Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Bicara tentang hukum tata Negara di Indonesia, dalam persepektif sejarah
mengalami perubahan tatanan hukum yang disesuaikan dengan kondisi bangsa
sendiri. Dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tentunya
memberikan kedaulatan secara sepenuhnya sebagai bangsa untuk mengatur
dan menyenggalarakan pemerintahan sendiri tanpa adanya intervensi
dan campur tangan Negara lain. Sehingga terciptalah hukum tata Negara
Indonesia
Yang memiliki jati diri bangsa sendiri. Keberadaan ketatanegaraan Indonesia
semakin menemukan jadi dirinya, ketika dilakukan amandemen terhadap UUD
1945 sejak 1999-2002. Dengan amandemen tersebut telah diletakan bangunan
ketatanegaraan, dengan kelembagaan Negara yang satu sama lain dalam posisi
setara dengan saling melakukan control (cheks and balances), mewujudakan
supermasi hukum dan keadilan serta menjamin dan melindungi hak asasi
manusia. Kondisi demikian mewujudkan prinsip dari Negara demokrasi dan
negara hukum. Dengan kata lain, bahwa perubahan terhadap UUD 1945 tersebut
merupakan rombakan terhadap hampir seluruh tiga kelompok materi muatan
kontitusi.
Mengenai amandemen UUD 1945 yang sudah dilakukan empat kali, ini masih
belum sesuai dengan keadaan yang ada di negara kita. Dan sekarang
pemerintahpun ingin menggagas UUD 1945 untuk diamandemenkan lagi.
Supaya bisa relevan untuk masyarakat yang ada dinegara indonesia.Setelah
empat kali amendemen UUD 1945, hal ini menyebabakan terjadi pengelompokan
sikap masyarakat. Satukelompok menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada
yang asli, kelompok lainnyamenginginkan diadakan lagi perubahan atau
amendemen kelima UUD 1945, dan kelompokterakhir tetap pada UUD 1945
pasca-amendemen
.

2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Hukum Tata Negara Di Indonesia?
Bagaimana hubungan Hukum Tata Negara Indonesia dengan UUD 1945?
Bagaimana gagasan Amandemen UUD 1945 yang kelima?

3. TUJUAN
Mengetahui Hukum Tata Negara di Indonesia.

Mengetahui hubungan antara Hukum Tata Negara Indonesia dengan UUD 1945.
Mengetahui Gagasan Amandemen UUD 1945 yang kelima.
BAB II
PEMBAHASAN
1.

Hukum Tata Negara Indonesia

Hukum Tata Negara adalah hukum mengenai susunan suatu Negara. Negara
adalah suatu organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan natara manusia
satu sama lain dalam masyarakat, dan menegakkan aturan tersebut dengan
kewajibanya. Negara adalah organisasi kekuasaan atau kewibawaan dan
kelompok manusia yang ada dibawah pemerintahnya, merupakan masyarakat
yang tunduk kepada kekuasaan/ kewibawaannya. Disamping itu Negara
mempergunakan kewibawaan tersebut untuk menjamin danmengelola
kepentingan-kepentingan materiil dan spiritual para anggotanya.[1]
Organisasi suatu negara disusun berdasarkan hukum tata negara positif dari
negara yang bersangkutan. Demikian juga organisasi negara Indonesia disusun
berdasarkan hukum tata negara Indonesia. Dalam Hukum Tata
Negara Indonesia Organisasi Negara Indonesia tersusun berdasarkan UUD 1945.
UUD menetukan struktur wewenang organisasi negara Indonesia. Dengan
perkataan lain baik struktur organisasi dan pemberi wewenang dalam organisasi
negara ditentukan oleh UUD 1945[2]. Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan,
UUD sebagaian dari hukum dasar. UUD ialah hukum dasar yang tertulis
disamping itu berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun
tidak tertulis. Untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya
menyelidiki pasal-pasal UUD, tapi harus menyelidiki pasal-pasal UUD
sebagaimana prakteknya dan bagaimana kebatinan dari UUD tersebut.
Berdasarkan UUD 1945 struktur organisasi negara adalah Lembaga-lembaga
Tinggi Negara dalam susunan ketatanegaraan Indonesia, seperti : DPR, Presiden,
DPA, BPK, MA. MPR semula merupakan lembaga tertiggi negara, yang kemudian
dirubah menjadi lembaga tinggi negara.
Badan kenegaraan tersebut memperoleh kekuasaan atau wewenangnya dari
UUD 1945, yang disebut sebagai hukum tata negara, yang merupakan sebagaian
dari hukum tata negara Indonesia. Bagian lainnya adalah UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU no. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa yang belum dirubah.
2.

Reformasi Hukum dan Sistem Ketatanegaraan di Indonesia

Keberadaan ketatanegaraan Indonesia semakin menemukan jadi dirinya, ketika


dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 sejak 1999-2002[3].

Perubahan pertama disahkan pada tanggal 19 oktober 1999

Perubahan Kedua pada tanggal 18 agustus 2000

Perubahan Ketiga pada tanggal 10 november 2001

Perubahan keempat pada tanggal 10 agustus 2002.

Dengan amandemen tersebut telah diletakan bangunan ketatanegaraan, dengan


kelembagaan Negara yang satu sama lain dalam posisi setara dengan saling
melakukan control (cheks and balances), mewujudakan supermasi hukum dan
keadilan serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Kondisi demikian
mewujudkan prinsip dari Negara demokrasi dan negara hukum. Dengan kata
lain, bahwa perubahan terhadap UUD 1945 tersebut merupakan rombakan
terhadap hampir seluruh tiga kelompok materi muatan kontitusi.
Menurut Sri Sumantri[4] secara umum setiap kontitusis\ selalu mengatur
sekurang-kurangnya tiga kelompok materi muatan yang meliputi:
1.

Pengaturan tentang HAM

2.

Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental

3.
Penganturan tentang pembagian dan pembatasan tugas-tugas
ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sistem ketatanegaraan yang tercipta juga berubah benyak dibandingkan dengan
di masa UUD 1945 sebelum amandemen. Setelah empat kali amendemen UUD
1945, terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok menghendaki
UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnyamenginginkan
diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompok
terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
Kesimpulan dan Implikasi Teoritis disebutkan, pertama,selama proses perubahan
UUD 1945, peran elite fraksi di PAH BP MPR dan DPP partainya,besar. Kedua,
warna aliran mempengaruhi secara terbatas pandangan dan sikap fraksi.Ketiga,
proses politik di MPR selama perubahan pertama sampai keempat UUD
1945diwarnai kompetisi, bargaining, dan kompromi. Keempat, perdebatan fraksifraksi di PAHBP MPR juga diwarnai kepentingan partai. Dengan demikian,
berdasarkan penelitian itu, bisadikatakan bahwa UUD 1945 pasca-amendemen,
berisikan kekurangan, kelemahan, danketidaksempurnaan.Terkait dengan itu,
saya ingin menambahkan beberapa faktor menyangkut kelemahan UUD1945
pasca-amendemen. Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan
materimuatan UUD 1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi pasalpasal UUD 1945. Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multiinterpretatif, yangmenimbulkan instabilitas hukum dan politik.
3.

Urgensi Amandemen UUD 1945 yang Kelima

Perubahan UUD 1945 kembali menjadi berita. Langkah agresif Dewan Perwakilan
Daerah untuk mendorong perubahan lanjutan UUD 1945 mendapatkan
tanggapan pro dan kontra dari beberapa kalangan. Yang pro merasa bahwa
perubahan kelima diperukan untuk menyempurnakan reformasi konstitusi.

Perubahan pertama hingga keempat yang dilakukan MPR pada awal reformasi
( 1999 2002 ) dirasa belum memadai, salah satunya dalam mewujudkan
bicameral yang efektif. Bagi yang kontra, terbagi pada dua kelompok. Kelompok
pertama, sama sekali tidak mendorong perubahan Kelima, kelompok romantis ini
justru ingin mengembalikan naskah asli UUD 1945 sebelum perubahan.
Kelompok kedua yang menolak perubahan kelima, meskipun tidak menafikan
sunatullah perubahan konstitusi, namun merasa saat ini bukanlah masa yan
tepat.[5]
Tarik menarik antara kubu pro dan kontra perubahan kelima tersebut menarik
untuk terus dicermati. Inilah salah satu buah reformasi, ketika perbedaan
pendapat tentang agenda konstitusi dapat diperdebatkan dengan terbuka tanpa
ada halangan yang berarti. Hal yang sama tidak mungkin terjadi di masa rezim
otoriter orde baru. Alih alih meperbincangkan perubahan UUD 1945, Orba
justru memelopori gerakan memberhalakan konstitusi kemerdekaan tersebut.
UUD 1945 disakralkan dan dinisbatkan sebagai konstitusi yang tidak akan
diubah.
Saat ini DPD tengah gencar gencarnya mendekati fraksi fraksi di MPR untuk
menawarkan penguatan fungsi dan peran DPD. Upaya tersebut sedikit banyak
telah mendapatkan hasil dengan tamahan dukungan dari beberapa orang di
fraksi PKB dan PKS. Dukungan dari lebih banyak anggota MPR dibutuhkan karena
syarat procedural perubahan formal UUD 1945, menurut pasal 37 ayat ( 1 ) UUD
1945[6], adalah diusulkan sedkikitnya 1/3 anggota MPR. Di samping itu, usulan
perubahan sudah harus diajukan secara tertulis dengan minimal 2/3
kuorumkehadiran dan sekurangnya kuorum persetujuan anggota MPR.
Perjalanan DPD untuk mendapatkan dukungan 1/3 anggota MPR masih jauh.
Fraksi fraksi konservativ terhaap agenda perubahan UUD 1945 masigh
bergeming. PDI perjuangan dan partai Golkar adalah dua gajah kekuatan politik
yag masih antipasti dengan agend perubahan kelima. Alasan ideologis menjadi
alas an enggannya PDI Perjuangan untuk menyokong agenda penguatan DPD.
Bagi kelompok nasionalis, peruahan UUD 1945 selalu membuka kemungkinan
polemik lama, semacam potensi lahirnya Negara Islam, dan pengadopsian
syariat Islam ke dalam konstitusi.
Di kala perubahan pertama dan keempat UUD 1945 pun, PDI perjuangan
bersama sama dengan fraksi TNI/Polri adalah kekuatan politik yang sangat
berhati hati. PDI perjuangan termasuk partai yang terakhir mendukung agenda
reformasi konstitusi. Itupun karena situasi kondisi politik pasa jatuhnya Orde
Baru memang tidak membuka pilihan lain. Tuntutan amandemen UUD 1945
merupakan arus kuat yang terlalu sulit untuk dilawan.
Semua perlawanan dan resistensi atas perubahan UUD 1945 biasanya terkait
dengan kekhawatiran terbukanya kotak Pandora; yaitu munculnya lagi
perseteruan antara ideology nasionalis pancasila dengan ideology agamis Islam;
ketakutan munculnya lagi semangat memperjuangkan Negara islam, atau
minimal semangat memperjuankan penerapan syariat Islam, dengan
mengadopsi Piagam Jakarta ke dalam Pasal 29 UUD 1945 tentang agama.

Apapun, hambatan dan resistensi klasik tersebut seharusnya tidak mengurangi


semangat untuk menegaskan perlunya penyempurnaan UUD 1945, pasca empat
amandemen sekalipun. Dalam konteks ini penguatan dan revitalisasi aturan
konstitusi bagi DPD amat penting untuk didukung, khusunya untuk meciptakan
sisem bikameral yang efektif. Kala ini model parlemen Indonesia jauh dari
kejelasan. Disebut bikameral tidak tepat, karena keanggotaan MPR bukan terdiri
atas DPR dan DPD sebagai intuisi, namun hanya anggota anggota DPD dan
DPR. Bahkan Jimly Asshiddiqie menegaskan parlemen Indonesia mempunyai tiga
kamar ( trikameal ) : MPR, DPR dan DPD; dengan DPR mempuyai power yang
jauh lebih besar dibandingkan dua kamar yang lain ( DPR heavy ).
Di samping upaya upaya elite amandemen konstitusi tersebut, DPD harus tetap
menjejak di anah dan terus membangun dukungan populis di hadapan rakyat
pemegang daulat. Bagaimana konstitusi adalah aturan bernegarayang wajib
dipahami dan dimiliki secara sadar oleh sebanyak mungkin masyarakat. Itulah
konstitusi rakyat. Dengan semikian, jikalau DPD gagal mendorong amandemen
formal UUD 1945, DPD tetap mendapat dukungan politik dari public, karena
perjuangannya terlihat demi rakyat, bukan semata demi penguatan kekuasaan
semata.
4.
Isu Pokok Amandemen UUD 1945 Kelima
1. Penguatan Sistem Presidensial;
2. Penguatan Lembaga Perwakilan
3. Penguatan Otonomi Daerah;
4. Calon Presiden Perseorangan;
5. Pemilihan Pemilu Nasional & Pemilu Lokal;
6. Forum Previlegiatum;
7. Optimalisasi Peran Mahkamah Konstitusi;
8. Penambahan Pasal Hak Asasi Manusia;
9. Penambahan Bab Komisi Negara;
10. Penajaman Bab Tentang Pendidikan & perekonomian
5.

Mengenai Amandemen UUD 1945 Kelima

Di dalam usulan amandemen UUD 1945 tersebut, terdapat beberapa hal yang
menjadi perbincangan. Contoh: peluang dapat dipilihnya calon presiden yang
berasal dari luar partai politik. Selain itu di dalam draf amandemen kelima UUD
1945 tersebut juga diatur bahwa Dewan Perwakilan Daerah RI mempunyai
kewenangan yang setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Sehingga
nantinya apabila usuln ini disetujui dan diputuskan oleh MPR, maka hak
mengajukan rancangan undang-undang ,hak interpelasi,hak angket, dan hak
menyatakan pendapat juga dimiliki DPR juga dimiliki oleh DPD.
Alasannya UUD 1945 pasca amandemen masih mempunyai banyak
kekurangan, [7]:
1.
DPR menjadi lembaga yg super power sehingga cenderung
menyalahgunakan kekuasaannya.

2.
DPD yg dibentuk untuk memfasilitasi kepentingan daerah, ternyata
kewenangannya sangat terbatas.
3.
Sistem presidensial yang dianut RI masih kuat nuansa parlementernya,
sehingga harus turut dikuatkan.
4.
Otonomi daerah masih belum mensejahterakan rakyat di daerah, namun
malah menciptakan raja-raja baru di daerah.
Oleh sebab itu, dibutuhkan amandemen kelima UUD 1945 yang antara lain
untuk:
1. memperkuat sistem presidensial.
2.memperkuat sistem perwakilan. Membuat fungsi check and balances antar
lembaga DPR dan DPD berjalan.
3. memperkuat otonomi daerah.

BAB III
PENUTUP
1.

Kesimpulan

organisasi negara Indonesia disusun berdasarkan hukum tata negara Indonesia.


Dalam Hukum Tata Negara Indonesia Organisasi Negara Indonesia tersusun
berdasarkan UUD 1945. UUD menetukan struktur wewenang organisasi negara
Indonesia. Dengan perkataan lain baik struktur organisasi dan pemberi
wewenang dalam organisasi negara ditentukan oleh UUD 1945. Dalam
penjelasan UUD 1945 dijelaskan, UUD sebagaian dari hukum dasar. UUD ialah
hukum dasar yang tertulis disamping itu berlaku hukum dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Untuk menyelidiki hukum
dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD, tapi harus
menyelidiki pasal-pasal UUD sebagaimana prakteknya dan bagaimana kebatinan
dari UUD tersebut.
Gagasan Amandemen UUD 1945 yang kelima ini masih belum mengalami
kejelasan sehingga menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat. Ada yang
tetap mau mengamandemenkan, ada yang ingin kembali ke teks asli UUD 1945,
dan ada yang merasa belum waktunya untuk diamandemenkan. Gagasan
amandemen kelima ini mempunyai beberapa faktor dan mempunyai beberapa
alasan yang menganggap perlu diamandemenkan.
2.

Saran

Ketatanegaraan Indonesia dalam hal ini masa pencarian proses menghadirkan


system yang terkadang tidak jelas, kompromi dalam rumusan perubahan UUD
1945 pada akhirnya menimbulkan ketidakjelasan. Menurut kami ini waktu yang
tepat untuk diamandemenkan lagi sebab UUD 1945 pasca amandemen ini masih
banyak kekurangan. Pada dasarnya bukan kesalahan aturanya. tetapi, di
tindakannya saja yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Banyak yang
mementingkan kepentingan pribadi. Hal ini perlu tindakan yang sangat tegas,
supaya kesalahan ini tidak meluas yang menyiptakan politik yang korup. Dengan
harapan diamandemenkan UUD 1945 yang kelima supaya relevan dengan
keadaan masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Dedi Sumardi: Hukum IndonesiaPengantar
Titik Triwulan Tutik`.Ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945,
jakarta.
Sri sumantri,kedudukan, wewenang dan fungsi komisi Yudisial dalam Sistem
Ketatanegaraan RI, dalam Komisis Yudisial RI, Bunga Rampai Refleksi Satu
Tahun
Denny IndrayanaNegara antara ada dan tiada,jakarta, Kompas.
Huda,Nimatul.2008,UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang,Jakarta, Raja
Pres.
UUD 1945 pasca Amandemen.
www.perubahankelimauud45.com
[1]Dedi Sumardi: Hukum IndonesiaPengantar
[2] Titik Triwulan Tutik`.Ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945,
jakarta.

[3] TitikTriwulan T, Tata Negara Pasca Amandemen UUD


1945,Jakarta:Kencana.hlm. 1
[4] Sri sumantri,kedudukan, wewenang dan fungsi komisi Yudisial dalam Sistem
Ketatanegaraan RI, dalam Komisis Yudisial RI, Bunga Rampai Refleksi Satu
Tahun
[5] Denny IndrayanaNegara antara ada dan tiada,jakarta, Kompas. Hlm. 123
[6] Pasal 37 ayat (1), dalam UUD 1945 pasca Amandemen.
[7]www.perubahankelimauud45.com

Anda mungkin juga menyukai