Anda di halaman 1dari 46

UNIVERSITAS INDONESIA

INDUSTRI XYLENE

KELOMPOK 10
ANGGOTA KELOMPOK:
FARIS RAZANAH Z.
(1106005225)
LIDYA AYU PRATIWI (1006679724)
MUTIARA KARTINI
(1106000275)
RIA KUSUMA DEWI
(1106005396)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014

ii

DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................ ii


Daftar Gambar ............................................................................................... iii
Daftar Tabel ................................................................................................... iv
BAB I - PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA XYLENE ............................................... 2
2.1 Pengertian Xylene ......................................................................... 2
2.2 Sifat Fisika dan Kimia Xylene ...................................................... 2
2.3 Manfaat Xylene ............................................................................ 5
2.4 Bahan Baku Xylene ...................................................................... 7
2.5 Produsen Xylene ............................................................................ 11
2.6 Kebutuhan Nasional Xylene........................................................... 20
BAB III PROSES PEMBUATAN XYLENE ........................................... 24
3.1 Skema Proses ................................................................................ 24
3.2 Parameter Proses ........................................................................... 36
3.3 Limbah Proses .............................................................................. 38
BAB IV - KESIMPULAN ............................................................................ 41
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 42

Universitas Indonesia

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Isomer xylene (o-xylene, m-xylene dan p-xylene).............. 2


Gambar 2.2. Perbandingan Sifat Fisika dan Kimia Xylene dan Isomernya 4
Gambar 2.3. Pohon Petrokimia yang Menunjukkan Manfaat Xylena......... 3
Gambar 2.4. Feed dan produk dari Produksi Xylene................................... 7
Gambar 2.5. Kegunaan dan Isomer Xylene................................................. 8
Gambar 2.6. Skema Produk Pertamina........................................................ 11
Gambar 2.7. Blok Diagram KPC................................................................ 15
Gambar 2.8. Skema Produk PT. TPPI........................................................

18

Gambar 2.9. Kebutuhan Dunia akan Xylene.............................................. 21


Gambar 2.10. Kebutuhan Xylene dibandingkan yang Lain.......................

21

Gambar 2.11. Kebutuhan Paraxylene di Dunia tahun 1999-2010.............

22

Gambar 3.1. Reaksi Hydrotreating Gugus-Gugus Tertentu......................

25

Gambar 3.2. Process Flow Diagram Hydrotreating..................................

25

Gambar 3.3. Unit Catalytic Reforming.....................................................

27

Gambar 3.4. Solven Senyawa Aromatik...................................................

28

Gambar 3.5. Pemisahan Senyawa Aromatik Lain Dari Xylena................

29

Gambar 3.6. BFD dari Integrated Pyrolysis Gasoline Treatment Process

31

Gambar 3.7. Proses Hidrogenasi dan Ekstraksi.........................................

32

Gambar 3.8. Reaksi Disproporsionasi Toluena.........................................

33

Gambar 3.9. Reaksi Trans-Alkilasi Toluena.............................................

34

Gambar 4.0. Proses produksi Xylene dan Disproporsionasi Toluena.......

35

Gambar 4.1. Proses produksi Xylene dari Coal-Derived..........................

36

Gambar 4.2. Skema Proses Pengolahan Limbah Industri Xylena.............

39

Universitas Indonesia

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Data Fisik C8-Aromatis......................................................

Tabel 2.2. Thermodinamika C8 Aromatis...............................................

10

Tabel 2.3. Kapasitas terpasang Kilang Paraxylene.................................

11

Tabel 2.4. Spesifikasi Paraxylene...........................................................

13

Tabel 2.5. kapasitas Disain tiap Unit di Kilang Paraxylene...................

14

Tabel 2.6. Kapasitas Produksi di TPPI..................................................

19

Tabel 2.7. Supply and demand Produk Petrokimia Aromatik................

23

Universitas Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
Industri petrokimia adalah industri yang menghasilkan produk-produk
dimana bahan bakunya adalah minyak dan gas. Dengan melakukan suatu proses
dan reaksi kimia, minyak dan gas dapat diolah menghasilkan produk tertentu.
Produk petrokimia mempunyai harga jual yang lebih tinggi dibandingkan minyak
dan gas itu sendiri. Di Indonesia, industri petrokimia sudah mulai berkembang.
Banyak berbagai pabrik petrokimia didirikan untuk memproduksi produk
petrokimia. Produk petrokimia diklasifikasikan menjadi produk dasar, produk
antara, produk akhir, dan produk jadi. Salah satu yang menarik untuk dibahas
adalah produk antara. Produk antara mempunyai banyak fungsi karena biasanya
produk antara dapat direaksikan kembali menghasilkan banyak produk tertentu
jika kita arahkan menggunakan katalis tertentu.
Salah satu produk antara yang sangat populer adalah xylene. Xylene
merupakan cairan tak berwarna, mudah terbakar, dan beracun, namun berguna
sebagai bahan lanjutan untuk mengahasilkan produk produk petrokimia seperti
serat serat sintetik, bahan plastik sintetik, bahan sabun deterjen, bahan pewarna
cat, dan kain- lain. Xylene umumnya secara luas diaplikasikan sebagai bahan
baku pada industri kimia dan sebagai solvent dalam proses manufaktur industri,
namun pemanfaatan xylene pada industri kimia paling utama adalah pada industri
sandang atau pakaian. Untuk menghasilkan xylene ada banyak cara yang bisa
digunakan

seperti

catalytic

reforming,

pirolisis

gasoline,

dan

reaksi

disproporsionasi toluena. Produsen xylene di Indonesia sendiri sebagian besar


dihasilkan oleh Pertamina Unit Pengolahan Cilacap, namun ada beberapa
perusahaan lain yang juga memproduksi xylene seperti PT TPPI. Dengan melihat
potensi xylene sebagai produk antara yang cukup besar, diharapkan Indonesia
mampu menghasilkan pabrik xylene dalam jumlah yang lebih banyak.

Universitas Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA XYLENE
2.1. Pengertian Xylene
Xylene merupakan bahan kimia kelompok hidrokarbon aromatik dengan
rumus kimia C6H4(CH3)2. Nama lain dari xylene antara lain dimetilbenzene, xylol
dan methyltoluene. Xylene memiliki berat molekul 106,168 gram/mol dengan
komposisi karbon (C) sebesar 90,5% dan hidrogen (H) 9,5%. Xylene memiliki
tiga isomer yaitu ortho-xylene, meta-xylene dan para-xylene yang dibedakan dari
posisi cabang metil (CH3) pada cincin aromatiknya seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.

Gambar 2.1. Isomer xylene (o-xylene, m-xylene dan p-xylene)


Sumber : Anonim (2014) http://en.wikipedia.org/wiki/Xylene Diakses 18 Maret 2014 (17:57)

Xylene merupakan cairan tidak berwarna yang dihasilkan dari nafta melalui
proses reforming atau aspal cair, yang sering digunakan sebagai pelarut (solvent)
dalam industri (G.A.Jacobson dan S. McLean, 2003). Xylene pada aspal cair
pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke 19. Nama dari xylene berasal
dari bahasa latin wood xulon karena xylene dapat diperoleh dari hasil destilasi
kayu tanpa kehadiran oksigen (Richard L. Myers, 2007).
2.2. Sifat Fisika dan Kimia Xylene
Xylene merupakan hidrokarbon aromatik yang secara luas digunakan dalam
industri dan teknologi medis sebagai pelarut (Langman JM, 1994.). Namun
demikian, xylene amat berbahaya dan bersifat racun apabila terpapar atau masuk
dalam tubuh manusia. Beberapa lembaga internasional telah menentukan nilai

Universitas Indonesia

ukuran toksisitas untuk xylene. ACGIH menentukan nilai 100 ppm selama 8 jam
untuk batas TWA dan 150 ppm selama 15 menit untuk STEL; NIOSH
menetapkan batas TWA 100 ppm atau sekitar 435 mg/m3 dan 150 ppm atau
sekitar 655 mg/m3 untuk STEL; OSHA menetapkan TWA 100 ppm atau sekitar
435 mg/m3, sementara Kementrian Tenaga Kerja menetapkan nilai ambang batas
yang sama ACGIH sebesar 435 mg/m selama 8 jam. Nilai ambang batas (NAB)
merupakan konsentrasi dari zat, uap, atau gas dalam udara yang dapat dihirup
selama 8 jam per hari selama 5 hari/minggu, tanpa menimbulkan gangguan
kesehatan yang berarti (Soemanto Imamkhasani, 1990). Xylene dapat masuk ke
dalam tubuh manusia melalui beberapa jalur, seperti oral, inhalasi maupun
dermal.
Pemaparan melalui oral merupakan hal yang jarang terjadi untuk kasus bahan
xylene. Pemaparan via oral untuk kasus xylene lebih dikarenakan kurang higienis
para pekerja setelah menggunakan atau setelah terpapar xylene, seperti makan
tanpa cuci tangan. Pemaparan via oral ini dapat langsung masuk ke dalam saluran
pencernaan dan kemudian mengiritasinya. Namun sebagian besar akan bergerak
menuju hati untuk dimetabolisis dan diekresikan.
Pemaparan melalui inhalasi cukup sering terjadi, hal ini dikarenakan xylene
memiliki karakteristik mudah menguap dan uap xylene dapat terabsorbsi dengan
cepat melalui paru-paru (G.A.Jacobson dan S. McLean, 2003). Pemaparan via
inhalasi ini akan mengiritasi saluran pernafasan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya pada dosis akut, xylene akan mengiritasi hidung, tenggorokan hingga
paru-paru.
Pemaparan melalui dermal menyebabkan kulit mengalami kerusakan berupa
larutnya lemak oleh xylene. Hal tersebut dikarenakan karakteristik dari xylene
yang mudah larut dalam lemak. Pemaparan xylene via dermal tidak sebanyak
pemaparan via inhalasi hal tersebut dikarenakan xylene cair dan uap terabsorbsi
lambat melalui kulit (G.A.Jacobson dan S. McLean, 2003). Xylene yang
terabsorbsi kemudian diangkut oleh darah menuju hati untuk dimetabolisis dan
diekresikan.
Selain beracun bagi manusia, sifat fisika dan kimia dari xylene adalah sebagai
berikut :

Universitas Indonesia

Bentuk fisik

: Cairan

Warna

: Tidak berwarna

Berat Molekul

: 106,168 gram/mol

Bau

: Berbau manis

Titik didih

: 138,50C

Titik nyala

: 21 270 C

Titik leleh

: 47,40C

(281,30F)
(530F)

Auto Ignition Temperature : 432 5300C


Specific Gravity

: 0,864

(Air = 1)

Vapour Pressure

: 0,9 kPa

(pada temperatur 200C)

Vapour Density

: 3,7

(Air = 1)

Volatile Volume

: 100 %

Viskositas Kinematik

: < 0.9 mm2/s (pada temperature 200C)

Kelarutan dalam air

: 0,175 kg/m3

Laju evaporasi

: 0.76

(Sumber : Xylene Material Safety Data Sheet (MSDS), sumber dijabarkan pada halaman
referensi)

Perbandingan sifat fisika dan kimia antara xylene dan ketiga isomernya (oxylene, m-xylene dan p-xylena) dapat dilihat dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Perbandingan Sifat Fisik dan Kimia Xylene dan Isomernya
Sumber : Anonim (2014) http://en.wikipedia.org/wiki/Xylene Diakses 18 Maret 2014 (17:57)

Universitas Indonesia

2.3. Manfaat Xylene


Xylene merupakan hidrokarbon aromatik yang dihasilkan dari kilang aromatik
pada pengolahan nafta melalui proses reforming. Xylene umumnya secara luas
diaplikasikan sebagai bahan baku pada industri kimia dan sebagai solvent dalam
proses manufaktur industri, namun pemanfaatan xylene pada industri kimia paling
utama adalah pada industri sandang atau pakaian. Sebagai bahan baku pada
industri kimia, xylene dapat teroksidasi dimana gugus metil berubah menjadi
gugus karboksilat, ortho-xylene akan membentuk phthalic acid sedangkan paraxylene akan membentuk purified terephthalic acid (TPA). TPA dapat bereaksi
dengan ethylene glycol membentuk ester polyethylene terephthalate (PET). Bahan
PET merupakan bahan plastik yang digunakan sebagai botol minuman maupun
wadah makanan. Selain itu purified terephthalic acid atau TPA merupakan salah
satu bahan dalam pembuatan polyesters. PTA yang berbentuk seperti tepung
detergen ini direaksikan dengan metanol menjadi serat poliester. Serat poliester
inilah yang akan diproduksi menjadi benang sintetis. Hampir semua pakaian
terbuat dari serat poliester. Harga pakaian yang terbuat dari benang sintetis
poliester biasanya relatif lebih murah dibandingkan pakaian yang terbuat dari
bahan dasar katun, sutra atau serat alam lainnya. Kehalusan bahan yang terbuat
dari serat poliester dipengaruhi oleh zat penambah (aditif) dalam proses
pembuatan benang (saat mereaksikan PTA dengan metanol). Pada 2007 saja
perkiraan penggunaan xylene diseluruh dunia mencapai 30 juta ton pertahun
(Richard L. Myers, 2007). Pengembangan xylene menjadi bahan baku industri
hingga menjadi bahan jadi digambarkan pada Gambar 2.3.

Universitas Indonesia

Gambar 2.3. Pohon Petrokimia yang Menunjukkan Manfaat Xylene


(Sumber : Presentasi Bapak Ir. Yuliusman, M. Eng)

Universitas Indonesia

2.4. Bahan Baku Xylene


Xylene dapat diproduksi oleh berbagai macam feed atau bahan baku yang
akan diproduksi menjadi mixed xylene dan diubah menjadi isomer-isomernya
untuk pemanfaatan lebih lanjut. Berikut adalah feed dan produk dari proses
produksi xylene:

Gambar 2.4. Feed dan produk dari proses produksi xylene

Xylene ini dapat diisomerisasi menjadi isomer-isomernya yang memiliki


kegunaan bermacam-macam, salah satu yang paling banyak diproduksi adalah pxylene karena merupakan bahan baku pembuatan polyester fiber yang banyak
digunakan dalam industry plastic. Berikut ini adalah macam-macam kegunaan
dari isomer xylene:

Universitas Indonesia

Gambar 2.5. Kegunaan dari isomer xylene

Bahan Baku dan Produk dalam Produksi P-Xylene dengan reaksi disproporsionasi
toluene dengan katalis ZSM-5
Bahan Baku Toluene
Fasa : cair
Kenampakan : jernih
Kemurnian : min 99,0 % wt
Impuritas
- p-xylene : max 0,50 % wt
- m-xylene : max 0,30 % wt
- o-xylene : max 0,20 % wt
Bahan Baku Hidrogen
Fasa : gas
Kenampakan : tidak berwarna
Tekanan : 1 atm
Kemurnian : min 99,9 % wt
Impuritas
CH4 : max 0,1 % wt
Bahan Pembantu Katalis Zeolite ZSM-5
Fasa : padat
Bentuk : pellet
Diameter : 2 mm
Ukuran pori pori : 2 4,3

Universitas Indonesia

Bulk density : 1,79 g/cm3


Carrier : Alumina Silikat dengan ratio

Produk Utama Paraxylene


Fasa : cair
Kenampakan : jernih
Kemurnian : min 99,5 %wt
Impuritas
- m-xylene : max 0,30 % wt
- o-xylene : max 0,15 % wt
- toluene : max 0,05 % wt
Produk Samping Benzene
Fasa : Cair
Kenampakan : jernih kekuningan
Kemurnian : min 98,0 % wt
Impuritas
- Toluene : max 2,0 % wt

Tabel 2.1 Data Fisik C8 Aromatis

Universitas Indonesia

10

Tabel 2.2 Thermodinamika C8 Aromatis

Proses pembuatan p-xylene melalui reaksi disproporsionasi toluene


dengan katalis ZSM-5 pada prinsipnya adalah pemindahan gugus metyl dari suatu
molekul toluene ke molekul toluene lainnya. Dengan jalan 2 mol toluene masuk
berdifusi ke dalam permukaan katalis melalui pori-porinya, difusi dapat berjalan
dengan cepat. Senyawa toluene yang kehilangan gugus metilnya akan menjadi
benzene dan senyawa toluene yang lain akan menerima gugus metylnya
membentuk mixed xylenes (orto, meta dan para-xylene). Orto dan metaxylene
yang terbentuk kemudian akan berisomerisasi dengan cepat dalam pori-pori
katalis ZSM-5 membentuk p-xylene. Benzene yang terbentuk dari reaksi
disproporsionasi toluene dapat dengan cepat meninggalkan permukaan katalis,
kemudian diikuti dengan paraxylene yang terbentuk sedangkan o-xylene dan mxylene lebih lama waktu tinggalnya dalam katalis (difusivitasnya lebih rendah
daripada difusivitas p-xylene) dan lebih jauh akan mengalami reaksi isomerisasi
menjadi p-xylene sebelum keduanya meninggalkan permukaan katalis dengan
gerakan difusi yang lambat. Jadi dalam reaksi dengan proses disproposionasi
toluene ini, 2 mol toluene akan pecah menjadi 1 mol benzene dan 1 mol xylene.

Universitas Indonesia

11

2.5. Produsen Xylene


Di Indonesia, jenis xylene yang diproduksi adalah paraxylene dan
orthoxylene. Industri yang memproduksinya adalah PT. Pertamina (Persero) Unit
Pengolahan VI Cilacap dan PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
1. PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI Cilacap

Gambar 2.6.. Skema Produk Pertamina


(Sumber: http://www.cmtevents.com/eventdatas/070523/pdf/Pertamina.pdf)

Pada perusahan ini hanya memproduksi jenis paraxylene saja.


Paraxylene diproduksi di kilang Paraxylene. Kilang ini dibangun pada tahun
1988 dan sebagai kontraktor pelaksananya adalah Japan Gasoline
Coorporation (JGC). Kilang ini mulai beroperasi pada 20 Desember 1990
dengan mengolah naptha 590.000 ton/tahun menjadi produk utama
paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya yaitu LPG, raffinate, heavy
aromate dan fuel oil/excess.
Tabel 2.3. Kapasitas Terapasang Kilang Paraxylene

Unit Proses

Kapasitas (ton/hari)

Naphta Hydrotreater

1.791

CCR Platformer

1.791

Sulfolane

1.100

Tatoray

1.730

Xylene Fractionator

4.985

Universitas Indonesia

12

Parex

4.440

Isomar

3.590

Untuk paraxylene sendiri berada pada xylene Fractionator dengan


kapasitas produksi sebesar 270.000 ton/tahun. Produk paraxylene sebagian
untuk memenuhi kebutuhsn ke pusat aromat di Plaju sebagai bahan baku
Purified Terepthalic Acid (PTA) dan sebagian lagi diekspor.
Langkah-Langkah Proses Pembuatan xylene di Pertamina
a. Proses Persiapan Umpan
Dimaksudkan untuk:
1.) Mencampurkan umpan yang berupa toluene dan trimethyl benzene
dengan perbandingan 1:1 dalam alat Feed Surge Drum (86-V-201)
2.) Menguapkan campuran toluene dan trimethyl benzene dalam alat
Combined Feed Exchanger (86-E-201)
3.) Memanaskan uap campuran toluene dan trimethyl benzene sampai
mencapai suhu reaksi (482 oC) dalam alat Charge Heater (86-F-201)
Umpan masuk ke dalam Feed surge drum, alat ini berfungsi
sebagai tempat pencampuran umpan untuk unit tatoray. Tekanan surge
drum diatur oleh push pull control system. Pada tekanan rendah, gas dari
stripper accumulator akan masuk. Pada tekanan tinggi,gas keluar ke flare.
Campuran umpan ini kemudian dipompa dan diatur jumlah alirannya oleh
flow control masuk ke combined feed exchanger (86-E-201) bersama
campuran recycle gas dan make up hydrogen pada sisi tube nya.
Combined feed akan diuapkan oleh effluent reactor. Temperatur
combined feed sebesar 438 oC pada outlet combined feed exchanger diatur
oleh (86-TIC-215) dengan jalan mengatur jumlah aliran feed yang lewat
by pass exchanger. Temperatur combined feed akan dinaikkan oleh charge
heater (86-F-201) sampai mencapai suhu reaksi yaitu 482 oC.
b. Proses Pembentukan Produk
Dimaksudkan untuk mereaksikan toluene dan trimethyl benzene
hingga dihasilkan xylene dan benzene sebanyak mungkin dengan proses
transalkylasi dalam reaktor (86-R-201). Combined feed dari heater masuk

Universitas Indonesia

13

ke reaktor (86-R-201) pada suhu 482 oC dan tekanan 34,12 Kg/Cm2.G.


Reaktor ini merupakan fixed catalyst bed reactor dengan type Down
Flow. Reaktor dioperasikan pada tekanan 31-32 Kg/Cm2 dan temperatur
482 oC. Di dalam reaktor ini, dalam bentuk sederhananya, toluene dan
campuran C9 aromat (tri methyl benzene) akan dikonversi menjadi C6, C8,
dan C10 aromat dengan mendasarkan pada reaksi trans alkylasi. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut

CH3
(CH3)3

(CH3)2
H2

(g)

Katalis

(g)

(g)

atau

CH3
(CH3)3
H2

+
(g)

(g)

Katalis

Heavier
Aromatic

(g)

(g)

c. Proses Pemisahan Produk


Dimaksudkan untuk: Memisahkan benzene (pure benzene) dari
toluene dan aromatik berat (heavier aromatic) lainnya dalam alat Tatoray
Benzene Column (86-C-202). C8 + dari reaktor pada proses pembentukan
produk dikirim ke unit xylene fractionation. Disini akan dipisahkan
menjadi fraksi C8, C9, dan C10 + . C9 dialirkan ke surge drum unit Tatoray
bersama Overhead kolom toluene. Hasil yang didapatkan memiliki
karateristik sebagai berikut
Tabel 2.4. Spesifikasi Paraxylene

Spesifikasi

Keterangan

Wujud

Cair

Kenampakan

Jernih dan terang tanpa sedimen

Bau

Berbau khas aromatik

Purity

99,65% berat

Bromine index

200 (max)

Universitas Indonesia

14

Kilang Paraxylene Cilacap


Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphtha dan sarana pendukung
seperti tangki, dermaga dan utilities maka pada tahun 1988 dibangunlah Kilang
Paraxylene Cilacap (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku Pusat Aromatik
di Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM.
Kilang paraxylene dibangun pada tahun 1988 dan sebagai kontraktornya ialah
Japan Gasoline Corporation (JGC). Kilang mulai beroperasi, setelah diresmikan
oleh presiden RI tanggal 20 Desember 1990. Kilang ini dibangun berdasarkan
adanya pertimbangan bahan baku naphtha dan sarana pendukung seperti tangki,
dermaga dan utilitas. Pertamina RU IV Cilacap semakin penting dengan adanya
kilang paraxylene, karena dengan mengolah 590.000 ton/tahun naphta menkadi
produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya. Jenis produk
kilang paraxylene; paraxylene, benzene, LPG, raffinate, heavy aromate dan fuel
gas/excess. Produksi kilang paraxylene Cilacap selain untuk memnuhi kebutuhan
pusat aromatik dari RU III Plaju dan sebagian lagi diekspor. Sedangkan produk
benzene keseluruhannya diekspor, produk produk lainnya dimanfaatkan untuk
keperluan dalam negeri serta kebutuhan sendiri. Berikut tabel yang menjelaskan
kapasitas unit di kilang KPC

Tabel 2.5. Kapasitas Disain tiap Unit di Kilang Paraxylene

Universitas Indonesia

15

Kilang Paraxylene pada Gambar 1.7 yang terletak di area 80 terdiri dari
unitunit proses sebagai berikut :

Gambar 2.7. Blok Diagram KPC

Unit 82 : Naptha Hydrotreater


Fungsi utama unit ini adalah mempersiapkan heavy naptha yang
terbebas dari

kontaminasi berbagai impurities seperti sulfur,

oksigen, nitrogen, logamlogam organik dan sebagainya, oleh


karena senyawa tersebut dapat meracuni katalis pada Unit
Platforming. Pemurnian ini dilakukan dengan menginjeksikan gas
hidrogen dalam suatu rektor katalis yaitu Ni-Mo Alumina.

Unit 84 : CCR Platforming Unit


Unit ini mengolah senyawa parafinik dan naphtenik yang terdapat
pada Treated Naptha menjadi senyawa aromatik untuk dijadikan
paraxylene dan benzene pada unit berikutnya. Untuk

CCR

platforming catalist, umpan naptha harus kurang dari 0,5 weight


ppm,

untuk

mengoptimalkan

selektivitas

dan stabilitas

karakteristik katalis. Untuk tipikal kandungan sulfur dalam umpan


pada deaktivasi, suhu reaktor perlu dinaikkan untuk mencapai
tingkat removal yang sama. H2S yang dihasilkan kemudian
dipisahkan pada stripper column,

dan dikeluarkan sebagai

overhead off gas.

Universitas Indonesia

16

Hasil utama dari unit ini kemudian akan dipisahkan antara


light platformate

dan heavy platformate. Light

banyak mengandung benzene

dan

toluene

platformate

yang kemudian

dikirim ke Sulfolane Unit.

Unit 85 : Sulfolane Unit


Umpan untuk unit ini adalah light platformate. Unit ini berfungsi
untuk memisahkan gugus aromat dari gugus non aromat secara
ekstraksi

dengan menggunakan pelarut sulfolane. Rafinat

mengandung komponen-komponen non aromat (parafin, olefin dan


naphta) yang disebut mogas dan ekstrak mengandung komponen
aromat. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut dipisahkan di
Sulfonate Benzene Column (SBC). Hasil atas berupa benzene dan
produk bawahnya adalah toluene dan C8-+. Produk bawah ini
kemudian dipisahkan pada Sulfolane Toluene Column (STC).
Produk toluene kemudian diumpankan ke Tatoray Unit dan produk
bawah ke Xylene Fractionation Unit.

Unit 86 : Tarotoray Process Unit


Proses tatoray adalah suatu proses katalitik untuk trans-alkilasi
aromat. Dalam bentuk sederhananya, toluene dikonversi menjadi
benzene dan campuran xylene.

Toluene

dan campuran C9

aromatik dikonversi menjadi C6, dan C8 aromat. Katalis yang


digunakan adalah TA-4 dengan basis silika alumina. Benzene
yang dihasilkan direcycle ke unit sulfolane, sedangkan xylene
dan toluene ke toluene column untuk memisahkan toluene dan
xylene.

Unit 87 : Xylene Fractionation Unit


Suatu aspek unik dari unit ini adalah pada desain splitter column.
Dengan mengoperasikan splitter column pada tekanan yang tinggi,
suhu uap overhead menjadi

begitu

tinggi,

sehingga

dapat

dimanfaatkan sebagai pemanas untuk reboiler di beberapa kolom


pada Parex Unit dan Isomar Unit. Hal ini merupakan suatu
penghematan biaya operasi dan biaya pokok yang tidak kecil.

Universitas Indonesia

17

Unit ini berfungsi untuk memisahkan campuran antara xylene


dengan C9 aromat dan lainnya. Produk atas berupa xylene yang
diumpankan ke Parex Unit dan hasil bawah dipisahkan dalam
Heavy Aromatic Column. Produk atasnya berupa C9 aromat
diumpankan ke Tatoray Unit dan hasil bawah adalah heavy aromat.

Unit 88 : Paraxylene Extraction (Parex) Process Unit


Proses Parex adalah suatu proses pemisahan yang kontinyu untuk
adsorbsi selektif paraxylene dari campuran isomernya (ortho
dan meta xylene), ethyl benzene dan hidrocarbon non aromatik.
Unit ini menggunakan solid adsorbent (zeolit), desorbent, Para
Diethyl Benzene (PDB) dan suatu flow directing device yang
disebut rotary valve.
Produk rafinat menjadi umpan Isomar Unit sedangkan ekstrak
berupa campuran paraxylene dan desorbent dipisahkan lagi.
Produk paraxylene yang dihasilkan mempunyai kemurnian yang
tinggi yaitu sebesar 99,65%.

Unit 89 : Isomar Process Unit


Isomar yaitu proses isomerisasi katalis yang mengubah C8 aromat
menjadi campuran yang seimbang dengan menggunakan noble
metal catalyst dwifungsi. Umpan rafinat dari parex dicampur
dengan recycled gas yang kaya hidrogen, diuapkan dan dialirkan
melalui

fixed

bed

radial

flow

reactor.

Effluentnya

dikondensasikan untuk memisahkan liquid dan gasnya. Hasil atas


berupa komponen hasil cracking yang diumpankan ke Unit 84
untuk memisahkan LPG sedangkan hasil bawah berupa campuran
ortho, meta, para xylene sebagai umpan Xylene Fractionation Unit.

Unit Nitrogen Plant


Nitrogen pada kilang ini diperlukan untuk CCR sistem dan tangki
tailing. Kapasitas Nitrogen plant ini adalah :
N2 gas : 800 Nm3/jam
N2 liquid : 130 Nm3/jam

Universitas Indonesia

18

Udara dilewatkan melalui suction filter untuk menghilangkan


debu-debu, selanjutnya ditekan dan dimasukkan ke dalam
absorber, kemudian didinginkan sampai kira-kira 5C pada chiller
unit.

2. PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)

Gambar 2.8 Skema Produk PT. TPPI

(Sumber: http://www.cmtevents.com/eventdatas/070523/pdf/Pertamina.pdf)

PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama memiliki tujuan untuk


memproduksi produk-produk petrokimia aromatik hulu dan antara. TPPI
berdiri pada tahun 1996 dan mendirikan pabriknya di Tuban. PT. Trans
Pacific Petrochemical Indotama merupakan perusahan asing yang berdiri di
Indonesia. TPPI merupakan pabrik yang mempunyai core business yang
menghasilkan produksi Chemical seperti benzena, toluena dan xylen dan
memiliki produk samping seperti Light Naptha, Kerosene, Reformate dan
Gas Oil. Oleh karena itu TPPI dapat disebut sebagai Refinery Plant.
Kapasitas Produksi dari TPPI adalah sebagai berikut

Universitas Indonesia

19

Tabel 2.6. Kapasitas Produksi di TPPI

Produk
Light Naptha

Kapasitas (ton/tahun)
1.065.000

Paraxylene

500.000

Benzene

207.000

Toluene

100.000

Orthoxylene

120.000

Reformate

335.000

Kerosene

1.100.000

Diesel Oil

189.000

Produk yang dihasilkan seperti Light Naphta dapat dijadikan sebagai


bahan baku untuk proses Olefin, produk yang dihasilkan antara lain adalah
polypropelene. Produk Kerosene digunakan sebagai bahan bakar minyak,
mengingat nilai oktan dari Kerosene itu sendiri cukup tinggi. Produk Diesel
Oil atau yang dikenal dengan solar digunakan sebagai bahan bakar untuk
proses seperti Boiler. Yang terakhir produk Reformate juga digunakan
sebagai bahan bakar minyak, yaitu sebagai campuran untuk bensin.
Orthoxylene

dapat

dimanfaatkan dalam

industri plastik

dan glass

reinforcement. Paraxylene dimanfaatkan dalam industri plastik, botol dan


elektronika. Benzene dimanfaatkan untuk pembuatan phenol/aceton, nylon,
fibers, mainan, industri pengepakan dan elektronik. Toluene dimanfaatkan
sebagai pelarut dan Gasoline.

Sejak 1998, Industri Purified Terephthalic Acid (PTA) mengalami


perkembangan yang sangat pesat. Di Indonesia ada lima fasilitas produksi
PTA yang beroperasi, yakni: Pertamina Plaju Aromatic (225.000 ton/tahun),
Bakrie Kasei PTA (640.000 ton/tahun), Amoco Mitsui PTA Indonesia
(420,000 ton/tahun), Polysindo Eka Perkasa (340,000 ton/tahun) dan
Polyprima Karya Reksa (350,000 ton/tahun). Total produksi kelima produsen
PTA ini mencapai 1,98 juta ton/tahun. PTA sendiri diproduksi dari
paraxylene sebagai bahan baku. (SNI Penguat Daya Saing Bangsa, hal.101)

Universitas Indonesia

20

Perkembangan industri PTA ini berdampak pada tingkat konsumsi paraxylene


yang juga meningkat.
Saat ini kebutuhan paraxylene nasional mencapai 1.5 juta ton per
tahunnya, dimana hanya terdapat 2 produsen paraxylene di Indonesia, yaitu
PT. TPPI (kapasitas 550.000 ton/tahun) dan PT. Pertamina (kapasitas 270.000
ton/tahun), dengan total kapasitas 820.000 ton/tahun. Sehingga, Indonesia
masih mengandalkan impor untuk menutupi kekurangan suplai paraxylene
dalam negeri. Biaya impor sangat dipengaruhi oleh kurs nilai rupiah terhadap
mata uang asing terutama dollar amerika sehingga diharapkan dapat
mengurangi impor paraxylene dari luar negeri dengan dibangunnya pabrik
paraxylene baru di Indonesia. Paraxylene dengan struktur C8H10 atau yang
disebut 1,4 dimetilbenzene adalah senyawa aromatik dengan kenampakan
cairan jernih yang banyak digunakan dalam industri kimia bila dibandingkan
dengan isomer-ismoer lainnya (ortho dan meta), dimana bahan ini dapat
diolah menjadi beberapa produk akhir diantaranya Purified Terephtalic Acid
(PTA), Dimethyl Terephthalate (DMT), dan polyester yang digunakan
sebagai bahan industri plastik dan tekstil. Bentuk fisik PTA ialah
bubuk/kristal putih yang tidak larut dalam

air, chloroform, ether, dan asam

asetat. PTA larut dalam alkohol dan alkali (NaOH, KOH),memiiki berat
molekul 166.10, dan mudah terbakar.

KegunaanPTA antara lain ialah

sebagai bahan baku utama pembuatan serat benang polyester untuk industri
tekstil, bahan baku polyester chip, dan bahan baku polyester fibre yang
kemudiandigunakan sebagai bahan baku tekstil, ban, seatbelts, reinforcement,
dan jaket tahan panas.PTA dapat juga digunakan untuk pembuatan botol PET
( polyethylene terephthalate), PETfilm, dan juga polyester filament untuk
bahan baku benang polyester.

2.6 Kebutuhan Xylene


Xylene memiliki banyak macam ada paraxylene, othoxylene dan
metaxylene. Saat ini paraxylene lebih dominan dibandingkan dengan yang lain hal
ini dikarenakan paraxylene merupakan kunci untuk sintesis PTA (Purified
Tetraphthalic acid) dan DMT (Dimethyl Terephthalate). Keduanya digunakan

Universitas Indonesia

21

dalam industri plastik dan polyester untuk baju. Hal ini dapat dilihat pada gambar
berikut

(1%)
7%
10 %

82%

Gambar 2.9. Kebutuhan Dunia akan xylene

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa di tahun 2009, paraxylene


memiliki konsumsi terbesar di dunia sekitar 82% dibandingkan dengan
orthoxylene, metaxylene dan campuran dari jenis xylene. Jika dibandingkan
dengan produk lain, konsumsi paraxylene (xylene) berada pada peringkat kedua
setelah benzena yaitu sekitar 27,6%

Gambar 2.10. Kebutuhan Xylene dibandingkan dengan yang lain

Universitas Indonesia

22

Sejak tahun 1999, kebutuhan adakan paraxylene meningkat. Hal ini


disebabkan karena meningkatnya kebutuhan akan PTA dan DMT. Peningkatan
kebutuhan akan paraxylene akan ditunjukan pada grafik berikut.

Gambar 2.11. Kebutuhan paraxylene di Dunia pada tahun 1999-2010

Kebutuhan akan paraxylene di dunia semakin tahun semakin bertambah.


Dapat dilihat pada tahun 2010 kebutuhan paraxylene mencapai 30.000 kilometric
tons. Di Indonesia sendiri kebutuhan akan paraxylene semakin lama semakin
meningkat pula. Pertumbuhan permintaan lokal akan paraxylene mencapai 32,43
% per tahun antara tahun 2004 sampai pada tahun 2009. Permintaan lokal pada
tahun 2004 mencapai 1.013.000 ton sedangkan pada tahun 2009 permintaan lokal
mencapai 1.455.000 ton. Sedangkan pertumbuhan kapasitas lokal untuk
paraxylene sendiri mencapai 31,84% per tahun antara tahun 2004 sampai dengan
tahun 2009. Produksi lokal pada tahun 2004 mencapai 235.00 ton sedangkan pada
tahun 2009 mencapai 609.000 ton. Dapat dilihat kebutuhan jauh lebih besar
dibandingkan dengan hasil produksinya. Maka dari itu untuk memenuhi
kebutuhan, Indonesia melakukan impor ke negara-negara penghasil paraxylene.
Pertumbuhan impor juga mengalami peningkatan pada tahun 2004, Indonesia

Universitas Indonesia

23

mengimpor sebanyak 778.000 ton dan untuk ditahun 2009 meningkat menjadi
845.000 ton. Produk lokal dihasilkan dari dua perusahan di Indonesia, yaitu
perusahan PT. Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI Cilacap dan PT. Trans
Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

KEBUTUHAN NASIONAL
Tabel 2.7. Supply dan Demand Produk Petrokima Aromatik

Pasar potensial untuk industri petrokimia masih cukup besar baik untuk
pasar domestik maupun ekspor. Investasi industri petrokimia di Indonesia
membutuhkan dana sekitar 1 2 milyar dollar US, sedangkan industri turunan
petrokimia

mencapai

100

400

juta

dollar

US

per

pabrik.

Universitas Indonesia

24

BAB III
PROSES PEMBUATAN XYLENE
3.1. Skema Proses
3.1.1 Skema Proses Untuk Bahan Baku Nafta
1. Hydrotreating
Dari semua p-xylena yang diproduksi di seluruh dunia, 95% nya
diproduksi dengan bahan baku nafta. Sebelum memproduksi xylene, feed akan
memasuki proses hydrotreating terlebih dahulu. Hydrotreating adalah proses
untuk menghilangkan zat-zat pengotor (impurities) pada feed yang berpotensi
menganggu jalannya proses, reaksi kimia, dan akan mengurangi konversi xylene.
Cara menghilangkan impurities tersebut adalah dengan mereaksikan feed dengan
gas hidrogen. Gas hidrogen mempunyai kemampuan bereaksi dengan gugusgugus pengotor pada feed sehingga dihasilkan feed yang bersih yang siap untuk
direaksikan menghasilkan xylene. Tujuan utama proses hydrotreating adalah
menjenuhkan senyawa olefin yang terdapat dalam nafta, karena nafta tidak
diinginkan mengingat sifatnya yang menyebabkan coke. Coke (pembentukan
karbon) akan menurunkan keaktifan katalis, karena deposit karbon akan mengisi
permukaan katalis sehingga mengurangi ruang untuk terjadinya reaksi. Berikut
adalah reaksi dalam proses hydrotreating :

Universitas Indonesia

25

Gambar 3.1. Reaksi Hydrotreating Gugus-Gugus Tertentu

Gambar 3.2. Process Flow Diagram Hydrotreating

Proses hydrotreating melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah


pemanasan awal campuran feed (nafta + H2). Nafta adalah campuran senyawa
hidrokarbon C6 C12. Pemanasan dibutuhkan karena reaksi antara nafta dan H2
adalah reaksi endotermis. Tahap kedua adalah pemanasan tahap lanjutan di
furnace. Furnace adalah tempat menampung panas. Tahap ketiga adalah
campuran tersebut akan masuk ke dalam reaktor berisi katalis bed dan
berlangsunglah reaksi hidrogenasi pada reaktor tersebut. Tahap keempat adalah
pendinginan produk dengan menggunakan cooler, lalu masuk ke separator untuk

Universitas Indonesia

26

memisahkan H2 sisa dan feed berupa cairan. Tahap kelima, feed akan masuk ke
dalam stripper untuk menghilangkan pengotor H2S, ammonia, H2, dan uap air.
Berikut adalah detail yang terjadi pada proses hydrotreating mulai dari jenis
reaktor, katalis, dan kondisi operasi.
Jenis Reaktor : Fixed Bed
Temperatur

: 260 425oC

Tekanan

: 100 3000 psi

Katalis

: Ni-Mo disupport Alumina

Feed yang telah melalui proses hydrotreating akan masuk ke tahap kedua
yaitu produksi xylene menggunakan reaksi catalytic reforming.
2. Catalytic Reforming
Catalytic reforming adalah reaksi yang menjadi sumber utama
memproduksi xylene, dengan presentase mencapai 95% dari produksi xylene.
Pada catalytic reforming terjadi proses dehidrogenasi katalitik nafta ringan rantai
lurus yang memiliki hidrogen sehingga dapat menghasilkan hidrokarbon aromatik
(benzena, toluena, xylene).
Reaksi sederhana pada catalytic reforming (untuk C8 saja) :
C6H10(CH3)2 (g)

C6H4(CH3)2 (g) + 3H2 (g)

Dimetilsikloheksane (Naphta)

Xylene

Hidrogen

Universitas Indonesia

27

Gambar 3.3. Unit Catalytic Reforming

Proses katalitik reforming ini berlangsung pada fase gas dan terjadi pada
reformer (fixed-bed reaktor). Reaksi ini terjadi pada suhu 500-525oC, dan pada
tekanan 100-300 psig. Katalis yang digunakan adalah katalis bimetal seperti Pt
sehingga menghasilkan konversi 80%. Reaksi yang keluar dari reformer ini
diperoleh campuran xylene yang mengandung etil benzene, p- , m-, dan o- xylene.
Campuran xylene yang diperoleh ini mengandung p-xylene sebanyak 17-20,3%.
Hal ini disebabkan keterbatasan termodinamika karena reaksi catalytic reforming
yang berlangsung merupakan reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk mendapatkan
p-xylene dengan kemurnian diatas 90% di perlukan proses lagi, yaitu tahap ketiga
yang merupakan tahap pemisahan.
3. Separation (Pemisahan)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, output tahap catalytic
reforming adalah campuran senyawa non-aromatik dan senyawa aromatik
(benzena, toluena, dan xylena). Untuk memisahkan senyawa non-aromatik dan
senyawa aromatik, kita dapat menggunakan mekanisme ekstraksi. Solven yang
digunakan akan mengekstrak/melarutkan senyawa aromatik namun tidak dapat
melarutkan senyawa non-aromatik. Kriteria solven yang dipilih untuk proses
ekstraksi ini diantaranya adalah mempunyai titik didih tinggi, non korosif, non
reaktif, dan stabil secara termal. Solven yang paling banyak dipakai untuk

Universitas Indonesia

28

ekstraksi senyawa aromatik adalah tetraetilen glikol dan sulfolan. Berikut adalah
solven-solven yang bisa digunakan untuk ekstraksi senyawa aromatik.

Gambar 3.4. Solven Ekstraksi Senyawa Aromatik

Berikutnya kita harus memisahkan senyawa-senyawa yang ada dalam


senyawa aromatik itu sendiri yaitu benzena, toluena, dan xylena. Benzena dan
Toluena dapat dipisahkan dari Xylena menggunakan metode distilasi ekstraktif.
Awalnya campuran senyawa aromatik akan dicampurkan dengan solven tertentu
yang akan meningkatkan volatilitas dari benzena dan toluena, selanjutnya
dilakukan proses distilasi sehingga benzena dan toluena terpisah dari xylena.
Solven yang biasa digunakan yaitu fenol (untuk distilasi ekstraktif benzena) dan
dimetilformaldid (untuk distilasi ekstraktif toluena).

Universitas Indonesia

29

Gambar 3.5. Pemisahan Senyawa Aromatik Lain Dari Xylena

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memisahkan p-xylena


dari m-xylena dan o-xylena, karena p-xylena lah yang paling banyak dibutuhkan
dan paling banyak demand-nya untuk menghasilkan pakaian. Secara sederhana,
pemisahan yang dapat digunakan adalah menggunakan distilasi namun karena
titik didih o-, m-, dan p-xylena sangat dekat proses pemisahan distilasi tidak
mungkin dilakukan. Maka ada dua cara lain yang dapat dilakukan untuk
pemisahan p-xylena yaitu kristalisasi dan adsorpsi selektif.
Kristalisasi
Campuran

xylene

yang

didapat

awalnya

dikeringkan

dengan

menggunakan alumina aktif kemudian didinginkan dalam dua stage dengan


menggunakan heat exchanger dan pendingin. Pada pendinginan pertama
digunakan ethylene (C2H4). Slurry yang terbentuk dari proses pendinginan ini
mengandung kristal p-xylene. Kemudian kristal dan larutan yang tidak
mengkristal ini dipisahkan dalam unit centrifuge yang pertama. Pada pemisahan
yang pertama ini diperoleh cairan yang kaya akan o- dan m- xylene, sedangkan
kristal yang sudah dipisahkan ini dikirim ke unit melter. Kemudian dari unit
melter, akan dikirim ke unit pendinginan kedua. Unit pendingin ini menggunakan
propane (C3H8) sebagai pendinginnya. Dari pendinginan yang kedua diperoleh
slurry, kemudian dipisahkan dalam unit sentrifuge yang kedua, sehingga diproleh
p-xylene dengan kemurnian yang lebih tinggi yaitu 95% (Faith, 1975).

Universitas Indonesia

30

Namun teknik pemisahan melalui kristalisasi memiliki beberapa


kekurangan yaitu yang utama selektivitasnya tidak begitu tinggi yaitu 60-75%.
Kekurangan lain yaitu hanya dapat dilakukan pada skala yang kecil dan
reliabilitas alat-alat yang digunakan rendah. Teknik pemisahan lain yang
berkembang ialah adsorpsi selektif.
Adsorpsi selektif
Pada proses adsorpsi, p-xylene dan isomer-isomernya dialirkan ke bejana
unggun tetap yang berisi molecular sieves yang secara selektif hanya
mengadsorpsi p-xylene, sedangkan isomer-isomer lainnya tidak teradsorp dan
dialirkan keluar dari bejana adsorpsi. Mekanisme molecular sieves ini
menggunakan adsorbent zeolit HZSM-5. Zeolit tipe ini mempunyai distribusi
ukuran yang sangat seragam sehingga cocok untuk mekanisme molecular sieves.
P-xylena yang mempunyai struktur lurus (tidak seperti m- dan o-xylena yang
strukturnya tidak lurus dan besar) akan mudah masuk ke pori permukaan zeolit
sehingga dapat diadsorb. Selanjutnya Pelarut yang dapat diregenerasi dialirkan ke
bejana adsorpsi dan berfungsi untuk melarutkan p-xylene yang telah teradsorp
pada molecular sieves. Setelah proses adsorpsi, pelarut dipisahkan dari p-xylene
dengan cara distilasi. Rafinat yang terdiri dari m-xylene dan o-xylene
diisomerisasi untuk menghasilkan lebih banyak p-xylene.
3.1.2 Skema Proses Untuk Bahan Baku Gasoline
Secondary Hydrogenation (Untuk Gasoline pirolisis)
Gasoline pirolisis, produk samping dari proses produksi etilena dan
propilena, mempunyai presentase 4% menghasilkan xylene. Gasoline pirolisis
adalah bahan bakar yang rentangnya sesuai rentang nafta (C6-C12, boiling point
range: 97-450F) diperoleh baik sebagai produk maupun produk sampingan dari
proses perengkahan termal petroleum Karena gasoline pirolisis mengandung
komponen reaktif (seperti diolefin dan stirena) yang akan terpolimerisasi jika
masuk ke reaktor dengan kondisi tertentu yang dapat menjenuhkan olefin dan
menghilangkan komponen senyawa sulfur, maka ia harus masuk ke tahap
hidrogenasi awal untuk menghilangkan senyawa reaktif tersebut. Katalis yang

Universitas Indonesia

31

digunakan adalah cobalt, nickel, palladium tunggal atau dikombinasikan dengan


molybdenum atau tungsten dengan support

alumina, silica-alumina, titania-

zirconia.
Setelah hidrogenasi awal, gasoline pirolisis akan masuk ke hidrogenasi
tahap dua dimana olefin sudah jenuh, organik sulfur membentuk H2S, nitrogen
diubah menjadi ammonia, dan senyawa-senyawa teroksigenasi akan direduksi
menjadi hidrokarbon dan air. Setelah reaksi paralel tersebut selesai, fase gas dan
cair akan dipisahkan. Cairan selanjutnya masuk ke stripper untuk menghilangkan
impurities gas, seperti hidrogen sulfida, dan hidrokarbon ringan tersisa sebelum
dipindahkan ke unit recovery xylene.

Gambar 3.6. Block flow diagram dari integrated pyrolysis gasoline treatment process

Universitas Indonesia

32

Gambar 3.7. Proses hidrogenasi dan ekstraksi

Universitas Indonesia

33

Gambar 3.7 adalah block flow diagram dari integrated pyrolysis gasoline
treatment

process.

Langkah

pertama

raw

gas

masuk

pada

unit

depentanizer/hydrogenation dimana pada unit ini pemisahan fraksi komponen dan


reaksi hidrogenasi dilakukan dalam satu kolom seperti pada gambar 5. Kemudian
produk berupa C5 dan fraksi yang lebih ringan di ambil di kolom bagian atas
sedangkan fraksi yang lebih berat masuk ke unit dehexanizer atau deoctanizer
yang bertujuan untuk memisahkan gasoline (C9) yang berguna, dengan
komponen fraksi yang lebih rendah (C6-C8). Komponen fraksi (C9) kemudian
masuk ke tower yang terintegrasi dengan unit hidrogenasi untuk dihilangkan
kandungan mercaptannya. Di sisi lain, komponen C6-C8 masuk ke unit aromatic
extraction yang terintegrasi dengan proses hidrodesulfurisasi. Dalam unit ini
kandungan H2S dan komponen fraksi yang lebih ringan (C4-C5) dihilangkan dari
bagian atas kolom, sedangkan bagian bawah merupakan aliran BTX yang
terkonsentrasi. Selanjutnya BTX yang terkonsentrasi ini masuk ke unit benzene
tower/treated. Di unit ini terjadi reaksi hidrogenasi pada bagian atas kolom yang
berisi bed katalis dan pemisahan juga terjadi di bawahnya seperti pada gambar 6.
Benzena kemudian diperoleh dari bagian atas kolom, sedangkan xylene dan
toluen dari bawah.

3.1.3 Skema Proses Untuk Bahan Baku Toluena


Produksi Xylena Menggunakan Disproporsionasi atau Trans-alkilasi Toluena
Kurang dari 1% xylene yang diproduksi berasal dari disproporsionasi atau
trans-alkilasi toluena. Pada proses disproporsionasi, toluena dikonversi menjadi
benzena dan xylene, sesuai reaksi berikut.

Gambar 3.8. Reaksi Disproporsionasi Toluena

Universitas Indonesia

34

Dalam trans-alkilasi, reaksinya sebagai berikut.

Gambar 3.9. Reaksi Trans-Alkilasi Toluena

Pada proses ini tidak hanya dihasilkan xylene sebagai produk utama tetapi
juga benzena sebagai produk sampingan. Berdasarkan Plancard 1964, reaksi ini
berlangsung pada fase gas dan terjadi pada suhu 350 oC dan tekanan 20 atm ,
dengan waktu reaksi 15 detik, konversi 40 % dalam suatu reaktor fixed bed.
Selain itu, reaksi ini juga memerlukan penambahan hidrogen untuk mengurangi
terbentuknya deposit coke yang biasa disebut reaksi dealkilasi toluene.
Dari reaksi yang terjadi lalu dipisahkan dalam separator, yang mana di
separator ini dipisahkan methan dan sisa hidrogen dan sebagian benzene yang
terikut ke hasil atas separator dan sebagian benezene, toluene serta xylene.Setelah
itu, hasil bawah separator dimurnikan dua kali di dalam menara destilasi.Menara
destilasi yang pertama menghasilkan benzene sebagai hasil atasnya dan sekaligus
sebagai hasil samping yang laku dijual, sedangkan hasil bawah dari menara
destilasi pertma ini yaitu xylene dan toluene.Selanjutnya xylene dan toluene ini
masuk ke menara destilasi ke dua, yang mana xylene sebagai hasil bawahnya
dengan kemurnian 99,8 % ,sedangkan hasil atas menara destilasi kedua yaitu
berupa toluene yang mana akan dijadikan recycle feed.
Proses pembuatan p-xylene melalui reaksi disproporsionasi toluene biasanya
mensggunakan katalis ZSM dengan prinsip berupa pemindahan gugus metil dari
suatu molekul toluene ke molekul toluene lainnya. Dua mol toluena berdifusi ke
dalam permukaan katalis melalui pori-porinya dengan kecepatan reaksi yang
cepat. Senyawa toluene yang kehilangan gugus metilnya akan menjadi benzene
dan senyawa toluene yang lain akan menerima gugus metilnya membentuk mixed
xylene (orto, meta, dan para-xylene). Orto dan meta-xylene yang terbentuk

Universitas Indonesia

35

kemudian akan berisomerisasi dengan cepat dalam pori-pori katalis ZSM-5 untuk
membentuk p-xylene. Benzena yang terbentuk dari reaksi diproporsional toluena
dapat dengan cepat meninggalkan permukaan katalis, kemudian diikuti dengan
para-xylene yang terbentuk, sedangkan o-xylene dan m-xylene lebih lama waktu
tinggalnya dalam katalis (difusivitasnya lebih rendah dari difusivitas p-xylene)
dan lebih jauh lagi, akan mengalami reaksi isomerisasi menjadi p-xylene sebelum
keduanya meninggalkan permukaan katalis dengan gerakan difusi yang lambat,
sebagaimana digambarkan pada reaksi di atas.
Proses disproposionasi toluene secara teoritis campuran yang terjadi adalah
equimolar yaitu berupa 50% benzene dan 50% xylene. Tetapi pada kenyataannya,
yang diperoleh dari hasil reaksi adalah 37% benzene dan 55% xylene (Mc Ketta).
Xylene yang terjadi pada reaksi ini adalah merupakan campuran antara isomerisomer xylene (mixed xylenes). Paraselectivity merupakan jumlah proporsi pxylene dalam campuran total xylene yang terbentuk dari reaksi. Kenaikannya
disebabkan oleh adanay kontrol difusi secara selektif dari pori-pori katalis. Dalam
proses ini, juga terjadi reaksi sekunder yaitu reaksi isomerisasi o-xylene dan mxylene hingga menghasilkan p-xylene.

Gambar 4.0. Proses produksi xylene dari disproposionasi toluena

Universitas Indonesia

36

Coal Derived Mixed Xylena


Kurang dari 1% xylene yang diproduksi berasal dari turunan batubara.
Ketika batubara dikarbonasi pada oven, untuk setiap 1 ton batubara, akan
dihasilkan 2-3 gallon minyak mentah ringan dimana 3-6%volume-nya adalah
xylene campuran. Minyak ringan dapat dapat dijual ke pengilangan minyak
sebagai sumber senyawa aromatik, atau digunakan sebagai bahan bakar langsung.
Xylene campuran yang terdapat dalam minyak ringan biasanya dalam jumlah
sedikit. Prosesnya adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1. Proses produksi xylene dari coal-derived

3.2. Parameter Proses dan Reaksi Terkait


Kondisi Operasi dan Reaktor
Untuk bahan baku nafta dan gasoline, kondisi operasi, reaktor, dan katalis yang
digunakan sudah dijelaskan secara jelas di bagian skema proses. Untuk bahan
baku toluena, reaksi disproporsionasi toluene berlangsung pada suhu 390 4000C,
tekanan 28 30 atm, dan 0,5 H2/HC. Sedangkan dalam perancangan ini dipilih
suhu reaktan masuk reaktor adalah 4000C dan tekanan 30 atm. Reaktor yang
dipilih adalah fixed bed (multitube) katalitik.

Tinjauan Kinetik dan Termodinamika


a. Tinjauan Kinetika
Reaksi disproporsionasi toluene merupakan reaksi orde dua dengan
persamaan kecepatan reaksi sebagai berikut :
-rA = k CA2.......... (1)

Universitas Indonesia

37

dimana :
CA

: konsentrasi reaktan

: konstanta kecepatan reaksi

Menurut persamaan Arhennius :


k = A e E / RT.........(2)

Keterangan:
k

: konstanta kecepatan reaksi

: faktor frekuensi tumbukan

: energi aktifasi (kal/gmol)

: konstanta gas ideal (kal/gmol K)

: temperatur mutlak (K)

Berdasarkan persamaan Arrhenius diatas, maka akan didapatkan rumus


sebagai berikut :
k = 2,51887 . e17 (-30928.16/T).........(3)
Dari persamaan Arhennius diatas, konstanta kecepatan reaksi (k)
merupakan fungsi suhu ( T ), sehingga semakin besar temperatur maka
harga k akan semakin besar. Oleh karena itu dari tinjauan kinetika, reaksi
dipilih pada suhu yang tinggi. Tetapi pemakaian suhu yang tinggi harus
dibatasi, tidak boleh terlalu tinggi, sebab bila suhu reaksi terlalu tinggi,
maka akan terjadi reaksi samping yang merugikan yaitu, reaksi
hydrodealkilasi toluene menjadi benzene dan metana, seperti dapat
ditunjukkan pada reaksi berikut :
C6H5CH3 + H2 C6H6 + CH4

b. Tinjauan Termodinamika
Tujuan tinjauan termodinamika untuk mengetahui sifat reaksi yang terjadi
ditinjau dari panas pembentukan (H f0) serta untuk mengetahui apakah
reaksi yang terjadi searah atau tidak ditinjau dari energi bebas Gibbs
(Gf0). Reaksi yang terjadi yaitu :
2 C6H5CH3 C6H6 + C6H4(CH3)2
ditinjau dari panas pembentukan ( Hf o ) :

Universitas Indonesia

38

Hfo

= Hfo produk - Hfo reaktan


= ( 65,723 + ( - 9,4343 )) - 2 ( 28,6896 )
= - 1,0902 KJ / mol

Dari perhitungan diatas tampak bahwa reaksi tersebut tergolong reaksi


eksotermis (mengeluarkan panas). Reaksi bersifat dapat balik (reversible)
atau searah (irreversible) dapat ditentukan secara thermodinamika, yaitu
berdasarkan persamaan Vant Hoff :

( )

()

Dengan 0 = ln
Sehingga didapatkan rumus sebagai berikut:

()

0 diatas merupakan entalpi standar (panas reaksi) dan dapat


diasumsikan

konstan

terhadap

temperatur.

Jika

harga

konstanta

kesetimbangan yang didapatkan kecil, berarti reaksi berlangsung secara


reversible.

3.3 Limbah Proses


Limbah proses yang dihasilkan dari xylene dapat berupa limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah tersebut dapat dikelola melalui
rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3.
Limbah B3 yang dihasilkan oleh setiap proses produksi yang dihasilkan,
dikumpulkan di tempat penyimpanan limbah sementara di Liquid Waste
Storage (LWS). Kemudian setelah disimpan selama kurang dari sama dengan
90 hari di Liquid Waste Storage, limbah tersebut dikirim ke tempat
pengumpul atau pengolahan limbah yang berizin.
Limbah cair yang dihasilkan unit-unit proses dan buangan air dari area
tangki mengandung minyak olahan dan akan dipisahkan pada effluent water
treatment Plant (EWTP). Terdapat dua proses pengolahan limbah di EWTP
yaitu Refinery Process Waste Treatment dan Storm Water.

Universitas Indonesia

39

Gambar 4.2. Skema Proses Pengolahan Limbah Industri Xylena

Refinery Process Waste Treatment

Air buangan yang mengandung minyak dari kilang dipompakan masuk ke


Refinery Waste Stilling Zone (RWSZ)

Air keluaran RWSZ dimasukkan ke dalam Gravity Separator (GS). Sludge


akan berada pada bagian bawah GS dan minyak pada bagian atas

Minyak akan dibawa ke Oil Skimmer sedangkan sludge akan ditampung


pada Sludge Hopper Bottom

Skimmed oil akan dialirkan ke Recovered Slop Sump. Air dari GS dialirkan
ke dalam Equalization Basin (EB)

Keluaran dari EB akan masuk ke Coagulation Tank (CG)

Selanjutnya adalah Dissolved Air Flotator (DAF). Keluaran akan dialirkan


secara gravitasi ke Bio-Aeration Basin (BAB) dimana terjadi proses
pengolahan limbah secara biologis

Air limbah kemudian masuk ke Biological Sludge Clarifier dimana


lumpur yang terbentuk selama proses Bio-Aeration diendapkan dan
kemudian dapat diambil untuk dialirkan ke BAB

Air jernih yang dihasilkan kemudian secara over flow dialirkan ke Gravity
Head Discharge Chamber

Universitas Indonesia

40

Storm Water

Air hujan dimasukkan ke Storm Water Stilling Zone (SWSZ) untuk


memisahkan minyak dengan lumpurnya, lalu airnya dialirkan ke Storm
Water Basin (SWB)

Setelah itu, air dialirkan ke Tilted Plate Interceptor Separator untuk


memisahkan minyak yang biasanya berdiameter cukup kecil (<60)

Butiran-butiran minyak yang sudah terpisahkan ditangkap oleh skimmer


dan dimasukkan ke Recovered Slop Sump II, dan dipompakan

Air dialirkan menuju Gravity Head Discharge Chamber dan bergabung


dengan air dari Clarifier

Sludge akan dialirkan ke Sludge Coagulator untuk mengendapkan sludge.


Pada unit ini, sludge mengalir gravitasi ke Sludge Dewatering Centrifuges.
Pada SDC, sludge yang tak berair akan berada pada bagian bawah dan
dialirkan ke Centrifuge Cake Hooper

Universitas Indonesia

41

BAB IV
KESIMPULAN
Xylene merupakan cairan tak berwarna, mudah terbakar, dan beracun,
berguna sebagai bahan lanjutan untuk menghasilkan produk produk
petrokimia seperti serat serat sintetik (pakaian) dengan presentase 65%
dan sisanya sebagai solven industri kimia
Reformasi katalitik naphta menghasilkan campuran xylene yang terdiri
dari paraxylene (p-xylene), ortoxylene (o-xylene), metaxylene (m-xylene),
dan ethyl benzene.
Produsen yang memproduksi xylene di Indonesia antara lain PT. Trans
Pacific Petrochemical Indotama dan PT. Pertamina UP VI Cilacap.
Proses pembuatan xylene dapat melalui proses catalytic reforming,
pirolisis gasoline, atau reaksi disproporsionasi toluena
Pada proses catalytic reforming bahan baku yang digunakan adalah nafta
dan tahapan proses yang dilakukan yaitu hydrotreating, catalytic
reforming, separasi, dan isomerisasi.
Proses katalitik reforming berlangsung pada fase gas dan terjadi pada
reformer (fixed-bed reaktor), berlangsung pada suhu 500-525oC, dan pada
tekanan 100-300 psig. Katalis yang digunakan adalah katalis bimetal
seperti Pt dengan konversi 80%.
Proses pemisahan (separasi) yang dilakukan dapat menggunakan dua cara
yaitu kristalisasi atau adsorpsi selektif. Adsorpsi selektif mempunyai
selektivitas lebih tinggi yaitu 95% dibandingkan kristalisasi yang hanya
75%.
Dalam produksi isomerisasi xylene, bahan baku yang digunakan adalah
toluena dan hidrogen menggunakan katalis zeolite ZSM-5, menghasilkan
produk utama berupa p-xylene dan produk sampingan berupa benzena.
Proses disproporsianasi toluena berlangsung pada suhu 3500C dan tekanan
20 atm, merupakan reaksi yang menghasilkan benzena dan xylene dan
memerlukan penambahan hidrogen untuk mengurangi terbentuknya
deposit coke.

Universitas Indonesia

42

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

Xylene

Material

Data

Sheet

http://www.paintdocs.com/

webmsds/webPDF.jsp?SITEID=STORECAT&doctype=MSDS&lang=E&p
rodno=154-2398
Anonim (2012). Manfaat Hidrokarbon di Berbagai Bidang Kehidupan.
http://mylifechoice.wordpress.com/2012/03/10/manfaat-senyawahidrokarbon-di-berbagai-bidang-kehidupan/,

Diakses

18

Maret

2014,

(17:25)
Anonim (2014). Xylene http://en.wikipedia.org/wiki/Xylene. Diakses 18 Maret
2014 (17:57)
Arif

Fadholi

(2009).

Kegunaan

Hidrokarbon.

http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/kegunaan-hidrokarbon.html,
Diakses 18 Maret 2014, (17:52)
Sri

Rachmawati

Hidayah

Siregar

(2011).

Xylene.

http://envist2.blogspot.com/2011/06/xylene.html, Diakses 18 Maret 2014,


(18:02)

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai