Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Istilah modal sering digunakan pula sebagai padan kata equity walaupun
modal lebih dekat maknanya dengan istilah capital. Karena ekuitas mengandung
unsur pemilikan (ownership), untuk organisasi nonprofit ekuitas disebut sebagai
aset bersih (net assets) untuk menghindari kesan adanya pemilikan.
Karena konsep kesatuan usaha yang memisahkan antara manajemen dan
pemilikan, informasi tentang ekuitas pemegang saham menjadi sangat penting
karena hal tersebut menunjukan hubungan antara perusahaan (perseroan) dengan
pemegang saham. Dari sudut pemegang saham, ekuitas pemegang saham
merupakan hak atas kekayaan atau nilai yang tertanam dalam perseroan. Kalau
dipandang dari sudut kesatuan usaha, ekuitas pemegang saham merupakan
utang perseroan kepada para pemegang saham. Oleh karna itu, ekuitas
pemegang saham dapat juga dipandang sebagai gambaran hubungan yuridis antar
perseroan dan pemegang saham. Dengan kedudukannya yang demikian
persoalannya adalah bagaimana melaporkan atau menyajikan informasi elemen ini
agar hubungan tanggung jawab yuridis dapat dipertahankan.
Ekuitas pemegang saham itu sendiri terdiri atas dua komponen penting
yaitu modal setoran (paid-in atau contributed capital) dan laba ditahan (retained
earnings). Sebagai pasangan modal setoran, laba ditahan dapat disebut sebagai
modal bentukan atau ciptaan (earned capital).
PENGERTIAN
Menurut PSAK (2002) pasal 49, ekuitas adalah hak residual atas aktiva
perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas didefinisi sebagai hak
residual untuk menunjukkan bahwa ekuitas bukan kewajiban. Ini berarti ekuitas
bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Karena didefinisi atas dasar
aset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada bagaimana aset dan
kewajiban diukur.
Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham samasama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam
perusahaan. Namun kreditor dan pemegang saham memiliki perbedaan sbb:
a. Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim
Klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan pada
tanggal tertentu sementara klaim pemegang saham merupakan jumlah
residual dan tidak harus diselesaikan atau dilunasi pada tanggal tertentu.
b. Hak penggunaan aset dalam operasi
Kreditor pada umumnya tidak mempunyai akses dan kendali dalam
penggunaan aset perusahaan. Mereka juga tidak mempunyai hak dalam
pengambilan keputusan operasi perusahaan secara langsung. Di lain
pihak, pemilik (khusunya dalam perusahaan perseorangan) mempunyai
akses, hak, dan
autoritas
untuk menjalankan
perusahaan
dan
informasi
ekuitas
pemegang
saham
akan
sangat
Segala perubahan aset akibat penggunaan aset untuk tujuan produktif (for
productive effect) harus dibedakan dengan perubahan aset dalam rangka
pemerolehan dana (for financial effect.). Untuk selanjutnnya, perubahan yang
pertama disebut perubahan karena transaksi operasi sedangkan yang kedua
transaksi modal. Pembedaan ini menjadi landasan utama penyajian statemen
laba-rugi komprehensif.
MODAL YURIDIS
Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa
harus ada sejumlah rupiah yang dipertahankan dalam rangka perlindungan
terhadap pihak lain. Bentuk ketentuan hukum ini adalah bahwa saham harus
mempunyai nilali nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk
menunjukkan hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah rupiah minimal
yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis (legal
capital).
Ada juga aturan yang menetapkan bahwa saham tidak dapat dijual di
bawah nilai tertentu yang menjadi batas nilai yuridis sehingga tidak dikenal
adanya diakun modal saham. Tujuan penyajian modal yuridis ini adalah untuk
memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas
perlindungan investasinya. Secara yuridis pemisahan ini dianggap cukup penting
dan harus diungkapkan dalam pelaporan keuangan.
BESARNYA MODAL YURIDIS
Dalam hal saham bernilai nominal (par stock), modal yuridis dapat sama
dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham (capital stock). Modal
saham menunjuk jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan
nilai nimonal per saham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis
menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah
rupiah yang disetor/dibayarkan melebihi modal yuridis tersebut.
Modal saham ini juga merupakan batas tanggung jawab pemegang saham
dan batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. Artinya,
dalam hal terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntut pembagian
kekayaan atas dasar modal yang disetor (kecuali ada sisa untuk itu). Sebaliknya,
dalam hal hasil penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh utang
perseroan, pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang lebih dari
modal saham atau modal yang telah disetor kecuali pemegang saham bertindak
sebagai direksi.
MODAL SETORAN LAIN
Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektif saham
sehingga secara akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak
bermakna ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan
alat unuk pemerataan distribusi pemilikan daripada untuk menunjukkan nilai
saham itu sendiri. Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan
tanpa nilai nominal (no par stock). Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai
nominal yaitu (1) untuk menghindari utang bersyarat dalam hal saham terjual di
bawah harga nominal dan (2) tidak ada hubungan antara nilai nominal dengan
harga pasar saham.
Namun penerbitan saham tanpa nilai nominal ini dapat menimbulkan
persoalan khususnya dalam hal perusahaaan dilikuidasi karena akan sulit untuk
menentukan dasar pembagian kekayaan perusahaan. Selain itu, perlindungan bagi
kreditor menjadi tidak jelas karena seakan-akan tidak ada batas jumlah rupiah
yang dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan
likuidasi modal. Saham tanpa nilai nominal juga dijual dengan harga yang sangat
rendah semata-mata untuk tujuan penggeseran pemilikan atau mempengaruhi
harga saham. Oleh karena itu, beberapa negara memberlakukan ketentuan bahwa
perseroan (dewan direksi) menyatakan nilai saham minimum yang disebut nilai
nyataan (stated value). Saham tidak dapat diterbitkan kalau dijual dengan harga
dibawah nilai nyataan ini. Nilai nyataan akan berfungsi sebagai modal yuridis.
Modal yuridis dapat diubah sewaktu-waktu tanpa harus menerbitkan
saham baru. Modal yuridis juga dapat berubah akibat transfer antar sumber dana
sehingga terkadang sulit untuk menentukan berapakah modal yuridis perusahaan
yang sebenarnya sebagai informasi kepada pihak yang berkepentingan.
Pengungkapan modal yuridis tidak diperlukan kecuali untuk perusahaan yang
baru berdiri. Dalam perusahaan besar yang labanya berkembang, modal yuridis
biasanya merupakan sebagian kecil dari total ekuitas pemegang saham. Dalam
keadaan seperti ini, jumlah rupiah dividen tahun berjalan dan masa mendatang
tidak akan bergantung pada jumlah modal yuridis. Justru seluruh modal pemegang
saham (termasuk laba ditahan) akan berlaku sebagai perlindungan (buffer) bagi
kreditor. Sebenarnya, kreditor akan lebih mendasarkan keputusannya pada total
sumber ekonomik perusahaan, kemampuan memperoleh laba, dan kebijakan
keuangan perusahaan daripada pada modal yuridis.
Selain itu ada yang menyatakan bahwa modal saham dan modal setoran
lain merupakan komponen yang harus dianggap sebagai satu kesatuan dan jumlah
rupiahnya harus ditotal untuk menunjukkan modal setoran total. Akan tetapi,
harus dibedakan dengan tegas antara modal setoran dengan laba ditahan.
Selanjutnya ditegaskan bahwa secara ekonomik bukanlah modal yuridis yang
menjadi batas perlindungan tetapi justru laba ditahanlah yang merupakan
penyangga umum (general purpose buffer) untuk segala kemungkinan rugi dan
hal-hal bersyarat lainnya.
Modal saham yuridis (legal capital) dapat disajikan sebagai suatu rincian
di bawah judul modal setoran total.Oleh karena itu, neraca akan menjadi kurang
informatif kalau komponen-komponen modal setoran dipisahkan tetapi tidak
ditunjukkan totalnya.
Dengan dasar pikiran di atas, transfer dari modal setoran ke laba ditahan
tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid.Ini berarti
bahwa modal tidak dapat digunakan sebagai sumber laba ditahan. Demikian
juga,tidak sebagianpun dari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan sebagai
modal setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan
proses kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal.
PERUBAHAN MODAL SETORAN
Tansaksi, kejadian, atau keadaan dapat menyebabkan perubahan dalam
modal setoran, modal setoran lain, dan laba ditahan baik secara individual maupun
bersamaan. Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk
membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan
receivable) bagi penerbit yang kalau tidak dipenuhi maka penerbit dapat menuntut
secara yuridis untuk dilunasi. Klaim untuk menerima uang yang tidak dapat
dibatalkan dilandasi oleh konsep hak-kewajiban tak bersyarat (unconditional right
of offsset) yang menyatakan bahwa pihak berkontrak pertama tidak mempunyai
kewajiban apapun sebelum pihak kedua memenuhi apa yang menjadi hak pihak
pertama. Dalam hal ini, piutang yang tidak dapat dibatalkan merupakan aset bagi
penerbit sehingga modal setoran sebagai kewajiban dapat diakui.
Syarat (2) diperlukan agar hak-kewajiban tak bersyarat tidak berlaku
sehingga kontrak tidak bersifat eksekutori. Jadi, bila tidak ada kepastian tentang
pelaksanaan transaksi penerbitan maka pemesanan tersebut jelas tidak dapat
diakui sebagai modal setoran.
Dalam pelaporan, piutang pesanan saham dikontrakan terhadap modal
saham pesanan untuk melanjutkan modal setoran yang sesungguhnya. Selisihnya
dengan sendirinya merupakan jumlah rupiah yang benar-benar telah disetor.
OBLIGASI TERKONVERSI
Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karekteristik
bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak
pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu. Kalau
hak
tukar
tersebut
tidak
mempunyai
substansi
ekonomik
sehingga
tidak
dapat
rupiah ini bukan merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai likuidasi
saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi
premium/diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium tidak ditransfer dan
semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi
kejanggalan karena akan terdapat premium saham prioritas padahal tidak ada
saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan
status atau hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai
penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat saham prioritas
atau istimewa.
Pendekatan kedua juga dapat diterapkan. Kalau ada selisih antara harga
pasar baik saham biasa maupun saham prioritas, selisih tersebut harus
dikompensasi ke atau dari laba ditahan. Pendekatan ini mengisyaratkan
diterimanya konsep kesatuan usaha karena laba ditahan dianggap sebagai ekuitas
perusahaan yang terpisah atau independen. Ini berarti harga pasar saham biasa
yang diperhitungkan dianggap tidak merefleksi hak yang melekat pada laba
ditahan. Laba ditahan dianggap sebagai penyangga bila ada selisih harga antara
dua sekuritas yang dipertukarkan. Cara ini juga dilandasi oleh pendekatan dua
transaksi (two transaction approach) yaitu konversi dianggap sebagai transaksi
penebusan kembali saham prioritas (sehingga sebagian dari harga penebusan yang
melebihi nilai buku dianggap sebagai distribusi laba ditahan) dan transaksi
penjualan saham biasa baru dengan harga pasar yang berlaku. Karena hak tukar
melekat pada saham prioritas pada waktu diterbikan, perlukuan konversi sebagai
satu transaksi (one transaction approach) seperti pendekatan pertama akan lebih
logis.
DIVIDEN SAHAM
Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis
dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak
disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai
pemecahan saham (stock split). Pemecahan saham adalah penurunan nominal
(atau nilai nyataan/stated value) per saham dengan cara menukar tiap satu saham
yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya
tidak
perlu
melakukan
penjurnalan
apapun
dan
cukup
perusahaan memperoleh laba maka modal pemegang saham juga akan naik
dengan jumlah yang sama. Ini berarti kemakmuran pemegang saham juga naik.
Oleh karena itu, dividen saham atau dividen kas sebenarnya bukan merupakan
pendapatan atau laba bagi pemegang saham karena pada saat dividen tersebut
dibagikan kemakmuran pemegang saham tidak bertambah lagi. Dividen kas hanya
berfungsi sebagai konfirmasi bahwa kemakmuran pemegang saham benar-benar
telah naik secara objektif sebelum dividen. Kalau laba ditahan dianggap sebagai
ekuitas yang terpisah sehingga ekuitas pemegang saham hanya terdiri atas modal
setoran, dividen saham atau kas merupakan pendapatan atau laba bagi pemegang
saham karena mereka memperoleh sesuatu yang sebelumnya tidak dipunyai.
Dividen saham akan menaikkan modal setoran dengan cara transfer dari ekuitas
perusahaan ke ekuitas pemegang saham.
Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan
laba bagi penerimanya.Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan
laba pemilik. Oleh karena itu,dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau
prive oleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya.sehingga
tidak ada tambahan kemakmuran. Dividen sahan juga bukan merupakan laba
tetapi sekedar reklasifikasi ekuitas.
KAPITALISASI ATAS DASAR NILAI NOMINAL
Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham adalah untuk
menunjukkan modal yuridis (legal capital), kapitalisasi dividen saham haruslah
hanya sebesar nilai nominal atau nyataannya. Jumlah ini sebesarnya merupakan
jumlah minimal yang harus dikapitalisasi untuk memenuhi ketentuan yuridis.
Alasan pendukung kapitalisasi hanya sebesar nilai yuridis adalah bahwa
dividen saham bukan merupakan pendapatan dan mengkapitalisasi sebesar harga
pasar memberi kesan bahwa dividen tersebut merupakan pendapatan yang di
reinvestasi kedalam perusahaan. Alasan lain yang dianggap cukup kuat adalah
bahwa harga pasar menggambarkan harga selluruh ekuitas pemegang saham
(modal setoran dan laba ditahan). Jadi sangat tidak logis mentransfer jumlah yang
merefleksi elemen modal setoran dan laba ditahan ke modal setoran itu sendiri.
kebersediaan
pemegang
saham
secara
resmi
untuk
pemegang saham untuk membeli sejumlah saham dengan harga tertentu setiap
saat sebelum hak tesebut habis pada tanggal tertentu. Sedangkan opsi put memberi
hak kepada pemegang saham untuk menjual sejumlah saham dengan harga
tertentu setiap saat sebelum hak tersebut habis pada tanggal tertentu. Biasanya
opsi dijual oleh penerbit dengan harga tertentu.
Dalam arti khusus opsi saham adalah semacam kontrak yang memberi hak
kepada karyawan perusahaan untuk membeli saham perusahaan dalam jangka
waktu tertentu dengan harga yang tertentu pula. Pada umumnya harga
pengambilan dibawah harga pasar sham yang bersangkutan atau harga yang
ditawarkan kepada pihak lain. Kebijakan semacam ini sering disebut dengan
program opsi saham karyawan. Opsi saham ini biasanya di gunakan sebagai
sarana untuk menngkatkan loyalitas dan motivasi karyawan dengan menjadikan
mereka pemilik perusahaan dan untuk menambah penghasilan karyawan.
Banyaknya saham yang dapat dibeli dan harga opsi dapat ditentukan pada saat hak
opsi diberikan atau bergantung pada beberapa kejadian di masa mendatang seperti
pertumbuhan perusahaan dan perubahan harga saham.
OPSI SAHAM NON IMBALAN
Ada kalanya program opsisaham dibuat bukan untuk tujuan meningkatkan
kompensasi karyawan tetapi untuk meningkatkan status karyawan sebagai pemilik
peusahaan dan membantu perusahaan menambah dana. Program opsi saham yang
memang tidak dimaksudkan untuk menambah penghasilan karyawan tidak dapat
dikatagorikan sebagai kompensasi tambahan kepada karyawan. Manfaat yang
diperoleh karyawan yang mengambil opsi, atau membeli saham, dengan harga
opsi yang lebih rendah dari harga pasar saham bersangkutan merupakan elemen
kompensasi seandainya elemen tersebut dapat diakui sebagai biaya dalam
menghitung laba baik dalam periose manfaat ersebut telh terealisasi atau
dinikmati karyawan.
Tujuan yang terkandung dalam program opsi saham memang sulit untuk
dijadikan dasar untuk menentukan apakah opsi saham bersifat kompensasi atau
non kompensasi. Opsi saham dapat dikatagorikan sebagai non imbalan kalau
keempat karakteristik program opsi saham berikut dipenuhi :
dipasar. Jadi dapat dikataka pula bahwa argumen untuk menolak alokasi adalah
kepraktisan.
Pertimbangan tentang pemisahan kos juga didasarkan pada karakteristik
waran tersebut yaitu apakah bersifat lepas, lekat atau bebas. Waran lepas adalah
waran yang diterbiykan menyertai sekuritas utama dan dapat diperdagangkan
secara terpisah dari sekuritas tersebut. Waran lekat adalah waran yang melekat
pada sekuritas seagai satu kesatuan sehingga tidak dapat di perdagangkan secara
independen. Waran bebas adalah waran yang diterbitkan sendiri bukan sebagai
penyerta atau pemanis sekuritas tertentu.
Kalau sekuritas (obligasi atau saham prioritas) siterbitkan dengan waran
lepas, pemegang waran pada dasranya mempunyai dua macam sekuritas.
Tindakan yang bersangkutan dengan salah satu jenis sekuritas adalah independen
terhadap tindakan yang berkaitan dengan sekuritas yang lain. Oleh karena itu
perlakuan yang masuk akal adaah mengalokasi kos untuk menentukan harga
masing masing sekuritas. Hal yang sama juga berlaku pada penerbit. Kalu
kupon saham bersifat melekat maka obligasi atau saham prioritas akan
mempunyai sifat seperti sekuritas terkonveksi. Berkaitan dengan masalah diatas
maka PSAK No 41 telah menetapkan perlakuan akuntansi untuk berbagai jenis
waran.
PENURUNAN MODAL SETORAN
Berbagai sumber perubahan modal setoran yang dibahas biasanya bersifat
menaikan atau menambah modal setoran daripada menurunkan. Tetapi pada
umumnya lebih banyak tentang menaikan daripada menurunkan, karena bahwa
begitu modal disetor dan tertanam dalam perusahaan maka modal tersebut akan
menjadi investasi permanen dalam perusahaan. Kalaupun pemegang saham mau
melepas investasinya, maka pemegang saham akan menjualnya ke pasar saham
sehingga apa yang dilakukan pemegang saham tidak mempegaruhi operasi
ataupun posisi keuanagn perusahaan.
Modal setoran tidak akan berkurang kecuali adanya pembayaran atau
pembagian deviden yang dapat dikatagorikan sebagai deviden likuidasi atau
penarikan kembali saham yang beredar secara permanen. Perubahan karena
transaksi modal harus dibedakan secara tegas dengan perubahan karea transaksi
operasi. Oleh karena itu semua transaksi yag berkaitan denagn penarikan kembali
saham atau likuidasi modal tidak ada kaitannya dengan untung atau rugi.
Jadi, perlakuan atas saham yang ditarik kembali harus sejalan dengan
sifatnyasebagai ekuitas pemegang saham. Kalau saham bersangkutan dapat
diterbitkan kembali, saham dengan jumlah rupiah sebesar yang dibayarkan untuk
penarikan kembali tersebut harus diperlakukan sebagai kontra modal setoran dan
laba ditahan bukannya sebagai aset. Kalau saham bersangkutan tidak dapat di
terbitka kembali, jumlah rupiah yang dibayarkan harus dibebankan ke modal
saham sampai sejumlah yang mula-mula di kredit, sisanya kemudian dibebankan
ke premium modal saham sampai sejumlah yang tidak melebihi bagian premium
mula- mula yang di kredit, kalau masih terdapat sisakelebiham tersebut harus di
bebankan ke laba ditahan. Kalau terjadi untung dalam penebusan saham maka
untung tersebut harus di kreditkan ke premium modal saham karena jumlah
tersebut pada hakikatnya mempunyai karakteristik seperti kontribusi modal dalam
bentuk donasi atau pembebasan utang
Pembelian kembali saham beredar oleh perseroan sebenarnya bermakna
penarikan aset yang diinvestasikan oleh pemegang saham yang bersangkutan.
Akibatnya struktur modal berubah sesuai dengan jumlah aset yang ditarik kembali
tersebut. Akan tetapi karena perlakuan akhir terhadap saham yang ditebus kembali
tersebut mungkin tidak pasti maka perlu dibuat ketentuan tentang perlakuan
sementara terhadap saham yang ditarik kemabali tersebut.
SAHAM TREASURI
Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan
kembali untuk sementara saham menjadi saham treasuri. Beberapa alasan
perusahaan melakuka penarikan kembali saham sebagai saham terasuri adalah :
1. Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam program
opsi saham. Dengan penggunaan saham treasuri dalam program opsi
saham. Proporsi pemilikan saham yang masih beredar tidak berkurang
dibandingakan kalau digunakan saham baru
2. Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam
transaksi penggabungan usaha
Jumlah rupiah
Pemecahan
selisih Perlakuan
Rp. 1000.000,-
untuk 25%
250.000/300.000*Rp.
dibebankan ke:
Laba ditahan
RP. 200.000,-
Agio saham
ditahan yaitu laba atau rugi periodic dan pembagian deviden. Laba yang
dipindahkan dari aku laba rugi adalah laba yang merupakan selesih seluruh
elemen transaksi operasi dalam arti luas yang disebut laba komrehesif. Transaksi
lain yang dapat mempengaruhi laba ditahan adalah transaksi yang tergolong
dalam transaksi modal yang diuraikan dalam pembahasan perubahan modal
setoran. Pengaruh beberapa transaksi diatas langsung dimasukkan dalam laba
ditahan dan tidak melalui statemen laba rugi periode terjadinya transaksi tersebut
karena merupakan transaksi modal. Terdapat beberapa hal yang dapat
menyebabkan laba ditahan pada suatu periode berubah selain karena transaksi
modal tetapi karena transaksi khusus yaitu:
1. Penyesuaian periode yang lalu
2. Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya
3. Pengaruh perubahan akuntansi
4. Kuasi reorganisasi
PENYESUAIAN PERIODE LALU
Penyesuaian ini sering juga disebut dengan penyesuaian susulan.
Penyesuaian periode lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang
mempengaruhi operasi periode masa lalu bukan sebagai pengurang atau
penambah perhitungan laba tahun sekarang tetapi sebagai penyesuaian tehadap
laba ditahan awal periode sekarang, sebagai contoh perusahaan yang pada periode
lalu dituntut unutk mengganti rugi sejumlah uang tertentu karena dituduh
melanggar hak paten perusahaan lain. Baru pada periode sekarang dapat
dipastikan bahwa perusahaan harus membayar ganti rugi sejumlah tertentu.
Jumlah tersebut harus diperlakukan sebagai rugi bagi perusahaan. Rugi tersebut
diakui sebagai penyesuaian terhadap laba bersih peiode lalu ketika peristiwa yang
menyebabkan rugi tersebut terjadi.
Beberapa pendapat ada yang mendukung dan ada yang menolak perlakuan
rugi tersebut sebagai penyesuaian periode lalu, pihak yang mendukung beragumen
sebagai berikut:
1. Laba akan menjadi lebih berarti kalau rugi yang timbul akibat kejadian masa
lalu dilaporkan sebagai elemen laba rugi periode yang bersangkutan.
Memasukkannya
sebagai
elemen
laba
rugi
periode
sekarang
akan
asset pada saat diberhentikan maka ini berarti bahwa saldo asset telah dilaporkan
terlalu besar pula. Yang manapun dari situasi di atas, suatu koreksi diperlukan
segera setelah cukup bukti bahwa kesalahan telah terjadi.
Kalau laba suatu periode telah ditentukan atas dasar fakta yang obyektif
pada waktu itu maka tidak berarti bahwa laba tersebut tidak dapat diperbaiki bila
terbukti ada kesalahan. Kenyataan bahwa buku besar biaya dan pendapatan pada
tahun-tahun yang lalu telah ditutup tidaklah menutup kemungkinan untuk
merevisi kembali angka-angka laba yang telah dilaporkan sebelumnya dan untuk
melaporkan koreksi yang ternyata diperlukan dengan adanya fakta baru di
kemudian hari.
KOREKSI SEBAGAI PEYESUAI LABA DITAHAN
Menurut pandangan ini penyesuaian yang diperlukan terhadap laba yang
pernah dilaporkan harus dilakukan langsung terhadap akun laba ditahan untuk
semua kasus kecuali untuk koreksi-koreksi yang jumlahnya tidak terlalu besar
(material) sehingga tidak mengganggu pelaporan laba normal. Ini berarti koreksi
tidak tampak dalam statemen laba rugi.
Laba ditahan awal periode berjalan disesuaikan dengan jumlah rupiah
pengaruh kumulatif kesalahan terhadap perhitungan laba periode-periode
sebelumnya dan kalau statemen komparatif disajikan, pengaruh retroaktif
kesalahan harus ditunjukkan dalam statemen keuangan periode-periode yang
terpengaruh. Perlakuan semacam ini sebenarnya hanya berlaku untuk kesalahan
yang memenuhi ketentuan umum dalam SFAS No. 16 paragraf 1 yang dibahas
sebelumnya.
Metode ini dapat diterima dari sudut pandang neraca saja dan tidak
mengganggu kenormalan atau keutuhan (integrity) beberapa statemen laba rugi
berikutnya. Di lain pihak, prosedur ini tidak layak karena riwayat laba yang
pernah dilaporkan menjadi tidak lengkap dan besar kemungkinan angka laba
dapat menyesatkan.
Pengaruh
koreksi
dapat
ditunjukkan
dalam
statemen
laba
rugi
komprehensif sebagai penambah atau pengurang (modifier) angka laba bersih atau
angka manapun yang akhirnya toh akan ditambahkan ke (atau dikurangkan
terhadap) laba ditahan,. Letak yang tepat penyesuaian koreksi tidaklah merupakan
masalah yang penting asalkan ada pengungkapan yang jelas tentang hal tersebut
dalam statemen laba rugi. Tentu saja tidak dikehendaki untuk memasukkan
pengaruh koreksi dalam klasifikasi pendapatan operasi atau biaya operasi berjalan
(periode sekarang) karena jumlah rupiah koreksi berkaitan dengan perhitungan
laba dalam periode-periode sebelumnya.
Telah ditekankan berkali-kali bahwa daya melaba jangka panjang adalah
informasi yang sangat penting bagi investor. Dengan demikian, akan sangat
membantu dalam hal ini untuk memasukkan dalam statemen laba rugi tahunan
tidak hanya pengukur hasil (laba) periode berjalan yang setepat-tepatnya tetapi
juga pengukur koreksi laba statemen terdahulu setepat-tepatnya. Melaporkan
koreksi atas dasar fakta yang ditemukan kemudian sama sekali tidak berarti tidak
mempercayai atau menghargai perhitungan sebelumnya. Masa datang tidak selalu
dapat diprediksi dengan tepat. Oleh karena itu, sebenarnya tidak perlu diadakan
revisi akun-akun nominal yang telah ditutup dan juga tidak perlu menyusun
kembali lapora keuangan periode-periode yang lalu dengan revisi yang
menyeluruh (retroactive restatement). Hal ini dilandasi oleh argument bahwa
perhitungan laba bersih tahunan bukanlah harga mati dan penyajian statemen laba
rugi secara komprehensif (menyajikan laba normal, dan luarbiasa serta koreksi)
dan secara serial akan menggambarkan riwayat laba sesuai dengan kenyataan.
Perlakuan pengaruh koreksi seperti ini sebenarnya mudah dan logis.
KOREKSI SEBAGAI PENYESUAI MODAL SETORAN LAIN
Koreksi yang berkaitan dengan penggunaan asset (asset utilization) dalam
periode-periode yang lalu dengan alasan apapun hendaknya dipisahkan dengan
premium modal saham. Premium modal saham merupakan komponen modal
setoran dan kalau pemisahan antara modal setoran dan modal operasi (laba) harus
tetap dipertahankan maka tidaklah tepat untuk menggunakan modal setoran untuk
menyerap koreksi atas laba yang pernah dilaporkan kecuali kalau :
(1) Laba bersih tahun berjalan dan laba ditahan telah habis
(2) Penyesuaian yang mempengaruhi modal setoran tersebut mendapat
persetujuan pemegang saham
(3) Laba ditahan yang diakumulasi setelah penyesuaian modal tersebut diberi
tanggal. Artinya, laba ditahan yang dilaporkan kemudian diperoleh dari
operasi setelah penyesuaian tersebut (perusahaan dianggap baru mulai atau
fresh start).
Jadi,
sangatlah
tidak
tepat
memperlakukan
koreksi
dengan
cara
penyesuaian
retroaktif
mengajukan
argument
seperti
PENYESUAIAN SEKARANG
Metode ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba periode
yang lalu sebagai komponen dalam menghitung laba periode sekarang (periode
terjadinya perubahan). Perlakuan ini didasari oleh beberapa gagasan. Pertama,
semua pos yang mempengaruhi laba perusahaan harus dilaporkan melalui
statemen laba rugi. Argumen ini sejalan dengan gagasan tentang perlunya
pemisahan yang tegas antara transaksi operasi dan transaksi modal. Kedua, pada
umumnya perubahan akuntansi cukup sering terjadi sehingga tidak praktis untuk
selalu mengadakan revisi statemen keuangan periode-periode sebelumnya. Ketiga,
pengungkapan yang jelas dalam pelaporan laba periode sekarang sudah cukup
memadai untuk mengungkapkan pengaruh perubahan tersebut sehingga
kemungkinan pembaca laporan akan melewatkan informasi perubahan dapat
diatasi. Keempat, penyusunan kembali statemen keuangan periode lalu dapat
menuunkan
keyakinan
publik
terhadap
statemen
keuangan
dan
dapat
Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat ditemukannya fakta baru atau
informasi baru atau akibat pengalaman tambahan yang diperoleh perusahaan
bersangkutan dengan taksiran tertentu. Contoh klasik adalah perubahan taksiran
umur fasilitas fisis setelah perusahaan menggunakannya dalam beberapa periode
akuntansi. Hal yang perlu dicatat adalah perubahan semecam ini bukan
merupakan kesalahan (error) statemen keuangan periode sebelumnya. Untuk
dapat dikatakan sebagai kesalahan penyebab perubahan tersebut harus memenuhi
pengertian kesalahan seperti yang didefinisi dalam pembahasan kesalahan.
Perubahan taksiran biasanya juga berbeda dengan perubahan akuntansi. Misalnya,
pengurangan umur ekonomik suatu fasilitas fisis merupakan perubahan taksiran
sedangkan pergantian dari metode garis lurus ke metode lain merupakan
perubahan akuntansi walaupun kedua perubahan tersebut mungkin menghasilkan
jumlah rupiah dan pengaruh perubahan yang sama terhadap laba.
Perubahan estimasi diperlakukan sebagai penyesuaian sekarang dan
porspektif yaitu pengaruh perubahan diakui (1) pada periode perubahan kalau
perubahan hanya mempengaruhi periode tersebut atau (2) pada periode perubahan
dan mendatang kalau perubahan mempengaruhi kedua periode tersebut. Juga
ditetapkan bahwa perubahan estimasi hendaknya tidak diperlakukan sebagai
penyesuaian retroaktif atau pelaporan pro forma untuk periode lalu. Alasan
perlakuan tersebut adalah bahwa perubahan estimasi merupakan hal yang sering
terjadi karena memang sifat yang melekat dalam akuntansi yang memungkinkan
digunakannya angka taksiran. Kalau selalu diadakan penyesuaian retroaktif,
kepercayaan masyarakat terhadap statemen keuangan dapat berkurang.
PERUBAHAN KESATUAN/SUBJEK PELAPORAN
Perubahan entitas pelaporan berarti perubahan organisasi atau lingkup
kesatuan usaha yang dilaporkan dalam statemen keuangan. Perubahan entitas
pelaporan dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1.
2.
3.
2. Modal setoran lain atau agio saham (paid in capital in excess of par) harus
ditentukan jumlahnya sehingga cukup besar untuk menutup defisit. Bila
sudah cukup besar maka defisit dapat langsung dikompensasi dengan agio
modal saham ini. Kalau tidak cukup, nominal saham atau nilai yuridis
saham harus diturunkan atau dimintakan kesediaan dari pemegang saham
untuk menutup defisit dengan mendonasikan sebagian modal sahamnya
(ini berarti sebagian modal saham dilikuidasi tanpa kompensasi apapun
kepada pemegang saham).
3. Saldo debit laba ditahan (defisit) dieliminasi dengan cara mendebit
agio/premium modal saham
Setelah kuasi-reorganisasi, laba ditahan tentunya akan bersaldo nol dan
mungkin masih terdapat sisa agio modal saham. Statemen keuangan untuk tahun
terjadinya kuasi-reorganisasi harus mengungkapkan rincian jumlah yang
membentuk struktur modal yang baru (misalnya hasil penilaian kembali asset dan
kewajiban, agio/premium yang diciptakan, dan besarnya defisit yang diserap).
Laba ditahan sebelum reorganisasi tidak dapat diteruskan lagi dan laba ditahan
dalam neraca setelah reorganisasi harus diberi tanggal. Artinya, harus ditunjukkan
bahwa kalau terjadi laba ditahan maka laba ditahan tersebut terbentuk setelah
tanggal reorganisasi. Pengungkapan ini harus dilakukan sampai informasi tersebut
tidak cukup signifikan untuk diungkapkan. Dewan Standar Akuntansi menegaskan
bahwa kuasi-reorganisasi bukan sekedar cara untuk menyajikan kembali posisi
keuangan yang lebih baik tetapi juga cara untuk menyelamatkan perusahaan yang
terbebani defisit yang material padahal perusahaan tersebut memiliki prospek
yang baik. Kalau prospek memang tidak baik, defisit merupakan kegagalan
perusahaan dan kepailitan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Berdasarkan
PSAK, syarat-syarat perusahaan yang dapat melakukan kuasi-reorganisasi yaitu:
(a) Perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material
(b) Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek
yang baik pada saat kuasi-reorganisasi dilakukan
(c) Perusahaan tidak sedang menghadapi permohonan kepailitan
(d) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku
(e) Saldo ekuitas sesudah kuasi-reorganisasi harus positif
oleh adanya rugi daripada oleh fleksibilitas penyesuaian modal. Akan tetapi,
dengan cara pengungkapan yang bagaimanapun, membiarkan laba ditahan tetap
utuh sementara rugi diserap dengan modal setoran merupakan perlakuan yang
menyesatkan bagi semua pihak yang berkepentingan.
PENYAJIAN MODAL PEMEGANG SAHAM
Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca
sebenarnya menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan
mengalami defisit dan dalam kondisi perusahaan dilikuidasi. Dalam terjadi defisit,
urutan penyajian menggambarkan urutan penyerapan rugi (sequence of charges)
sedangkan dalam kondisi likuidasi urutan penyajian menggambarkan urutan
perlindungan yuridis (legal sequence of protection) bagi para penyedia dana
dalam hal terjadi likuidasi. Jadi, berbagai hak atas asset disajikan atas dasar urutan
siapa dahulu yang memikul rugi dalam hal terjadi defisit dan siapa dahulu
menerima distribusi asset dalam hal terjadi likuidasi.
URUTAN PENYERAPAN RUGI
Secara umum yang telah dikorbankan (expired) menjadi biaya akan
diserap melalui aliran pendapatan kotor. Hal ini berkaitan paa umumnya dengan
pengakuan biaya atas dasar konsumsi manfaat (consumption of benefit) dalam
kondisi operasi normal. Dalam hal terjadi pengorbanan kos akibat hilangnya
manfaat menjadi rugi, rugi tersebut akan diserap dahulu melalui laba bersih dan
hanya dalam keadaan yang sangat khusus maka kos tersebut dapat diserapkan oleh
kelompok modal pemegang saham. Jadi, urutan penyerapan biaya, rugi, dan rugi
luar biasa (sequence of charges) dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pendapatan kotor. Pos ini menyerap semua biaya dan rugi dan
debit/beban (charges) yang berasal dari transaksi pemilik.
2. Laba bersih. Hal ini akan terjadi pendapatan kotor tidak cukup untuk
menutup semua kos terhabiskan (expired cost) baik yang berasal dari
konsumsi manfaat maupun hilangnya manfaat (misalnya rugi luar
biasa). Bila digunakan pendekatan laba komprehensif, laba bersih akan
menjadi laba komprehensif.
3. Laba ditahan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila laba bersih
periode berjalan tidak cukup untuk menyerap suatu rugi tertentu atau
rugi luar biasa.
4. Premium modal saham. Bagian modal ini baru dapat menyerap rugi
kalau laba ditahan dan laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu
rugi. Dengan kata lain, modal saham harus tetap dijaga keutuhannya
sampai premium modal saham benar-benar telah habis.
5. Modal saham. Bila keutuhan modal yuridis telah terpengaruh secara
substansial, kebijakan untuk melakukan kuasi-reorganisasi atau bahkan
likuidasi perusahaan mungkin diperlukan.
Urutan penyerapan rugi seperti diatas sebenarnya merupakan asumsi atau
tradisi semata-mata walaupun hal tersebut dapat dikuatkan dalam bentuk standar
akuntansi. Hal ini didasarkan pada pikiran bahwa berbagai dana yang ditanamkan
menjadi aset perusahaan akan lebur menjadi begitu lumatnya menjadi satu
kesatuan aset. Jika demikian, rugi timbul akibat keseluruhan kegiatan yang
didanai dari berbagai sumber. Oleh karena itu, sebenarnya tidak mungkin lagi
menyatakan bahwa rugi berkaitan dengan sumber dana tertentu (laba bersih, laba
ditahan, atau modal).
Walaupun demikian, atas dasar sifat pendanaan (financing dan operasi
perusahaan serta penekanan konsep kontinuitas, cukup valid untuk menganggap
bahwa dalam kelompok modal pemegang saham, modal saham atau yuridis adalah
bagian terakhir (residual) dalam kaitannya dengan penyerapan rugi.
Penempatan laba bersih di atas laba ditahan untuk menyerap rugi dilandasi
oleh alasan untuk mencegah kecenderungan manajemen untuk melaporkan rugi
secara terpisah dari statemen laba-rugi dan langsung membebankan ke kelompok
modal pemegang saham. Alasan tersebut juga menjadi argumen untuk
memunculkan konsep laba komprehensif. Dengan konsep ini, semua rugi dalam
bentuk dan jenis apapun dimasukkan dalam statemen laba-rugi tahun terjadinya
atau tahun dapat diakuinya rugi tersebut.
Urutan penyerapan rugi seperti diatas juga dapat diapndang sebagai urutan
menikmati untung. Dengan demikian, semua untung luar biasa (selain yang timbul
akibat transaksi saham perusahaan) harus dimasukkan sebagai unsur dalam
mengukur laba bersih sebelum dipindahkan ke laba ditahan. Kalau laba luar biasa
langsung ditambahkan ke laba ditahan dikhawatirkan bahwa pengaruhnya
terhadap laba akan terlewatkan. Oleh karena itu, tidak selayaknyalah kalau untung
langsung ditambahkan ke laba ditahan atau premium modal saham tanpa melalui
statemen laba-rugi.
URUTAN MENERIMA DISTRIBUSI ASET
Urutan perlindungan menunjukkan siapa yang harus didahulukan dalam
menerima distribusi aset atau siapa yang menanggung segala akibat dalam kasus
perusahaan dilikuidasi. Urutan ini menjadi basis penyajian untuk kewajiban dan
ekuitas pemegang saham. Ditinjau dari segi ini, urutan perlindungan dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Karyawan dan pemerintah. Pihak ini dapat dipandang sebagai
kreditor yang diprioritaskan yaitu karyawan dengan hak atas gaji dan
pemerintah dengan hak atas pajak terutang.
2. Kreditor berjaminan. (guaranteed creditors). Pihak ini adalah
pemegang obligasi atau kreditor lain yang haknya dijamin dengan hak
sita (liens) atas aset tertentu.
3. Kreditor takberjaminan (unguaranteed creditors). Pihak ini terdiri
atas para kreditor yang tidak dijamin yang terrefleksi dalam utang
usaha atas utang wesel baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4. Pemegang saham prioritas. Pihak ini dilindungi oleh laba ditahan
sebagai penyangga modal saham atau yuridis.
5. Pemegang saham biasa. Pihak ini merupakan pemegang hak atas sisa
kekayaan (residual interest) yang berarti bahwa pemegang saham biasa
harus menanggung lebih dahulu rugi atau defisit.
Dengan urutan perlindungan seperti diatas, pemegang modal saham biasa
adalah yang paling akhir dilindungi alias tidak ada perlindungan sama sekali.
Modal saham biasa ini merupakan hak atas kekayaan yang terbuka terhadap risiko
dan paling terpengaruh terhadap hasil kegiatan perusahaan, baik hasil yang
menguntungkan maupun yang merugikan. Meskipun demikian, dalam perusahaan
yang besar yang pemegang saham biasanya berkedudukan seperti kreditor yaitu
menyediakan dana tanpa mengurus langsung penggunaan dana tersebut, tentu saja
cukup beralasan untuk menganggap bahwa ada semacam perlindungan ini
tentunya akan sedikit yang bersedia menjadi pemegang saham biasa.
Perlindungan di atas secara umum juga menjadi basis penyajian kewajiban
dan ekuitas dalam neraca. Jadi, cukup beralasanlah kalau kewajiban disajikan
lebih dahulu baru kemudian ekuitas pemegang saham. Hubungan antara urutan
penyerapan rugi dan urutan perlindungan yang terefleksi dalam penyajian di
neraca dilukiskan dalam Gambar 11.1 di bawah ini.
Gambar 11.1
Penyajian Secara Umum Kewajiban dan Ekuitas dalam Neraca
Dan Hubungannya Dengan Urutan Perlindungan
Kewajiban
Modal saham istimewa
Agio saham istimewa
Urutan Penyerapan Rugi
Perlindungan
Urutan
Modal saham biasa
Agio saham biasa
Laba ditahan
sebenarnya tidak cukup beralasan untuk memecah kembali jumlah rupiah bersih
laba periodic atas dasar klasifikasi sumber bilamana statemen laba-rugi telah
memuat semua faktor yang menentukan laba bersih (pendekatan laba
komprehensif) dan laba komprehensif ini telah ditransfer ke laba ditahan menjadi
bagian dari ekuitas pemegang saham. Jadi, bila perubahan akibat transaksi operasi
dipisahkan secara tegas dengan transaksi modal, statemen laba-rugi telah
merefleksi sumber laba ditahan sehingga perincian laba ditahan akan percuma.
PERINCIAN ATAS DASAR TUJUAN PENGGUNAAN
Dalam praktik, perincian ini ditunjukkan dengan adanya pos cadangan
jaminan sosial, laba ditahan terbatas (restricted retained earnings), dan cadangan
umum. Perincian semacam itu sebenarnya sama saja dengan mengaitkan laba
ditahan dengan aset tertentu (asset imputation). Artinya, dalam aset apa saja laba
ditahan sebagaimana ditunjukkan oleh komponen aset yang terkait.
Dalam hal tertentu mungkin ada petunjuk untuk mengatakan bahwa laba
ditahan terikat dalam aset lancar. Misalnya saja, dalam satu periode telah terjadi
kenaikan modal kerja neto dan tidak terjadi transaksi lain kecuali transaksi operasi
yang menimbulkan laba dalam periode tersebut. Dalam hal ini, terdapat cukup
alasan untuk mengatakan bahwa laba ditahan pada saat itu tertanam dalam
tambahan modal kerja. Dalam kasus lain mungkin dapat dbuktikan bahwa jumlah
rupiah laba ditahan terikat dalam kas atau pos aset lancar lain. Sejalan dengan
pikiran tersebut, kalau terjadi tambahan fasilitas fisis tanpa diimbangi dengan
terjadinya pinjaman baru, modal baru, atau berkurangnya modal kerja, terdapat
pula cukup alasan untuk menyatakan bahwa laba ditahan telah tertanam dalam
aset tetap.
Perincian semacam itu sebenarnya tidak perlu dan tidak mempunyai
manfaat informasional karena statemen aliran kas telah mengandung informasi
tersebut. Jadi, penyertaan statemen laporan aliran kas lebih memenuhi tujuan
pelaporan daripada perincian resmi dalam laba ditahan dengan sebutan misalnya
cadangan ekspansi.
Ada kalanya, dalam rangka kebijakan dividen, perusahaan yang
mempunyai rencana membagi dividen menyisihkan laba ditahan menjadi
terdapat suatu tuntutan ganti rugi atau klaim yang suatu saat memang harus
dipenuhi maka jumlah rupiahnya (bila perlu ditaksir) harus ditunjukkan sebagai
kewajiban. Kalau ketidakpastian tersebut tidak lebih dari sekedar kemungkinan
dan khususnya apabila jumlah rupiah kerugiannya tidak dapat ditentukan maka
suatu catatan kaki akan cenderung lebih informative daripada penyisihan laba
ditahan.
Proses penyisihan laba ditahan hendaknya tidak dikacaukan dengan proses
akuntansi untuk pengukuran laba. Dengan demikian masalah cadangan laba
ditahan harus dibedakan secara tegas dengan masalah teoritis yang berkaitan
dengan akun-akun cadangan utang (misalnya diskun utang obligasi),
cadangan aset (misalnya depresiasi akumulasian), cadangan kerugian piutang,
dan akun-akun cadangan lainnya sebagai kontra-akun asset atau kewajiban.
LABA KOMPREHENSIF
Perubahan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus
dibedakan dan dipisahkan secara tegas dengan perubahan akibat transaksi pemilik,
semua perubahan akibat transaksi operasi harus dilaporkan melalui statemen labarugi. Pos-pos operasi dalam arti luas sebagai lawan pos-pos transaksi nonpemilik
meliputi pos-pos operasi utama, pos-pos tambahan, dan pos-pos yang sifatnya
khusus atau luar biasa tetapi berasal dari transaksi nonpemilik. Masalah tecretis
dalam hal ini adalah pos-pos mana saja yang disajikan melalui statemen laba-rugi
dan pos-pos mana saja yang dilaporkan melalui statemen laba ditahan. Dalam hal
ini, ada dua pendekatan yang dapat dianut yaitu kinerja sekarang atau normal
(current atau normal performance approach) dan semua termasuk atau surplus
bersih (all-inclusive atau clean surplus approach).
LABA KINERJA SEKARANG
Pendekatan ini hanya memasukkan ke dalam statemen laba-rugi pos-pos
operasi yang dianggap bertalian dengan tahun berjalan dan penggunaan asset
(sumber ekonomik) untuk mencapai tujuan utama. Pendukung pendekatan ini
mengajukan beberapa argumen sbb:
ALASAN MENDASAR
Dari segi pemanfaatan, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aset
keuangan dan aset tetap sehingga keduanya mempunyai pengaruh yang sama
terhadap laba. Lawan dari konsep pemanfaatan aset adalah konsep aset kapital
(capital asset). Konsep ini membedakan aset kapital (yang terdiri atas aset tetap
fisis) dan aset lainnya sehingga pengaruh transaksi aset kapital (terutama yang
luar biasa) terhadap laba harus berbeda dengan transaksi aset lainnya. Berikut ini
dibahas argumen Patton dan Littleton mengenai pemanfaatan aset.
KONSEP PEMANFAATAN ASET
Statemen laba-rugi harus menyajikan secara efektif semua akibat dari
pemanfaatan aset yang diserahkan sepenuhnya kepada manajemen. Pemisahan
laba menjadi normal dan tidak normal dalam dua statemen akan cenderung
mengalihkan pusat perhatian pemakai secara tidak semestinya ke laba normal dan
dengan demikian secara tidak sadar mengurangi perhatian pembaca akan
keefektifan manajemen secara keseluruhan. Misalnya saja, kalau laba normal yang
dilaporkan melalui statemen laba-rugi sudah memuaskan, kemungkinan pembaca
akan melalaikan sama sekali arti pentingnya suatu penghapusan fasilitas fisis yang
sudah ketinggalan zaman sebelum wqaktunya dihentikan yang langsung
dibebankan ke laba ditahan. Pembaca mungkin kelewatan untuk menanyakan
apakah laba yang dilaporkan pada tahun-tahun sebelumnya memang sudah benar
kalau manajemen cukup jeli dalam mengantisipasi perubahan teknologi.
Manajemen mengelola aset yang dipercayakan kepadanya. Memang ada
berbagai cara untuk memanfaatkan aset. Penggunaan aset yang utama adalah
untuk menghasilkan barang atau jasa untuk mendatangkan laba. Dalam hal ini,
aset atau sumber ekonomik akan berkurang dengan terjadinya kos produksi, biaya,
dan rugi, serta akan bertambah dengan terjadinya pendapatan, laba, dan untung
luar biasa. Penggunaan aset yang kedua adalah untuk dijadikan jaminan kontrak
utang atau pendanaan dan untuk alat pelunasan kontrak tersebut. Dalam hal ini,
aset akan berkurang dengan dibayarnya utang dan dikembalikannya modal dan
akan bertambah dengan adanya pinjaman atau modal baru. Karena perbedaan
mendasar ini, perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan yang berbeda ini
harus dipisahkan dengan tegas dan jelas tetapi harus tetap dalam kategori
perubahan akibat transaksi operasi (nonpemilik). Dengan kata lain, perubahan
tersebut harus dilaporkan melalui statemen laba-rugi.
Membatasi statemen laba-rugi hanya menyajikan laba normal sama saja
dengan mengeluarkan sebagian perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan
produktif. Pemisahaan tersebut mempunyai akibat pembebanan langsung ke laba
ditahan perubahan aset yang sebenarnya merupakan transaksi operasi yaitu
transaksi pemanfaatan aset untuk tujuan produktif. Pemisahaan tersebut
mengurangi manfaat pelaporan yang menunjukkan keefektifan manajemen dalam
memanfaatkan aset dan berkuranglah fungsi statemen laba-rugi yang sebenarnya.
Bukan berarti bahwa informasi tentang laba normal tidak penting. Yang
menjadi masalah adalah usaha untuk mengungkapkan hal tersebut tidak harus
menggunakan cara yang malahan dapat menimbulkan salah interpretasi akibat
tersembunyinya pos-pos yang mempunyai pengaruh operasi perusahaan dalam
jangka panjang. Di samping itu, perlakuan akuntansi terhadap rugi dan untung
luar biasa hendaknya tidak didasarkan atas kehendak atau selera manajemen tetapi
lebih didasarkan atas pertanyaan tentang apakah perubahan aset berkaitan dengan
transaksi operasi dalam menyelenggarakan perusahaan ataukah berkaitan dengan
transaksi modal.
Memang ada perbedaan antara biaya dan rugi (expenses and losses), dan
antara laba dan untung luar biasa (income and special gains) tetapi juga ada
kesamaannya (similarities) yang mendasar yaitu semuanya merupakan perubahan
akibat pemanfaatan aset untuk tujuan produktif. Bagi para pemakai statemen
keuangan,
justru
kesamaan
mendasarlah
yang
lebih
penting
daripada
bisnis dan ekonomik serta bersedia untuk belajar dengan cukup tekun (willing to
study the information with reasonable diligence). Dalam kenyataannya, para
investor lebih bergantung pada hasil analisis para ahli atau analis profesional
daripada pada hasil keputusannya sendiri yang didasarkan atas interpretasi yang
naif terhadap statemen keuangan perseroan.
KONSEP ASET KAPITAL
Sebagai lawan konsep pemanfaatan aset, konsep ini membedakan fungsi
aset lancar dan aset tetap. Dengan demikian, perubahan aset tetap karena
penjualan atau penghentian berbeda dengan perubahan karena pemanfaatan aset
untuk menciptakan laba (melalui depresiasi) sehingga laba atau rugi
pemberhentian aset harus dilaporkan terpisah sebagai penyesuai laba ditahan.
Laba atau rugi ini dipandang sebagai transaksi modal karena dianggap modal
pemegang saham tertanam dalam aset tetap. Ini berarti jenis aset fisis tertentu
sebagai potensi jasa dianggap berbeda dengan aset lainnya sehingga rugi atau laba
yang melekat pada jenis aset tertentu dapat dilaporkan terpisah dari perubahan
aset yang berkaitan langsung dengan biaya dan pendapatan.
Namun beberapa ahli menyangkal konsep di atas. Secara konseptual, laba
atau rugi yang berkaitan dengan dengan pemanfaatan aset tetap tidak berbeda
dengan laba atau rugi yang berkaitan dengan pengelolaan aset lancar. Lagipula,
tidak ada alasan kuat untuk mengaitkan aset tetap fisis dengan kontribusi modal
oleh investor karena jenis aset tertentu secara umum tidak dapat ditelusuri dengan
pasti asal sumber dananya. Dengan kata lain, jumlah rupiah dana melekat dan
campur jadi satu (commingled) dalam aset secara keseluruhan. Dengan dasar
pikiran ini, tidaklah dapat dibenarkan untuk menggolongkan laba atau rugi
tertentu sebagai rugi kapital (capital loss) yang sebenarnya tidak lebih daripada
laba atau rugi biasa lantaran pemanfaatan aset.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa atas dasar konsep kontinuitas usaha,
fluktuasi periodik dalam pendapatan, biaya, dan laba bersih tidak dapat
dihilangkan atau diratakan atas dasar kehendak manajemen walaupun sampai
tingkat tertentu fluktuasi tersebut dapat diantisipasi oleh manajemen yang tajam
dalam melihat masa depan. Apapun jadinya, manajemen hanya dapat
dengan
laba
komprehensif
(comprehensive
income).
Tujuan
Terdapat
dua
pendekatan
penyusunan
statemen
laba-rugi
untuk
yang bukan harapan umum atau yang tidak diantisipasi akan terjadi di masa
datang dalam konteks lingkungan beroperasinya perusahaan.
Materialitas berarti bahwa kejadian atau transaksi yang melandasi suatu
pos harus diklasifikasi secara terpisah sebagai pos luar biasa hanya kalau iumlah
yang terlibat material dalam kaitannya dengan atau relatif terhadap angka laba
sebelum pos luar biasa, kecenderungan (trend) laba perioda sebelum pos luar
biasa, atau ukuran materialitas yang lain. Bila suatu pos material teapi hanya
memenuhi kriteria a atau b, tidak dapat diklasifikasi sebagai pos luar biasa.
Contoh pos-pos yang dapat dimasukkan dalam kategori ini misalnya
adalah penghapusan piutang, sediaan, serta kos riset dan pengembangan; untung
atau rugi penjabaran valuta asing termasuk akibat devaluasi atau revaluasi; untung
atau rugi pelepasan segmen bisnis; untung atau rugi penjualan aset fisis; efek
pemogokan; dan penyesuaian akrual atas kontrak jangka panjang. Intinya, pos-pos
material yang tak biasa atau taksering, tetapi tidak keduanya, masuk dalam
kategori ini. Mereka dilaporkan dalam seksi / komponen terpisah di atas pos
ekstraordiner. Dapat juga dilaporkan dalam seksi operasi tambahan kalau
jumlahnya tidak material.
Berikut
ini
adalah
contoh
Penyajian
Statemen
Laba-Rugi
51.680.000
(28.430.000)
23.250.000
(12.500.000)
10.750.000
1.630.000
(795.000)
835.000
9.915.000
Pajak penghasilan
(2.225.000)
7.690.000
(290.000)
7.400.000
150.000
7.550.000
365.000
7.915.000
PT ABC
Statemen Laba-Rugi Komprehensif
Untuk Tahun Berakhir 31 Desember 200X
(dalam rupiah)
Laba perioda bersih
7.915.000
314.500
56.500
371.000
8.286.000
pos
utama
ya
Regular
?
Utama
atau
tambahan
tambahan ?
tidak
Selain
Komponen (5)
Jenis?
Komponen (5)
tidak
Materia
l?
ya
Takbiasa atau tak sering
Takbiasa
&
tak
sering?
e. pajak penghasilan
f. laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan
g. pos luar biasa
h. hak minoritas
i. laba atau rugi bersih perioda berjalan
Ketentuan tersebut bersifat umum dan berlaku untuk perusahaan jasa,
perdagangan, maupun pemanufakturan. Butir b sebenarnya adalah laba antara
setelah pendapatan atau butir a dikurangi dengan biaya-biaya usaha. IAI sendiri
tidak secara eksplisit menentukan apa saja yang harus masuk dalam statemen
laba-rugi. Yang jelas, versi laba komprehensif memasukkan ke dalam statemen
laba-rugi semua komponen perubahan ekuitas nonpemilik. Dalam KomponenKomponen Pembentuk Statemen Laba-Rugi di atas, komponen 1 sampai 7 pada
dasarnya merupakan komponen perubahan ekuitas nonpemilik sedangkan
komponen 8 merupakan komponen perubahan ekuitas nonpemilik selain 1 sampai
7 sehingga disebut other nonowner changes in equity. Termasuk dalam komponen
8 adalah pos-pos penerobos yang masuk pula dalam statemen laba-rugi
komprehensif. Telah disinggung alasan pemasukan pos-pos ini adalah untuk
mengantisipasi
perkembangan
masa
datang
dan
untuk
menghindari
Konsep ini sama dengan konsep FASB yang disebut laba dari operasi berlanjut.
PSAK no.25 juga mengenalkan konsep laba atau rugi untuk perioda berjalan
yang merupakan angka bersih dari komponen berikut:
a. laba atau rugi dari aktivitas normal, dan
b. pos luar biasa
Dari uraian dalam PSAK no.25 dapat dikatakan bahwa laba atau rugi
untuk perioda berjalan setara dengan konsep laba perioda (earnings) yang
dikemukakan FASB. Dapat dikatakan demikian karena komponen operasi hentian
(operasi yang tidak dilanjutkan) dalam PSAK no.25 dapat diperlakukan sebagai
pos aktivitas normal atau pos luar biasa bergantung pada kondisi yang
melingkupi.
Konsep aktivitas normal yang digunakan IAI tampaknya digunakan untuk
menunjuk apa yang oleh FASB disebut komponen regular sehingga yang tidak
masuk dalam komponen aktivitas normal dapat disebut sebagai komponen
takregular. Walaupun demikian, pengertian pos luar biasa menurut PSAK no.25
tampaknya lebih luas daripada pengertian menurut FASB. Hal ini terlihat dari
ketentuan bahwa komponen operasi hentian dan perubahan estimasi akuntansi
dimungkinkan untuk dilaporkan sebagai pos luar biasa (pasal 20 dan 28).
Karena ada pos-pos penerobos, IAI tidak menerapkan konsep penyusunan
statemen laba-rugi semua-termasuk secara penuh. Dengan kata lain, laba bersih
(angka akhir) dalam statemen laba-rugi versi IAI tidak dapat dikatakan sebagai
laba komprehensif penuh. Dalam PSAK no.25 tidak dibahas atau dikenal yang
disebut efek kumulatif perubahan akuntansi yang harus dilaporkan dalam
statemen laba-rugi berjalan (currently) sebagai alternatif perlakuan. Pendekatan
semacam ini disebut dengan current atau catch-up method sebagaimana
dicontohkan dalam Penyajian Statemen Laba-Rugi Komprehensif Pendekatan
Dua Statemen di atas. Walaupun demikian, PSAK no.25 memperlakukan
perubahan estimasi akuntansi sebagai komponen statemen laba-rugi.
Berikut ini merupakan ringkasan perlakuan terhadap komponen-komponen
takregular dalam PSAK no.25 dan cara penyajiannya.
Komponen-Komponen Takregular dalam PSAK no.25 dan Penyajiannya
Komponen
Pos luar biasa
kaki
mengenai
hakikat
dan
pertimbangan keputusan
Operasi hentian
Komponen
laba-rugi.
Ditambah
pengungkapan
(yang tidak dilanjutkan)
sebagai
pos
dalam
kegiatan
normal.
Memenuhi kriteria luar biasa : disajikan
sebagai pos luar biasa.
Ada unsur ketidakpastian : disajikan sebagai
pos kebergantungan (contingencies)
Perubahan estimasi akuntansi
prospektif
(bila
perlu)
ditambah
perubahan.
klasifikasi
yang
Disajikan
sama
dengan
dalam
yang
ditambah
pengungkapan
dalam
Mariska Rosita