Anda di halaman 1dari 5

8.

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

8.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat dalam
kehamilan dan sukar dikendalikan (Gunawan, 2011).
8.2 Etiopatogenesis Emesis dan Hiperemesis Gravidarum
Etiologi dan patogenesis emesis dan hiperemesis gravidarum berkaitan erat
dengan etiologi dan patogenesis mual dan muntah pada kehamilan. Penyebab pasti
mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi terdapat beberapa
teori yang mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor
biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon selama kehamilan.
Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (hCG) akan
menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual dan
muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang diketahui
memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain mengalami keluhan
mual dan muntah yang lebih berat. Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan
muntah dengan cara menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot
polos lambung. Penurunan kadar thyrotropin-stimulating hormone (TSH) pada awal
kehamilan juga berhubungan dengan hiperemesis gravidarum meskipun mekanismenya
belum jelas. Hiperemesis gravidarum merefleksikan perubahan hormonal yang lebih
drastis dibandingkan kehamilan biasa (Siddik, 2008)
8.3 Langkah-Langkah Diagnosis Menegakkan Diagnosis Kehamilan dan
Hiperemesis Gravidarum
Penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dimulai dengan menegakkan
diagnosis kehamilan terlebih dahulu. Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan
amenorea, serta mual dan muntah berat yang mengganggu aktivitas seharihari.
Pemeriksaan obstetrik dapat dilakukan untuk menemukan tanda-tanda kehamilan, yakni
uterus yang besarnya sesuai usia kehamilan dengan konsistensi lunak dan serviks yang
livid. Pemeriksaan penunjang kadar -hCG dalam urin pagi hari dapat membantu
menegakkan diagnosis kehamilan (Siddik, 2008)

Tabel 1 menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan beberapa


kondisi mual dan muntah dalam kehamilan.
Tabel 1. Definisi-Definisi Mual dan Muntah dalam Kehamilan
Emesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum
Mual dan muntah dikeluhkan terus melewati Mual dan muntah mengganggu aktivitas
20 minggu pertama kehamilan
Tidak mengganggu aktivitas sehari-hari

sehari-hari
Mual muntah tidak menimbulkan komplikasi
(ketonuria,

dehidrasi,

hipokalemia,

penurunan berat badan)


Tidak menimbulkan komplikasi patologis
8.4 Menyingkirkan Penyebab Hiperemesis Lain
Keluhan muntah yang berat dan persisten tidak selalu menandakan hiperemesis
gravidarum. Penyebab-penyebab lain seperti penyakit gastrointestinal, pielonefritis dan
penyakit metabolik perlu dieksklusi. Satu indikator sederhana yang berguna adalah
awitan mual dan muntah pada hiperemesis gravidarum biasanya dimulai dalam delapan
minggu setelah hari pertama haid terakhir. Karena itu, awitan pada trimester kedua atau
ketiga menurunkan kemungkinan hiperemesis gravidarum. Demam, nyeri perut atau
sakit kepala juga bukan merupakan gejala khas hiperemesis gravidarum. Pemeriksaan
ultrasonografi perlu dilakukan untuk mendeteksi kehamilan ganda atau mola
hidatidosa.
Diagnosis banding hiperemesis gravidarum antara lain ulkus peptikum, kolestasis
obstetrik, perlemakan hati akut, apendisitis akut, diare akut, hipertiroidisme dan infeksi
Helicobacter pylori. Ulkus peptikum pada ibu hamil biasanya adalah penyakit ulkus
peptikum kronik yang mengalami eksaserbasi sehingga dalam anamnesis dapat
ditemukan riwayat sebelumnya. Gejala khas ulkus peptikum adalah nyeri epigastrium
yang berkurang dengan makanan atau antasid dan memberat dengan alkohol, kopi atau
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Nyeri tekan epigastrium, hematemesis dan
melena dapat ditemukan pada ulkus peptikum (Niebyl, 2010).
Pada kolestasis dapat ditemukan pruritus pada seluruh tubuh tanpa adanya ruam.
ikterus, warna urin gelap dan tinja berwarna pucat disertai peningkatan kadar enzim
hati dan bilirubin. Pada perlemakan hati akut ditemukan gejala kegagalan fungsi hati
seperti hipoglikemia, gangguan pembekuan darah, dan perubahan kesadaran sekunder

akibat ensefalopati hepatik. Keracunan parasetamol dan hepatitis virus akut juga dapat
menyebabkan gambaran klinis gagal hati.
Pasien dengan apendisitis akut biasanya mengalami demam dan nyeri perut kanan
bawah. Nyeri dapat berupa nyeri tekan maupun nyeri lepas dan lokasi nyeri dapat
berpindah ke atas sesuai usia kehamilan karena uterus yang semakin membesar.
Apendisitis akut pada kehamilan memiliki tanda-tanda yang khas, yaitu tanda Bryan
(timbul nyeri bila uterus digeser ke kanan) dan tanda Alder (apabila pasien berbaring
miring ke kiri, letak nyeri tidak berubah).
Meskipun jarang, penyakit Graves juga dapat menyebabkan hiperemesis. Oleh
karena itu, perlu dicari apakah terdapat peningkatan FT4 atau penurunan TSH. Kadar
FT4 dan TSH pada pasien hiperemesis gravidarum dapat sama dengan pasien penyakit
Graves, tetapi pasien hiperemesis tidak memiliki antibodi tiroid atau temuan klinis
penyakit Graves, seperti proptosis dan pembesaran kelenjar tiroid. Jika kadar FT4
meningkat tanpa didapatkan bukti penyakit Graves, pemeriksaan tersebut perlu diulang
pada usia gestasi yang lebih lanjut, yaitu sekitar 20 minggu usia gestasi, saat kadar FT4
dapat menjadi normal pada pasien tanpa hipertiroidisme. Pemberian propiltiourasil
pada pasien hipertiroidisme dapat meredakan gejala-gejala hipertiroidisme, tetapi tidak
meredakan mual dan muntah (Siddik, 2008)
Sebuah studi lain yang menarik menemukan adanya hubungan antara infeksi
kronik Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum. Pada studi
tersebut, sebanyak 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum
menunjukkan hasil tes deteksi genom H. pylori yang positif, namun studi tersebut
masih kontroversial. Sebuah studi lain di Amerika Serikat mendapatkan tidak terdapat
hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan infeksi H. Pylori (Lee RH, 2005).
8.5 Menentukan Derajat Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi hiperemesis
gravidarum tingkat I, II dan III. Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah
yang terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah
makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan dapat keluar darah jika
keluhan muntah terus berlanjut. Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per menit
dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung,
lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan jumlah urin (Siddik, 2008)

Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang


dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat.
Frekuensi nadi berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik
kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan
ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan ini merupakan
kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai dengan muntah yang
berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien menurun (delirium sampai
koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung dan
dalam urin ditemukan bilirubin dan protein (Niebyl, 2010).
8.6 Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum
Penatalaksanaan utama hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi dan penghentian
makanan peroral. Pemberian antiemetik dan vitamin secara intravena dapat
dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Penatalaksanaan farmakologi emesis
gravidarum dapat juga diterapkan pada kasus hiperemesis gravidarum.
Tatalaksana Awal
Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit dan dilakukan
rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian
makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika dibutuhkan.
Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau tiamin perlu
dipertimbangkan (Niebyl, 2010). Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan
lemak.7 Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum
pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat
mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium (Jueckstock,
2010)

DAFTAR PUSTAKA
Jueckstock JK, Kaestner R, Mylonas I, 2010. Managing hyperemesis gravidarum: a
multimodal challenge. BMC Medicine. 8:46.
Niebyl JR, 2010. Nausea and vomiting in pregnancy. N Engl J Med. 363:1544-50
Gunawan Kevin, 2011. Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum. J Indon
Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11
Siddik D, 2008. Kelainan gastrointestinal. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, editors. Ilmu kebidanan. 4th Ed. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. p.814-28
Lee RH, Pan VL, Wing DA. 2005. The prevalence of Helicobacter pylori in the
hispanic population affected by hyperemesis gravidarum. Am J Obstet Gynecol.
193(3 Pt 2):1024- 7

Anda mungkin juga menyukai