Digital 84853 Fitriyah FSH
Digital 84853 Fitriyah FSH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
FITRIYAH
103046228374
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
FITRIYAH
NIM: 103046228374
Di Bawah Bimbingan,
Pembimbing
2. Sekretaris
3. Pembimbing I
4. Penguji I
5. Penguji II
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia memerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
FITRIYAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menimbulkan sengketa
KATA PENGANTAR
penulis. Ella yang telah membantu dan menemani penulis dalam penyusunan
skripsi, makasih atas semangat dan motivasinya, Youre my best friend.
9. Rekan-rekan penulis Kie Zn, Nylam, Nana, Dini, Ayu, Nuril, Reni, Kanton,
Kgoday & Teh Na terima kasih atas dukungan dan doanya. Mutie makasih yach
atas rentalnya. Serta teman-teman Asuransi Syariah angkatan 2003 terutama Ozy
makasih atas bantuannya, Ien, Eri, Bagol, Qorib, Dayat, Lana, dan Maul semoga
silaturrahmi kita dapat terus terjalin. Serta kepada seluruh pihak yang tak dapat
disebutkan satu persatu atas semua bantuan dan masukannya kepada penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua
pihak atas bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Lebih dari ucapan terima kasih kepada Yang Maha Pengasih
dan Penyayang, Allah SWT., semoga senantiasa memberikan sinar terang kepada
seluruh hambanya, dan semoga aktivitas penulis selalu diberkahi-Nya serta penulis
selalu diberikan hidayah-Nya. Akhir kata penulis skripsi ini tentunya masih banyak
kekurangan, namun semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
10
12
14
14
14
17
20
23
23
26
c. Macam-Macam Arbitrase....................................................
28
BAB II
32
35
a. ........................................................................................Penger
tian Mediasi ........................................................................
35
b.........................................................................................Landas
an Hukum Mediasi ..............................................................
37
39
d.........................................................................................Tujuan
BAB III
BAB IV
mediasi ...............................................................................
41
42
42
42
46
48
50
50
51
52
PENYELESAIAN
SENGKETA
ASURANSI
MENURUT
53
53
Sengketa
Asuransi
Menurut
54
Perspektif
56
BAB V
Penyelesaian
Sengketa
Asuransi
72
pada
80
PENUTUP.....................................................................................
86
A. ............................................................................................Kesim
pulan.........................................................................................
86
B. ............................................................................................Saransaran .........................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
89
BAB I
PENDAHULUAN
Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 176.
Bank, Kustodian Bank HSBC, Kustodian Bank Niaga Citibank, N.A. Indonesia,
Kustodian Bank Bukopin, Standard Chartered Bank.2
Semenjak berdirinya bank bank syariah barulah kemudian para pakar
ekonomi Islam mencoba membuka peluang investasi dalam hal perlindungan aset
dan kepemilikan, di samping itu adanya kesadaran dan dukungan masyarakat
muslim pada ketentuan ajaran Islam yang bersifat komprehensif, profesional,
integral serta kesiapan diri dalam menghadapi tantangan zaman, dengan demikian
berkembanglah tuntutan untuk bermuamalah, khususnya di bidang perasuransian
syariah. Oleh sebab itu maka lahirlah Asuransi Takaful di Indonesia pada tanggal
24 Februari 1994 dengan akta pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia (di
singkat dengan TEPATI).
Sebagai asuransi syariah yang berkembang di Negara yang mayoritas
muslim khususnya di Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar mengingat
sistem asuransi syariah merupakan sistem asuransi alternatif yang saling
menguntungkan, humanis dan universal. PT Syarikat Takaful Indonesia yang
telah mendirikan dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga yang
bergerak dalam asuransi jiwa dan PT Asuransi Takaful Umum yang bergerak
dalam bidang asuransi kerugian. Sebagai pelopor berkembangnya perasuransian
yang berlandaskan dengan prinsip syariah seperti dengan berdirinya PT MAA
Life Assurance Syariah, PT Tri Pakarta Syariah, PT Bumi Putera Syariah, PT
Perbankan
Syariah
s/d
17
Mei
2008
www.mui.or.id/mui_in/pruduct_2/lks_lbs.php?id=6 pada tanggal 25 Mei 2008
dari
http:
//
BRIngin Life Syariah dan lain sebagainya, sehingga lembaga asuransi syariah
telah mampu menjadi sarana yang dapat diandalkan dalam memobilisasi
masyarakat. Oleh sebab itu perusahaan tersebut akan berusaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan jasa asuransi kepada para klien atau
costumernya yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi peningkatan
efesiensi dan produktifitas lembaga asuransi syariah di Indonesia.
Dengan mencermati keadaan perasuransian syariah yang semakin
berkembang tentunya tidak mungkin dapat dihindari terjadinya sengketa (dispute
atau differrece) antar pihak yang terlibat di bidang asuransi, secara otomatis setiap
jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang
cepat. Membiarkan sengketa di bidang bisnis (khusus perasuransian) terlambat
diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan ekonomi tidak efisien,
produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami keterhambatan dan biaya produksi
menjadi meningkat. Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu
yang lama mengakibatkan perusahaan asuransi atau pihak yang bersengketa
mengalami ketidakpastian, cara penyelesaian seperti ini tidak diterima di dunia
bisnis khususnya di bidang perasuransian syariah karena tidak sesuai dengan
ketentuan zaman.
Pada dasarnya tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan
orang lain. Tetapi dalam hubungan bisnis atau suatu perjanjian, masing-masing
pihak harus mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi
setiap saat di kemudian hari. Sengketa yang perlu diantisipasi dapat timbul karena
Menurut
Perspektif
Badan
Arbitrase
Syariah
Nasional
D. Kerangka Teori
Menurut Abdul Kadir Muhammad, menyatakan bahwa Arbitrase adalah
badan peradilan swasta di luar lingkungan pengadilan umum yang dikenal khusus
dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan
sendiri secara sukarela oleh para pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kehendak bebas para pihak.
Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat
sebelum dan sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak
dalam hukum perdata.3
R. Subekti, mengatakan bahwa Arbitrase adalah suatu penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan
tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit ataupun wasit
yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.4
M.N.Purwosutjipto mengartikan perwasitan sebagai suatu peradilan
perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak
pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa, dan diadili oleh hakim
yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
mengikat bagi para kedua belah pihak.5
E. Kajian Pustaka
1. Judul : Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Dalam
Penyelesaian Sengketa Di Bidang Asuransi Syariah (2006)
Oleh : Maryudi (UIN JAKARTA)
Skripsi
ini
hanya
menjelaskan/memaparkan
tentang
arbitrase
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 119
7
Ibid., h. 120
F. Objek penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) yang berlokasi di gedung ARVA lantai IV, Jl. Cikini raya No.60
Jakarta 10330. Dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang berlokasi di
gedung MENARA DUTA, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B.9 Jakarta Selatan.
tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu
gejala tertentu.8 Penelitian deskriptif bertujuan untuk menguraikan tentang
sifat-sifat dari suatu keadaan dan sekedar memaparkan uraian (data dan
informasi) yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari lapangan.9
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan
ini
dilakukan
dengan
cara
survey,
tujuan
dari
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2004, h.22.
9
J. Supranto, Tehnik Riset Pemasaran dan Ramalan Penjualan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000,
h. 38.
10
Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung, Pustaka Setia, 2005, h.25.
11
Ibid., h. 26
perpustakaan
(Library
Reseach),
yaitu
dengan
jalan
H. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi V
bab yang terdiri dari beberapa sub bab yang pada garis besarnya adalah sebagai
berikut:
BAB I
Pendahuluan
Di dalamnya diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori,
kajian pustaka, objek penelitian, metode penelitian dan teknik
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori
Bab ini membahas pengertian asuransi syariah, dasar hukum asuransi
syariah, dan prinsip-prinsip asuransi syariah,
pengertian arbitrase
Gambaran Umum
Bab ini akan membahas profil Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI),
mengenai sejarah berdirinya, visi dan misi, dan struktur organisasi.
BAB IV
BAB V
Penutup
Bab terakhir ini terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis Historis,
Teoritis & Praktis, Jakarta, Kencana, 2004, h. 57.
13
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta, PT. Intermasa, 1996, h. 1.
14
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.14
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246
dijelaskan bahwa yang di maksud asuransi atau pertanggungan adalah "suatu
perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya,
karena suatu peristiwa tak tentu.15
Sedangkan asuransi dalam perspektif Islam terdapat beberapa istilah,
antara lain dikenal dengan istilah Takaful. Menurut etimologi Bahasa Arab,
istilah Takaful berasal dari kata Kafala. Dalam ilmu tashrif atau Sharaf,
Takaful ini masuk dalam barisan Bina muta'aadi, yaitu Tafaa'ala artinya
saling menanggung. Dan ada juga yang menerjemahkan dengan makna saling
menjamin.16
Wahbah al-Zuhaily (ahli fiqih kontemporer) mendefinisikan asuransi
sesuai dengan pembagiannya. Menurutnya asuransi itu dibagi menjadi dua,
yaitu al-Ta'min al- Ta'awun (asuransi tolong menolong) dan al-Ta'min bi qistTsabit (asuransi dengan pembagian tetap).
14
Ibid., h. 61
Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, h. 59
16
Ibid.,
15
17
19
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. Pertama, h. 30
20
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 128.
21
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Teori, Sistem, Aplikasi dan
Pemasaran, Jakarta, Kholam Publishing, 2006, h. 44-45.
a. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
Menteri
424/KMK.06/2003
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
perusahaan Reasuransi.
e. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
dan At-ta'min yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang
menjamin dan menanggung risiko satu sama lain.22
Landasan asuransi syariah diantaranya:
a. Saling tolong menolong
(2 :%& )
"!
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya". (Q.S. Al-Maidah (5) : 2)
Islam juga mengarahkan kepada berdirinya sebuah masyarakat
yang tegak di atas asas saling membantu dan saling menopang, karena
setiap muslim terhadap muslim lainnya sebagaimana sebuah bangunan
yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lainnya. Dalam
asuransi ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan batil,
karena apa yang telah diberikan dalam bentuk premi tabarru' adalah
semata-mata sedekah dari hasil harta yang terkumpul
b. Saling meridhoi
- 9
2
5
6 2*8 2 4
* !. /0!!
(29 :& )*?8> 2
2?@
2*
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
22
h. 100.
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet. Pertama,
b. Keadilan
23
AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis Historis,
Teoritis & Praktis, Jakarta, Kencana, 2004, h. 70
f. Kerelaan
Larangan gharar
Gharar menurut bahasa adalah al-khida' (penipuan), yaitu suatu tindakan
yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan
24
25
Malikyah,
berpendapat
bahwa
hakikat
qadlha adalah
Luis Maluf, Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-Alam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1994), h.146
A Rahmat Rosyadi, Ngatino, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), cet-1, h. 44
29
menyatakan
hukum
syara
terhadap
suatu
peristiwa
wajib
melaksanakannya.
d. Kelompok Hanabilah, berpendapat bahwa penjelasan dan kewajibannya
serta penyelesaiannya antara para pihak.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa arbitrase
syariah adalah suatu cara penyelesaian sengketa para pihak yang dilakukan
oleh wasit (hakam) di luar lembaga peradilan berdasarkan kesepakatan baik
sebelum atau sesudah terjadinya sengketa secara syariah.
Y .M
! " :
Y -&D :
Y ,? R
M
! " W :
Y
(%?* T )M
! " Z
4D : 8 R
H
Artinya: Yazid (Ibn al-Miqdam bin Syuraih) menceritakan kepada
kami, (riwayat) dari Syuraih bin Hani dari ayahnya (Hani), bahwa
ketika ia (Hani) menemui Rasulullah SAW banyak orang memanggilnya
dengan panggilan Abul Hakam, kemudian Rasul memanggil Hani
seraya bersabda: sesungguhnya Hakam itu adalah Allah dan kepadaNyalah dimintakan hukum. Mengapa kamu dipanggil Abu al-Hakam?
Abu Syuraih menjawab: jika kaumku bersengketa maka mereka
mendatangiku untuk meminta penyelesaian dan kedua belah pihak akan
rela dengan putusanku, kemudian nabi mengomentari jawaban Abu
Syuraih : Alangkah baiknya perbuatanmu ini! Apakah kamu
mempunyai anak ?. Abu Syuraih menjawab: Ya, saya punya anak
yaitu Syuraih, Abdullah, dan Musallam. Siapa yang paling tua? .
Tanya Nabi. Jawab Abu Syuraih: Syuraih kata Rasul: kalau begitu,
engkau adalah Abu Syuraih. (HR. Al-Nasai).30
Adapun dasar hukum yang ketiga adalah Ijma' ulama, yang telah
memperkuat tentang adanya lembaga arbitrase Islam untuk mengantisipasi
persengketaan para pihak dalam berbagai aspek kehidupan. Penyelesaian
sengketa setelah wafat Rasulullah SAW, banyak dilakukan pada masa sahabat
30
Abdurrahman Ibn Syuaib al-NasaI, Juz VIII Bab Idza Hakamu Rajulan Faqadha
Bainahum (Beirut: Dar al-Marifah, 1138 H), h. 199
3. Macam-macam Arbitrase
Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek,
yaitu sebagai berikut :
a. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)
Disebut dengan arbitrase ad-hoc atau volunteer arbitrase karena
sifat dari arbitrase ini yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini
31
Gunawana Wijaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-2, h. 19
ada beberapa kesulitan itu sering kali dipilih bentuk arbitrase kedua yaitu
arbitrase institusional.
b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)
Sedikit berbeda dari arbitrase ad-hoc, arbitrase institusional
keberadaannya praktis bersifat permanen, dan karenanya juga dikenal
dengan nama "permanent arbitral body". Arbitrase institusional ini
merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk
menyelesaikan sengketa terbit dari kalangan dunia usaha hampir dari
semua Negara-negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada
umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri
Negara tersebut. Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendirisendiri yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
penunjukan lembaga ini berarti menunjukkan diri pada aturan-aturan main
dari lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturanperaturan yang berlaku untuk masing-masing lembaga tersebut.32
Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase
yang sifatnya permanen karena sering juga disebut Permanent Arbitral
Body sebagaimana dalam pasal 1 ayat 2 Konvensi New York 1958,
arbitrase ini disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja didirikan
untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.
32
Ibid., h. 20
institusional,
proses
beracara
dalam
arbitrase
33
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bsinis: Seri Hukum Bsinis Hukum
Arbitrase, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), Cet -3, h. 60
34
Ibid., 78
35
36
(menurut
pasal
48,
paling
lama
180
hari
sejak
penunjukan/pengangkatannya);
b. Bersikap independen dalam menjalankan tugasnya demi mencapai suatu
putusan yang adil dan cepat bagi para pihak yang beda pendapat,
berselisih paham maupun yang bersengketa;
c. Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan,
arbiter/majelis arbiter harus terlebih dahulu mengusahakan perdamaian
antara para pihak yang bersengketa (pasal 45 ayat 1);
d. Apabila usaha mendamaikan tersebut berhasil, maka arbiter/majelis arbiter
membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan
memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian
tersebut;
37
38
Ibid ., h. 58-59
No. 02/2003,
39
antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa
tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab
utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak
sendiri.42
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa mediasi
merupakan suatu proses informal yang ditujukan untuk memungkinkan para
pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan-perbedaan mereka secara
pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak yang netral tersebut
tugas pertamanya adalah menolong para pihak memahami pandangan pihak
lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan, dan
selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari
keseluruhan situasi.
42
yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.43
Pada tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah
mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003
yang mengatur tentang mediasi. Perma ini dirancang oleh Mahkamah Agung
dan Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT), yaitu organisasi
non pemerintah yang bergerak di bidang transformasi dan manajemen konflik.
Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih atas penyelenggaraan
penyelesaian sengketa secara efektif melalui upaya untuk mengembangkan
pola-pola resolusi konflik untuk membangun masyarakat yang demokratis,
harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta mengembangkan
pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan
subtansial.
Adapun Badan Mediasi Asuransi Indonesia beroperasi berdasarkan
Surat
Keputusan
Bersama:
MENTERI
KOORDINATOR
BIDANG
INDONESIA
(Nomor:
8/50/KEP.GBI/2006),
MENTERI
USAHA
MILIK
NEGARA
(Nomor:
KEP-75/MBU/2006)
43
Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 163.
di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006. Juga berdasarkan pada lampiran III
Lembaga Keuangan Non-Bank poin-3, program-3 tentang Perlindungan
Pemegang Polis dengan Penanggung Jawab Departemen Keuangan RI.44
mediator
sangat
menentukan
efektivitas
proses
44
Ibid., h. 133-134
4. Tujuan Mediasi
Tujuan mediasi adalah tidak untuk menghakimi salah atau benar
namun lebih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk:
a. Menemukan jalan keluar dan pembaruan perasaan;
b. Melenyapkan kesalahpahaman;
c. Menentukan kepentingan yang pokok;
d. Menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat persetujuan;
e. Menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri
oleh para pihak;48
47
Ibid., h. 135
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), Cet-4, h. 156-157
48
BAB III
TINJAUAN UMUM
BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DAN
BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)
50
BAMUI, Salinan Aktia Pendirian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, (Jakarta: BAMUI,
1999), h. 15
(BAMUI) sudah banyak yang meniggal dunia, juga bentuk badan hukum yayasan
sebagai diatur dalam undang-undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan tidak
sesuai dengan kedudukan BAMUI tersebut. Maka atas nama keputusan rapat
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia No: Kep-09/M.U.I/XII/2003 tanggal
24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah
menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menjadi badan yang
berada di bawah MUI dan merupakan perangkat oraganisasi
Majelis Ulama
Indonesia (MUI).51
51
Salinan Akta Pernyataan Keputusan Raapt Dewan Pimpinan MUI tentang Basyarnas No.
15, (Jakarta: BASYARNAS, 29 Januari 2004)
52
Khirul Wasif, (ed), Arbitrase Islam di Indonesia, (Jakarta, BAMUI, 1994), cet, ke-1, h. 129
53
yang
54
3. Struktur Organisasi
Penasehat
55
Ketua
Wakil Ketua
Wakil Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Wakil Sekretaris
Wakil Sekretaris
Bendahara
Wakil Bendahara
Wakil Bendahara
Anggota
Indonesia
56
57
PEREKONOMIAN
GUBERNUR
BANK
Nomor:
INDONESIA
KEP-45/M.EKON/07/2006),
(Nomor:
8/50/KEP.GBI/2006),
BADAN
USAHA
MILIK
NEGARA
(Nomor:
KEP-
58
KETUA
Frans Lamury
59
SEKRETARIS
BENDAHARA
Ketut Sendra
Firdaus Anwar
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MENURUT PERSPEKTIF
BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DAN
BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)
Sengketa Asuransi
Di dalam kamus bahasa Indonesia istilah sengketa adalah sesuatu yang
menyebabkan perbedaan pendapat atau pertengkaran. 60 Dalam bidang usaha
asuransi perbedaan pendapat terjadi disini adalah antara penanggung dan
tertanggung
yang
disebabkan
adanya
ketimpangan
yang
diharapkan,
kemungkinan itu adalah berupa tejadinya hal yang tidak diinginkan. Oleh
karenanya bentuk sengketa beraneka ragam dan keanekaragamannya menentukan
inti permasalahan sekian banyak liku-liku, akan tetapi pada akhirnya intinya akan
muncuk ke permukaan. Berbagai faktor individual maupun pengaruh lingkungan
dapat menguasai para pihak yang bersengketa melalui pertentangan tertentu yang
kadang-kadang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat.61
Oleh karena itu paling efektif kalau dapat diselesaikan dengan putusan
yang final dan mengikat melalui arbitrase, mediasi, atau alternatif penyelesaian
sengketa tertentu. Dengan demikian sengketa tersebut dapat diputuskan, atau
60
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, h.914.
H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati
Aneka, 2002), Cet. Ke-1, h.1
61
keadaan dimana salah satu pihak baik tertanggung maupun penanggung tidak
memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu
perjanjian.
62
1. Tertanggung tidak membaca polis, kontrak asuransi sehingga ini tidak tahu
pasti isi perjanjian, tidak paham apa yang dijamin, apa yang tidak dijamin dan
apa yang dikecualikan, apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak
diperbolehkan, berapa besar manfaat asuransi yang di dapat, selain itu salah
satu alasan yang sering diberikan tertanggung adalah kontrak asuransi yang
cukup panjang dan sering ditulis dengan huruf yang kecil-kecil.
2. Petugas asuransi memberikan penjelasan atau keterangan kurang jelas dan
detail, serta kurang rinci mengenai isi dari polis dan klausul-klausul yang
dilekatkan, sehingga tertanggung tidak mempunyai informasi yang cukup.
3. Tertanggung sering beranggapan bahwa semua resiko dijamin dan semua
kerugian dan ada kerugian yang ditanggung sendiri oleh tertanggung.
4. Perbedaan pendapat melakukan penilaian terhadap besar kecilnya kerugian,
kalau perbedaan ini sampai tidak ada titik temunya, maka diserahkan pada
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi
Asuransi Indonesia (BMAI) atau kalau terpaksa diselesaikan melalui
pengadilan.
5. Perbedaan persepsi dalam menyelesaikan sebab-sebab terjadinya kerugian,
terutama bila disinyalir ada moral hazard atau perilaku buruk. Untuk
menyelesaikan masalah ini kadang kala harus melalui bantuan pihak
berwenang.
Dari uraian di atas penulis dapat simpulkan, bahwa sengketa asuransi
syariah itu adalah perbedaan pendapat antara tertanggung dan penanggung yang
63
M. Luthfi Hamidi, Jejak jejak Ekonomi Syariah, (Jakarta: Senayan Abidi Publishing,
2003), Cet. Ke-1, h. 255.
Ibid., h. 256.
Euis Nurhasanah, Sekretaris Harian Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS),
Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2008.
65
yang final oleh para pihak yang bersengketa dan tidak ada yang menyesal atau
banding dari putusan tersebut. Karena pada dasarnya perkara-perkara yang
diselesaikan di BASYARNAS selalu dan harus mengutamakan penyelesaian
secara damai dan dianjurkan dalam Islam.
Karena penyelesaian sengketa asuransi syariah di BASYARNAS
merupakan alternatif terakhir, sehingga bila terjadi sengketa asuransi syariah
dapat diselesaikan dengan musyawarah, dan apabila dengan jalan musyawarah
antara tertanggung dan penanggung tidak dapat diselesaikan dengan
musyawarah, maka alternatif terakhir sengketa asuransi syariah tersebut
diselesaikan melalui BASYARNAS. Hal inilah yang menutup kemungkinan
belum ada sengketa asuransi syariah yang diselesaikan pada BASYARNAS
karena perusahaan asuransi syariah dapat menyelesaikan perkara tersebut
dengan musyawarah dan itu sesuai dengan pernyataan klausul-klausul dari
setiap perjanjian asuransi bila terjadi sengketa asuransi itu diselesaikan
dengan cara musyawarah, dan alternatif terakhir diselesaikan melalui
BASYARNAS bila sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara
musyawarah.
Walaupun demikan BASYARNAS telah mempunyai kontribusi
dalam
penyelesaian
sengketa
asuransi
syariah
dengan
memberikan
66
bonafide,
ada
jaminan
dari
perkumpulan-perkumpulan
67
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase: Seri Hukum Bisnis, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-1, h. 5
68
Ibid., h. 5
69
Huala Adolf, Hukum Arbitrase Komersial Internasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1994), Cet. Ke-1, h. 1-3.
a. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak mengikuti formalitasformalitas yang ketat dan kaku.
b. Arbitrase relatif lebih murah.
c. Putusan arbitrase lebih memuaskan karena ditangani oleh arbitratorarbitrator yang memang dipilih oleh para pihak berdasarkan
keahliannya.
d. Berproses melalui arbitrase memelihara dan menjamin kerahasiaan
para pihak yang bersengketa.
e. Dari segi kepentingan dan bisnis, arbitrase dipsndang sebagai upaya
penyelesaian yang tepat.
5. Menurut Pierre Lalive.70 Dengan menyelesaikan suatu sengketa melalui
arbitrase, para pihak diupayakan untuk bisa tetap berhubungan komersial
di masa depan. Dengan demikian, melalui penyelesaian cara ini, badan
arbitrase mengupayakan agar para pihak tidak bermusuhan, tetapi
memelihara hubungan komersial mereka setelah sengketanya diputus.
Pendek kata mereka tetap berhubungan dengan baik setelah sengketanya
diselesaikan oleh arbitrase.
6. Menurut Euis Nurhasanah, penyelesaian sengketa melalui arbitrase
syariah khususnya BASYARNAS mempunyai keuntungan diantaranya
yaitu:
a. Cepat dan murah
70
Ibid., h. 1-3
tidak
boleh
lagi
memeriksa
perkara
yang
sudah
diputus
Syariah
Nasional
sangat
diperlukan
kontribusinya
untuk
71
melalui Peradilan Negeri (PN) karena masih ada proses banding, kasasi,
peninjauan kembali, serta terekspose dari publik. Selain itu proses
penyelesaiannya sangat lama dan memerlukan biaya yang sangat mahal.
72
BMAI, Peraturan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h.7
Ibid., h.7
sehingga
anggota
belum
mendapat
kesempatan
untuk
74
sangat
rahasia;
dan
tidak
akan
membukakan
atau
Ibid.,h.17
76
Ketut Sendra, Sekretaris Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta,
11 April 20008
proses
mediasi
sangat
tepat
untuk
penyelesaian
sengketa
asuransi
permohonan
proses
arbitrase
dimulai
dengan
untuk
memeriksa
sengketa
yang
diajukan,
maka
dalam
sebuah
penetapan
yang
dikeluarkan
leh
ketua
akan diperiksa dan diputus oleh arbiter Tunggal atau Majelis terlebih dahulu
akan mengusahakan tercapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut berhasil,
maka arbiter Tunggal atau Majelis akan membuatkan akta perdamaian dan
mewajibkan kedua belah pihak untuk memenuhi dan mentaati perdamaian
tersebut. Sebaliknya, apabila perdamaian tidak berhasil, maka arbiter Tunggal
dan Majelis akan meneruskan pemeriksaan sengketa yang dimohon. Dalam
hal diteruskan para pihak dipersilahkan untuk memberikan argumentasi dan
pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu
untuk mengatakannya. Seluruh pemeriksaan dilakukan secara tertutup sesuai
dengan asas arbitrase tertutup.
77
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 141
78
Ibid,. 141-145
79
BMAI, Peraturan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h.52-53
dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam polis maupun atas
dasar pertimbangan komersial lainnya.
penolakan
final
secara
tertulis
kepada
mengajukan
permohonan
penyelesaian
akan
melakukan
pendekatan
kepada
tertanggung
dan
j.
Setiap kasus yang telah diputuskan melalui sidang ajudikasi tidak dapat
direview.
80
Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 12-13.
lembaga arbitrase
mempunyai
81
NO. KETERANGAN
BASYARNAS
BMAI
1.
sengketa
dan penanggung.
tertanggung
dan
penanggung
tidak
Jumlah
sengketa Belum
yang
diselesaikan
ada
sudah asuransi
sengketa Sudah
syariah
yang asuransi
diselesaikan.
ada
sengketa
yang
dapat
diselesaikan, kira-kira 16
sengketa asuransi.
3.
Biaya
Relatif
murah,
4.
Keunggulan
terekspos
gratis,
dan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang dapat
diantaranya:
a. Perbedaan pendapat antara tertanggung dan penanggung.
b. Adanya wanprestasi yang berarti: kelalaian kealpaan, cidera janji dan
tidak menepati kewajiban dalam perjanjian.
c. Kesalahan teknis seperti: tertanggung tidak membaca polis, atau petugas
kurang tegas dalam memberikan penjelasan isi polis dan klausul-klausul
yang dicantumkan pada isi perjanjian.
d. Adanya moral hazard (perilaku buruk) dan lain-lain.
2. Penyelesaian sengketa asuransi menurut perspektif BASYARNAS yaitu jika
sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan sendiri secara musyawarah internal
oleh pihak perusahaan asuransi. Sedangkan menurut BMAI yaitu apabila
tertangung mengalami sengketa dengan perusahaan asuransi dan tidak dapat
mencapai penyelesaian atas sengketa tersebut.
B. Saran-saran
1. Sebagai lembaga atau badan hukum, BASYARNAS dan BMAI mempunyai
kontribusi dan peranan sangat penting untuk lembaga keuangan, maka dari itu
sebaiknya BASYARNAS dan BMAI melakukan terobosan ke berbagai para
pihak terutama kepada pihak yang bertransaksi di bidang asuransi ataupun
masyarakat luas agar mereka mengetahui keberadaan BASYARNAS dan
BMAI baik dari segi fungsi, tugas, kewenangan, dan keuntungan-keuntungan
menyelesaikan sengketa yang didapat melalui BASYARNAS dan BMAI, hal
ini dapat dilakukan dengan melakukan promosi melalui media massa, media
cetak, media elektronik ataupun seminar-seminar.
2. Untuk meningkatkan pelayanan kepada para pihak yang bersengketa
sebaiknya BASYARNAS dan BMAI segera memperluas kantor-kantor
cabang baik di tingkat propinsi maupun kabupaten.
3. Bagi perputakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk
lebih melengkapi buku-buku tentng mediasi dan asuransi agar dapat
memenuhi kebutuhan mahasiswa khususnya Program Studi Asuransi Syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim
Abdad, M Zaidi, Lembaga perekonomian Ummat di Dunia Islam, Bandung: Angkasa,
2003, Cet. Ke-1.
Abdul Kadir, Muhammad, Hukum Asuransi Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya
Sakti, 2002, Cet. Ke-3.
Ali Hasan, AM, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis,
Historis, Teoritis, & Praktis, Jakarta: Kencana, 2004, Cet. Ke-1.
Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Teori, Sistem, Aplikasi
dan Pemasaran, (Jakarta: Kholam Publishing, 2006), Cet. Pertama, h. 4445.
BAMUI, Salinan Akta Pendirian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, Jakarta:
BAMUI, 1999.
BMAI, Peraturan Badan Mediasi Indonesia, Jakarta: BMAI, 2006, Cet. Ke-1.
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana,2005, Cet.
Ke-2.
Djauhari, Achmad, Arbitrase Syariah Di Indonesia, Jakarta: BASYARNAS, 2006,
Cet. Ke-2.
Gautama, Sudargo, Arbitrase Dagang Internasional, Bandung: Alumni, 1979.
Gunawana Wijaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-2, h. 19
Hasan, M Ali, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996.
http://www.bmai.or.id
http://www.hukumonline.com
http://www.mui.or.id/mui_in/pruduct_2/lks_lbs.php?id=6
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003, Cet. Ke-3.
Lubis, Suhrawardi K, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, Cet. Ke-2.
Muhammad, Abdul Kadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1992.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Asuransi di Indonesia,Jakarta: PT. Intermasa, 1996,
Cet. Ke- 2.
Roedijono, Alternative Dispute Resolution (ADR) (Pilihan Penyelesaian Sengketa),
Makalah Pada Dosen Hukum Perdata Seluruh Indonesia, Yogyakarta:
Fakultas Hukum UGM, 1996.
Rosyadi, A. Rahmat, Ngatino, Arbitrase Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif,
Bandung: PT. Citra Aditya Sakti, 2002, Cet. Ke-1.
Sabiq, Sayyid, Fiqh As-Sunnah Jilid 11, Bandung: PT Al- Ma'arif, 1987
Saleh, Abdul Rahman, Arbitrase Islam di Indonesia, Jakarta: BAMUI dan BMI,
1994.
Soemartono, Gatot, R.M, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2006.
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet. Ke-1.
Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung, Pustaka Setia, 2005
Subekti, R, Arbitrase Perdagangan, Bandung: Bira Cipta, 1979.
Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait,
BAMUI, Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Supranto, J. Tehnik Riset Pemasaran dan Ramalan Penjualan, Jakarta, Rineka Cipta,
2000.
Syafi'I Antonio, Muhammad, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani Press,2001, Cet. Ke-1.
Syakir Sula, Muhammad, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, Cet.Ke-1.
Umar, Husein, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Wasif, Khairul, Arbitrase Islam di Indonesia, Jakarta, BAMUI, 1994, Cet. Ke-1.
Wijaya, Gunawan, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2001, Cet. Ke-2.
Wirdyaningsih, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, Cet.
Ke-2.
WAWANCARA
Nama
: Ketut Sendra
Jabatan
: Sekretaris
82
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bsinis: Seri Hukum Bsinis Hukum
Arbitrase, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), Cet -3, h. 60
j.
WAWANCARA
Nama
: Euis Nurhasanah
Jabatan
: Wakil Bendahara
83
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bsinis: Seri Hukum Bsinis
Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), Cet -3, h. 60