Renungan Hud-Hud
Renungan
Hud-HUd
-2
Renungan Hud-Hud
-3
Renungan Hud-Hud
Ia berasal dari ketiadaan. Ini mustahil, karena berarti ada sama dengan
tiada.
Ia berasal dari sesuatu yang lain. Dalam hal ini sesuatu yang lain itulah
sebab-nya.
-4
Renungan Hud-Hud
-5
Renungan Hud-Hud
-6
Renungan Hud-Hud
-7
Renungan Hud-Hud
-8
Renungan Hud-Hud
-9
Renungan Hud-Hud
Dan Tuhan tidak terbagi atau tidak tersusun atas bagian-bagian yang
lebih kecil. Karena wujud qua wujud itu tidak tersusun atas bagian-bagian yang lebih
kecil.
Bukti bahwa wujud qua wujud tidak tersusun atas bagian-bagian yang lebih
kecil adalah sebagai berikut. Jika wujud qua wujud tersusun atas bagian yang
lebih kecil, maka ada dua kemungkinan
1. Ada di antara bagian tersebut yang merupakan wujud qua wujud. Maka ini
mustahil karena akan menghasilkan rantai tanpa ujung.
2. Tidak ada di antara bagian tersebut yang merupakan wujud qua wujud. Ini
pun mustahil karena dengan demikian wujud qua wujud tidak mempunyai
keberadaan.
Dan Tuhan tidak terikat oleh ke-kapanan maupun ke-dimana-an
apapun. Karena ke-kapanan maupun ke-dimana-an pasti terbagi. Ke-kapanan
membagi masa menjadi sekarang, esok, lusa. Ke-dimana-an membagi posisi
menjadi di sana, di situ dan lain-lain. Sedang Tuhan tidak terbagi.
Dan Tuhan itu bukanlah suatu substansi bukan pula aksiden, jika dilihat
dari hakikatnya, kecuali secara aksidental. Karena dari defenisinya1
substansi adalah mahiyyah yang diaktualisasi di alam eksternal yang tidak
memerlukan substratum (dasar), sedang wujud bukanlah mahiyyah. Wujud
bukan pula aksiden, karena aksiden memerlukan substratum, sedang wujud
pasti tidak memerlukan substratum apa-pun, karena substratum apa-pun justru
memerlukannya untuk mengada. Wujud tidak mungkin merupakan substansi
maupun aksiden, kecuali secara aksidental saja. Suatu wujud partikular
merupakan substansi melalui ke-substansi-an mahiyyah yang berkaitan, dan ia
merupakan aksiden melalui ke-aksiden-an mahiyyah yang berkaitan. Konsep
wujud adalah aksiden dalam artian konsep ini adalah suatu predikat yang
disarikan dari subyek-subyeknya.
Haji Mulla Hadi Sabzavari, Syarh-e Manzumeh-e Hikmat, (English Translation oleh M. Mohaghegh $ T. Itsuzu), pp. 203-217
Renungan Hud-Hud
10 -
Dan tidak ada apapun yang bisa dilawankan dengan Tuhan, tidak pula ada
suatu yang mirip dengan-Nya. Karena dua hal yang berlawanan mempunyai
beberapa syarat;
sama-sama ada
Sedang wujud tidak punya substratum, tidak pula punya genus, dan tidak pula
jarak (beda) yang ekstrim terhadap apa pun.. Karena itu pemisahan
mahiyyah dari wujud adalah suatu pembubuhan/penghiasan mahiyyah oleh
wujud. Lebih lanjut, tidak ada suatu apa pun yang mirip dengan wujud.
Karena, dua hal yang mirip adalah dua hal yang mempunyai suatu yang sama
dalam mahiyyah nya, sedang wujud bukanlah mahiyyah.
Renungan Hud-Hud
11 -
2.
Renungan Hud-Hud
12 -
Renungan Hud-Hud
13 -
Renungan Hud-Hud
14 -
Ashalah al-Wujud
Merenungi seluruh yang maujud, dalam aliran Sholawat, maka selalu kita
arungi. buih-buih mahiyyah (ke-apa-an, quiditas) pada satu ketunggalan, satu
keberadaan, satu Wujud Mutlak. Maka, karena mahiyyah menimbulkan
kejamakan (al-katsrah) sedang wujud adalah ketunggalan (al-wahdah), maka
inilah yang disebut al-wahdah fi al-katsrah dan al-katsrah fi al-wahdah.
Maka dari samudera ke-apaan dan keberadaan,. ada tiga kemungkinan
1. Baik mahiyyah maupun wujud qua wujud sama-sama real,- ada di alam
nyata, tidak hanya di alam fikiran atau jiwa subyek pemikir (manusia).
2. Yang real adalah mahiyyah, sedang wujud qua wujud hanyalah ada di
alam fikiran manusia. Paham ini disebut ashalah al-mahiyyah.
3. Yang real adalah wujud qua wujud, sedang mahiyyah hanyalah ada di
alam fikiran manusia. Paham ini disebut ashalah al-wujud.
Paham pertama, bahwa baik mahiyyah maupun wujud qua wujud samasama nyata, merupakan paham yang sesuai dengan common-sense atau
feeling orang banyak. Pendapat ini salah. Buktinya, jika mahiyyah dan wujud
qua wujud sama-sama nyata, maka karena mahiyyah itu banyak, sedang
wujud qua wujud itu tunggal, maka realitas itu banyak sekaligus tunggal. Dan
ini kontradiksi. Jadi tidak mungkin keduanya sama-sama nyata dalam artian
yang hakiki.
Paham kedua, bahwa yang nyata dan benar-benar ada adalah mahiyyah
tidak benar. Buktinya diperoleh dengan membuktikan bahwa paham ketiga-lah,
-yaitu ashalah al-wujud-, yang benar.
Paham ketiga, ashalah al-wujud merupakan paham yang benar. Buktinya
yang paling mudah adalah sebagai berikut;
Renungan Hud-Hud
15 -
Pertama, wujud qua wujud pasti benar-benar ada, karena ada artinya
memiliki keberadaan, sedangkan wujud qua wujud tidak lain adalah
keberadaan itu sendiri.
Kedua, wujud sesuatu merupakan sumber semua penilaian atas sesuatu
tersebut. Tidak mungkin mensifati apapun, tanpa meyakini sesuatu tersebut
memiliki wujud terlebih dahulu.
Ketiga, bagaimana mungkin mahiyyah yang benar-benar ada, sedang wujud
lah yang membuat segala sesuatu meninggalkan keadaan kesamaan-nya?
Keadaan kesamaan artinya kemungkinan ada sama dengan kemungkinan
tidak ada, dan seluruh mahiyyah yang tidak mempunyai wujud terletak pada
keadaan ini.
Masih ada bukti-bukti lain yang lebih rumit yang dapat dibaca di Syarh-e
Manzhumeh dari Guru kita semua YM. Mulla Hadi Sabzavary, semoga rohnya
dimuliakan-Nya.
Satu argumen yang menentang ashalah al-wujud adalah sebagai berikut.
Sekiranya wujud itu benar-benar ada, maka wujud adalah suatu maujud.
Karena wujud itu maujud, maka sebagai maujud ia perlu memiliki wujud. Dan
selanjutnya wujud berikut ini pun adalah maujud yang perlu memiliki wujud, dan
seterusnya (ad infinitum). Ini merupakan suatu petitio principii yang
membentuk rantai argumen tanpa ujung yang mustahil. Argumen tersebut
salah. Letak kesalahannya adalah di awal, cukup kita katakan bahwa wujud itu
memiliki dirinya sendiri, karena segala sesuatu pasti memiliki dirinya sendiri.
Karena itu wujud pasti ada dengan sendirinya tanpa perlu sebab yang
memberinya wujud/keberadaan. Dan titik. Wallahu alam..
Renungan Hud-Hud
16 -
Kesempurnaan
dan
Wujud
Merenungi keindahan alam, lebur dalam Ke-Indahan dan Ke-Sempurnaan ZatNya, al-faqir berfikir tentang apa makna kesempurnaan. Sesuatu disebut
sempurna jika ia memiliki kesempurnaan. Kesempurnaan sulit didefinisikan,
jika pun mungkin. Tapi sekurangnya, ada syarat mesti sesuatu disebut
sempurna, yaitu tidak membutuhkan apa pun selain dirinya sendiri. Karena
sesuatu disebut sempurna jika memiliki kesempurnaan, maka pasti
kesempurnaan itu sendiri sesuatu yang sempurna, karena sesuatu pasti
memiliki dirinya sendiri. Karena itu jika kita meninjau kesempurnaan qua
kesempurnaan, pasti ia tidak membutuhkan apa pun selain dirinya sendiri.
Tidak membutuhkan dari segala modalitas (sudut pandang) apa pun yang
mungkin.
Karena itu Kesempurnaan mesti-lah identik dengan Wujud (Keberadaan)
itu sendiri.
Kenapa? Karena jika Kesempurnaan tidak identik dengan Wujud, maka ia
mebutuhkan sebab untuk maujud. Karena ia membutuhkan sebab untuk
maujud, maka ia tidak sempurna. Karena ia tidak sempurna, maka ia pasti ia
bukan-lah Kesempurnaan. Ini suatu kontradiksi. Jadi Kesempurnaan harus
identik dengan Wujud.
Atau, dengan kata lain, Kesempurnaan adalah Hakikat Zat-Nya. Karena
Wujud adalah hakikat Zat-Nya.
Dan, benar bahwa Kesempurnaan tidak mungkin didefinisikan. Karena
Wujud tidak dapat didefinisikan.
Renungan Hud-Hud
17 -
ketiadaan,Wujud
yang
di
dalamnya
tidak
dan Melihat
untuk
memperjelas
arti
kutipan,
karena
Renungan Hud-Hud
18 -
Emanasi
Wujud yang satu, tunggal dan tiada terbagi. Satu-nya bukanlah satu bilangan
rasional. Bukan pula bilangan nyata. Satu-nya tidak memungkinkan untuk mendua. Tidak mungkin pula diambil setengah-nya. Satu ahadiyyul-mana.
Wujud yang Sempurna tiada terkata. Bahkan Ia -lah kesempurnaan itu sendiri.
Kesempurnaan dari segala seginya. Yang tak dapat dipilah - pilah ke dalam
fractal
-fractal
penyifatan manusia
nan senantiasa
terkurung oleh
yang Luas tiada terbatas oleh apa-pun. Karena jika pun ada
Renungan Hud-Hud
19 -
yang lain. Tentu dua sesuatu yang terakhir sudah kehilangan sifat tunggal dan
tiada terbaginya, maupun kesempurnaan dan kemutlakannya. Dua sesuatu ini
telah memiliki sifat tidak sempurna maupun tidak mutlak (karena minimal
memerlukan sebab untuk mengada), tersusun (karena sebabnya tersusun) dan
relatif (karena sebabnya tersusun atas relasi antara dua sesuatu yang lain).
Kemudian dari lima sesuatu ini dapat diturunkan lagi dengan memperhatikan
seluruh relasi sebab yang mungkin, dan seterusnya. Sehingga akhirnya, dari
Wujud yang Tunggal muncullah alam yang jamak ini.
Pandangan kosmologi seperti yang diuraikan di atas disebut sebagai teori
emanasi. Tapi perlu dicatat, versi teori yang dituliskan ini tidak sama persis
dengan teori emanasi menurut penemu aslinya, Ibnu Sina. Sengaja pula tidak
diberikan nama-nama dari sesuatu - sesuatu tersebut, karena penamaannya
sebenarnya tidaklah esensial dan bahkan dikhawatirkan membingungkan
orang yang pertama kali mencoba memahaminya.
Beberapa sifat penting dari emanasi Wujud diberikan sebagai berikut.
Emanasi Wujud tidak tergantung waktu maupun ruang, bahkan ruang dan
waktu-lah yang tergantung padanya. Jadi tidak dapat ditanyakan kapankah
(atau dimanakah) emanasi terjadi? Atau bahkan dapat dikatakan pula setiap
saat di setiap ruang apa pun atau pun di setiap sesuatu yang tak dapat
diperikan oleh ruang dan waktu apa pun terjadi emanasi Wujud.
Semua sesuatu selain Wujud dalam emanasi tidak memiliki Wujud sejati.
Karena menurut ashalah al-wujud Yang Nyata Wujud-Nya hanyalah Wujud.
Dan mahiyyah hanyalah memiliki eksistensi imajiner.
Sehingga semua selain Wujud hanyalah ada di alam mental. Karena itu
tidak salah kalau semua selain Wujud disebut Akal.
Renungan Hud-Hud
20 -
Sehingga sesuatu yang pertama muncul dari Wujud disebut sebagai Akal
Pertama atau Akal Universal. Karena seluruh akal lain meniscayakan
eksistensinya sebagai dalam rantai kausalitasnya.
Atau terkadang Akal Pertama juga disebut sebagai Nur Muhammad.
Karena nuur inilah yang memungkinkan Wujud menyatakan dirinya dalam
selainnya di alam akal, sehingga secara reciprocal dapat dinyatakan nuur inilah
yang memberikan eksistensi mental pertama , pemahaman pertama, Wujud
atas dirinya sendiri.
dalam