43
LAPORAN AKHIR
PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
Peneliti/Perekayasa:
1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc.
2. Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, MSc.
3. Ir. Mahrita Willis, MSc.
4. Ir. Nurjanani, MSi.
5. J.T. Yuhono, SP.
6. Rohimatun, SP., MP.
:
:
:
Lokasi Penelitian
: 1 tahun
: Rp. 250.000.000,- (Dua ratus lima puluh juta rupiah)
: Baru
Jumlah (Rp.)
108.180.000,49.000.000,81.200.000,11.620.000,250.000.000,-
Menyetujui
Kepala Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat
Koordinator/Peneliti Utama
Menyetujui/Mengetahui
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena berkat
rahmat-NYA kami dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Akhir dengan judul
Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin,
Eugenol,
dan
Sitronellal
untuk Mengendalikan
Hama
Utama
Kakao
menyadari
bahwa
pada
Laporan
Akhir
ini
masih
banyak
kekurangannya. Untuk itu saran dan kritik membangun serta masukan ke arah
perbaikan
sangat
kami
harapkan.
Pada
kesempatan
ini
kami
banyak
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan yang telah
direncanakan.
Tim Peneliti
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ............................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI. ............................................................................................................ iii
I.
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
II.
III.
IV.
V.
PENUTUP ....................................................................................................... 32
iii
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Mengingat
bahwa pasaran minyak atsiri saat ini relatif stabil, maka prospek industri minyak atsiri
di masa mendatang cukup cerah. Keadaan ini didukung oleh situasi bahwa, tidak
semua minyak atsiri alamiah bisa diganti dengan produk sintetis. Selain dari pada itu,
Indonesia juga kaya akan biodiversity tanaman rempah dan obat (TRO).
Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku obat dan atsiri telah dilakukan sejak
zaman dahulu, secara turun-temurun. Saat ini bahan baku TRO melimpah di
masyarakat. Pemanfaatan TRO dalam industri lainnya, selain industri jamu
diharapkan mampu meningkatkan kemauan petani untuk bercocok tanam TRO
sehubungan dengan peningkatan permintaan pasar yang secara langsung mampu
meningkatan pendapatan petani.
Minyak atsiri dari TRO diketahui mengandung senyawa aktif yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pestisida. Hal ini berkaitan dengan sifatnya yang
mampu membunuh, mengusir, dan menghambat hama untuk makan, serta
mengendalikan penyakit tanaman. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji
potensi beberapa TRO untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati.
Tanaman secara alamiah diketahui menghasilkan senyawa sekunder yang
dapat dimanfaatkan untuk melindungi dirinya dari serangan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT). Hasil ekstraksi senyawa kimia ini berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai pestisida nabati yang lebih selektif dan kurang persisten di alam jika
dibandingkan dengan bahan aktif pestisida sintetis sehingga penggunaannya aman
bagi para petani, pengguna, dan lingkungan di sekitarnya (Regnault-Roger, 2005).
Lebih dari 1500 tanaman berkhasiat sebagai bahan pestisida nabati untuk
pengendalian hama (Grainge and Ahmed, 1988). Tanaman tersebut pada umumnya
termasuk kedalam famili Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan
Rutaceae (Prakash and Rao, 1997; Prijono et al, 2006). Sampai saat ini ketersediaan
pestisida yang berbahan baku tumbuhan (pestisida nabati) untuk pengendalian OPT
yang telah diuji khasiat dan keamanannya secara ilmiah masih terbatas. Petani
kerapkali membuat ramuan yang terdiri dari berbagai jenis tanaman yang secara
empiris dikatakan efektif untuk suatu OPT namun belum ditunjang dengan data ilmiah
agar produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan mutu dan keamanannya.
1
Beberapa contoh TRO potensial sebagai bahan baku untuk pestisida nabati, antara
lain jeringau untuk pengendalian Dysdercus cingulatus, Pieres brassicae, dan
Spodoptera litura; babadotan digunakan untuk mengendalikan hama Dysdercus,
Tribolium,
dan
belalang;
brotowali
sebagai
anti
serangga;
glirisidia
untuk
B.
Pokok Permasalahan
Kehilangan hasil akibat
perkebunan kakao dirasakan masih cukup tinggi. Salah satu permasalahan dalam
budidaya kakao adalah adanya serangan C. cramerella dan Helopeltis sp. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya biaya pengendalian hama dan penyakit, yaitu sekitar 40%
dari biaya produksi. Sebagian besar petani dan perkebunan besar masih
menggunakan insektisida kimia untuk mengendalikan hama. Penggunaan insektisida
secara terus menerus dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lain yang lebih
berat, antara lain terjadinya resistensi hama, pencemaran lingkungan, dan ditolaknya
produk ekspor akibat residu pestisida. Oleh karena itu perlu dicari metode
pengendalian hama kakao yang efektif dan efisien serta ramah lingkungan, yaitu
dengan menggunakan pestisida berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan
sitronellal. Bahan aktif pestisida tersebut berasal dari tanaman rempah dan obat
yang banyak tersedia di sekitar kita. Oleh karena itu, dilakukan penelitian formulasi
pestisida berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal untuk
mengendalikan hama utama kakao.
C.
informasi efektivitas dan analisa ekonomi formulasi pestisida nabati berbahan aktif
saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal untuk mengendalikan hama utama
kakao (C. cramerella dan Helopeltis sp.).
D.
Metodologi Pelaksanaan
1.
Lokus Kegiatan
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tanaman, Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, perkebunan kakao di PTPN VIII
Rajamandala, Bandung Barat, dan perkebunan kakao milik petani di Polewali
Mandar, Sulawesi Barat.
a.
sebagai
tempat
untuk
pembuatan
formulasi
pestisida
nabati,
Perkebunan kakao PTPN VIII Rajamandala, Bandung Barat. Lokasi kebun yang
digunakan untuk pengujian lapang berada di Panglejar (dahulu bernama
Cikumpay).
c.
Perkebunan kakao milik petani di Polewali Mandar, Sulawesi Barat yang dipilih
merupakan perkebunan kakao yang cukup memadai, dilihat dari lokasi yang
mudah dijangkau, jumlah tanaman kakao untuk pengujian, dan responden
untuk analisa ekonomi.
2.
Fokus Kegiatan
Kegiatan penelitian difokuskan pada pembuatan dan pengujian formula
3.
Ruang Lingkup
Pada kegiatan ini dilakukan pengujian pengendalian C. cramerella dan
Helopeltis sp. pada tanaman kakao dengan menggunakan pestisida nabati berbahan
aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal. Pengujian diawali pada tingkat
laboratorium, meliputi pengujian efikasi serta efektivitas antifeedant dan repelensi.
Hasil pengujian di laboratorium tersebut diuji efikasinya di tingkat lapang, dengan
melihat tingkat mortalitas serangga uji (Helopeltis sp.) dan intensitas serangan.
Sebagai data pendukung dilaksanakan pengujian terhadap musuh alami dan panen
kakao. Penelitian dilaksanakan di Jawa Barat dan Sulawesi Barat.
4.
Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:
a.
b.
c.
d.
A.
1.
Perkembangan Kegiatan
a.
Pengujian
Formula
Pestisida
Nabati
Berbahan
Aktif
Saponin,
plastik, cutter, kuas, kurungan plastik, stoples, cawan petri, counter dan lain-lain.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain Helopeltis sp., buah
mentimun, label dan lain-lain.
3)
Metode penelitian
a)
Perbanyakan serangga
Serangga Helopeltis sp.dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
PTPN VIII Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat. Serangga dibawa ke laboratorium untuk diperbanyak (rearing). Pakan
serangga digunakan adalah buah mentimun (pakan alternatif). Serangga yang akan
diuji adalah stadia nimfa instar 3-4.
b)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
c)
diuji dengan metode pilihan dan tanpa pilihan. Pada metoda pilihan, buah mentimun
perlakuan dan kontrol yang sama banyak ditempatkan berselang-seling dalam
wadah, kemudian 100 ekor serangga dibiarkan memilih pakan dalam wadah
tersebut. Pada uji tanpa pilihan, buah mentimun perlakuan dan kontrol dalam cawan
terpisah. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serangga yang hinggap pada
perlakuan (P) dan kontrol (K) pada 10 menit, 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, dan 24
jam.
Indek Repelensi (IR) dihitung berdasarkan formula Pascual-villalobos dan
Robledo dalam Wiratno et al, 2008:
K-P
IR
x100%
K P
K
b.
1)
2)
3)
Metode penelitian
a)
Perbanyakan serangga
Serangga Helopeltis sp. dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
Perlakuan yang akan diuji adalah hasil dari pengujian laboratorium, yaitu konsentrasi
8 ml/l untuk jenis pestisida nabati dan 0,2 ml/l untuk pestisida sintetik. Untuk aplikasi
dipilih buah kakao dengan diameter 3-6 cm dan panjang sekitar 10-15 cm. Buah
terpilih diberi label dan disemprot sesuai perlakuan dengan insektisida nabati dan
ditambahkan perekat sampai meliputi seluruh buah sekitar 2-4 ml larutan/buah dan
serangga uji. Buah yang sudah disemprot dikurung dengan kurungan dari plastik
mika dan kasa berdiameter 10 cm dan panjang 20 cm. Pada kurungan masingmasing diisi sepuluh ekor nimfa Helopeltis sp. dari hasil perbanyakan di laboratorium.
Parameter yang diamati adalah mortalitas Helopeltis sp. (3, 6, 24, 48, 72 dan 96 jam
setelah aplikasi) dan intensitas serangan pada permukaan buah.
c.
1)
plastik, hand counter, dan lain-lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain C. cramerella, Helopeltis sp., tanaman kakao, buah kakao, dan lain-lain.
3)
Metode penelitian
Penelitian dirancang dalam Split Plot dalam rancangan acak kelompok, yang
terdiri atas:
(a)
(b)
karena
sasaran
penyemprotan
adalah
stadium
imago
PBK.
Penyemprotan diulang sampai 6 kali dengan interval 2 minggu. Kontrol adalah petak
yang tidak dilakukan pengendalian apapun.
Petak perlakuan berupa satuan petak yang terdiri atas 25 pohon (5 x 5) yang
diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 16 pohon (4 x 4) sebagai tanaman
9
sampel. Pada setiap petak pohon contoh dipilih 100 buah kakao berukuran panjang
9 cm dan diperkirakan masih bebas serangan PBK. Jarak antara petak adalah 5 larik
pohon. Hasil pengamatan tingkat serangan PBK dan persentase kehilangan hasil
pada perlakuan insektisida yang diuji dibandingkan dengan kontrol.
Tingkat kerusakan akibat serangan PBK dilihat dari persentase biji lengket
yang dinyatakan dalam tiga kategori, yaitu tingkat serangan ringan, sedang, dan
berat dengan kriteria sebagai berikut:
(1)
Serangan ringan, apabila semua biji masih dapat dikeluarkan dari kulit buah
dan antar biji tidak terlalu lengket (persentase biji lengket < 10%).
(2)
Serangan sedang, apabila biji saling lengket tetapi masih dapat dikeluarkan dari
kulit buah (persentase biji lengket antara 10-50%)
(3)
Serangan berat, apabila biji saling lengket dan tidak dapat dikeluarkan dari kulit
buah (persentase biji lengket > 50%).
Efikasi insektisida yang diuji didasarkan pada tingkat serangan PBK dan
persentase kehilangan hasil yang diamati pada buah contoh yang dipilih yang pada
awal masih bebas dari serangan PBK. Pengamatan serangan PBK dilakukan setiap
10 hari sekali setelah aplikasi terhadap semua buah yang dipanen pada setiap petak
perlakuan. Buah contoh (ukuran panjang 9 cm) dipanen pada akhir pengujian.
Efikasi insektisida yang diuji dihitung dengan rumus Abbott:
Ca - Ta
EI
x100%
Ca
EI = efikasi insektisida yang diuji (%)
Ca = intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida
Ta = intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikasi insektisida.
Untuk menghitung intensitas serangan PBK digunakan rumus:
1R 3S 9B
I
AT
=intensitas serangan
(1)
(2)
(3)
(4)
Ca Ta
EI
100%
Ca
EI =efikasi insektisida yang diuji (%)
Ca =intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida
Ta =intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikas insektisida
Untuk menentukan keefektifan insektisida ditentukan berdasarkan kriteria nilai
efikasi dengan rumus (1/2n + 1), n = jumlah pengamatan. Jika nilai efikasi insektisida
> 50%, maka insektisida bersifat efektif terhadap hama sasaran, sebaliknya tidak
efektif bila nilainya < 50%. Sebagai data penunjang juga dilakukan pengamatan
terhadap tingkat keracunan (fitotoksisitas) tanaman kakao dan pengaruhnya
terhadap populasi musuh alami akibat perlakuan insektisida uji.
11
d.
1)
Metode
Introduksi teknologi pengendalian hama utama kakao pada pertanaman kakao
12
(1)
Pendapatan per satuan luas (Crop Value per Acre) yang diukur dari nilai total
produksi komoditas kakao dibagi per satuan luas areal penanaman,
(2)
Operating Expense Ratio (OER) yaitu rasio antara biaya operasional (CV) dan
pendapatan kotor (GR), makin kecil persentase OER makin efisien teknologi
pengendalian penggunaan pestisida nabati yang diintroduksikan.
C
OER V 100%
GR
(3)
Net Farm Income from Operation Ratio (NFIO) yaitu rasio antara pendapatan
kotor (GR) dikurangi biaya operasional teknologi yang diintroduksikan (CV) dan
pendapatan kotor (GR), nilai ini menunjukkan persentase sisa pendapatan
setelah dikurangi dengan biaya operasional. Makin besar persentase NFIO
maka perlakuan mempunyai efisiensi ekonomi semakin tinggi.
GR - CV
NFIO
100%
GR
2.
B.
1.
Perencanaan Anggaran
URAIAN
PAGU
BELANJA
(Rp.)
TERMIN
1 (30%)
2 (50%)
3 (20%)
(Rp.)
(Rp.)
(Rp.)
108.180.000
49.000.000
32.454.000
14.700.000
54.090.000
24.500.000
21.636.000
9.800.000
81.200.000
24.360.000
40.600.000
16.240.000
11.620.000
3.486.000
5.810.000
2.324.000
Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2012. Pencairan dana Insentif Peningkatan
Kemampuan Peneliti dan Perekayasa dilakukan sebanyak 3 (tiga) termin, yaitu:
Termin pertama sebanyak 30%, Termin kedua sebanyak 50%, dan Termin ketiga
13
sebanyak 20%. Dasar pencairan dana program insentif adalah surat perjanjian
antara pejabat lembaga penerima atau yang mewakili dengan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) insentif sesuai dengan jumlah proposal yang disetujui sesuai Surat
Keputusan Menteri Riset dan Teknologi. Dana Insentif Peningkatan Kemampuan
Peneliti dan Perekayasa dikenakan pajak berupa PPN 10% dan Pph 2% yang
dipotong langsung oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta
pada saat penagihan dana sesuai termin. Pencairan dana sesuai dengan termin
telah dilengkapi beberapa dokumen diperlukan.
3.
tidak dapat dilihat secara fisik peralatan teknologi. Aset ini merupakan hasil kekayaan
intelektual yang dihimpun dalam bentuk Laporan Kegiatan yang berisikan informasi
ilmiah hasil pelaksanaan kegiatan penelitian. Asset tidak berwujud ini dilimpahkan
kepada Kementerian-Lembaga terkait.
4.
14
A.
1.
a.
Pengujian
Formula
Pestisida
Nabati
Berbahan
Aktif
Saponin,
Perbanyakan serangga
Serangga Helopeltis sp.dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
PTPN VIII Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat. Serangga dibawa ke laboratorium untuk diperbanyak (rearing). Pakan
serangga digunakan adalah buah mentimun (pakan alternatif). Serangga yang akan
diuji adalah stadia nimfa instar 3-4.
2)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
sintetik deltametrin konsentrasi yang diuji adalah 0,1; 0,2 dan 0,4 ml/l. Perlakuan
ditata dalam Rancangan Acak Lengkap dengan empat ulangan.
Pengujian dilakukan dengan dua cara yaitu pencelupan pakan dan
penyemprotan langsung ke serangga. Pada metode pencelupan, pakan dicelup pada
beberapa konsentrasi yang diujikan dan dikeringanginkan. Tiap ulangan terdiri 10
ekor nimfa Helopeltis sp. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas serangga dan
dilakukan pada 3; 6; 24; 48; 72; dan 96 jam setelah aplikasi. Pada metode
15
diuji dengan metode pilihan dan tanpa pilihan. Pada metoda pilihan, buah mentimun
perlakuan dan kontrol yang sama banyak ditempatkan berselang-seling dalam
wadah, kemudian 100 ekor serangga dibiarkan memilih pakan dalam wadah
tersebut. Pada uji tanpa pilihan, buah mentimun perlakuan dan kontrol dalam cawan
terpisah. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serangga yang hinggap pada
perlakuan (P) dan kontrol (K) pada 10 menit, 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, dan 24
jam.
Indek Repelensi (IR) dihitung berdasarkan formula Pascual-villalobos dan
Robledo dalam Wiratno et al, 2008:
K-P
IR
x100%
K P
K
b.
1)
Perbanyakan serangga
Serangga Helopeltis sp. dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
Perlakuan yang akan diuji adalah hasil dari pengujian laboratorium, yaitu konsentrasi
8 ml/l untuk jenis pestisida nabati dan 0,2 ml/l untuk pestisida sintetik. Untuk aplikasi
dipilih buah kakao dengan diameter 3-6 cm dan panjang sekitar 10-15 cm. Buah
16
terpilih diberi label dan disemprot sesuai perlakuan dengan insektisida nabati dan
ditambahkan perekat sampai meliputi seluruh buah sekitar 2-4 ml larutan/buah dan
serangga uji. Buah yang sudah disemprot dikurung dengan kurungan dari plastik
mika dan kasa berdiameter 10 cm dan panjang 20 cm. Pada kurungan masingmasing diisi sepuluh ekor nimfa Helopeltis sp. dari hasil perbanyakan di laboratorium.
Parameter yang diamati adalah mortalitas Helopeltis sp. (3, 6, 24, 48, 72 dan 96 jam
setelah aplikasi) dan intensitas serangan pada permukaan buah.
c.
1)
Metode penelitian
Penelitian dirancang dalam Split Plot dalam rancangan acak kelompok, yang
terdiri atas:
(a)
(b)
karena
sasaran
penyemprotan
adalah
stadium
imago
PBK.
Penyemprotan diulang sampai 6 kali dengan interval 2 minggu. Kontrol adalah petak
yang tidak dilakukan pengendalian apapun.
Petak perlakuan berupa satuan petak yang terdiri atas 25 pohon (5 x 5) yang
diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 16 pohon (4 x 4) sebagai tanaman
17
sampel. Pada setiap petak pohon contoh dipilih 100 buah kakao berukuran panjang
9 cm dan diperkirakan masih bebas serangan PBK. Jarak antara petak adalah 5 larik
pohon. Hasil pengamatan tingkat serangan PBK dan persentase kehilangan hasil
pada perlakuan insektisida yang diuji dibandingkan dengan kontrol.
Tingkat kerusakan akibat serangan PBK dilihat dari persentase biji lengket
yang dinyatakan dalam tiga kategori, yaitu tingkat serangan ringan, sedang, dan
berat dengan kriteria sebagai berikut:
(1)
Serangan ringan, apabila semua biji masih dapat dikeluarkan dari kulit buah
dan antar biji tidak terlalu lengket (persentase biji lengket < 10%).
(2)
Serangan sedang, apabila biji saling lengket tetapi masih dapat dikeluarkan dari
kulit buah (persentase biji lengket antara 10-50%)
(3)
Serangan berat, apabila biji saling lengket dan tidak dapat dikeluarkan dari kulit
buah (persentase biji lengket > 50%).
Efikasi insektisida yang diuji didasarkan pada tingkat serangan PBK dan
persentase kehilangan hasil yang diamati pada buah contoh yang dipilih yang pada
awal masih bebas dari serangan PBK. Pengamatan serangan PBK dilakukan setiap
10 hari sekali setelah aplikasi terhadap semua buah yang dipanen pada setiap petak
perlakuan. Buah contoh (ukuran panjang 9 cm) dipanen pada akhir pengujian.
Efikasi insektisida yang diuji dihitung dengan rumus Abbott:
Ca - Ta
EI
x100%
Ca
EI = efikasi insektisida yang diuji (%)
Ca = intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida
Ta = intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikasi insektisida.
Untuk menghitung intensitas serangan PBK digunakan rumus:
1R 3S 9B
I
AT
=intensitas serangan
(1)
(2)
(3)
(4)
Ca Ta
EI
100%
Ca
EI =efikasi insektisida yang diuji (%)
Ca =intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida
Ta =intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikas insektisida
Untuk menentukan keefektifan insektisida ditentukan berdasarkan kriteria nilai
efikasi dengan rumus (1/2n + 1), n = jumlah pengamatan. Jika nilai efikasi insektisida
> 50%, maka insektisida bersifat efektif terhadap hama sasaran, sebaliknya tidak
efektif bila nilainya < 50%. Sebagai data penunjang juga dilakukan pengamatan
terhadap tingkat keracunan (fitotoksisitas) tanaman kakao dan pengaruhnya
terhadap populasi musuh alami akibat perlakuan insektisida uji.
d.
1)
Metode
Introduksi teknologi pengendalian hama utama kakao pada pertanaman kakao
19
produk pestisida nabati tersebut maupun biaya operasional lainnya. Untuk itu perlu
dilakukan analisis usahatani dari introduksi teknologi itu.
Perkebunan/petani pada umumnya bersedia mengeluarkan biaya tambahan
dalam mengadopsi teknologi introduksi apabila merasa yakin akan menerima
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari
teknologi tradisional yang biasa mereka lakukan. Untuk mengetahui kelayakan
ekonomis introduksi teknologi baru, maka digunakan analisis anggaran masukan dan
hasil (input output budget analysis) (Malian, 1989).
Untuk menentukan tingkat efisiensi teknologi pengendalian hama kakao
dengan pestisida nabati dibandingkan dengan pengendalian yang dilakukan oleh
petani dalam penelitian ini digunakan 2 pendekatan yaitu dengan mengukur tingkat
efiisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis diukur berdasarkan produksi
kakao per satuan luas dan efisiensi ekonomi diukur berdasarkan (Kay dan Edward,
1999):
(1)
Pendapatan per satuan luas (Crop Value per Acre) yang diukur dari nilai total
produksi komoditas kakao dibagi per satuan luas areal penanaman,
(2)
Operating Expense Ratio (OER) yaitu rasio antara biaya operasional (CV) dan
pendapatan kotor (GR), makin kecil persentase OER makin efisien teknologi
pengendalian penggunaan pestisida nabati yang diintroduksikan.
C
OER V 100%
GR
(3)
Net Farm Income from Operation Ratio (NFIO) yaitu rasio antara pendapatan
kotor (GR) dikurangi biaya operasional teknologi yang diintroduksikan (CV) dan
pendapatan kotor (GR), nilai ini menunjukkan persentase sisa pendapatan
setelah dikurangi dengan biaya operasional. Makin besar persentase NFIO
maka perlakuan mempunyai efisiensi ekonomi semakin tinggi.
GR - CV
NFIO
100%
GR
2.
satu sampai dua formulasi dan analisa ekonomi formulasi pestisida nabati berbahan
aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronelal untuk mengendalikan hama utama
kakao (C. cramerella dan Helopeltis sp.).
20
3.
a.
Pengujian
Formula
Pestisida
Nabati
Berbahan
Aktif
Saponin,
formulasi pestisida nabati uji efektif mengendalikan Helopeltis sp. (Tabel 1.).
Tabel 1. Rata-rata mortalitas (%) Helopeltis sp. akibat perlakuan beberapa pestisida dengan
metode semprot serangga di laboratorium (2012).
No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin + ethanol
2.
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin + ethanol +
rerak
5.
6.
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentrasi
(ml/l)
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
0,1
0,2
0,4
3
12,5abc
12,5abc
10,0abc
2,5ab
7,5abc
12,5abc
0,0a
0,0a
5,0abc
0,0a
0,0a
0,0a
0,0a
0,0a
2,5ab
2,5ab
2,5ab
2,5abc
5,0abc
5,0abc
10,0abc
30,0bc
32,5c
30,0abc
0,00a
72
47,5bc
67,5bc
72,5bc
50,0bc
62,5bc
70,0bc
57,5bc
62,5bc
75,0bc
57,5bc
62,5bc
77,5bc
52,5bc
60,0bc
75,0bc
37,5b
62,5bc
75,0bc
57,5bc
77,5bc
90,0c
100,0c
100,0c
100,0c
0,00a
Keterangan :
1) 0 = belum ada yang mati
2) Data hasil transformasi dengan x 1
3) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata dengan uji Duncan taraf 5%
21
Tabel 2. Rata-rata mortalitas (%) Helopeltis sp. akibat perlakuan beberapa pestisida
dengan metode celup pakan di laboratorium (2012).
No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin +
ethanol
2.
Azadirachtin + air
+ ethanol
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin +
ethanol + rerak
5.
Azadirahtin + air
+ ethanol + rerak
6.
Minyak mimba +
rerak
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentrasi
(ml/l)
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
0,1
0,2
0,4
3
0,0
0,0
5,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2,5
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2,5
0,0
2,5
0,0
10,0
10,0
30,0
0,0
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
ab
ab
ab
a
6
5,0
0,0
10,0
7,5
7,5
2,5
2,5
2,5
7,5
2,5
2,5
5,0
0,0
0,0
2,5
2,5
2,5
5,0
2,5
5,0
25,0
32,5
32,5
32,5
0,0
ab
a
abc
ab
ab
a
a
a
ab
a
a
ab
a
a
a
a
a
ab
a
ab
a
c
c
bc
a
24
5,0
5,0
27,5
12,5
15,0
20,0
22,5
32,5
42,5
5,0
7,5
35,0
10,0
12,5
17,5
5,0
12,5
22,5
12,5
22,5
50,0
70,0
65,0
72,5
0,0
ab
abc
b-f
ab
a-d
a-e
a-d
d-g
ab
ab
a-e
d-g
ab
b-f
b-f
a-d
b-f
d-g
a-d
c-g
fg
efg
fg
g
a
Keterangan :
1) 0 = belum ada yang mati
2) Data hasil transformasi dengan x 0,5
3) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata dengan uji Duncan taraf 5%
22
c)
yaitu dengan dan tanpa pilihan. Kedua metode ini memperlihatkan bahwa pestisida
nabati barbahan aktif azadirachtin menunjukkan indeks repelensi (IR) positif dan
cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pestisida ini mampu menyebabkan
serangga uji tidak mendekat pada media perlakuan.
Tabel 3. Indeks repelensi (IR) Helopeltis sp. terhadap pestisida yang diuji pada
metode dengan pilihan
No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin +
ethanol
2.
Azadirachtin +
air + ethanol
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin +
ethanol + rerak
5.
Azadirahtin + air
+ ethanol + rerak
6.
Minyak mimba +
rerak
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentra
si
(ml/l)
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
0,1
0,2
0,4
10
Menit
100,00a
11,11bc
100,00a
100,00
11,11bc
66,67ab
100,00a
66,67ab
100,00a
100,00a
100,00a
100,00a
100,00a
100,00a
100,00a
42,86abc
100,00abc
66,67ab
42,86
100,00a
100,00a
42,86abc
11,11bc
42,86abc
0,00c
24
Jam
15,15bc
40,74abc
15,15bc
90,00ab
58,33ab
80,95ab
65,22ab
72,73ab
90,00ab
40,74abc
58,33ab
58,33ab
58,33ab
80,95ab
31,03abc
80,95ab
90,00ab
65,22ab
100,00a
35,71abc
100,00a
72,73ab
100,00a
100,00a
0,00c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
23
Tabel 4. Indeks repelensi (IR) Helopeltis sp. terhadap pestisida yang diuji dengan
metode tanpa pilihan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Perlakuan
Azadirachtin +
ethanol
Azadirachtin + air +
ethanol
Minyak mimba
Azadirachtin +
ethanol + rerak
Azadirahtin + air +
ethanol + rerak
Minyak mimba +
rerak
Neem plus
Deltametrin
10
menit
24
Jam
100,00a
100,00a
100,00a
71,43a
33,33ab
60,00a
60,00a
100,00a
66,67ab
80,00ab
86,67a
83,33a
47,83bc
81,82a
39,13ab
100,00a
72,73a
100,00a
33,33a
36,84c
5,26c
-8,33c
-28,00c
-25,93c
100,00a
100,00a
100,00a
75,00a
76,47a
85,19a
100,00a
42,86a
100,00a
20,00ab
53,85ab
60,00ab
66,67a
60,00a
100,00a
45,45a
87,50a
100,00a
53,85a
86,67a
68,42a
100,00a
100,00a
90,00a
Keterangan:
1) Konsentrasi insektisida nabati 8 ml/l dan sintetik (deltametrin) 0,2 ml/l.
2) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
b.
Tabel 5. Rata-rata mortalitas dan Intensitas Serangan (IS) (%) Helopeltis sp. dan
Efikasi Insektisida (EI) (%) skala lapang
JSA / Jam Setelah Aplikasi
No.
Perlakuan
IS (%)
EI
(%)
24
48
72
96
4,0ab
6,0ab
8,0abc
14,0abc
16,0a
24,0a
66,00c
2,56
1.
Azadirachtin + ethanol
2.
Azadirachtin + air +
ethanol
0,0a
0,0a
0,0a
10,0ab
20,0a
267a
85,00c
5,98
3.
Minyak mimba
3,0ab
4,0a
4,0abc
8,0ab
12,0a
26,0a
2,80c
5,13
4.
Azadirachtin + ethanol
+ rerak
Azadirachtin + air +
ethanol + rerak
6,0ab
6,0ab
10,0abc
16,0abc
27,5a
30,0a
65,00bc
10,26
2,0a
2,0a
4,0a
8,0ab
27,5a
35,0a
72,50c
16,67
5.
6.
2,0a
2,0a
16,0bc
22,0bc
34,0a
38,0a
72,00c
20,51
7.
Neem plus
12,0b
14,0b
18,0c
22,5c
30,0a
35,0a
45,00b
16,67
8.
Deltametrin
90,0c
96,0c
100,0c
100,0d
100,0c
100,0c
3,00a
100,00
9.
Kontrol
2,0a
4,0a
6,0ab
6,0a
14,0a
22,0a
77,00c
0,00
Keterangan:
1) Konsentrasi insektisida nabati 8 ml/l dan sintetik (deltametrin) 0,2 ml/l.
2) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata dengan uji Duncan taraf 5%
24
c.
Helopeltis sp.
67
20
74,0
29,4
2.
PBK
26
49
15
10
20,4
7,10
Ket. = S = Sehat (tidak ada serangan); R = Serangan ringan (< 10%); Sd = Serangan
sedang (10 - 50%); B = Serangan Berat (>50%); PS = Persentase serangan; IS =
Intensitas serangan
Aplikasi pestisida nabati direncakan menggunakan 6 jenis pestisida nabati,
pembanding (sintetis - Stopper 25 EC, b.a = Lambda sihaloetrin), dan tanpa aplikasi
(kontrol). Penelitian dirancang dengan petak utama sanitasi dan tanpa sanitasi dan
anak petak adalah aplikasi insektisida. Pada tiap petak perlakuan akan diambil 25
pohon sampel. Sehingga seluruh penelitian menggunakan 1600 pohon.
Tanaman kakao yang akan diaplikasikan diambil buah untuk pengamatan,
sebanyak 100 buah tiap perlakuan. Untuk itu dipilih buah kakao (pentil) dengan
ukuran 9 - 10 cm yang belum terlihat gejala serangan dan akan dipanen pada akhir
penelitian.
Pengamatan kerusakan pada saat panen rutin seperti yang dilakukan petani
tiap 2 minggu pada buah yang matang pada plot-plot perlakuan. Secara keseluruhan
25
intensitas serangan PBK dengan sanitasi lebih rendah daripada tanpa sanitasi.
Intensitas terendah pada sanitasi terlihat pada perlakuan Neem Plus, dengan
kandungan bahan aktif azadirachtin dan sitronellal.
Tabel 7. Intensitas serangan (%) PBK pada petak perlakuan pestisida nabati
Panen I
Panen II
Perlakuan
Sanitasi
Tanpa
Sanitasi
Sanitasi
Tanpa
Sanitasi
Neem Plus;
24,1
35,8
22,7
26,3
Mimba + rerak;
36,5
37,8
22,7
47,0
Asimbo;
34,5
46,5
45,6
45,6
Sitronellal;
33,2
37,9
30,5
52,5
Bioprotektor-2;
24,8
36,0
37,6
48,0
Azadirachtin;
37,0
32,4
35,5
44,2
Lambda sihalotrin
42,1
30,7
24,8
26,9
Kontrol (air).
54,8
45,3
50,5
48,7
Tabel 8. Intensitas serangan (%) Helopeltis sp. pada petak perlakuan pestisida
nabati
Pengamatan 1
Pengamatan 2
Perlakuan
Tanpa
Tanpa
Sanitasi
Sanitasi
Sanitasi
Sanitasi
8,30
Neem Plus;
11,4
10,7
14,2
Mimba + rerak;
11,5
16,1
9,5
17,2
Asimbo;
11,1
16,3
10,5
12,9
Sitronellal;
12,6
15,4
8,9
11,5
Bioprotektor-2;
11,9
15,1
6,7
12,0
Azadirachtin;
13,6
13,0
12,8
9,8
Deltametrin
10,8
16,0
12,8
9,6
Kontrol (air).
14,0
15,9
12,2
9,9
26
Panen 1
Tanpa
Sanitasi
Sanitasi
1.545,00
1.365,00
1.275,00
1.302,50
1.407,50
1.215,00
1.387,50
1.412,50
1.532,50
1.280,00
1.432,50
1.342,50
1.547,50
1.377,50
1.185,00
1.175,00
Panen 2
Tanpa
Sanitasi
Sanitasi
1.545,00
1.365,00
1.275,00
1.302,50
1.407,50
1.215,00
1.387,50
1.412,50
1.532,50
1.280,00
1.432,50
1.342,50
1.547,50
1.377,50
1.185,00
1.175,00
Panen 1
Tanpa
Sanitasi
Sanitasi
677,50
680,00
670,00
660,00
672,50
590,00
697,50
687,50
827,50
695,00
852,50
742,50
820,00
670,00
597,50
610,00
Panen 2
Tanpa
Sanitasi
Sanitasi
677,50
680,00
670,00
660,00
672,50
590,00
697,50
687,50
827,50
695,00
852,50
742,50
820,00
670,00
597,50
610,00
Pada Tabel 1. dan 2. Secara keseluruhan terlihat berat basah dan berat kering
biji kakao pada perlakuan sanitasi lebih tinggi daripada tanpa sanitasi. Pada
perlakuan sanitasi berat basah > 1.500 g adalah pada perlakuan Neem plus, Biorotektor 2, dan pembanding (pestisida sintetik). Demikian juga berat kering biji kakao
pada perlakuan sanitasi lebih tinggi daripada tanpa sanitasi. Namun, berat kering
tertinggi pada perlakuan Azadirachtin.
Formulasi produk pestisida nabati juga diujikan terhadap musuh alami hama
kakao. Salah satu musuh alami Helopeltis sp yang dijumpai di perkebunan kakao
milik petani adalah semut Oecophylla sp. Pada pengujian ini terlihat bahwa pestisida
nabati tidak berpengaruh nyata terhadap musuh alami Helopeltis sp, karena
kematian yang diakibatkan penggunaannya sangat rendah, berbeda dengan
penggunaan pestisida sintetik yang hanya dalam waktu 3 jam sudah mampu
menyebabkan kematian 100% musuh alami.
27
Populasi
awal
19,40
27,80
17,40
15,20
18,60
19,40
29,20
18,00
1
0,00
1,60
0,00
0,40
0,00
0,20
25,20
0,00
3
0,00
3,40
1,00
0,60
2,20
0,20
29,20
0,00
48
11,60
8,60
10,60
3,00
3,40
0,80
29,20
0,00
72
10,00
10,00
11,00
5,00
4,20
2,00
29,20
0,00
Sulawesi Barat. Jarak desa ke kota Kabupaten sekitar 21 km dari pusat kota
kabupaten dan dari pusat Pemerintahan kabupaten Polewali Mandar. Kondisi jalan
separuhnya (lk. 10 km) cukup baik, masuk jalan kecamatan lebih kurang 9 km
kondisi jalan sudah mulai rusak serta sepanjang 2 km menuju ke desa tempat
dilaksanakannya kegiatan penelitian kondisi jalannya cukup parah.
Dari data sekunder, total luas komoditas kakao kabupaten Polewali Mandar
seluas 49.275,68 ha, terdiri atas 34.682,47 ha atau sekitar 70% tanaman produktif,
21% atau seluas 10.199,3 ha tanaman muda dan sisanya sebesar lebih kurang 9 %
merupakan tanaman yang sudah tua / rusak. Kecamatan Luyo merupakan wilayah
kegiatan penelitian mempunyai total luas komoditas kakao 5.603,5 ha yang terdiri
atas 4.838,75 ha (86,35 %) merupakan tanaman menghasilkan, 460,75 ha (8,22 %)
merupakan tanaman tua / rusak dan seluas 304,00 ha (5,4 %) merupakan tanaman
belum menghasilkan atau tanaman muda.
Dari data sekunder per kecamatan diperoleh juga rata-rata luas pemilikan
lahan kakao per petani seluas 0,68 ha. Produktifitas kakao per hektarnya sebesar
864,68 kg, sehingga setiap keluarga petani kakao memperoleh hasil produksi sekitar
lebih kurang 600 kg. Dari data sekunder dalam kabupaten diperoleh rata-rata luas
pemilikan lahan / kab seluas 1,07 ha. Produktifitas kakao per hektar adalah 1014,5
kg/ha.
28
Hasil wawancara dengan petani yang merupakan data primer, diperoleh hasil
bahwa pada bulan Mei 2012, hasil produksi kakao milik petani pada kondisi panen
besar, dengan produksi rata-rata sekitar 1420 kg/ha, panen selanjutnya diperkirakan
jatuh pada bulan Agustus/September 2012 dengan kondisi panen kecil dengan
prediksi petani akan diperoleh hasil sekita 400 kg/ha, sehingga dalam satu tahun
akan diperoleh produksi sekitar 1800 kg kakao kering. Biji kakao yang dijual oleh
petani pada umumnya masih kurang memenuhi standar mutu dari unsur kekeringan
produk. Rata-rata kadar air pada kakao petani sekitar 20-25 %, dibeli oleh pedagang
dengan harga sekitar Rp. 12.000,- - Rp. 14.000,- /kg. Petani pada umumnya tidak
mau repot-repot karena dengan dijemur selama lebih kurang 2 hari sudah dibeli oleh
pedagang dengan harga tersebut. Kadar air yang ditetapkan oleh dinas perdagangan
minimal sekitar 8 s/d 10%. Oleh karenanya umumnya pengeringan selanjutnya
dilakukan oleh pedagang.
Adanya kegiatan kelompok tani kakao dilokasi kegiatan telah memberikan
sedikit motivasi pada anggota melalui melaksanakan penjualan langsung kepada
pedagang besar secara berkala. Dari penjualan tersebut, kepada kelompok sudah
diberikan harga premium sebesar Rp. 500,- /kg.
Hasil wawancara dengan petani mengenai serangan hama dan penyakit pada
tanaman mereka terutama terhadap serangan PBK diperoleh keterangan bahwa
pada saat panen besar serangan PBK sekitar 20%, sedangkan pada saat panen
kecil atau sedang, serangan PBK diperkirakan sekitar 30-35 %. Sehingga rata-rata
sekitar 25-27,5 %. Alasan besarnya serangan pada saat panen kecil karena populasi
hama yang dianggap oleh petani tetap, sedangkan buahnya lebih sedikit. Alasan
lainnya adalah buahnya terdapat di ujung batang/ranting sehingga sulit dipetik selain
alasan lainnya adalah karena hasil buahnya hanya sedikit, maka petani malas
memeliharanya.
B.
1.
2.
yang dapat ditiru petani kakao kemudian sosialisasi kepada petani yang dilakukan di
sentra-sentra produksi kakao, berkoordinasi dengan BPTP, Dinas Perkebunan,
penyuluh, dan instansi terkait lainnya, sehingga hasil penelitian yang sudah dapat
diaplikasikan dapat disosialisasikan kepada petani kakao.
30
A.
1.
adalah terjalinnya kerja sama antara Balai Komoditas (Balit), dalam hal ini antara
Balittro, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan dan Barat,
Dinas terkait, dan BUMN/ PTPN VIII untuk membina kelompok tani Cahaya Talepok,
di daerah kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar. Dengan koleksi hama yang
dilaksanakan di kebun PTPN VIII dapat membantu dalam mengendalikan hama
utama kakao dan teh secara mekanis, sehingga mengurangi penggunaan pestisida
sintetik.
2.
Balai Komoditas (Balit), dalam hal ini antara Balittro, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan dan Barat, Dinas terkait, dan BUMN/ PTPN VIII
untuk membina kelompok tani Cahaya Talepok, di daerah kecamatan Luyo,
Kabupaten Polewali Mandar. Dengan koleksi hama yang dilaksanakan di kebun
PTPN VIII dapat membantu dalam mengendalikan hama utama kakao dan teh
secara mekanis, sehingga mengurangi penggunaan pestisida sintetik.
3.
Balai Komoditas (Balit), dalam hal ini antara Balittro, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan dan Barat, Dinas terkait, dan BUMN/ PTPN VIII
untuk membina kelompok tani Cahaya Talepok, di daerah kecamatan Luyo,
Kabupaten Polewali Mandar. Dengan koleksi hama yang dilaksanakan di kebun
PTPN VIII dapat membantu dalam mengendalikan hama utama kakao dan teh
secara mekanis, sehingga mengurangi penggunaan pestisida sintetik.
31
B.
1.
petani, diawali dengan demonstrasi plot (demplot) dengan kerja sama antara Balai
Komoditas (Balit), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas terkait, dan
BUMN, dalam hal ini antara Balittro, BPTP Sulawesi Barat/Selatan, Dinas
Perkebunan, dan PTPN VIII.
2.
dan pengguna secara luas. Lebih jauh, keberhasilan penggunaan pestisida nabati ini
dapat mengurangi penggunaan pestisida sintetik sehingga berkurangnya dampak
negatif yang ditimbulkan, seperti produk pertanian yang rendah/bebas residu bahan
kimia sintetis, kesehatan petani dan konsumen menjadi lebih baik, dan lingkungan
menjadi baik.
3.
Perkembangan Pemanfaatan
Perkembangan pemanfataan hasil litbangyasa dapat dilihat antara lain dari
32
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran
Pelaksanaan kegiatan dan anggaran dapat dilaksanakan sesuai rencana dan
anggaran. Pada kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa:
a. Perlakuan Neem Plus konsentrasi 16 ml/l mampu menyebabkan mortalitas
Helopeltis sp. tertinggi dibanding pestisida nabati lain, yaitu sebesar 90% pada
72 JSA.
b. Minyak mimba yang diberi rerak (saponin) menunjukkan indeks repelensi
(penolakan) yang tinggi (> 50%) Helopeltis sp. untuk hinggap pada media
perlakuan.
c.
g. Produktivitas kakao di kecamatan Luyo pada panen besar mencapai 1420 kg/ha
sekitar bulan Mei dan sekitar 400 kg/ha pada panen kecil sekitar bulan
Agustus/September. Serangan hama PBK dan busuk buah merupakan salah
satu faktor pembatas produksi di Polewali Mandar, Sulawesi Barat dengan
tingkat serangan pada panen besar 20% dan panen kecil sekitar 30-35 %.
h. Adanya kegiatan kelompok tani kakao dilokasi kegiatan telah memberikan sedikit
motivasi pada anggota melalui melaksanakan penjualan langsung kepada
pedagang besar secara berkala. Dari penjualan tersebut, kepada kelompok
sudah diberikan harga premium sebesar Rp. 500,- /kg.
33
4. Sinergi Kelembagaan-Program
Dengan terjalinnya koordinasi Kelembagaan-Program yang baik selama ini maka
pengembangan pemanfaatan pestisida nabati ini cukup menjajikan.
B.
Saran
1.
demplot sehingga petani atau pengguna lain dapat melihat secara langsung.
2.
daya simpan sehingga dapat dikembangkan pada skala industri dan bersaing
dengan pestisida sintetik. Diharapkan dengan adanya dana lanjutan dapat
mengintegrasikan formula insektisida nabati dengan strategi pengendalian lain.
34
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat.
Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Goenadi, D.H., J.B. Baon, Herman, dan A. Purwanto. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Penelittian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 33 hlm.
Grainge, M. dan Ahmed, S. 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties.
New York.: John Wiley and Sons.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Diterjemahkan oleh Badan Litbang
Pertanian: Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised by Van der Laan.
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.
Prakash A. dan Rao. J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. New York.: Lewis
Publisher.
Prijono D., J.I. Sudiar, dan Irmayetri. 2006. Insecticidal Activity of Indonesian Plant
Extracts Against the Cabbage Head Caterpillar, Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera:Pyralidae). J. ISSAAS 12(1):25-34.
____________ dan H. Triwidodo. 1994. Pemanfaatan Insektisida di Tingkat Petani;;
Bogor, 1-2 Desember 1993.
Regnault-Roger C. 2005. New Insecticides of Plant Origin for The Third Millenium In:
Regnault_Roger BJR, Philogene C, Vincent. C, (Eds.). Biopesticides of Plant
Origin: Lavoisier Publishing Inc. p 17-35.
Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, S. Sukamto, S. Wiryadiputra, L. Winarto, dan N.
Primawati. 2002. Analisis status penelitian dan pengembangan PHT pada
pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan
Rakyat. Bogor 17-18 September 2002. Bag. Proyek PHT Tanaman
Perkebunan:161-176.
Wardoyo, S. 1988. A Major Hindrance to Cocoa Development. Indonesian
Agricultural Research and Developmental Journal 2:1-4.
Wardoyo, S. 1983. Pembiakan Helopeltis antonii Signoret di laboratorium pada buah
kakao. Muara Perkebunan 51(2):33-38.
Wiryadiputra, S.D., E. Sulistyowati, dan A.A. Prawoto. 1994. Teknik Pengendalian
Hama Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella (Snellen).
Lokakarya Penanggulangan Hama PBK di Indonesia. Jember.
Wood, B.J. and G.F. Chung. 1989. Integrated management of insect pests of cocoa
in Malaysia. The Planter 65(762):389-418.
35
: Nota Dinas
: Perubahan judul
dan kegiatan penelitian
Kepada Yth.
Kepala Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat
di tempat
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
Nama
Jabatan
Azadirachtin,
Mengendalikan
Hama
Eugenol,
Utama
dan
Sitronellal
Kakao
untuk
(Conopomorpha
36
Demikian kami sampaikan, untuk keperluan administrasi mohon dapat diproses lebih
lanjut.
37
Gambar 1. Gejala serangan Helopeltis sp. pada tanaman teh (kiri) dan daun teh yang
terserang Helopeltis sp. (kanan)
Gambar 2. Koleksi Helopeltis sp pada perkebunan teh (kiri) dan pemindahan serta
pemisahan instar Helopeltis sp. dari lapang
38
39
40
Lampiran 3. Data jumlah Helopeltis sp. yang hinggap pada mentimun metode
dengan pilihan
No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin +
ethanol
2.
Azadirachtin + air +
ethanol
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin +
ethanol + rerak
5.
Azadirahtin + air +
ethanol + rerak
6.
Minyak mimba +
rerak
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentrasi
(ml/l)
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
4
8
16
0,1
0,2
0,4
10
menit
0,00
1,33
0,00
0,00
1,33
0,33
0,00
0,33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,67
0,00
0,33
0,67
0,00
0,00
0,67
1,33
0,67
1,67
1,33
2,67
1,00
0,33
0,67
1,33
0,67
0,00
0,33
0,00
0,00
0,67
0,00
0,00
0,00
1,00
0,33
1,00
1,33
0,67
0,00
0,00
0,67
0,00
2,67
2,00
2,00
2,00
0,67
0,67
1,33
0,67
0,33
0,00
0,33
0,67
1,00
0,33
0,00
0,33
0,00
0,00
1,00
0,33
0,33
0,67
0,33
0,67
0,67
3,33
2,67
4,67
1,67
3,33
2,00
0,67
1,33
1,00
2,00
0,67
0,67
2,00
0,00
0,33
0,00
0,33
0,33
1,67
0,00
1,33
0,00
0,33
0,33
0,00
4,33
4,00
4,67
3,00
0,00
2,67
2,00
0,67
0,33
1,33
0,33
2,67
1,33
1,00
0,33
4,00
0,67
1,67
0,67
0,00
2,00
0,33
0,00
0,00
0,00
5,00
24
Jam
4,67
2,67
4,67
0,33
1,67
0,67
1,33
1,00
0,33
2,67
1,67
1,67
1,67
0,67
3,33
0,67
0,33
1,33
0,00
3,00
0,00
1,00
0,00
0,00
6,33
42
Lampiran 4. Data jumlah Helopeltis sp. yang hinggap pada buah mentimun pada metode tanpa pilihan pada konsentrasi terpilih
Waktu Setelah Aplikasi
No.
Perlakuan
10 menit
30 menit
1 jam
3 jam
6 jam
24 jam
Azadirachtin + ethanol
0,00
1,33
0,00
2,00
0,00
3,33
0,67
4,00
2,00
4,00
1,33
5,33
0,33
1,33
0,67
3,33
0,33
4,67
2,00
5,67
2,33
5,33
1,00
6,33
Minyak mimba
0,00
2,00
0,33
3,00
0,33
3,67
0,33
3,33
0,00
2,33
0,00
6,00
0,67
1,33
2,00
4,33
3,00
3,33
4,33
3,67
5,33
3,00
5,67
3,33
0,00
0,67
0,00
3,00
0,00
4,00
0,67
4,67
0,67
5,00
0,67
8,33
0,00
0,33
0,67
1,00
0,33
1,67
1,00
2,67
1,00
3,33
0,00
6,67
Neem plus
0,67
1,67
1,00
3,33
1,00
4,00
0,33
5,00
0,33
4,67
0,00
6,00
Deltametrin
0,00
1,00
0,67
2,67
0,00
4,00
0,00
5,67
1,00
5,33
0,33
6,33
43
Perlakuan
Konsentrasi
I
ml/l
pohon
II
pohon
III
pohon
IV
pohon
Neem plus
5,0
25
25
25
25
Mimba + rerak
5,0
25
25
25
25
Asimbo
5,0
25
25
25
25
Sitronellol
5,0
25
25
25
25
Bioprotektor-2
5,0
25
25
25
25
Azadirachtin
5,0
25
25
25
25
Stopper 25 Ec
2,0
25
25
25
25
Kontrol
25
25
25
25
v
v
v
Keterangan:
1. Dipilih 100 buah sehat yang ukurannya 9 cm diberi tanda yang akan dipanen
pada akhir peneltian (tergantung ketersediaan bh jika ukurannya 9 cm).
2. Buah yabg sudah siap panen ditentukan tingkat kemasakan sesuai kategori
kerusakan.
3. Tingkat kerusakan akibat helopeltis dihiyung setiap kali panen.
4. Data yang diperoleh setiap panen dan panen akhir yang ukuran dipilih pada awal
penelitian 9 cm.
5. 1 ml/200 ml air/pohon 100 ml/20.000 ml/100 pohon
100 ml/20 l air/100 pohon 10 x aplikasi = 1000 ml=1L
44
B. Tanpa Sanitasi
Ulangan
NO
Perlakuan
Konsentrasi
I
ml/l
pohon
II
pohon
III
pohon
IV
pohon
Neem plus
5,0
25
25
25
25
Mimba + rerak
5,0
25
25
25
25
Asimbo
5,0
25
25
25
25
Sitronellol
5,0
25
25
25
25
Bioprotektor-2
5,0
25
25
25
25
Azadirachtin
5,0
25
25
25
25
Stopper 25 Ec
2,0
25
25
25
25
Kontrol
25
25
25
25
v
v
Keterangan :
1. Dipilih 100 bh sehat yang ukurannya 9 cm diberi tanda yang akan dipanen pada
akhir peneltian (tergantung ketersediaan bh jika ukurannya 9 cm).
2. Buah yabg sudah siap panen ditentukan tingkat kemasakan sesuai kategori
kerusakan.
3. Tingkat kerusakan akibat helopeltis dihiyung setiap kali panen.
4. Data yang diperoleh setiap panen dan panen akhir yang ukuran dipilih pada awal
penelitian 9 cm.
5. 1 ml/200 ml air/pohon 100 ml/20.000 ml/100 pohon
6. 100 ml/20 l air/100 pohon 10 x aplikasi = 1000 ml=1L
45
Lampiran 6. Kuesioner
Form : Petani
1.
2.
2.
3.
Nama Desa
: ..............................................................
- Kecamatan
: ..............................................................
- Kabupaten
: ..............................................................
- Propinsi
: ..............................................................
Nama Reponden
: ..............................................................
- Umur Responden
: ..............................................................
: ..............................................................
Nama Reponden
: ..............................................................
- Umur Responden
: ..............................................................
: ..............................................................
4.
- Persil 1
- Persil 2
- Persil 3
: ..............................................................
Jenis/varietas
: ..............................................................
Bentuk bibit
: Polibag/biji
46
2.
Penyiangan tanaman
- Per tahun berapa kali ?
: .................... kali
- Upah penyiangan/ha
: Rp. ....................
: Rp. ....................
- Kemampuan menyiang/orang/hari
: ..........................ha ?/tan ?
: Rp. .....................
Pemupukan tanaman
- Berapa kali dilaksanakan pemupukan ? .................... kali
- Jenis pupuknya apa dan harganya berapa ?
* Pupuk ................................................. harga Rp. ..................../....................
* Pupuk ................................................. harga Rp. ..................../....................
* Pupuk ................................................. harga Rp. ..................../....................
- Bulan apa saja pemberian pupuk ?
* Bulan ..................................
- Dosis pemberian pupuk
* Pupuk ............................... = .................... kg/..................
* Pupuk ............................... = .................... kg/..................
* Pupuk ............................... = .................... kg/..................
- Sistim upah memupuk : harian/borongan ? ..........................
- Upahnya : Harian
Borong
= Rp. ........................../HOK
= Rp. ........................../HOK
: ................... kali
: ................... kali
47
.......................... kg buah
.......................... kg biji basah
.......................... kg biji kering
48
7. Pemasaran
-
= Rp. ......................................................
= Rp. ......................................................
49