Anda di halaman 1dari 16

MITIGASI

BENCANA

Kekeringan

Nama : Joni
NIM :
Pendidikan Geografi Semester 5

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Definisi bencana menurut UU No.
24 tahun 2007). Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana,
kerentanan, dan kemampuan yang di picu oleh suatu kejadian.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang
berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila
suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim
kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis
akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah
kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang
ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga
batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu
kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan.
Di Indonesia, rentan terhadap bencana kekeringan, maka dari itu dalam makalah ini akan
diulas bencana kekeringan secara umum dan bencana kekeringan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekeringan?
2. Apa saja faktor penyebab kekeringan?
3. Bagaimana dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik?
4. Bagaimana usaha mitigasi untuk menangani bencana kekeringan baik pra bencana, saat
terjadi bencana, dan pasca bencana?
5. Bagaimana potensi bencana kekeringan di Indonesia

C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan kekeringan.
2. Mengetahui faktor penyebab kekeringan.
3. Mengetahui dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik.
4. Mengetahui usaha mitigasi untuk menangani bencana kekeringan baik pra bencana,
saat terjadi bencana, dan pasca bencana.
5. Mengetahui potensi bencana kekeringan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tanda-tanda Umum Kekeringan


Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada
suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan
didefinisikan sebagai pengurangan persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara
secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus.
Dampak kekeringan muncul sebagai akibat dari kekurangannya air, atau perbedaanperbedaan antara permintaan dan persediaan air. Apabila kekeringan sudah mengganggu
dampak tata kehidupan, dan perekonomian masyarakat maka kekeringan dapat dikatakan
Bencana.
Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan bisa dikelompokan berdasarkan jenisnya yaitu:
kekeringan meteorologis, kekeringan hydrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringan sosial
ekonomi.
1. Kekeringan meteorologis, berasal dari kurangnya curah hujan dan didasarkan pada
tingkat kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan normal atau ratarata dan lamanya
periode kering. Perbandingan ini haruslah bersifat khusus untuk daerah tertentu dan bisa
diukur pada musim harian dan bulanan, atau jumlah curah hujan skala waktu tahunan.
Kekurangan curah hujan sendiri, tidak selalu menciptakan bahaya kekeringan.
2. Kekeringan hidrologis mencakup mencangkup berkurangnya sumbersumber air
seperti sungai, air tanah, danau dan tempattempat cadangan air. Definisinya
mencangkup data tentang ketersediaan dan tingkat penggunaan yang dikaitkan dengan
kegiatan wajar dari sistem yang dipasok (sistem domestik, industri, pertanian yang
menggunakan irigasi). Salah satu dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air dalam
sistemsistem penyimpanan air ini.
3. Kekeringan pertanian adalah dampak dari kekeringan meteorologi dan hidrologi
terhadap produksi tanaman pangan dan ternak. Kekeringan ini terjadi ketika kelembapan
tanah tidak mencukupi untuk mempertahankan hasil dan pertumbuhan rata-rata
tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman, bagaimanapun juga, tergantung pada jenis
tanaman, tingkat pertumbuhan dan sarana- sarana tanah. Dampak dari kekeringan
pertanian sulit untuk bisa diukur karena rumitnya pertumbuhan tanaman dan
3

kemungkinan adanya faktorfaktor lain yang bisa mengurangi hasil seperti hama, alang
alang, tingkat kesuburan tanah yang rendah dan harga hasil tanaman yang rendah.
Kekeringan kelaparan bisa dianggap sebagai satu bentuk kekeringan yang ekstrim, dimana
kekurangan banjir sudah begitu parahnya sehingga sejumlah besar menusia menjadi tidak
sehat atau mati. Bencana kelaparan biasanya mempunyai penyebabpenyebab yang
kompleks sering kali mencangkup perang dan konflik. Meskipun kelangkaan pangan
merupakan faktor utama dalam bencana kelaparan, kematian dapat muncul sebagai akibat
dari pengaruhpengaruh yang rumit lainnya seperti penyakit atau kurangnya akses dan
jasa-jasa lainnya.
4. Kekeringan sosioekonomi berhubungan dengan ketersediaan dan permintaan akan
barangbarang dan jasa dengan tiga jenis kekeringan yang disebutkan diatas. Ketika
persediaan barangbarang seperti air, jerami atau jasa seperti energi listrik tergantung
pada cuaca, kekeringan bisa menyebabkan kekurangan. Konsep kekeringan sosioekonomi
mengenali hubungan antara kekeringan dan aktivitasaktivitas manusia. Sebagai contoh,
praktekpraktek penggunaan lahan yang jelek semakin memperburuk dampakdampak
dan kerentanan terhadap kekeringan di masa mendatang.
Gejala terjadinya kekeringan adalah sebgai berikut:
1. Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan dibawah normal dalam
satu musim. Pengukuran kekeringan Meteorologis merupakan indikasi pertama adanya
bencana kekeringan.
2. Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan
dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau
dan air tanah. Kekeringan Hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
3. Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan
air di dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada
periode waktu tertentu pada wilayah yang luas yang menyebabkan tanaman menjadi
kering dan mengering.

B. Faktor Penyebab Kekeringan


Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan:
1. Lapisan tanah tipis
Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah tidak akan
bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih cepat mengalami penguapan oleh
panas matahari. Biasanya bencana kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan
kars,karena di daerah ini memiliki lapisan tanah atas yang tipis.
2. Air tanah dalam
Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh ke dalam lapisan
bawah tanah mengingat selain hanya mampu menyimpan air dengan intensitas yang
terbatas, tanah juga tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lebih lama.
Hal ini menyebabkan aliran-aliran air di bawah tanah (sungai bawah tanah) yang dalam,
sehingga tanaman tidak mampu menyerap air pada saat musim kemarau, karena akar
yang dimiliki tidak mampu menjangkaunya. Air tanah yang dalam menyebabkan sumbersumber mata air mengalami kekeringan di musim kemarau,karena air yang terdapat jauh
di bawah lapisan tanah tidak mampu naik, sehingga kalaupun ada sumber mata air yang
tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.
3. Tekstur tanah kasar
Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lama.
Karena air hujan yang turun akan langsung mengalir ke dalam, karena tanah tidak mampu
menahan laju air. Di lain sisi, air yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang
kasar akan mengalami penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-rongga tanah jelas
lebih lebar dan sangat mendukung terjadinya proses penguapan.
4. Iklim
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan. Keadaan alam yang
tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi iklim yang terjadi. Sehingga
mengakibatkan perubahan musim.
Misalnya: Akibat perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan lebih
lama daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama tentunya akan
memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi di
musim kemarau.
5

5. Vegetasi
Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis vegetasi tertentu
seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan intensitas yang lebih banyak,
daripada tanaman lain, tentunya akan sangat menguras kandungan air dalam tanah.
Dan lebih parahnya, penanaman ketela pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst
yang rawan akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu kekeringan adalah
tanaman bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat rumit, dan menutupi permukaan
tanah (lapisan tanah atas) di sekitar bambu itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman
lain untuk tumbuh sangat kecil. Dengan demikian tanaman yang seharusnya berfungsi
untuk menyimpan air tidak ada atau terbatas jumlahnya.
6. Topografi
Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kandungan air
tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan memiliki kandungan air tanah yang
lebih banyak daripada di daerah dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang
diserap oleh tanah akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh
karena itu air akan lebih banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah.
Dengan kata lain.di dataran tinggi kemungkinan terjadi bencana kekeringan lebih besar
daripada di dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.

C. Dampak Kekeringan
1. Fisik
a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.
b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.
c. Kerusakan spesies tanaman.
d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).
e. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan, berkurangnya daya
pandang).
f. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-retak, sehingga sulit
untuk dijadikan lahan pertanian.
g. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim kemarau menjadikan
suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada malam hari suhu udara sangat dingin.
6

Perbedaan suhu udara yang berganti secara cepat antara siang dan malam
menyebabkan terjadinya pelapukan batuan lebih cepat.
2. Non fisik
a. Ekonomi
1) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu, dan perikanan.
2) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
3) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara langsung.
4) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.
5) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-biaya energy.
6) Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.
7) Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga pangan.
8) Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait dengan
kekeringan.
9) Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya kejenuhan pada
lembaga-lembaga keuangan.
b. Sosial Budaya
1) Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut atau debu mudah
terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada dimana, sehingga menimbulkan
banyak gejala penyakit yang berhubungan dengan pernafasan. Banyak orang yang
akan sakit flu dan batuk.
2) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi, kelaparan).
3) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi-kondisi yang
terkait dengan kekeringan.
4) Konflik di antara penggunan air.
5) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.
6) Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak kekeringan dan bantuan
pemulihan.
7) Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.
8) Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.
9) Kekacauan social, perselisihan sipil.
10)

Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani kehilangan mata

pencaharian.
7

c. Politik
Pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan penanggulangan bencana
kekeringan. Badan khusus penanggulangan bencana juga harus dibentuk, seperti
yang sudah dibentuk di Indonesia yanitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana).

D. Mitigasi Bencana Kekeringan


1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku
untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang ada
di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran
permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan
rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang
sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh
tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering
(dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan
pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang
berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim
kemarau.
Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman,
sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta
mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
8

1) Rorak
Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman 3080 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang
masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan
meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan
aliran permukaan dapat dikurangi.
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau
infiltrasinya rendahdan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.
2) Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter
(sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan
rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena
dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya
berbagai penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari
kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air,
sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap
tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan
menyebabkan kematian tanaman.
4) Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan.
Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran sungai (DAS)
mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan
rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian
atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman,
keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau.
Kapasitas embung berkisar antara 20.000 m3 (100 m x 100 m x 2 m) hingga 60.000
m3. Embung berukuran besar biasanya dibuat dengan menggunakan bulldozer
melalui proyek pembangunan desa. Embung berukuran lebih kecil, misalnya 200
sampai 500 m3 juga sering ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air
9

untuk areal yang sangat terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya
masyarakat.
Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya peresapan
air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti tanah
berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik
atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.
5) Bendungan Kecil (cek dam)
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim
hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan
sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada
musim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke
lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan
air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk
dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram
tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari mata air karena pada awal
musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup tinggi.

10

Gambar 1. Rorak

Gambar 2.Saluran buntu

Gambar 4. Embung

Gambar 3. Catch pit

Gambar 5. Penampung air dari atap

11

2. Saat terjadi Bencana


Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak
yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dapat
dilakukan melalui:
a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
d. Penyediaan pompa air.
e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).
3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat
bencana kekeringan antara lain:
a. Bantuan sarana produksi pertanian.
b. Bantuan modal kerja.
c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.
d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran
pembawa, dll.
e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.
f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
h. Penertiban penggunaan air.

12

E. Potensi Kekeringan di Indonesia


Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan saat ini Indonesia mengalami
ancaman bencana kekeringan akibat musim kemarau serta imbas badai El Nino di wilayah
Asia Pasifik. Bencana kekeringan diperkirakan terjadi di tahun 2015 mulai akhir Juli hingga
Oktober mendatang.
Bencana kekeringan telah berdampak kepada delapan provinsi di Indonesia, seperti Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat,
Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Semua provinsi ini sudah menggambarkan situasi di
daerah masing-masing. Diperlukan penanganan segera terutama yang berkaitan dengan air
bersih dan air minum
Menurut keterangan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beberapa
musim kemarau bersifat lebih kering karena terjadi pemanasan suhu muka laut di pasifik
timur dan tengah Asia yang berdampak massa uap air di perairan Indonesia tertarik ke
wilayah tersebut. Prediksi BMKG puncak kemarau masih akan terjadi pada Agustus
mendatang.
Imbas krisis air salah satunya berdampak ke pertanian. Misalnya, pertanian di berbagai
wilayah daerah di Jawa Timur seluas 20.978 hektare telah kering kerontang.
Selain pertanian, ancaman kekeringan dan krisis air juga melanda warga di DIY Yogyakarta.
Sebanyak 384 dusun di DIY terancam krisis air bersih.

13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada
suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air.
Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan yaitu lapisan tanah tipis, air tanah
dalam, tekstur tanah kasar, topografi, vegetasi, dan iklim.
Dampak kekeringa secara fisik seperti tanah menjadi tidak subur sehingga banyak tanaman
mati, secara ekonomi mengurangi pendapatan petani karena gagal panen yang berpengaruh
pada pengangguran dan kriminalitas. Secara sosial budaya kekeringan berakibat banyaknya
penyakit, kurang pangan dan timbulnya konflik.
Mitigasi bencana kekeringan dapat dilakukan prabencana dengan mempersiapkan segala
cara untuk menyimpan air dan melakukan penghematan penggunaan air. Saat terjadi
bencana kekeringan dapat dilakukan penanggulangan dengan mempertahankan produksi
pertanian dan melakukan penghematan air, juga menjaga sumber air yang tersisa dari limbah.
Mitigasi pasca bencan dilakukan dengan membuat sanitasi air, pengawasan penggunaan air,
dan bantuan pangan serta medis bagi korban bencana kekeringan.
Potensi kekeringan di
Saran
Perlu adanya kerja sama dai berbagai pihak untuk mencegah dan menanggulangi masalah
kekeringan. Dan perlu adanya sosialisasi tentang menghadapi bencana kekeringan pada saat
prabencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana.

14

DAFTAR PUSTAKA

Putri Ayu Asmaningtyas Lintangsari, 2011. Kekeringan, (Online), (diakses dari


http://id.scribd.com/doc/78922865/Kekeringan, pada 10 November 2015).
Hermawan, Engkos. 2009. Menabung Air Mencegah Kekeringan, (Online), (diakses dari
http://engkos-hermawan.blogspot.com/2009/12/menabung-air-mencegahkekeringan.html, pada 17 November 2015).
Sekretariat TKPSDA. 2003. Pedoman Teknis Kekeringan.
Djuni. 2009. Diskusi Dampak bencana Kekeringan, (Online),
http://mpbi.org/taxonomy/term/33, pada 17 November 2015).

(diakses

dari

Utami Diah Kusumawati, CNN Indonesia, 2015. Kekeringan Landa Delapan Provinsi di
Indonesia, (Online), (diakses dari
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150728095930-20-68525/kekeringan-landadelapan-provinsi-di-indonesia/, pada 22 November 2015).

15

Anda mungkin juga menyukai