi tidak bosan dan mempunyai banyak pilihan kamera untuk
menunjang kegemaran mereka.6
Lomografi adalah bagian dari fotografi yang menggunakan sebuah kamera
khusus yang disebut dengan kamera Lomo. Lomo adalah singkatan dari
Leningradskoye Optiko-Mechanichesckoye Obydinenie merupakan sebuah pabrik
lensa yang berada di St. Petersburg, Rusia; yang memproduksi lensa untuk alat-

Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN


No.42/1999, LTN No.3821, Pasal 1 angka 3.
5

Wiwi Miswa. Tampil Beda denganKameraLomo, Jakarta: Gramedia, 2011, h. 10

IrfanSiregar. Photographer, Jakarta: Gramedia, 2011, h. 20

alat kesehatan (seperti untuk lensa mikroskop), alat-alat persenjataan, dan lensa
kamera.7
Awalnya kamera Lomo kurang populer di Indonesia, namun dengan
pesatnya informasi maka kamera Lomo pun menjadi cukup dikenal pada saat ini. 8
Kamera Lomo pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2001, yang dibawa
oleh Tommy Hartanto dari hasil kunjungan pameran kamera Lomo di Singapore.
Dan semenjak itulah kamera Lomo mulai dikenal dikalangan masyarakat
Indonesia.9 Setelah itu pada tahun 2004 Lomonesia terbentuk, Lomonesia ini resmi
berdiri sejak Agustus 2004. Pusatnya terletak di Jl. Kemang Timur IV No 9,
Kemang, Jakarta Selatan. Komunitas kemang ini merupakan pusat komunitas
Lomo untuk Indonesia yang membawahi beberapa komunitas Lomo lain di daerah
seperti di Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Selain menyediakan penjualan kamera
Lomo, komunitas Lomonesia sering juga mengadakan pertemuan dengan sesama
anggota Lomonesia di seluruh Indonesia dan melakukan kegiatan fotografi
bersama. Tidak ada syarat tertentu untuk bergabung dengan komunitas Lomonesia.
Pendiri dari komunitas ini adalah Teguh Haryo dan Tommy Hartanto. 10
Saat ini pengguna kamera Lomo sudah cukup populer. Hal itu dikarenakan
pesatnya informasi lewat media internet, televisi, majalah, dan dari mulut ke

Effendi Surya Jaya. The Art Of Lomo, Bandung : Elex Media, 2012, h. 12.

Farah Christy. Penggemar Lomonesia, Jakarta:Gramedia, 2008, h. 10

Ridwan Rian. Lomonesia di Indonesia, Jakarta:Gramedia, 2011, h. 7

10

Ibid, h. 14.

mulut. Bahkan pada saat ini pembeli dari kamera Lomo bukan hanya meraka yang
merupakan peminat fotografi, melainkan mereka yang awam atau asing terhadap
fotografi pun tertarik untuk membeli kamera Lomo, karena kamera Lomo
memiliki keunikan dalam fisiknya yang seperti kamera jaman dahulu maupun
dalam hasil pemakaian dari kamera tersebut. Kamera Lomo memiliki banyak jenis,
dimana jenis tersebut menghasilkan hasil foto yang berbeda-beda. Sampai saat ini
sudah sangat beragam jenis kamera Lomo yang di jual di Indonesia.
Yang membuat kamera Lomo lebih menarik dengan kamera lainnya adalah
dari foto yang dihasilkannya. Kamera Lomo akan menghasilakan gambar yang
unik yaitu efek foto cembung seperti mata ikan yang dihasilkan oleh kamera Lomo
Fisheye, efek foto kuno yang dihasilakan oleh kamera Lomo Diana F+, dan efek
unik lainnya dari kamera-kamera Lomo jenis lainnya. Selain itu kamera Lomo
juga memiliki tampilan atau fisik yang menarik.11
Permasalahan muncul karena kamera Lomo itu tidak mempunyai agen
resmi di Indonesia. Agen resmi kamera Lomo Asia terletak di Hongkong, Kamera
Lomo yang dijual di Indonesia tidak memiliki agen resmi, sehingga apabila terjadi
kerusakan maka tidak ada garansi resmi dari Kamera Lomo tersebut untuk wilayah
Indonesia.
Suatu barang atau jasa yang dijual oleh pelaku usaha haruslah memiliki
garansi, agar apabila terjadi kerusakan sewaktu-waktu, konsumen atau pembeli

11

Farah Christy. Penggemar Lomonesia, Jakarta:Gramedia, 2008, h. 20

barang tersebut dapat meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha atas


kerusakan barang yang ia beli.12 Sangat disayangkan kamera Lomo yang dijual di
Indonesia tidak dilengkapi dengan layanan purna jual, karena agen resminya
terletak di Hongkong, sehingga jika terdapat kerusakan terhadap kamera, para
konsumen yang membeli tidak mendapat ganti rugi atau perbaikan untuk kamera
Lomo yang mereka beli.
Namun begitu meskipun pada awal penjualannya di Indonesia, kamera
Lomo tidak mempunyai tempat layanan purna jual, sebagai tempat sarana
perbaikan ataupun pemeliharaan. Sekarang sudah didirikan tempat reparasi kamera
Lomo yang bernama Lomo Embassy yang bertempat di Jakarta yang di dirikan
oleh Teguh Haryo dan Tommy Hartanto sebagai pendiri komunitas Lomonesia.
Namun Lomo Embassy ini bukanlah agen resmi dari produk kamera Lomo
tersebut. Kerusakan kamera Lomo biasanya berhubungan dengan lampu cahaya
kameranya yang rusak atau kamera Lomo itu sudah cacat fisiknya seperti patah
atau retak.
Berdasarkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
juga membahas mengenai barang impor, yang mana kamera Lomo adalah
termasuk barang impor. Kamera Lomo merupakan barang impor yang di kirim
dari Hongkong melalui jasa penitipan pengiriman barang, hal tersebut terkait
12

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika,
2008, h. 16.

dengan pasal 10B ayat 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang


Kepabeanan yang berbunyi barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa
titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai. Setelah
sampai di Indonesia produk barang kamera Lomo tersebut di perdagangkan oleh
pihak yang telah memesan barang tersebut dari Hongkong.
Terkait dengan bunyi pasal tersebut bahwa barang yang diperdagangkan di
luar negeri dapat masuk ke dalam daerah kepabeanan namun tidak memperhatikan
terhadap perlindungan konsumen di Indonesia. Dalam hal ini juga terkait dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/m-dag/per/5/2009
tentang pendaftaran petunjuk penggunaan (manual) dan kartu garansi purna jual
dalam bahasa Indonesia bagi produk telematika dan elektronik.
Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berlaku sejak
tanggal 20 April 2000, yaitu Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK). Undang-Undang ini
bertujuan untuk melindungi pihak konsumen dari praktik-praktik pelaku usaha
yang merugikan konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumen umumnya lemah
dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan daya tawar.
Berdasarkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPK Pelaku usaha bertanggung
jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian
konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan. Sedangkan pada ayat (2) yang berbunyi ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau ganti barang

dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dari kedua isi pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha
wajib memberikan tanggung jawabnya dalam bentuk ganti rugi kepada konsumen.
Penggantian atas kerusakan kamera Lomo yang rusak dapat dalam bentuk
perbaikan atau penggantian kamera Lomo yang baru. Penggantian atau perbaikan
kamera Lomo yang rusak ini sangat penting terutama bagi pembeli kamera Lomo
yang masih awam dalam bidang fotografi, sehingga ketika kameranya mengalami
kerusakan konsumen awam tersebut tidak mengerti apa yang harus dia lakukan
terhadap kamera Lomo tersebut.
Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa hak konsumen merupakan kewajiban
dari pelaku usaha dan sebaliknya kewajiban konsumen merupakan hak dari pelaku
usaha. Jika dilihat dari masalah yang terjadi dalam hal masalah bagi konsumen
yang telah membeli kamera Lomo, dapat dikatakan bahwa masyarakat sebagai
konsumen telah melaksanakan kewajibannya yaitu membayar sejumlah uang
untuk membeli kamera tersebut, namun ternyata pihak penjual dari kamera Lomo
tersebut melalaikan kewajibannya sebagai pelaku usaha yaitu dengan tidak
memberikan garansi untuk perbaikan atau ganti rugi dengan kamera yang baru
apabila kamera Lomo tersebut cacat fisiknya.
Atas dasar latar belakang pemikiran tersebut, penyusunan menganggap
hak-hak konsumen perlu dilindungi terhadap perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku usaha yang tidak memberikan ganti rugi berupa perbaikan atau penggantian

dengan kamera Lomo yang baru. Dengan tidak memberikan ganti rugi tersebut,
maka dapat merugikan konsumen pembeli kamera Lomo dan oleh karena itu untuk
meneliti permasalahan ini maka penyusun membuat skripsi yang berjudul
Penerapan Undang Undang Perlindungan Konsumen Terhadap Produk
Elektronik: Studi Kasus Perlindungan Konsumen Kamera Lomo

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah tentang perlindungan konsumen di
Indonesia, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi dari
segi perlindungan atas hak-hak konsumen kamera Lomo terhadap perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku usaha dan/atau produsen yang tidak memberikan ganti rugi
berupa perbaikan atau penggantian dengan kamera Lomo yang baru dan mengenai
claim terhadap kartu garansi atas produk kamera Lomo.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas, maka
rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
a. Bagaimana pengaturan undang-undang perlindungan konsumen dan
perdagangan terhadap barang impor elektronik di Indonesia?
b. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen
kamera Lomo di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tentang aspek hukum
perlindungan konsumen terhadap pengguna kamera Lomo di Indonesia. Secara
khusus penelitian ini dilakukan untuk:
a. Untuk mengetahui aturan undang-undang perlindungan konsumen
terhadap kepabeanan dan perdagangan impor barang elektronik di
Indonesia;
b. Untuk

mengetahui

implementasi

perlindungan

hukum

terhadap

konsumen kamera Lomo di Indonesia;


2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
a. Memberikan

sumbangan

pemikiran

secara

teoritis

didalam

mengembangkan pengetahuan hukum khususnya bidang perlindungan


konsumen;
b. Memberikan masukan terhadap Badan Perlindungan Konsumen untuk
memperketat

pengawasaannya

terhadap

kegiatan

perlindungan

konsumen di Indonesia;
c. Memberikan saran kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat sebagai lembaga non pemerintah untuk mengawasi dan
menangani masalah perlindungan konsumen;

10

d. Memberikan pengetahuan dan informasi kepada konsumen akan hakhaknya sebagai konsumen.
D. Kerangka Konseptual
Pengertian-pengertian atau istilah-istilah terkait dengan judul skripsi
memiliki kedudukan dalam membatasi permasalahan, menyamakan persamaan
istilah dan persepsi yang dimaksud guna menjawab pokok permasalahan skripsi.
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Dengan adanya perlindungan konsumen maka konsumen memiliki hak
posisi yang berimbang, dan konsumen pun dapat menuntut jika ternyata
hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.13
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dana atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk lain dan tidak diperdagangkan. Konsumen
merupakan setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan
untuk tujuan tertentu.14
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
13

Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen yang Dirugikan, Transmedia Pustaka: Jakarta,

2008 h.5
14

Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya: Jakarta,


1999, h.13.

11

Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui


perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
4. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyrakat adalah lembaga
non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang
mempunyai kegiatan perlindungan konsumen.
5. Badan Peneyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen
6. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk
untuk membantu upaya pengembangan perlindungan Konsumen.
7. Barang adalah setiap baik berwujud maupun tidak berwujud, beik
bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang dapat untuk di perdagangkan, dipakai, dipergunakan,
atau dimanfaatkan oleh konsumen.
8. Lomografi adalah sebuah dari bagian fotografi yang menggunakan
sebuah kamera khusus yang disebut dengan kamera Lomo. 15
9. Lomo adalah singkatan dari Leningradskoye Optiko-Mechanichesckoye
Obydinenie (Leningrad Optical Mechanical Amalgamation) merupakan
sebuah pabrik lensa yang berada di St.Petersburg, Rusia yang

15

Ridwan Rian. Lomonesia di Indonesia, Jakarta, Gramedia, 2011, h. 13.

12

memproduksi lensa untuk alat-alat kesehatan (seperti untuk lensa


mikroskop), alat-alat persenjataan, dan lensa kamera.
10. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar
perorangan atau disebut individu dengan individu, antara individu
dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain
11. Impor adalah perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar
negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan
yang berlaku.
12. Kepabeanan

adalah

segala

sesuatu

yang berhubungan

dengan

pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah


pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.
13. Wilayah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat
tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang
didalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan

13

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu


Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk membahas tentang
perlindungan konsumen terhadap barang atau jasa di Indonesia. Salah satu
diantaranya adalah dalam bentuk skripsi yang berjudul Perlindungan Konsumen
Terhadap Produk Kosmetik Import Tanpa Izin Edar Dari Badan POM Ditinjau
dari Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia yang disusun oleh Anastasia
Marisa R Hutabarat, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 201116, yang
mengkaji tentang hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam penggunaan dan peredaran produk kosmetik yang tidak memenuhi
persyaratan dan merugikan konsumen serta pelaku usaha lainnya. Selain itu juga
membahas peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau yang disebut juga
dengan Badan POM, yang untuk mengawasi dan menindak segala bentuk
penyimpangan terhadap peredaran kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan ini.
Penelitian selanjutnya yang dijadikan bagian dalam review studi terdahulu
adalah skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen
Atas Beredarnya Makanan Kadaluarsa yang disusun oleh Lira Apriana Sari
Nasution, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2011,17 skripsi ini
membahas tentang produk-produk makanan yang telah kadaluwarsa namun masih
16

Anastasia Marisa R Hutabarat, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik


Import Tanpa Izin Edar Dari Badan POM Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen Di
Indonesia, (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2011), h. 3
17

Apriana Sari Nasution, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Atas


Beredarnya Makanan Kadaluarsa, (Skripsi S1Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara,
Medan, 2011) h. 3

14

diperdagangkan oleh pelaku usaha secara dengan sengaja, hal ini sangatlah dapat
merugikan dari hak-hak konsumen karena dapat membahayakan kesehatan dan
keselamatan dari konsumen. Dan juga membahas pengaturan mengenai
perlindungan konsumen atas beredarnya makanan kadaluwarsa serta permasalahan
yang dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi makanan kadaluwarsa.
Perbedaan antara dua skripsi diatas dengan penelitian yang akan diangkat
oleh penulis adalah apabila didalam dua skripsi tersebut membahas mengenai hak
konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam penggunaan dan
peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan dan merugikan konsumen
serta pelaku usaha lainnya sedangkan yang akan penulis teliti adalah bagaimana
produk kamera Lomo ini tidak memiliki purna jual yang resmi sehingga tidak bisa
menangani proses ganti rugi dan juga bertanggung jawab apabila produk kamera
Lomo tersebut mengalami kerusakan. Yang mana seharusnya pelaku usaha
memberikan garansi atas sebuah produk yang diperdagangkan.

F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah termasuk dalam penelitian
normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen yang
dilengkapi dengan wawancara. Studi dokumen itu sendiri adalah suatu cara
pengumpulan data dengan meneliti literatur-literatur yang berhubungan dengan
objek yang diteliti sehingga akan memberikan gambaran umum mengenai

15

persoalan yang akan dibahas.18 Sedangkan wawancara itu sendiri adalah suatu cara
pengumpulan data, yang menggali dengan pertanyaan, dengan menggunakan
pedoman wawancara atau kuisioner.19 Pedoman wawancara berisikan pokokpokok yang diperlukan dalam wawancara.20
Untuk penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan sekunder. Data
primer akan dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber
yang berhubungan dengan objek yang diteliti.21 Penulis akan melakukan
wawancara terhadap narasumber yaitu Teguh Haryo sebagai Public Relation
Lomonesia dan Veri Anggrijino sebagai Kasubdit Pengawasan Barang ILMEA
Direktorat Pengawasan Beredar Barang dan Jasa, Ditjen Perdagangan Dalam
Negeri Departemen Perdagangan, karena memiliki pengetahuan dan informasi
yang relevan dengan skripsi yang sedang disusun. Sedangkan data sekunder dalam
penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan disini yaitu pendekatan perundangundangan (Statue approach) khususnya pada Undang-undang No. 8 Tahun 1999

18

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, PenelitianHukumNormatif: Suatu Tinjauan


Singkat, Jakarta: Rajawali Pers, 1983, h. 23-24
19

Ibid, h. 25.

20

Sri Mamudji, Metode Penelitiandan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2000, h. 31.
21

Valerine Kriekhof, Metode Penelitian Hukum, Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2000, h. 31.

16

tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Kepabeanan No.17 Tahun


2006, dan pendekatan konseptual yuridis normatif.
3. Sumber Hukum
a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UndangUndang Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun 1999, Peraturan
Perundang-Undangan Kepabeanan dan Cukai No. 17 Tahun 2006 dan
Peraturan

Menteri

Perdagangan

Republik

Indonesia

No.

19/m-

dag/per/5/2009 tentang pendaftaran petunjuk penggunaan (manual) dan kartu


garansi purna jual dalam bahasa Indonesia
b. Bahan hukum skunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa bukubuku, makalah, dan artikel, serta internet yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen terhadap pengguna kamera Lomo.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Kedua bahan hukum baik primer maupun bahan hukum skunder
dikumpulkan berdasarkan topik-topik terkait yang telah dirumuskan berdasarkan
keterkaitan antara sumber dengan penelitian yang dilakukan penulis untuk dapat di
kaji secara komperhensif.

17

5. Pengolahan dan Analisis Data


Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penitian studi kepustakaan,
dan artikel dimaksud penulis uraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga
disajikan dalam penulisan yang telah penulis rumuskan. Cara pengolahan bahan
hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.
Bahan hukum yang ada di analisis untuk membuat suatu aturan baru guna
menyelesaikan masalah yang akan terjadi di masa yang akan datang, sehingga
menjadikan permasalahan ini tidak terulang kembali.

G. Sistematika Penelitian
Skripsi ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 dengan
sistematika yang terbagi dalam lima bab.Untuk mempermudah pemahaman
pembaca, maka penulis membagi tulisan ini menjadi beberapa Bab yang terdiri
dari atas beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I

Di dalam bab ini, penulis memaparkan mengenai hal-hal yang


melatarbelakangi pengambilan judul di atas. Latar belakang didasarkan
pada pengetahuan penulis akan masalah yang terdapat didalam judul
penelitian. Latar belakang tersebut yang menjadi dasar-dasar dari
penelitian. Hal-hal yang pokok akan dikemukakan melalui perumusan
masalah. Selain itu, dalam bab ini juga terdapat manfaat dan tujuan

18

dilakukannya penelitian. Lalu bab ini juga menjabarkan definisi


operasional, definisi operasinal ini berfungsi untuk menyamakan istilah
yang sering muncul di dalam penelitian. Lalu di bagian akhir terdapat
pula sistematika penulisan yang menjabarkan garis besar dari bab-bab
yang ada di dalam penelitan.
BAB II Dalam bab ini terdapat istilah dan pengertian dalam Perdagngan Impor,
Kepabeanan dan Hukum Perlindungan Konsumen. Dengan penjabaran
mengenai istilah dan pengertian dalam Perdagangan Impor, Kepabeanan,
dan Hukum Perlindungan Konsumen maka akan memudahkan kita
mengetahui apa itu perdagangan impor, kepabeanan dan perlindungan
konsumen. Selain itu, di dalam bab ini juga dijabarkan ruang lingkup
kepabeanan. Dan dilengkapi denganhak dan kewajiban pelaku usaha,
yaitu mengenai apa yang seharusnya didapatkan oleh pelaku usaha dan
apa yang harus di berikan pelaku usaha kepada konsumen. Selanjutnya
di dalam bab ini akan dibahas tanggung jawab pelaku usaha, yaitu apa
yang harus dilakukan oleh pelaku usaha terhadap barang atau jasa yang
ia jual kepada konsumen. Terakhir yang akan di bahas di bab ini adalah
sanksi terhadap pelanggar UUPK. Di dalam bab ini akan dibahas
mengenai sanksi yang diberikan terhadap pelaku usaha yang tidak
melaksanakan kewajibannya untuk memberikan ganti rugi terhadap
konsumen yang membeli kamera Lomo yang ia jual.

19

Bab III

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai difinisi dari kamera
Lomo. Selain itu penulis juga akan membahas sejarah dari pada kamera
Lomo. Dari negara manakah kamera Lomo itu berasal dan terbuat dari
apakah lensa kamera Lomo itu. Terakhir yang akan dibahas di dalam bab
ini adalah mengenai jenis-jenis kamera Lomo. Kamera Lomo memiliki
banyak jenis yang akan menghasilkan hasil foto yang berbeda-beda.

Bab IV Dalam bab ini penulis akan menjabarkan bagaimana keberadaan kamera
lomo di Indonesia sesuai dengan undang-undang kepabenan. Serta akan
membahas mengenai mekanisme impor kamera Lomo. Dan juga penulis
akan menjabarkan permasalahan dalam penggunaan kamera Lomo. Apa
saja yang ditemui oleh para pengguna kamera Lomo. Selanjutnya yang
akan dibahas di dalam bab ini adalah analisis pelanggaran tanggung
jawab pelakun usaha penjual kamera Lomo. Pelanggaran apa saja yang
dilakukan oleh pelaku usaha penjual kamera Lomo, yang berkaitan
dengan pemberian ganti rugi atas kamera Lomo yang rusak, sehinggan
harus di perbaiki atau diganti dengan yang baru. Terakhir yang akan
dibahas di dalam bab ini adalah sanksi yang diberikan kepada pelaku
usaha penjual kamera Lomo. Sanksi apa saja yang diberikan kepada
pelaku usaha penjual kamera Lomo yang tidak memberikan hak-hak
konsumen yang membeli kamera Lomo dan kewajiban para penjual
kamera Lomo yang berkaitan dengan ganti rugi yang harus diberikan
kepada konsumen yang kamera Lomonya rusak.

20

Bab V

Merupakan bab terakhir, terdiri atas simpulan dan saran. Bab ini
merupakan uraian akhir yang ditarik penulis dari hasil pembahasan
secara menyeluruh dari bab-bab sebelumnya. Kesimpulan merupakan
jawaban dari pokok permasalahan yang ada pada bab pendahuluan. Di
samping itu penelitian juga memberikan saran dan solusi terkait pada
penelitian tersebut.

21

BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen


Dalam perlindungan konsumen sangat erat kaitannya dengan teori
perlindungan hukum seperti yang telah di jelaskan oleh Satijito Raharjo, teori
perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia
(HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada
masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.22
Perlindungan konsumen lahir karena adanya hak-hak konsumen yang diabaikan
oleh pelaku usaha, pada era globalisasi dan perdagangan internasional saat ini,
banyak bermunculan berbagai macam produk. Produk tersebut berupa barang dan
pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik melalui promosi, iklan,
maupun penawaran secara langsung. Perkembangan globalisasi dan perdagangan
sangat didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi, memberikan ruang
gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan. Realitas tersebut
menjadi tantangan yang positif dan sekaligus negative. Dikatakan positif karena
kondisi tersebut memberikan manfaat bagi konsumen untuk memilih barang dan
jasa yang diinginkannya. Konsumen memiliki kebebasan untuk menentukan jenis
dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan kebutuhannya. Dikatakan negatif

22

Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2000, h. 54

21

22

karena kondisi tersebut menybabkan posisi konsumen menjadi lemah daripada


posisi pelaku usaha.23
Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, membrikan harapan agar pelaku usaha
tidak lagi bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya Undang-Undang
Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen dan pelaku
usaha memiliki hak dan posisi yang berimbang.Konsumen dapat menggugat atau
menuntut jika ternyata hak-haknya telah dilanggar dan dirugikan oleh pelaku
usaha.24
1. Para Pihak Dalam Hukum Perlindungan Konsumen
a) Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Penegertian dari consumer atau consument itu
tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer itu
adalah setiap orang yang menggunakan barang.25
Dalam Pasal 1 angka 2UUPK diterangkan apa yang dimaksud konsumen
yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain

23

Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen yang Dirugikan, Transmedia Pustaka: Jakarta,


2008, h. 2-3.
24

Ibid, h.4-5.

25

Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya: Jakarta,

1999, h.3.

23

dan tidak untuk diperdagangkan.26 Di dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK,


disebutkan bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir
dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari
suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan
suatu produk sebagai bagian dari proses suatu prosik lainnya. Penegrtian konsumen
dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.27
Adapun konsumen memiliki hak dan kewajiban terhadap pelaku usaha.
Berdasarkan UUPK, hak-hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa. Selanjutnya kewajiban
konsumen terdapat dalam Pasal 5 UUPK, kewajiban dari konsumen antara
lain:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan
keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti

upaya

penyelesaian

konsumen secara patut28.

26

Ibid, Pasal 1 ayat (2).

27

Ibid, Penjelasan Pasal 1 ayat (2).

28

Ibid, Pasal 5.

hukum

sengketa

perlindungan

24

Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah


kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan kunsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal
baru, sebab sebelum diundangkannya UUPK hamoir tidak dirasakan adanya
kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam
kasus pidanan tersangka/terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat
kepolisian dan/atau kejaksaan.29 Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam
UUPK dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak
konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut. Hanya saja kewajiban ini, tidak cukup untuk maksud
tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku
usaha.30
b) Pelaku Usaha
Menurut Pasal 1 butir 3 UUPK, pelaku usaha didefinisikan sebagai
berikut: Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian melakukan berbagai kegiatan

29

Ahmadimiru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen. PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta, 2004, h. 48
30

Ibid, 49-50

25

usaha dalam bidang ekonomi.31 Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3


disebutkan bahwa pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian tersebut
adalah perusahaan, koperasi, korporasi, BUMN, importer, pedagang,
distributor, dan lain-lain.32
Adapun pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggung
jawab terhadap konsumen. Didalam UUPK Pasal 6 diuraikan hak-hak dari
pelaku usaha adalah sebagai berikut:
(1) Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan;
(2) Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
(3) Melakukan pembelaan sepatutnya didalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
(4) Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
(5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya 33
31

Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN


No.42/1999, LTN No.3821, Pasal 1 angka 3.
32

Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN


No.42/1999, LTN No.3821, Penjelasan Pasal 1 angka 3.
33

Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.


42/1999, LTN No.3821, Pasal 6

26

Menyangkut hak pelaku usaha pada Pasal 6 ayat (2), (3) dan (4),
sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan
pihak aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Pengadilan

dalam

tugasnya

diharapkan

untuk

tidak

memberikan

perlindungan kepada konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan


kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang berhubungan
dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang disebut pada
Pasal 6 ayat (2), (3), dan (4)tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti
upaya penyelesaian sengketa dengan secara patut.
Selanjutnya sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah
disebutkan pada uraian terdahulu, maka kepada pelaku usaha dibebankan
pula kewajiban sebagaiman yang terdapat dalam Pasal 7 UUPK, sebagai
berikut:
(1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
(2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan
penjelasan penggunaan perbaikan dan pemeliharaan
(3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur,
serta tidak diskriminatif.
(4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku
(5) Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji,

27

dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberikan


jaminan dan/atau garansi atas barnag yang dibuat dan/atau
diperdagangkan.
(6) Memberikan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila
arang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
(7) Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.34
Dengan adanya kesadaran pelaku usaha akan kewajibannya maka
konsumen akan merasa jauh lebih aman dalam mengkonsumsi suatu produk.
Jika disimak baik-baik, jelas bahwa kewajiban pelaku usaha tersebut
merupakan manifestasi hak konsumen dalam sisi lain yang ditargetkan untuk
menciptakan budaya tanggung jawab pada diri pelaku usaha.Berdasarkan
Pasal 19 UUPK, tanggung jawab pelaku usaha adalah:
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
34

Ibid, Pasal 7

28

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya
unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.35
c) Pemerintah
Adanya keterlibatan pemerintah dalam pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUPK, didasarkan
pada kepentingan yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 bahwa
kehadiran negara antara lain, untuk mensejahterkan rakyatnya. Amanat ini
dijabarkan dalam Pasal 33 UUD 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), serta peraturan perundang-undangan lainnya.36

35

Indonesia (a),Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.


42/1999, LTN No. 3821,Pasal 19
36

Ahmadimiru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo


Persada: Jakarta 2004,h.180

29

d) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat


Berdasarkan Pasal 1 butir 9 UUPK, Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintah yang
terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen. 37
Pada Pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan
peraturan

perundang-undangan

diselenggarakan

oleh

pemerintah,

masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.38


Kemudian pada Pasal 30 ayat (3) UUPK disebutkan pula pengawasan
oleh

masyarakat

dan

Lembaga

Perlindungan

Konsumen

Swadaya

Masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.39


Pada penjelasan Pasal 30 ayat (3) UUPK, pengawasan yang dilakukan
oleh masyarakat dan Lembaga Swadaya Konsumen Swadaya Masyarakat
dilakukan atas barang dan.atau jasa yang beredar di pasar dengan
carapenelitian, pengujian, dan/atau survei. Aspek pengawasan meliputi
pemuatan informasi tentang resiko penggunaan barang jika diharuskan,
pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktek dunia
37

Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.


42/1999, LTN No. 3821, Pasal 1 butir9
38

Ibid, pasal 30 ayat (1)

39

Ibid, pasal 30 ayat (3)

30

usaha.40
e) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Menurut Pasal 1 angka 11 UUPK, Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (selanjutnya disebut BPSK) adalah badan yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelakuusaha dan
konsumen.41 Tugas dan wewenang BPSK meliputi:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;
f. Melakukan

penelitian

dan

pemeriksaan

sengketa

perlindungan

konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
h. Memangggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang
40

Ibid, penjelasan pasal 30 ayat (3)

41

Ibid, Pasal 1 ayat (11)

31

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang ini;


i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan
huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian
sengketa konsumen;
j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-Undang ini.42
2. Penyelesaian Sengketa Konsumen
UUPK membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi dua
bagianyaitu:
a. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan
b. Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi.43
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan terbagi atas 2

42
43

Ibid, Pasal 52

Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UUNo. 8 Tahun 1999, LN No.


42.1999, LTN No. 3821, Pasal 45 ayat (2)

32

bagian, yakni:
a. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa;dan
b. Penyelesaian sengketa melalui BPSK dengan menggunakan mekanisme
melalui konsiliasi, mediasi, atau arbitrase.44

a. Penyelesaian Sengketa Secara Damai oleh Para Pihak yang Bersengketa


Penyelesaian sengketa konsumen, sebagaimana dimaksud pada Pasal 45
ayat (2), tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa
secara damai oleh para pihak yang bersengketa, yaitu pelaku usaha dan
konsumen, tanpa melalui pengadilan atau BPSK, dan sepanjang tidak
bertentangan dengan UUPK. Bahkan dalam penjelasan pasal tersebut
dikemukakan bahwa pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan
penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
b. Penyelesaian Sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK)
UUPK mengamanatkan agar pemerintah membentuk suatu badan baru
untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan, yakni BPSK.
Sesuai penjelasan UUPK, dengan adanya BPSK maka diharapkan penyelesaian
sengketa konsumen dapat dilakukan secara lebih cepat, mudah, dan murah.
Cepat karena undang-undang menentukan dalam tenggang waktu dua puluh

44

Ibid, Penjelasan Pasal 45 ayat (2)

33

satu hari keija, BPSK wajib memberikan putusannya. 45 Mudah karena prosedur
administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana.46 Murah
terletak pada biaya perkara yang lebih terjangkau.
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diatur dalam
UUPK jo. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen. Proses penyelesaiannya pun diatur sangat
sederhana dan sejauh mungkin dihindari suasana yang formal.47 Konsumen
yang dirugikan dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa
konsumen kepada BPSK yang terdekat dengan tempat tinggal konsumen.48
Adapun tiga mekanisme dalam penyelesaian sengketa melalui BPSK
yaitu konsiliasi, mediasi, atau arbitrase. Konsiliasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga
yang netral dan tidak memihak yang disebut konsiliator.
Sedangkan Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau
pemecahan masalah di mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak
(impartial), yang disebut sebagai mediator, bekerjasama dengan para pihak
yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang
45

Ibid, Pasal 55.

46

Yusuf Shofie dan Somi Awan, Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap Berbagai
Persoalan Mendasar BPSK, Jakarta:Piramedia, 2004, h.17
47

Susanti Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara
serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Kencana, 2008, h. 103
48

Ibid. h. 104

34

memuaskan. Seorang mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan


sengketa. Seorangmediator tersebut hanya membantu para pihak untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang diserahkan kepadanya.
Arbitrase adalah salah satu bentuk ajudikasi privat. Di dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, pengertian Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa.49 Arbitrase, sebagai salah satu forum
penyelesaian sengketa alternatif, adalah bentuk alternatif yang paling formal
untuk menyelesaikan sengketa sebelum berlitigasi.
c. Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Proses Litigasi
Manakala upaya perdamaian telah gagal mencapai kata sepakat, atau
para pihak tidak mau lagi menempuh alternatif perdamaian, maka para pihak
dapat menempuh penyelesaian sengketanya melalui pengadilan dengan cara
pengajuan gugatan secara perdata diselesaikan menurut instrumen hukum
perdata dan dapat digunakan prosedur:
a. Gugatan perdata konvensional;
b. Gugatan peiwakilan atau gugatan kelompok (class action) ;
c. Gugatan atau hak gugat LPKSM dan organisasi non pemerintah lain;
atau;
49

Indonesia (b), Undang-undang Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,


YY Nomor 30 Tahun 1999,LN No. 138 Tahun 1999,TLN No. 3872, Pasal 1 butir 1.

35

d. Gugatan oleh pemerintah dan/atau instansi terkait.50


Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelakuusaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum.51 Dengan memperhatikan Pasal 48 UUPK, penyelesaian sengketa
konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum
yang berlaku. Jadi dengan demikian, proses penyelesaian sengketa konsumen
melalui pengadilan negeri, dilakukan seperti halnya mengajukan gugatan
sengketa perdata biasa, dengan mengajukan tuntutan ganti kerugian baik
berdasarkan perbuatan melawan hukum, gugatan ingkar janji atau wanprestasi,
atau kelalaian dari pelaku usaha atau produsen yang menimbulkan cidera,
kematian, atau kerugian bagi konsumen.52
3. Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Konsumen
Pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen dikenakan sanksi.
Pada dasarnya hubungan hukum keperdataan, tapi UU Perlindungan Konsumen
juga mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar hak-hak konsumen.53
Sebagaimana disebutkan dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 45 ayat 3,
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
50

Indonesia (a) Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.


42/1999, LTN No. 3821, Pasal 52 hrf.m.jo Pasal 46 ayat (2)
51

Ibid, Pasal 45 ayat (1)

52

Ibid.

53

Ibid.

36

tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam


Undang-Undang.54
a. Sanksi Administratif
Sebagaimana diatur dalam UUPK Pasal 60, Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) berhak menjatuhkan sanksi administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), Pasal 20, Pasal 25, dan
Pasal 26, berupa denda uang maksimum Rp. 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah).55
Pengaturan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) untuk menjatuhkan sanksi administratif sebenarnya bermasalah.
Selama ini pemahaman terhadap sanksi administratif tertuju pada sanksi yang
berupa pencabutan izin usaha atau sejenisnya. Melalui pemahaman seperti ini,
praktik di lingkungan peradilan umum dalam hal menemukan adanya
pelanggaran yang memerlukan dijatuhkannya sanksi administratif kepada si
pelaku, maka dalam putusannya memerintahkan instansi penerbit izin usaha
untuk melakukan pencabutan izin usaha pihak pelaku yang bersangkutan.56
b. Sanksi Pidana
Pada Pasal 61 UUPK, disebutkan bahwa penuntutan pidana dapat

54

Indonesia (a) Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.


42/1999,LTN No. 3821, Pasal 45 ayat (3)
55
56

Ibid.

Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen,(PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta,


2004), h. 273

37

ditujukan terhadap pelaku usaha dan juga pengurusnya. Ketentuan di dalam


Pasal 61 tersebut jelas memperlihatkan suatu bentuk pertanggungjawaban
pidana yang tidak saja dapat dikenakan kepada pengurus tetapi juga kepada
perusahaannya. Hal ini menurut Nurmadjito merupakan upaya yang bertujuan
menciptakan sistem bagi perlindungan konsumen. Melalui ketentuan pasal ini
perusahaan dinyatakan sebagai subjek hukum pidana.57
1) Sanksi Pidana Pokok
Tiga bentuk sanksi pidana menurut Pasal 62 UUPK adalah sebagai
berikut.
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15,
Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan
Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16,
dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

57

Ibid, h. 276

38

(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit

berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana


yang berlaku.58
Ketentuan Pasal 62 UUPK memberlakukan dua aturan hukum
sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap,
atau kematian diberlakukan ketentaun hukum pidana (KUHP),
sementara di luar dari tingkat pelanggaran tersebut berlaku ketentuan
pidana tersebut dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Dengan demikian, terhadap ilustrasi yang dikemukakan berkenaan
dengan ketentuan Pasal 61 sebelumnya, persoalan pidananya
diselesaikan

berdasarkan ketentuan KUHP

sepanjang akibat

perbuatan pidana yang dilakukan oleh PT sebagai subjek hukum,


memenuhi kualifikasi luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau
kematian konsumen.
Hal lain yang juga dapat diketahui dari ketentuan ini, bahwa
sanksi pidana yang dikenal dalam UUPK ada 2 (dua) tingkatan, yaitu
sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan sanksi
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
58

Indonesia (a) Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.


42/1999, LTN No. 3821, Pasal 62.

39

banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

2) Sanksi Pidana Tambahan


Menurut

UU

Perlindungan

Konsumen

Pasal

63,

dimungkinkan diberikannya sanksi pidana di luar sanksi pidana


pokok yang dijtauhkan berdasarkan pasal 62 UUPK. Sanksi-sanksi
tersebut berupa:
(a) Perampasan barang tertentu;
(b) Pengumuman keputusan hakim;
(c) Pembayaran ganti rugi;
(d) Pencabutan izin usaha;
(e) Dilarang memperdagangkan barang/jasa;
(f) Wajib menarik barang/jasa dari peredaran; dan
(g) Hasil pengawasan disebarkan kepada masyarakat umum
Sebenarnya sanksi tersebut sudah cukup berat. Namun,
faktanya masih banyak ditemukan praktik pelanggaran hak
konsumen.
Berdasarkan Pasal 22 UUPK, penegak hukum diberikan
beban dan tanggung jawab pembuktian pidana atas kesalahan yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Pembuktian tersebut juga dapat
dilakukan oleh jaksa penuntut umum. Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) sendiri sebenarnya memiliki kewenangan untuk

40

menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh


pelaku usaha.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen memiliki hak dan
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi admisnistratif bagi pelaku
usaha yang tidak memberikan ganti rugi kepada konsumen. Di
samping sanksi perdata, ada juga sanksi pidana yang dapat
dijatuhkan bagi pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen.

B. Tinjauan Umum Perdagangan Internasional Dan Kepabeanan


Terkait dengan perlindungan konsumen adalah adanya perdagangan antara
pelaku usaha dengan konsumen. Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Giatnya aktivitas perdagangan
suatu negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya serta menjadi
tolak ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri. Sehingga bisa dikatakan
perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara. Perdagangan atau
perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat
dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk
memperoleh keuntungan. Melalui perdagangan pula suatu negara bisa menjalin
hubungan diplomatik dengan negara tetangga sehingga secara tidak langsung
perdagangan juga berhubungan dengan dunia politik.

41

1. Definisi Perdagangan (Impor)


Adam Smith berpendapat bahwa perdagangan internasional merupakan
kegiatan perdagangan yang kegiatannya melampaui batas negara, disisi lain Amir
M.S berpendapat perdagangan internasional merupakan salah satu cabang dari
pada bidang perniagaan yang melibatkan hubungan antar negara satu dengan
negara yang lain.59 Pengertian dari para ahli diatas dapat kita simpulkan bahwa
pengertian perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.60
Impor adalah perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negeri
ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.61
Menurut kamus besar bahasa Indonesia impor adalah pemasukan barang dan
sebagainya dari luar negeri.62 Sedangkan menurut UU Kepabeanan No. 17 Tahun
2006 (selanjutnya disebut UU Kepabeanan), impor adalah kegiatan memasukan
barang kedalam daerah kepabeanan.

59

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Jakarta: Citra Aditya, 2008, h. 11

60

Ibid, h. 12

61

Abdul Sani, Buku Pintar Kepabeanan,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 20.

62

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 427

42

2. Definisi dan Ruang Lingkup Kepabeanan


Pengertian kepabeanan menurut UU Kepabeanan Nomor 10 tahun 1995
(UU Kepabeanan yang lama) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
pangawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan
pemungutan Bea Masuk. Sekarang pengertian tersebut mengalami beberapa
perubahan dengan UU Kepabean yaitu, Kepabeanan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau atau
keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Perubahan
tersebut

menandakan

bahwa

ruang

lingkup

Kepabeanan

mengalami

pengembangan cangkupan.63
Ruang lingkup kepabeanan adalah seluruh daerah pabean yaitu wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara
diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan
landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang Kepabeanan. Pada
daerah pabean dipersempit lagi menjadi kawasan pabean yang berarti kawasan
dengan batas-batas tertentu baik di pelabuhan laut, pelabuhan udara, dan pos
pelintas batas yang berada di perbatasan contohnya antara lain perbatasan
Indonesia dan Malaysia yang semuanya berada dalam pengawasan Direktorat
Jendral Bea dan Cukai.64

63

Abdul Sani, Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 20.

64

Ibid, h. 35.

43

3. Mekanisme Perdagangan Impor Barang Elektronik


Peraturan impor Indonesia tertuang dengan jelas di dalam undang-undang
tentang kepabeanan.Importir harus tunduk terhadap peraturan impor tersebut. Agar
importir tidak mengalami hambatan dalam kegiatan impor, importir harus
mengikuti dengan benar alur prosedur.
Hal yang terpenting selama mengikuti alur prosedur impor yaitu
kelengkapan dokumen dan data. Dokumen dan data tersebut berisi sepuluh item.
Sepuluh item tersebut yaitu surat izin pendirian usaha yang dilengkapi dengan
NPWP perusahaan. Sertifikat tanah yang membuktikan kepemilikan tempat usaha.
Laporan keuangan terakhir perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Surat keterangan lokasi perusahaan beroperasi. Surat keterangan akta pendirian
perusahaan yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Jika terjadi
perubahan data tentang akta pendirian perusahaan, importir harus membuktikan
perubahan tersebut dengan akta perubahan terakhir yang sudah disahkan oleh
Kementerian Hukum dan HAM.65
Importir harus sudah memiliki Angka Pengenal Impor (API). API
diperoleh dari lembaga pemerintah yang terkait dengan barang impor. API
merupakan salah satu dari keseluruhan tahapan di dalam prosedur impor yang

65

Website resmi Beacukai, diakses tanggal 03 November 2013 dari http://bctjemas.


beacukai.go.id/index.php/media-center/artikel-terkait/54-prosedur-umum-importasi

44

melibatkan banyak instansi.66 Oleh karena itu, pengurusan API membutuhkan


waktu dan tempat tersendiri.
Apabila kelengkapan dokumen dan data sudah terpenuhi semua, importir
dapat mengikuti prosedur impor di kepabeanan.Peraturan impor Indonesia
mewajibkan semua importir registrasi di kepabeanan.Prosedur impor yang
dijalankan oleh importir tidak sulit.Importir tinggal mengisi formulir registrasi
importir lewat situs resmi Direktorat Jenderal Bea Cukai. Seandainya importir
menginginkan cara manual dapat mendatangi langsung loket pelayanan bea cukai.
Selanjutnya kepabeanan akan menilai isian dokumen dan data pada formulir
registrasi importir. Jika kepabeanan menyatakan dokumen dan data lengkap,
importir akan menerima nomor tanda terima permohonan registrasi (TTPR) 67.
Direktorat Jenderal Bea Cukai akan mengirim surat pemberitahuan tentang
pengajuan isian registrasi importir lewat email. Nomor TTPR dan NPWP dapat
digunakan untuk mengecek status pengajuan isian registrasi importir.Apabila
pengajuan ditolak oleh kepabeanan, importir diberi kesempatan melakukan
perbaikan. Sebaliknya, jika pengajuan diterima oleh kepabeanan, Direktorat
Jenderal Bea Cukai akan memberi nomor identitas kepabeanan (NIK).68
Di

dalam

peraturan

impor

Indonesia,

NIK

dapat

berlaku

surut.Pemberlakuan ini terjadi jika importir tidak melakukan kegiatan impor

66

Abdul Sani, Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 46

67

Abdul Sani, Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 47

68

Ibid, h. 50

45

selama 12 bulan berturut-turut. Direktorat Jenderal Bea Cukai berhak memblokir


NIK jika kepabeanan menemukan dokumen dan data yang tidak benar.Tindakan
lebih jauh dari kepabeanan yaitu pencabutan NIK. Hal ini terjadi karena importir
gagal melakukan perbaikan dokumen dan data yang bermasalah.69
Kepabeanan akan mengirimkan surat resmi teguran kepada importir.
Importir harus segera mengurus NIK karena Direktorat Jenderal Bea Cukai hanya
membuat satu kali surat pemberitahuan.70

69

Ibid, h. 51

70

Ibid

46

BAB III
TINJAUAN UMUM PERATURAN
TENTANG PEMBERIAN GARANSI ATAU JAMINAN KEPADA
BARANG ELEKTRONIK KAMERA LOMO

A. Peraturan Tentang Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Memberikan Jaminan


Setiap barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh pelaku usaha

haruslah

memiliki jaminan atau garansi terhadap konsumen. Hal tersebut sesuai dengan
perturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang dan
peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menurut UUPK
Pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.71
Pasal 25 ayat (1) UUPK Pelaku usaha yang memproduksi barang yang
pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan
wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. 72

71

Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN


No. 42/1999, LTN No. 3821, Pasal 8 ayat 1 huruf a.
72

Ibid, Pasal 25 ayat 1

46

47

Pasal 25 ayat (2) UUPK


Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:
a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan.
b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang
diperjanjikan.73
Kesimpulan dari UUPK sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (1) dan (2)
UUPK, pelaku usaha wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna
jual, demikian juga wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang
diperjanjikan. Sepanjang pelaku usaha yang bersangkutan memproduksi
barang yang pemanfaatanya berkelanjutan dalam batas waktu sekurangkurangnya 1 (satu) tahun.74 Satu hal yang perlu dikemukakan sehubungan
dengan substansi Pasal 25 ayat (1) dan (2), bahwa kewajiban menyediakan
suku cadang atau fasilitas purna jual yang dimaksudkan tidak tergantung ada
atau tidaknya di tentukan dalam perjanjian. Hal ini memberikan konsekuensi
bahwa walaupun perjanjian para pihak tidak menentukan, konsumen tetap
memiliki hak menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha yang bersangkutan
berdasarkan perbuatan melanggar hukum, apabila kewajiban menyediakan

73
74

Ibid, Pasal 25 ayat 2

Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 157

48

suku cadang atau fasilitas purna jual tersebut diabaikan pelaku usaha. Berbeda
dengan

ketentuan

yang menyangkut

jaminan atau

garansi,

UUPK

menggantungkan pada substansi perjanjian para pihak.75


2. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.
19/m-dak/per/5/2009 Tentang Pendaftaran Petunjuk Pengguna (manual)
dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia Bagi
Produk Telematika dan Elektronik
Menurut Pasal 1 (8) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor. 19/m-dak/per/5/2009 Tentang Pendaftaran Petunjuk Pengguna
(manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia Bagi
Produk Telematika dan Elektronik (yang selanjutnya disebut Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia), kartu jaminan atau garansi purna
jual dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disebut kartu jaminan adalah
kartu yang menyatakan adanya jaminan ketersediaan suku cadang serta
fasilitas dan layanan purna jual produk telematika dan elektronika.76 Layanan
purna jual merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pelaku usaha.
Veri

Anggrijono

Kasubid

Pengawasan

Barang

ILMEA

Direktorat

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri Departemen


Perdagangan, ia juga berpendapat:77

75

Ibid, h. 157-158

76

Wibsiteresmi Departemen Perdagangan. Diaksestanggal 2 Oktober 2013 dari http://


www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf
77

Wawancara Pribadi dengan Veri Anggrijono sebagai Kasubid Pengawasan Barang


ILMEA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri Departemen
Perdagangan, Jakarta 11 November 2013.

49

Dengan adanya layanan purna jual, maka konsumen akan merasa terjamin
apabila terjadi kerusakan pada barang yang dibelinya. Kamera merupakan
salah satu produk elektronik, sehingga diwajibkan bagi pelaku usahanya
untuk membuka layanan purna jual.
Adapun berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia, setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi
dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib
dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam bahasa
indonesia.78 Kemudian di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/m-dag/per/5/2009 diatas,
diperjelas dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 19/m-dag/per/5/2009 sebagai berikut.
Kartu jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus
memuat informasi sekurang-kurangnya:
a) Masa garansi;
b) Biaya perbaikan gratis selama masa garansi yang diperjanjikan;
c) Pemberian pelayanan purna jual berupa jaminan ketersediaan suku cadang
dalam masa garansi dan pasca garansi;
d) Nama dan alamat pusat pelayanan purna jual (service centre);
e) Nama dan alamat tempat usaha produsen (perusahaan atau pabrik) untuk
produk dalam negeri;

78

Websiteresmi Departemen Perdagangan. Diakses tanggal 2 Oktober 2013 dari


http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf

50

f) Nama dan alamat tempat usaha importir untuk produk impor.79


Adapun pelayanan purna jual seperti yang disebutkan dalam Pasal 3 (2)
huruf c berupa:
a) Ketersediaan pusat pelayanan purna jual (service centre);
b) Ketersediaan suku cadang;
c) Penggantian produk sejenis apabila terjadi kerusakan yang tidak dapat di
perbaiki selama masa garansi yang di perjanjikan;
d) Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa garansi yang
diperjanjikan.80
Berdasarkan lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan RI nomor 19/MDAG/PER/5/2009 daftar jenis barang elektronika keperluan rumah tangga,
telekomunikasi, dan informatika, kamera merupakan salah satu dari produk
elektronika

rumah

tangga,

telekomunikasi,

dan

informatika.81

Veri

Anggrijono juga berpendapat:82


Kamera wajib mempunyai layanan purna jual. Kamera merupakan barang
yang diergunakan secara berkelanjutan, sehingga diperlukan layanan purna
jual.

79

Ibid, Pasal 3 ayat (2)

80

Ibid, Pasal 3 ayat (3)

81

Website resmi Departemen Perdagangan. Diakses tanggal 2 Oktober 2013 dari


http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf
82

Wawancara Pribadi dengan Veri Anggrijono sebagai Kasubid Pengawasan Barang


ILMEA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri Departemen
Perdagangan, Jakarta 11 November 2013.

51

Dari undang-undang dan peraturan menteri yaitu UUPK dan Menurut


Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, dapat disimpulkan bahwa
pelaku usaha wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual,
demikian juga memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang
diperjanjikan. Setiap barang yang di perjual belikan oleh purna jual di
Indonesia haruslah memiliki kartu jaminan berbahasa Indonesia, karena hal itu
merupakan bentuk meyatakan adanya jaminan ketersedian suku cadang serta
fasilitas dan layanan purna jual.
Namun sampai saat ini Kamera Lomo tidak mempunyai layanan purna
jual yang resmi di Indonesia, sehingga para pengguna kamera Lomo di
Indonesiaakan mengalami kerugian apabila kamera yang dibeli rusak. Oleh
karena itu layanan purna jual sangat diperlukan dalam perdagangan kamera
Lomo di Indonesia.

B. Definisi Kamera Lomo


Lomografi adalah sebuah bagian dari fotografi, fotografi menggunakan
sebuah kamera khusus yang disebut dengan kamera Lomo. Sebagaimana yang
telah diungkapkan tentang definisi kamera Lomo oleh Teguh Haryo: 83
Lomo adalah singkatan dari Leningradskoye Optiko Mechanichekkoye
Obyedinenie (Leningrad Optical Mechanical Amalgamtion) merupakan
sebuah pabrik lensa yang berada di St.Petersburg Rusia, yang
83

2013.

Wawancara Pribadi dengan Humas Lomonesia Teguh Haryo. Jakarta, 5 November

52

memproduksi lensa untuk alat-alat kesehatan seperti lensa mikroskop, alatalat persenjataan, dan lensa kamera.
Produk-produk Lomografi mempunyai ciri-ciri yaitu, praktis, kamera yang
menarik, ramah, tidak mahal, tidak mengandung unsur politik, dan tersebar di
seluruh dunia. Target penjualan mereka tidak lain dari untuk memenuhi keinginan
mengekspresikan kreativitas dalam lomografi.84
Hal yang menarik dari kamera Lomo terletak pada hasil fotonya. Lensa
Lomo memiliki cacat, namun kelemahan inilah yang justru membuat hasil foto
dari kamera Lomo sangat unik. Di bagian sudut fotonya, dapat muncul warna
gelap yang membentuk kesan artistik yang tidak biasa. Di dalam kondisi
pencahayaan normal dapat muncul warna biru, merah, kuning dan warna lainya,
dikarenakan di dalam satu kamera Lomo terdapat beberapa lensa. Setiap kamera
Lomo memiliki kelebihan masing-masing, maka hasil dari setiap kamera Lomo itu
berbeda-beda. Uniknya lagi penggunanya terkadang tidak dapat memperkirakan
hasil foto yang dihasilkan, karena terkadang ada hasil-hasil foto yang tak terduga
dari kamera Lomo.

84

Website Resmi Lomograpy. Diaksest anggal 2 Oktober 2013 dari http://www.


lomograpy.com/about

53

C. Sejarah Kamera Lomo


Selain memiliki keunggulan dan keunikan kamera Lomo juga memiliki
sejarah yang cukup berbeda dengan kamera lainnya, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Teguh Haryo mengenai sejarah kamera Lomo, ia memaparkan:85
Pada awalnya Michail Panfilowitsch Panfiloff, salah satu tokoh
terpenting dalam Lomo Russian Arms and Political, pabrik senjata dan
alat-alat dan alat-alat optic Uni Soviet, meneliti kamera yang diberikan
oleh Jendral Igor Petrowitsch Kornizky yang merupakan orang
kepercayaan Meteri Pertahanan dan Industri Uni Soviet. Kamera yang
diberikan oleh Jendral Igor Petrolowitsh tersebut berasal dari Jepang.
Setelah diteliti, keduanya sepakat kamera ini pautut ditiru dan
dikembangkan desainnya. Tujuannya kamera tersebut dapat menjadi
kebanggan warga Uni Soviet. Pada tahun 1982, Uni Soviet membuat Lomo
Kompakt Automat atau lebih dikenal dengan Lomo LCA. Kamera tersebut
diproduksi dengan cepat dan terjual habis, diperkirakan penyebarannya
pun sampai ke Vietnam, Kuba, dan Jerman Timur. Berakhirnya era
komunis menyebabkan kamera Lomo pun ikut berhenti produksinya.
Meskipun produksi kamera tersebut berangsur-angsur lemah hingga
ditemukan kembali pada 1991 oleh dua orang mahasiswa di Wina, Austria
yaitu Matthias Fiegl dan Wolfgang Stranzinger. Mereka juga memproduksi
kamera yang mereka temukan dan menjualnya dengan harga yang lebih murah
dibandingkan dengan kamera lainnya. Lomografi kemudian mulai berkembang
dengan pesat setelah kedua mahasiswa tersebut gencar mempromosikan lomografi
kepada orang-orang disekeliling mereka. Sebuah klub pencinta lomografi pun
dibentuk di Wina dan diberi nama Lomographische Gesellschaft atau "Komunitas
Lomografi".
85

Wawancara Pribadi dengan Humas Lomonesia Teguh Haryo. Jakarta, 5 November 2013.

54

Sebagaimana yang juga ditambahkan oleh Teguh Haryo yang menjelaskan


awal titik kembalinya kamera Lomo mulai diproduksi kembali, ia memaparkan:86
Pada tahun 1991, dua mahasiswa Vienna, Austria, yaitu Matthias Fiegi
dan Wolfgang Stranzinger menemukan kamera Lomo LCA di daratan
Praha, Ceko. Kamera Lomo LCA yang mereka temukan itu dalam
keadaan kotor dan baterainya harus diimpor dari Asia. Kedua mahasiswa
itu membeli kamera Lomo LCA itu di sebuah toko bekas dengan harga
yang sangat murah. Pada tahun 1993, Matthias Fiegi dan Wolfgang
Stranzinger mendirikan klub pecinta Lomo yaitu The Lomographic Society
(Lomographisce Gessellschaft) di Vienna, Austria. Pada tahun 1994,
pameran Lomografi pertama kali digelar di Moskow, Rusia, dan New
York, Amerika Serikat.
Karena sedikitnya persediaan kamera Lomo saat itu, maka Fiegl dan
Stranzinger mengunjungi pabrik LOMO di St. Petersburg. Mereka kemudian
berhasil meyakinkan kepala pabrik dan wakil walikota St. Petersburg waktu itu
yaitu Vladimir Putin untuk memproduksi kembali kamera Lomo LC-A dalam
jumlah yang besar.87

D. Keberadaan Kamera Lomo di Indonesia


Berkembangnya teknologi fotografi juga terjadi di kalangan masyarakat
Indonesia. Dari mulai kalangan fotografer hingga kalangan masyarakat yang awam
terhadap fotografi. Asal-muasal masuknya kamera Lomo di Indonesia Teguh
Haryo juga menjelaskan:88

86

Wawancara Pribadi dengan Humas LomonesiaTeguh Haryo. Jakarta, 5 November 2013.

87

Ridwan Rian. Lomonesia di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2011, h. 4.

88

2013.

Wawancara Pribadi dengan Humas Lomonesia Teguh Haryo. Jakarta, 5 November

55

Kamera Lomo pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Pada
saat itu Tommy Hartanto dan Grace pergi ke Singapura dan menemukan
kamera Lomo LCA di sebuah pameran kamera Lomo di Singapura.
Akhirnya mereka berdua membawanya ke Indonesia dan mulai
memperkenalkan kamera Lomo LCA ini kepada teman-teman dan
kerabatnya. Pada tahun 2004 Tommy Hartanto dan saya berniat untuk
mendirikan komunitas Lomografi di Indonesia. Kami mengajukan izin
pendirian komunitas Lomografi kepada The Lomographic Society yang
terletak di Vienna, Austria. Pihak The Lomographic Society kemudian
mengalihkan pengurusan perizinan pendirian komunitas Lomografi
kepada Lomography Asia yang terletak di Hongkong pada bulan Agustus
2004 akhirnya izin pendirian komunitas di dapatkan dan berdirilah
komunitas Lomo di Indonesia yang diberi nama Lomonesia.
Seiring berkembangnya Lomografi ditengah-tengah masyarakat Indonesia
yang memiliki peminat yang cukup banyak, sehingga kebutuhan akan peralatan
dan perlengkapan untuk kamera Lomo juga harus terpenuhi. Pada akhirnya
komunitas Lomografi ini memberikan solusinya sebagaimana yang dipaparkan
oleh Teguh Haryo, Ia juga menjelaskan:89
Pada Tahun 2009, didirkan Lomo Embassy yang merupakan tempat
penjualan kamera Lomo dan peralatan Lomografi lainnya seperti isi film
kamera Lomo, Album Foto Kamera Lomo, dan peralatan Lomografi
lainnya. Lomo Embassy juga sebagai tempat perbaikan kamera Lomo
apabila terjadi kerusakan terhadap kamera Lomo yang di jual di Lomo
Embassy tersebut. Lomonesia didirikan sebagai komunitas non-profit dan
tempat komunitas pencinta Lomo di indonesia, sedangkan Lomo Embassy
adalah tempat yang menjual benda-benda penunjang dan perbaikan
kamera Lomo di indonesia. Lomonesia terletak di Jalan Kemang Timur IV
Nomor 9, Kemang, Jakarta Selatan. Komunitas Lomo ini merupakan
pusat kegiatan Lomo di Indonesia yang membawahi komunitas Lomo
lainnya yang terletak di Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Lomonesia
sering melakukan kegiatan fotografi bersama dan pertemuan dengan
sesama pencinta kamera Lomo. Tidak ada syarat tertentu untuk dapat
bergabung dengan komunitas Lomonesia.

89

Ibid

56

BAB IV
ANALISIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG KEPABEANAN TERHADAP
PRODUK ELEKTRONIK KAMERA LOMO

A. Perlindungan Konsumen Pengguna Kamera Lomo Menurut UndangUndang Perlindungan Konsumen


1. Hak-hak Konsumen Dalam UUPK
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pelaku usaha kamera Lomo
dan artikel yang penulis dapatkan dari internet, maka dapat disimpulkan
bahwa kamera Lomo yang dijual di Indonesia berasal dari Lomography Asia
dan distributor dalam negeri yang menjual melalui internet. Penjual kamera
Lomo mapun distributor kamera Lomo di Indonesia sama-sama berperan
sebagai importir kamera Lomo, karena merekalah yang membawa kamera
Lomo masuk kedalam wilayah Indonesia.
Walaupun pengertian importir dan barang impor tidak dikemukakan
dalam UUPK, tetapi dapat dipahamkan bahwa yang dimaksud importir adalah
pelaku usaha yang melakukan kegiatan berupa memasukkan barang ke dalam
daerah pabean Indonesia.Sementara barang impor adalah barang yang sengaja
dimasukkan oleh importir ke dal am daerah pabean Indonesia.Adanya

56

57

pemahaman atas pengertian impor barang, importir dan barang-barang impor


ini sangat penting dalam rangka perlindungan konsumen. 90
Pasal 21 UUPK mengatur mengenai tanggungjawab importir sebagai
berikut:
a. Importir barang bertanggungjawab sebagai pembuat barang yang diimpor,
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan agen atau perwakilan
produsen luar negeri.
b. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila
penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen.91
Substansi Pasal 21 sudah tepat dalam rangka memberikan perlindungan
kepada konsumen, karena sebagaimana diketahui UUPK hanya tertuju pada
pelaku usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia, dan karenanya
importir harus bertanggung jawab sebagai pembuat barang impor dan/atau
sebagai penyedia jasa asing.92
Apabila importir ditafsirkan sebagai perwakilan, maka akan memberikan
konsekuensi seolah-olah importir sebagai penghubung kepentingan konsumen
dengan pembuat barang impor atau penyedia jasa asing yang tunduk pada

90

Ahmadi Miru dan Sutarman Yoko, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 15-16.
91

Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN


No. 42/1999, LTN No. 3821, Pasal 21.
92

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 153.

58

ketentuan

UUPK.93

Dalam

hal

ini, UUPK

menempatkan

importir

dipersamakan kedudukannya sebagai pembuat barang impor dan/atau sebagai


penyedia jasa asing, yang bertanggung jawab secara mandiri terhadap
konsumen yang menderita kerugian.Kerugian akaibat produk yang diedarkan
oleh importer, sekalipun penyebab kerugian konsumen adalah cacat produksi
dari produsen luar negeri.94 Konstruksi hukum yang dikemukakan di atas,
menjadikan kerugian yang di derita konsumen akibat cacat produksi barang
dan/atau jasa impor, menjadi urusan pribadi importir yang bersangkutan.
Importer dapat menuntut produsen luar negeri, tetapi bukan mewakili
konsumen Indonesia dan tidak pula berdasarkan UUPK melainkan
berdasarkan ketetentuan dalam kontrak dagang internasional.95
Didalam permasalahan kamera Lomo terdapat dua pelaku usaha, yaitu
distributor dan penjual kamera Lomo. Kedua pelaku usaha tersebut samasama berperan sebagai importer kamera Lomo. Perbedaannya adalah
distributor meng impor kamera Lomo dan menjuanya kembali kepada pelaku
usaha lain, dalam hal ini penjual kamera Lomo. Sedangkan penjual kamera
Lomo mengimpor kamera Lomo untuk kemudian dijualnya kepada konsumen
di Indonesia, contohnya adalah Aksara Bookstore dan Lomo Embassy.Kedua
pelaku usaha inilah yang bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan kamera

93

Ibid

94

Ibid

95

Ibid

59

Lomo.Hal ini berdasarkan Pasal 21 UUPK yang sudah penulis jabarkan di


atas.
Namun apabila konsumen Indonesia membeli langsung secara online ke
Lomography Asia, maka Lomography Asia juga dapat dimintakan
pertanggung jawaban. Karena walaupun pihak Lomography Asia tidak
melakukan importisasi ke wilayah Indonesia, namun Lomography Asia tetap
dikenakan tanggung jawab sebagi pelaku usaha apabila konsumen Indonesia
membeli langsung secara online kepada pihak LomographyAsia tersebut.
Selain Pasal 21 UUPK, terdapat Pasal di dalam UUPK yang juga
berhubungan dengan permasalahan kamera Lomo yaitu Pasal 27 UUPK yang
berbunyi sebagai berikut.
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung
jawab atas kerugian yang diderita konsumen apabila:
a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan;
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketetentuan mengenai kualifikasi barang;
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. Lewatnya jangka wakti penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli
atau lewatnya jangka waktu yang diiperjanjikan.96

96

Ibid

60

Dari isi Pasal 27 UUPK di atas, pada huruf a, dapat dikatakan bahwa
produsen sudah tidak bertanggung jawab atas barang yang dia tidak edarkan
atau pasarkan. Pada kasus kamera Lomo ini penjual kamera Lomo yang
mengedarkan atau memasarkan kamera Lomo di Indonesia. Apabila terjadi
cacat atau kerusakan pada kamera Lomo, itu menjadi tanggung jawab pribadi
penjual kamera Lomo. Pihak Lomography tidak diwajibkan memberikan ganti
rugi karena pihak mereka bukanlah yang memasarkan produk kamera Lomo
di Indonesia. Kamera Lomo tersebut dibeli dari Lomography untuk kemudian
dijual di Indonesia. Menurut bapak Veri Anggrijono sebagai Kasubdit
Pengawasan Barang ILMEA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan jasa,
Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, belum ada
satupun perusahaan atau toko yang menjual kamera Lomo yang mendaftarkan
ke Departemen Perdagangan untuk memasarkan kamera Lomo di Indonesia. 97
Seharusnya pihak penjual kamera Lomo sebagai importir bertanggung jawab
atas barang yang dijualnya, meskipun barang tersebut bukanlah mereka yang
membuatnya, namun seperti yang sudah dilampirkan di atas yaitu Pasal 21
UUPK mewajibkan importir untuk bertanggung jawab apabila importasi
barang tersebut tidak dilakukan oleh agen resmi atau perusahaan pembuat
produk itu.

97

Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.


42/1999, LTN No. 3821, Pasal 27

61

2. Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Kepada Pembeli Atas


Kerusakan Kamera Lomo
Tanggung jawab produk adalah istilah hukum berasal dari alih bahasa
istilah product liability.98 Berbeda dengan ajaran pertanggungjawaban hukum
pada umumnya yang kita kenal, tanggung jawab produk disebabkan oleh
keadaan tertentu produk (cacat atau membahayakan orang lain), adalah
tangggung jawab mutlak produsen (strict-liability).99 Kerugian yang diderita
seorang pemakai produk cacat atau membahayakan, bahkan juga bukan
pemakai yang turut menjadi korban, merupakan tanggung jawab mutlak
dari pembuat produk atau mereka yang dipersamakan dengannya. 100Maksud
dari yang dipersamakan dengannya adalah pelaku usaha yang terdapat di
Penjelasan Pasal 1 ayat (3) UUPK.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa pelaku usaha
kamera Lomo dan data yang didapatkan dari internet, maka pelaku usaha yang
bertanggung jawab di dalam permasalahan kamera Lomo yaitu importir
kamera Lomo. Penjual kamera Lomo adalah importer dari kamera
Lomo.Begitupula dengan distributor, mereka juga berperan sebagai importer
kamera Lomo.Apabila terjadi kerusakan pada kamera Lomo, maka distributor
juga dapat dimintai pertanggungjawaban. Kedua pelaku usaha dapat dimintai
98

Ahmadi Miru dan Sutarman Yoko, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 35.
99

Z Nasution, Konsumen dan Hukum,Jakarta;Pustaka Sinar Harapan,1995, h. 174.

100

Ibid

62

pertanggungjawaban karena sesuai Pasal 21 UUPK, apabila perusahaan


pembuat produk atau agen resminya tidak melakukan importisasi produk
tersebut, maka yang bertanggung jawab adalah importirnya.
Pihak Lomography Asia tidak bertanggung jawab apabila terdapat cacat
atau kerusakan pada kamera Lomo tersebut. Karena Lomography Asia tidak
melakukan importisasi terhadap kamera Lomo di Indonesia. Namun pihak
Lomography Asia dapat dimintai pertanggungjawaban apabila konsumen di
Indonesia membeli kamera Lomo secara langsung dari pihak Lomography
Asia melalui online shop-nya.
Bentuk tanggung jawab daripada pelaku usaha kamera Lomo adalah
memberikan ganti rugi berupa perbaikan dan/atau

penggantian barang

sejenis. Hal ini berdasarkan ketetentuan Pasal 4 huruf h UUPK yaitu hak
konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian.
Pelaku usaha disini bukanlah produsen dari kamera Lomo yaitu Lomography
Asia, melainkan penjual dan/atau distributor kamera Lomo yang melakukan
importisasi kamera Lomo dan memasarkannya di Indonesia. Ganti rugi berupa
perbaikan atau penggantian barang sejenis merupakan hak dari konsumen.
Apalagi pada permasalahan kamera Lomo, alat- alat yang terdapat di dalam
kamera Lomo merupakan alat-alat yang tidak dijual secara bebas di pasaran
Indonesia, sehingga pemberian ganti rugi berupa perbaikan dan/atau
penggantian barang sejenis sangat diperlukan oleh konsumen yang kamera
Lomonya mengalami kerusakan.

63

Selain pengaturan dari UUPK, terdapat peraturan lain yang juga


mengatur tentang layanan purna jual. Peraturan tersebut adalah Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/M-DAG/PER/5/ 2009
tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan
Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika Dan
Elektronik. Pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa setiap produk telematika
dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di
pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu
jaminan dalam Bahasa Indonesia,101 kemudian diperjelas dengan Pasal 3 ayat
(2) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/MDAG/PER/5/2009 sebagai berikut:
Kartu jaminan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 (1) harus
memuat informasi sekurang-kurangnya :
a. Masa garansi
b. Biaya perbaikan gratis selama masa garansi yang diperjanjikan;
c. Pemberian pelayanan purna jual berupa jaminan ketersediaan suku cadang
dalam masa garansi dan pasca garansi;
d. Nama dan alamat pusat pelayanan purna jual (service center);
e. Nama dan alamat tempat usaha produsen (perusahaan/pabrik) untuk
produk dalam negeri;
101

Website resmi Departemen Perdagangan, diakses tanggal 02 Oktober 2013 http;//www.


Depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/Permendag192009FinalPdf

64

f. Nama dan alamat tempat usaha importer untuk produk impor.102


Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual)
dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk
Telematika dan Elektronik, berbunyi Produk telematika dan elektronika
yang wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1 PeraturanMenteri ini.103
Pasal 5 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
19/M-DAG/PER/5/2000 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual)
dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk
Telematika Dan Elektronik, berbunyi sebagai berikut:
(1) Produsen atau importer produk telematika dan elektronika harus
memiliki paling sedikit 6 (enam) pusat pelayanan purna jual (service
center) yang berada di kota besar dan/atau di perwakilan daerah
beredarnya produk telematika dan elektronik;
(2) Produsen atau importer sebagimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak
memiliki pusat pelayanan purna jual (service center) harus bekerjasama
dengan pihak lain yang dibuktikan dengan Surat Perjanjian Kerjasama

102

Ibid

103

Ibid, Pasal 4.

65

(3) Pusat pelayanan purna jual (service center) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.104
Dari dua jenis peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk
pertanggungjawaban kepada konsumen kamera Lomo adalah dengan
menyediakan layanan purna jual. Toko-toko yang menjual kamera Lomo
sampai pada saat ini belum menyediakan layanan purna jual, maka dari itu
para penjual kamera Lomo tersebut belum melaksanakan kewajibannya
sebagai pelaku usaha yang wajib menyediakan layanan purna jual. Agar hakhak konsumen dapat terlindungi dan tidak dilanggar oleh pelaku usaha dalam
hal ini penjual kamera Lomo.
3. Pelanggaran yang Dilakukan oleh Pelaku Usaha Kamera Lomo
Pelaku usaha kamera Lomo telah melakukan beberapa pelanggaran
pasal yang terdapat di dalam UUPK, yaitu:
a) Pasal 5 huruf b yang isinya sebagai berikut:
Hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.105

104
105

Ibid, Pasal 5

Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN


No, 42/1999, LTN No. 3821, Penjelasan Pasal 4 huruh h.

66

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan


keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya
penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen.
Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan
konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang
menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk
merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik
yang diselesaikan secara damai (diluar pengadilan) maupun yang
diselesaikan melalui pengadilan.106
Pada permasalahan kamera Lomo, pihak pelaku usaha tidak
memberikan ganti kerugian berupa penggantian barang sejenis,
perbaikan, dan/atau pengembalian uang. Hal tersebut merupakan hak
konsumen yang semestinya dilaksanakan oleh pelaku usaha. Dengan
tidak dilaksanakannya hak konsumen untuk mendapatkan ganti
kerugian, maka barang yang dibeli konsumen yaitu kamera Lomo tidak
akan berfungsi sebagaimana mestinya. Pada awalnya konsumen
membeli kamera Lomo dengan ekspektasi bahwa kamera Lomo itu
dapat

dipergunakan

dengan

baik.

Konsumen

berharap

dapat

menghasilkan kamera foto yang diinginkan, namun apabila karema


Lomo itu rusak dan konsumen tidak mendapatkan ganti rugi berupa
106

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 44.

67

perbaikan atau penggantian barang sejenis, maka kamera Lomo itupun


tidak akan berfungsi dengan baik. Hal tersebut tentu saja merugikan
pihak konsumen kamera Lomo.
b) Pasal 8 ayat (1) huruf a yang isinya sebagai berikut
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan.107
Pelaku usaha kamera Lomo dikatakan telah melanggar Pasal 8 ayat
(1) huruf a UUPK, karena telah memperdagangkan kamera Lomo
dengan tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan. Di dalam memperdagangkan kamera
Lomo, pelaku usaha tidak menjalankan kewajibannya dengan baik.
Seperti misalnya para pelaku usaha kamera Lomo tidak memberikan
ganti rugi berupa perbaikan atau penggantian barang sejenis kepada
konsumen apabila kamera Lomo yang dibelinya rusak. Perbuatan
tersebut telah melanggar hak konsumen yang terdapat pada Pasal 4 huruf
h UUPK. Selain itu, pelaku usaha tersebut juga tidak menyediakan
layanan purna jual bagi konsumen kamera Lomo. Layanan purna jual
yang sangat diperlukan bagi proses perbaikan kamera Lomo yang dibeli
107

Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN


No. 42/ 1999, LTN No. 3821, Penjelasan Pasal 8 ayat (1) huruf a.

68

konsumen apabila mengalami kerusakan. Hal tersebut tentu saja


melanggar ketentuan Pasal 25 ayat (1) UUPK.
c) Pasal 25 ayat (1) yang isinya sebagai berikut
Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya
berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib
memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.108
Satu hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan substansi
pasal ini, bahwa kewajiban menyediakan suku cadang atau fasilitas
purna jual yang dimaksud tidak tergantung ada atau tidaknya ditentukan
dalam perjanjian. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa walaupun
perjanjian para pihak tidak menentukan, konsumen tetap memiliki hak
menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha yang bersangkutan
berdasarkan

perbuatan

melanggar

hukum,

apabila

kewajiban

menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual tersebut diabaikan


oleh pelaku usaha.109
Kamera

Lomo

merupakan

barang

yang

pemanfaatannya

berkelanjutan selama satu tahun. Apabila kamera Lomo mengalami


kerusakan, maka fasilitas purna jual sangat diperlukan oleh konsumen,

108
109

Ibid, Pasal 25 ayat (1).

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 157-158.

69

agar kamera Lomo milik konsumen tersebut dapat berfungsi dengan


baik. Karena seperti yang sudah saya bahas di Bab 3 sebelumnya, bahwa
komponen atau alat-alat yang terdapat di kamera Lomo tidak dijual
dengan bebas di pasaran. Maka layanan purna jual harus disediakan oleh
pelaku usaha yang memproduksi kamera Lomo tersebut.
4. Hal-Hal yang Dapat Dilakukan Konsumen Apabila Hak-Hak Sebagai
Konsumen Tidak Dipenuhi Oleh Pelaku Usaha Kamera Lomo
Audy Miranti seorang konsumen kamera Lomo pernah membeli kamera
Lomo jenis Fish eye 2 di Aksara Bookstore Plaza Indonesia. Dalam
wawancaranya dengan penulis dia menceritakan kronologis bagaimana
permasalahannya dengan kamera Lomo yang dia beli Aksara Bookstore:110
Ketika saya mencoba kamera Lomo tersebut, ternyata lampu cahaya
nya mati dan tidak berfungsi. Setelah dua hari kemudian, saya mengadukan
hal ini kepada pihak Aksara Bookstore di Plaza Indonesia. Ternyata pihak
Aksara Bookstore tidak dapat memberikan ganti rugi berupa

perbaikan

kamera atau penggantian kamera sejenis. Alasannya karena memang tidak


ada tekhnisi yang dapat memperbaiki kamera tersebut. Kamera Lomo milik
saya pun tidak dapat dia gunakan lagi, karena lampu cahayanya rusak.
Berdasarkan wawancara dengan Audy Miranti di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Aksara Bookstore sebagai penjual sekaligus importer
110

Wawancara pribadi dengan Audy Miranti sebagai konsumen kamera Lomo. Jakarta, 13
November 2013.

70

kamera Lomo telah lalai menjalankan tanggung jawabnya sebagai pelaku


usaha kamera Lomo. Seperti yang sudah penulis kemukakan di sub bab
sebelumnya, bahwa seharusnya penjual kamera Lomo memberikan ganti rugi
berupa perbaikan atau penggantian barang sejenis. Akaibat dari penjual
kamera Lomo yang lepas tangan atas kerusakan yang diderita oleh konsumen
kamera Lomo, maka kamera Lomo itupun tidak bisa digunakan. Penjual
kamera Lomo telah melanggar hak konsumen yang terdapat di dalam Pasal 4
huruf h UUPK yang berbunyisebagai berikut.
Hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 111
Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan
yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang
atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen.Hak ini sangat terkait
dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik berupa
kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan
kematian) konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui
prosedur tertentu, baik diselesaikan secara damai (diluar pengadilan) maupun
yang diselesaikan melalui pengadilan.112 Namun alangkah baiknya apabila
111

Indonesia (a), Undang-Undang perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN


No.42/1999, LTN No.3821, Penjelasan pasal 4 huruf h.
112

Ahmadimiru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2004, h. 44.

71

pemasalahan itu diselesaikan terlebih dahulu di antara penjual kamera Lomo


dengan konsumen kamera Lomo.
Apabila pihak penjual kamera Lomo tidak mau melaksanakan tanggung
jawabnya untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen kamera Lomo,
maka konsumen dapat meggugat pelaku usaha kamera Lomo tersebut baik di
pengadilan maupun di luar pengadilan. Seperti yang terdapat di Pasal 45
UUPK yang berbunyi sebagai berikut.
(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di ingkungan peradilan
umum.
(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa.
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang.
(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

72

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh
para pihak yang bersengketa.113
Selanjutnya pada Pasal 46 ayat (1) UUPK berbunyi sebagai berikut:
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh Seorang
konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
(a) Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
(b) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang membantu
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran
dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya
organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen
dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
(c) Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang di
konsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit.114
Cara penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh konsumen terhadap
pelaku usaha yang memperdagangkan kamera Lomo adalah sebagaimana
telah dijelaskan di dalam Bab 2, yakni dengan cara penyelesaian sengketa
konsumen baik di luar pengadilan ataupun melalui proses litigasi. Dalam
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan terdapat penyelesaian

113

Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun1999, Ln


No.42/1999, LTN No. 3821, Pasal 45.
114

Ibid, Pasal 46 ayat (1)

73

dengan cara damai dan melalui BPSK. Di mana dalam penyelesaian sengketa
melalui BPSK dapat dilakukan dengan cara konsiliasi, mediasi, atau arbitrase.
Sedangkan dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi
dilakukan dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yang
wilayah hukumnya meliputi domisili konsumen kamera Lomo yang
mengalami kerusakan.

B. Pengaturan Keberadaan Kamera Lomo Menurut Undang-Undang


Kepabeanan
Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan menimbulkan tuntutaan
pelaku industri agar pemerintah dapat memberikan kepastian hukum bagi dunia
usaha, mengenai hal tersebut Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal
Bea Cukai berfungsi sebagai fasilitator perdagangan international harus
mempunyai

kerangka

hukum

kepabeanan

yang

dapat

mengantisipasi

perkembangan industri dalam rangka memberikan pelayanan dan pengawasan


yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah.
Kita sudah mempunyai kerangka hukum kepabeanan, yaitu UU
Kepabeanan dan beberapa Peraturan Menteri Keuangan, yang kemudian tata
laksana dan pelaksanaanya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal.
Dalam importasi, khususnya impor untuk dipakai, dikenal dua penetapan
jalur pengeluaran barang yaitu Jalur Hijau dan Jalur Merah, sebagaimana tertuang
pada pasal 17 Kep Dirjen BC No.07/2003 tgl 31 Januari 2003 tentang Petunjuk

74

Pelaksanan Tatalaksana Impor yang diperbaharui dengan Kep Dirjen BC No.68


/2003 tgl 31 Maret 2003.115
Dalam hal ini dapat kita tinjau bahwa kamera Lomo merupakan salah satu
barang impor yang diklasifikasikan pada kelompok barang impor untuk dipakai.
Penulis akan menganalisis mekanisme impor kamera Lomo dan praktek jual beli
kamera Lomo di Indonesia.
1. Mekanisme Impor Kamera Lomo
Beredarnya perdagangan kamera Lomo di bursa perdagangan impor
Indonesia berawal melalui impor dari Hongkong, karena Hongkong merupakan
agen resmi penjualan kamera Lomo untuk bagian Asia. Namun masuknya kamera
Lomo sebagai barang impor tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang kepabeanan. Barang impor yang masuk dalam wilayah
kepabeanan sebagai barang yang akan dijual kembali maka perusahaan yang
mengimpor produknya kedalam wilayah pabeanan harus memenuhi beberapa
ketentuan dan syarat, diantaranya adalah perusahaan tersebut harus memiliki
Nomor Indentitas Kepabeanan (NIK) atau Nomor Registrasi Importir (SPR). 116
Perusahaan tersebut harus memiliki tanda pengenal bahwa perusahaan
tersebut sebagai importir ke dalam wilayah kepabeanan Indonesia. Namum
kenyataannya mekanisme perdagangan impor kamera Lomo tidak sesuai dengan
sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, melainkan masuknya kamera Lomo ke
115
116

Abdul Sani, Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 21
Ibid, h. 22

75

dalam wilayah kepabeanan sebagai barang impor untuk dipakai bukan sebagai
barang impor untuk diperjual belikan kembali. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam UU Kepabenan bahwa barang yang di impor sebagai barang untuk
dipergunakan hanya perlu pemberitahuan pabeanan dan dilunasi Bea Masuk, dan
pemberitahuan jaminan.117 Hal ini jelas tidak sesuai dengan peraturan yang
seharusnya telah diterapkan oleh kepabenan. Sehingga maka dari itu kamera
Lomo jelas tidak memiliki purna jual yang resmi di Indonesia dan produk dari
kamera Lomo tidak sesuai dengan standar yang diatur dalam UUPK. 118
Dalam UU Kepabeanan tidak terdapat penjelasan atau hal yang mengatur
mengenai sanksi terhadap perusahaan atau importir ilegal yang beredar di wilayah
kepabeanan. Dalam UU Kepabeanan hanya menjelaskan mengenai aturan bea dan
cukai dalam bidang ekspor dan impor untuk wilayah kepabeanan.119 Seharusnya
dari pihak bea dan cukai bisa mengawasi para importir ilegal yang beredar di
wilayah kepabeanan guna meminimalisir pelaku usaha yang tidak bertanggung
jawab.

117

Website resmi Beacukai, diakses tanggal 03 November 2013 dari ,http://


bctjemas.beacukai.go.id/index.php/media-center/artikel-terkait/54-prosedur-umum-importasi
118

Ahmadimiru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2004, h. 145.
119

Abdul Sani, Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 45

76

2. Praktek Jual Beli Kamera Lomo di Indonesia


Kamera Lomo yang telah dipesan dari Hongkong lalu diperdagangkan di
bursa perdagangan Indonesia. Sebagaimana yang telah dipaparkan Fenny Laras
sebagai Gift Buyer Aksara Bookstore:120
Kamera Lomo yang dijual di toko buku Aksara berasal dari Lomography
Asia yang terletak di Hongkong. Pihak Aksara Bookstore membelinya
dengan cara memesan melalui internet dengan mengisi formulir
pemesanan di situs Lomography Asia tersebut. Kemudian pihak
Lomography Asia akan mengirimkan kamera Lomo pesanan Aksara
Bookstore melalui kapal laut, dengan jasa penitipan dan pengiriman
barang.Kamera Lomo itu selanjutnya diambil dari pelabuhan dengan
formulir pembayaran kepada pihak jasa penitipan dan pengiriman barang.
Setelah itu produk kamera Lomo segera dapat dijual di toko-toko buku
Aksara.

Proses masuknya kamera Lomo ke toko Lomo Embassy juga mengalami


proses yang sama dengan Aksara Bookstore. Sebagaimana yang telah dipaparkan
oleh Teguh Haryo, ia menjelaskan tentang pemesanan kamera Lomo untuk di jual
kembali di toko Lomo Embassy:121
Pihak Lomo Embassy memesan kepada Lomography Asia yang terletak di
Hongkong. Kemudian mereka mengisi formulir pemesanan yang terdapat
di situs asia.shop.lomography.com.Setelah melakukan pemesanan, kamera
Lomo pun dikirim melalui kapal laut. Kamera Lomo pesanan itupun
sampai di pelabuhan dan diambil oleh pihak Lomo Embassy, kemudian
dijual di toko Lomo Embassy.

120

Wawancara pribadi dengan Feny Laras sebagai Gift Buyer Aksara Bookstore. Jakarta
10 November 2013.
121

Wawancara pribadi dengan Teguh Haryo sebagai Humas Lomonesia, Jakarta, 05


November 2013.

77

Selain Aksara Bookstore dan Lomo Embassy, di Bandung terdapat toko


yang menjual kamera Lomo bernama Jejak Shop. Berbeda dengan Aksara
Bookstore dan Lomo Embassy, Jejak Shop memesan kamera Lomo lewat
distributor yang berada di Jakarta. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Adi
Gunawan sebagai Gift Buyer Jejak Shop, ia menjelaskan:122
Untuk penjualan kamero Lomo di Jejak Shop, kami memesan kamera
Lomo lewat distributor yang berada di Jakarta. Pemesanan dapat
dilakukan melalui telepon dan internet. Kemudian setelah memesan,
kamera Lomo itu dikirim ke Bandung untuk segera dijual di Jejak Shop.
Selain di Jakarta dan Bandung, di Bandar Lampung juga terdapat toko yang
menjual kamera Lomo yang bernama Analogue. Toko yang dirintis oleh Esterlita
Setyowati ini menjual kamera Lomo karena keunikannya dan karena lomografi
adalah seni kreasi murni. Melalui sistem pemesanan lewat internet, kamera Lomo
tersebut didapatkan dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Ketika sudah dipesan,
kamera Lomo itu dikirim ke Bandar Lampung untuk dijual di toko kamera Lomo
Analogue.123
Konsumen Indonesia juga dapat langsung membeli kamera di online shop
milik Lomography Asia. Di dalam situs Lomography Asia terdapat kolom khusus
untuk pemesanan kamera Lomo secara online. Konsumen dapat langsung
memilih kamera Lomo yang ingin dibelinya. Setelah konsumen memesan kamera
122

Wawancara dengan Adi Gunawan, yang dilakukan tanggal 11 Juni 2010 jam 10 via

telepon.
123

Website resmi Kamera Lomo di kota Lampung, diakses tanggal 03 November 2013
dari, http://www.radarlampung.co.id/web/metropolis/15577-analogue-toko-kamera-lomo-pertama
-di-bandarlampung.html

78

Lomo di situs Lomography Asia, maka pihak Lomography Asia akan


mengirimkan kamera tersebut melalui pengiriman jasa penitipan barang. Waktu
pengiriman adalah 3-5 hari kerja setelah pembayaran dilakukan.124 Menurut
Teguh Haryo, ia menjelaskan bahwa:125
Lomography Asia tidak memasarkan produk kamera Lomo di Indonesia,
beberapa penjual di Indonesialah yang membeli dari pihak Lomography
Asia untuk kemudian dijual di Indonesia. Itulah mengapa Lomography
Asia tidak memberikan garansi dan juga mendirikan layanan purna jual
kepada konsumen kamera Lomo di Indonesia.

124

Wibsite resmi Kamera Lomo di benua Asia, diakses tanggal 04 November 2013,
http://asia.shop.lomography.com/shipping-and-delivery
125

Wawancara Pribadi dengan Teguh Haryo sebagai Humas Lomonesi. Jakarta, 05


November 2013.

79

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengaturan undang-undang kepabenan dan perlindungan konsumen terhadap
barang impor elektronik di Indonesia masih kurang pengawasan oleh
pemerintah, khususnya dalam pasal 10B ayat (4) UU Kepabeanan tahun 2006
dan pada pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK tahun 1999. Terbukti masih terdapat
kerugian yang dialami oleh konsumen, salah satunya seperti pada produk
elektronik kamera Lomo yang dalam jenis produk tersebut tidak diawasi
dalam undang-undang perdagangan dan undang-undang kepabeanan, yang
karena produk tersebut beredar dalam pasar sebagai barang untuk diperjual
belikan, namun pada perijinan kepabeanan barang tersebut dapat masuk ke
wilayah kepabenan sebagai barang untuk di gunakan pribadi. Sehingga barang
tersebut dapat di katakan ilegal dan apa bila barang ilegal yang di
perdagangkan ini merugikan konsumen jelas akan dapat menyulitkan
konsumen untuk meminta ganti rugi karena barang tersebut tidak memiliki
bursa jual yang resmi di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan dalam UUPK
bahwa yang dapat bertanggungjawab atas kerugian konsumen adalah pelaku
usaha itu sendiri.
2. Prakteknya pada pelaku usaha yang dapat dimintai pertangungjawaban apabila
kamera Lomo mengalami kerusakan atau tidak dapat digunakan sebagaimana
79

80

mestinya adalah importir kamera Lomo, karena sesuai Pasal 21 ayat (1)
UUPK, apabila perusahaan pembuat produk atau agen resminya tidak
melakukan importisasi produk tersebut, maka yang bertanggung jawab adalah
importirnya.

Namun

pihak

Lomography Asia

juga

dapat

dimintai

pertanggungjawaban apabila konsumen di Indonesia membeli secara langsung


kamera Lomo tersebut kepada Lomography Asia melalui online shop. Bentuk
pertanggungjawaban pelaku usaha kamera Lomo kepada konsumen adalah
dengan memberikan fasilitas perbaikan atau purna jual, penggantian kamera
sejenis atau pngembalian uang. Pertanggungjawaban tersebut merupakan hak
dari konsumen sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf h UUPK yang harus
dilaksanakan oleh pihak penjual. Karena alat-alat atau perkakas dari kamera
Lomo tidak dijual di pasaran Indonesia, sehingga pihak konsumen akan
mengalami kesulitan untuk memperbiki kamera Lomonya yang rusak.

B. Saran
Dari kesimpulan yang ada, maka penulis dapat memberikan saran sebagai
berikut :
1. Seharusnya pemerintah mengawasi antara UUPK dan UU Kepabeanan, karena
kedua udang-undang tersebut sangat saling berkaitan khususnya dalam bidang
perdagangan impor dan produk impor.
2. Khusus dalam UU Kepabeanan sebaiknya pemerintah dapat merevisi kembali
UU ini dengan mencantumkan beberapa pasal yang menjelaskan mengenai

81

penerapan sanksi terhadap perusahaan asing yang mengimpor barang ke


Indonesia yang tidak memiliki atau memenuhi persyaratan sesuai yang telah
di cantumkan dalam UU Kepabeanan. Hal ini guna meminimalisir hal-hal
yang merugikan terhadap konsumen.
3. Sebaiknya dilakukan upaya sosialisasi UUPK kepada seluruh lapisan
masyarakat seperti salah satunya menjadikan perlindungan konsumen sebagai
matakuliah dari setiap fakultas bukan hanya matakuliah untuk fakultas hukum
saja dan juga dapat disosialisasikan melalui iklan oleh badan kementrian
hukum dan ham, baik melalui media cetak atau elektronik. Hal ini berguna
untuk memperkenalkan lebih jauh terhadap hak dan kewajiban konsumen
serta peluku usaha dan meningkatkan kesadaran hukum dari konsumen,
pelaku usaha, Lembaga Perlindungan Konsuemen Swadaya Masyarakat,
aparat penegak hukum dapat tumbuh dan masing-masing dapat melaksanakan
kewajiban dan haknya sesuai dengan ketentuan UUPK.
4. Pemerintah wajib melakukan fungsi pengawasan, fungsi pembinaan dan
fungsi perlindungan secara seksama terhadap penjualan elektronik pada
umumnya dan produk kamera Lomo pada khususnya yang dilakukan oleh
pelaku usaha, agar mereka menjalankan kewajiban dan tanggungjawabnya
sesuai denga peraturan perundang-undangan.
5. Konsumen harus memiliki kesadaran yang tinggi dan bersikap lebih kritis
akan hak-haknya ketika membeli kamera Lomo, agar tidak menimbulakan
kerugian pada dirinya sendiri. Selain itu konsumen juga harus melaksnakan

82

kewajibannya dengan baik kepada pelaku usaha sesuai dengan peraturan


perundang-undangan.
6. Pelaku usaha harus memiliki kesadaran yang tinggi akan kewajiban dan
tanggungjawabnya ketika memperdagangkan kamera Lomo, agar tidak terjadi
kerugian pada konsumen yang kamera Lomonya mengalami kerusakan.

83

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmadimiru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004.
Christy, Farah, Penggemar Lomonesia, Jakarta:Gramedia, 2008.
Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Jakarta: Citra Aditya, 2008.
Hutabarat, Anastasia Marisa R, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik
Import Tanpa Izin Edar Dari Badan POM Ditinjau dari Hukum Perlindungan
Konsumen Di Indonesia, (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,
Depok, 2011).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 427.
Kristiyanti & Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Makaro, Taufik, Habloel Mawadi. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,
Jakarta: Indeks, 2013.
Miru, Ahmadi, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta,
2004.
Miswa, Wiwi, Tampil Beda dengan KameraLomo, Jakarta: Gramedia, 2011.

84

Nasution, Apriana Sari, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Atas


Beredarnya Makanan Kadaluarsa, (Skripsi S1Fakultas Hukum, Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2011).
Nasution, Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya:
Jakarta, 1999.
Nugroho, Susanti, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Kencana, 2008.
Raharjo, satijipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000
Rian, Ridwan, Lomonesia di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2011.
Sani, Abdul, Buku Pintar Kepabeanan,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Siregar, Irfan, Photographer, Jakarta: Gramedia, 2011.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
Jakarta: Citra Aditya, 2007.
Shofie, Yusuf Shofie & Somi Awan, Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap
Berbagai Persoalan Mendasar BPSK, Jakarta:Piramedia, 2004.
Surya, Effendi Surya, The Art Of Lomo, Bandung : Elex Media, 2012.
Susanto, Happy, Hak-Hak Konsumen yang Dirugikan, Transmedia Pustaka: Jakarta,
2008.
Yanti, Miryani, Perindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Gramedia, 2008.

85

Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Internet:
Website resmi Beacukai, diakses tanggal 03 November 2013 dari http://bctjemas.
beacukai.go.id/index.php/media-center/artikel-terkait/54-prosedur-umumimportasi
Website Resmi Lomograpy. Diaksest anggal 2 Oktober 2013 dari http://www.
lomograpy.com/about
Website resmi Departemen Perdagangan. Diaksestanggal 2 Oktober 2013 dari http://
www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf
Websiteresmi Departemen Perdagangan. Diakses tanggal 2 Oktober 2013 dari
http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf
Website resmi Departemen Perdagangan. Diakses tanggal 2 Oktober 2013 dari
http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf
Website resmi Beacukai, diakses tanggal 03 November 2013 dari ,http://
bctjemas.beacukai.go.id/index.php/media-center/artikel-terkait/54-prosedurumum-importasi

86

Website resmiKameraLomodikota Lampung, diaksestanggal 03 November 2013 dari,


http://www.radarlampung.co.id/web/metropolis/15577-analogue-tokokamera-lomo-pertama -di-bandarlampung.html
Wibsite resmi Kamera Lomo di benua Asia, diakses tanggal 04 November 2013,
http://asia.shop.lomography.com/shipping-and-delivery
Website resmi Departemen Perdagangan, diakses tanggal 02 Oktober 2013
http;//www. Depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/Permendag192009FinalPdf
Wawancara:
Wawancara Pribadi dengan Teguh Haryo Sebagai Humas Lomonesia, Jakarta, 05
November 2013
Wawancara Pribadi dengan Veri Anggrijono sebagai Kasubid Pengawasan Barang
ILMEA Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri
Perdagangan, Jakarta, 11 November 2013
Wawancara Pribadi dengan Fenny Laras sebagai Gift Buyer

Aksara Bookstore,

Jakarta, 10 November 2013


Wawancara dengan Audy Miranti sebagai Konsumen Kamera Lomo, Jakarta, 11
November 2013

Lampiran Hasil Wawancara

Narasumber

: Teguh Haryo

Jabatan

: Humas Lomonesia

Hari/Tanggal

: Selasa, 05 November 2013

Waktu

: 12.00

Tempat

: Kantor Lomonesia Kemang

1. Apa definisi serta kepanjangan dari Lomo ?


Jawaban :
Lomo adalah singkatan dari Leningradskoye Optiko Mechanichekkoye
Obyedinenie (Leningrad Optical Mechanical Amalgamtion) merupakan sebuah
pabrik lensa yang berada di St.Petersburg Rusia, yang memproduksi lensa untuk
alat-alat kesehatan seperti lensa mikroskop, alat-alat persenjataan, dan lensa
kamera.

2. Bagaimana mengenai sejarah dari kamera Lomo?


Jawaban :
Pada awalnya Michail Panfilowitsch Panfiloff, salah satu tokoh terpenting
dalam Lomo Russian Arms and Political, pabrik senjata dan alat-alat dan alat-alat
optic Uni Soviet, meneliti kamera yang diberikan oleh Jendral Igor Petrowitsch
Kornizky yang merupakan orang kepercayaan Meteri Pertahanan dan Industri Uni
Soviet. Kamera yang diberikan oleh Jendral Igor Petrolowitsh tersebut berasal
dari Jepang. Setelah diteliti, keduanya sepakat kamera ini pautut ditiru dan
dikembangkan desainnya. Tujuannya kamera tersebut dapat menjadi kebanggan

warga Uni Soviet. Pada tahun 1982, Uni Soviet membuat Lomo Kompakt
Automat atau lebih dikenal dengan Lomo LCA. Kamera tersebut diproduksi
dengan cepat dan terjual habis, diperkirakan penyebarannya pun sampai ke
Vietnam, Kuba, dan Jerman Timur. Berakhirnya era komunis menyebabkan
kamera Lomo pun ikut berhenti produksinya.

3. Selanjutnya bagaimana awal berkembangnya kembali kamera Lomo tersebut?


Jawaban :
Pada tahun 1991, dua mahasiswa Vienna, Austria, yaitu Matthias Fiegi dan
Wolfgang Stranzinger menemukan kamera Lomo LCA di daratan Praha, Ceko.
Kamera Lomo LCA yang mereka temukan itu dalam keadaan kotor dan
baterainya harus diimpor dari Asia. Kedua mahasiswa itu membeli kamera Lomo
LCA itu di sebuah toko bekas dengan harga yang sangat murah. Pada tahun 1993,
Matthias Fiegi dan Wolfgang Stranzinger mendirikan klub pecinta Lomo yaitu
The Lomographic Society (Lomographisce Gessellschaft) di Vienna, Austria.
Pada tahun 1994, pameran Lomografi pertama kali digelar di Moskow, Rusia, dan
New York, Amerika Serikat.

4. Bagaimana asal-muasal kamera Lomo masuk ke Indonesia?


Jawaban :
Kamera Lomo pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Pada saat
itu Tommy Hartanto dan Grace pergi ke Singapura dan menemukan kamera
Lomo LCA di sebuah pameran kamera Lomo di Singapura. Akhirnya mereka
berdua membawanya ke Indonesia dan mulai memperkenalkan kamera Lomo
LCA ini kepada teman-teman dan kerabatnya. Pada tahun 2004 Tommy Hartanto
dan saya berniat untuk mendirikan komunitas Lomografi di Indonesia. Kami
mengajukan izin pendirian komunitas Lomografi kepada The Lomographic
Society yang terletak di Vienna, Austria. Pihak The Lomographic Society
kemudian mengalihkan pengurusan perizinan pendirian komunitas Lomografi

kepada Lomography Asia yang terletak di Hongkong pada bulan Agustus 2004
akhirnya izin pendirian komunitas di dapatkan dan berdirilah komunitas Lomo di
Indonesia yang diberi nama Lomonesia.

5. Bagaimana komunitas Lomonesia ini mencapai solusi untuk memfasilitasi


perbaikan kamera Lomo ?
Jawaban :
Pada Tahun 2009, didirkan Lomo Embassy yang merupakan tempat penjualan
kamera Lomo dan peralatan Lomografi lainnya seperti isi film kamera Lomo,
Album Foto Kamera Lomo, dan peralatan Lomografi lainnya. Lomo Embassy
juga sebagai tempat perbaikan kamera Lomo apabila terjadi kerusakan terhadap
kamera Lomo yang di jual di Lomo Embassy tersebut. Lomonesia didirikan
sebagai komunitas non-profit dan tempat komunitas pencinta Lomo di indonesia,
sedangkan Lomo Embassy adalah tempat yang menjual benda-benda penunjang
dan perbaikan kamera Lomo di indonesia. Lomonesia terletak di Jalan Kemang
Timur IV Nomor 9, Kemang, Jakarta Selatan. Komunitas Lomo ini merupakan
pusat kegiatan Lomo di Indonesia yang membawahi komunitas Lomo lainnya
yang terletak di Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Lomonesia sering melakukan
kegiatan fotografi bersama dan pertemuan dengan sesama pencinta kamera Lomo.
Tidak ada syarat tertentu untuk dapat bergabung dengan komunitas Lomonesia.

6. Bagaimana proses pemesanan kamera Lomo untuk di jual kembali di toko Lomo
Embassy?
Jawaban:
Pihak Lomo Embassy memesan kepada Lomography Asia yang terletak di
Hongkong. Kemudian mereka mengisi formulir pemesanan yang terdapat di situs
asia.shop.lomography.com.Setelah melakukan pemesanan, kamera Lomo pun
dikirim melalui kapal laut. Kamera Lomo pesanan itupun sampai di pelabuhan
dan diambil oleh pihak Lomo Embassy, kemudian dijual di toko Lomo Embassy.

7. Bagaimana pendapat bapak mengenai kamera Lomo yang beredar di Indonesia?


Jawaban:
Lomography Asia tidak memasarkan produk kamera Lomo di Indonesia,
beberapa penjual di Indonesialah yang membeli dari pihak Lomography Asia
untuk kemudian dijual di Indonesia. Itulah mengapa Lomography Asia tidak
memberikan garansi dan juga mendirikan layanan purna jual kepada konsumen
kamera Lomo di Indonesia.

Demikianlah wawancara ini dibuat dengan sesungguhnya.

Yang Diwawancarai

Teguh Haryo

Pewawancara

Andhini Iasha Amala

Lampiran Hasil Wawancara


Narasumber

: Veri Anggrijono

Jabatan

: Kasubid Pengawasan Barang ILMEA

Hari/Tanggal

: Senin, 11 November 2013

Waktu

: 12.00

Tempat

: Kantor Departemen Perdagangan RI

1. Bagaimana pendapat bapak mengenai layanan purnal jual yang bertanggung


jawab?
Jawaban :
Dengan adanya layanan purna jual, maka konsumen akan merasa terjamin
apabila terjadi kerusakan pada barang yang dibelinya. Kamera merupakan salah
satu produk elektronik, sehingga diwajibkan bagi pelaku usahanya untuk
membuka layanan purna jual.
2. Menurut bapak bagaimana mengenai kamera Lomo yang tidak memiliki layanan
purna jual yang resmi?
Jawaban :
Kamera wajib mempunyai layanan purna jual. Kamera merupakan barang
yang diergunakan secara berkelanjutan, sehingga diperlukan layanan purna jual.
Demikianlah wawancara ini dibuat dengan sesungguhnya.

Yang Diwawancarai

Pewawancara

Veri Anggrijono

Andhini Iasha Amala

Lampiran Hasil Wawancara

Narasumber

: Fenny Laras

Jabatan

: Gift Buyer Aksara Bookstore

Hari/Tanggal

: Minggu, 10 November 2013

Waktu

: 12.00

Tempat

: Toko Buku Aksara Cilandak

1. Apakah bisa anda jelaskan bagaimana prosses masuknya kamera Lomo yang di
perdagangkan di toko Aksara ini?
Jawaban :
Kamera Lomo yang dijual di toko buku Aksara berasal dari Lomography Asia
yang terletak di Hongkong. Pihak Aksara Bookstore membelinya dengan cara
memesan melalui internet dengan mengisi formulir pemesanan di situs
Lomography

Asia

tersebut.

Kemudian

pihak

Lomography

Asia

akan

mengirimkan kamera Lomo pesanan Aksara Bookstore melalui kapal laut, dengan
jasa penitipan dan pengiriman barang.Kamera Lomo itu selanjutnya diambil dari
pelabuhan dengan formulir pembayaran kepada pihak jasa penitipan dan
pengiriman barang. Setelah itu produk kamera Lomo segera dapat dijual di tokotoko buku Aksara.
Demikianlah wawancara ini dibuat dengan sesungguhnya.
Yang Diwawancarai

Fenny Laras

Pewawancara

Andhini Iasha Amala

Lampiran Hasil Wawancara

Narasumber

: Audy Miranti

Jabatan

: Konsumen Kamera Lomo

Hari/Tanggal

: Rabu, 13 November 2013

Waktu

: 12.00

Tempat

: Pondok Indah Mall Jakarta Selatan

1. Bagaimana pengalaman kerugian anda ketika mengkonsumsi atau menggunakan


kamera Lomo?
Jawaban :
Ketika saya mencoba kamera Lomo tersebut, ternyata lampu cahaya nya mati
dan tidak berfungsi. Setelah dua hari kemudian, saya mengadukan hal ini kepada
pihak Aksara Bookstore di Plaza Indonesia. Ternyata pihak Aksara Bookstore
tidak dapat memberikan ganti rugi berupa perbaikan kamera atau penggantian
kamera sejenis. Alasannya karena memang tidak ada tekhnisi yang dapat
memperbaiki kamera tersebut. Kamera Lomo milik saya pun tidak dapat dia
gunakan lagi, karena lampu cahayanya rusak.
Demikianlah wawancara ini dibuat dengan sesungguhnya.

Yang Diwawancarai

Audy Miranti

Pewawancara

Andhini Iasha Amala

Anda mungkin juga menyukai