Tinjauan Microccocus
Tinjauan Microccocus
TINJAUAN PUSTAKA
bumi
biasanya
mengandung
0,001-0,05%
berat
logam.
Kandungan logam yang biasanya paling tinggi adalah vanadium, nikel dan
natrium. Logam-logam ini terdapat bentuk garam terlarut dalam air yang
tersuspensi dalam minyak atau dalam bentuk senyawa organometal yang larut
dalam minyak. Vanadium dan nikel merupakan racun bagi katalis-katalis
pengolahan minyak bumi dan dapat menimbulkan masalah jika terbawa ke dalam
produk pengolahan.
2.1.3. Jenis-Jenis Minyak Bumi.
Jenis-jenis minyak bumi terdapat 4 macam yang digolongkan menurut
umur dan letak kedalamannya, yaitu: young-shallow, old-shallow, young-deep dan
old-deep. Minyak bumi young-shallow biasanya bersifat masam (sour),
mengandung banyak bahan aromatik, sangat kental dan kandungan sulfurnya
tinggi. Minyak old-shallow biasanya kurang kental, titik didih yang lebih rendah,
dan rantai parafin yang lebih pendek. Jenis minyak Old-deep membutuhkan waktu
yang paling lama untuk pemrosesan, titik didihnya paling rendah dan juga
viskositasnya paling encer. Sulfur yang terkandung dapat teruraikan menjadi H 2S
yang dapat lepas, sehingga old-deep adalah minyak mentah yang dikatakan paling
sweet. Minyak semacam inilah yang paling diinginkan karena dapat
menghasilkan bensin (gasoline) yang paling banyak.
2.1.4. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi.
Minyak bumi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi dengan cara destilasi yang
dipisahkan berdasarkan titik didih. Fraksi dengan titik didih lebih rendah akan
naik lebih cepat dan lebih tinggi. Sedangkan fraksi dengan titik didih lebih tinggi
akan naik lebih lama dan lebih rendah (Hart, 1991).
Fraksi-fraksi umum minyak bumi yang dipisahkan berdasarkan titik didih
diuraikan pada Tabel 2.1.4 :
Tabel 2.1.4. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi.
Titik didih
(C)
Di bawah 20
Nama
Gas
Jumlah atom C
C1-C4
Penggunaan
Pemanasan,
masak,
dan
20-200
Bensin
C4-C12
perumahan
200-300
Minyak tanah
C12-C15
minyak Diesel.
Minyak, pelumas, oli, lilin,
300-400
Minyak bakar
C15-C18
parafin
Di atas 400
Di atas C18
(Lestari, 2011)
2.1.5. Lumpur Minyak.
Istilah "Lumpur Minyak (oil sludge)" yang digunakan, secara umum,
untuk menunjuk limbah yang didapatkan dari proses pengilangan minyak. Bentuk
lumpur minyak (oil sludge) dapat berupa endapan sedimentasi yang disebabkan
oleh proses oksidasi kontak antara minyak, udara, dan air. Endapan tersebut
semakin lama semakin menumpuk pada bagian dasar tangki penyimpanan dan
pipa-pipa penyalur. Sehingga, endapan lumpur minyak dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan pipa serta mempercepat terjadinya korosi (Banat dan
Rancich, 2009).
Lumpur
minyak
mengandung
20%
BTEX
(benzene,
toluena,
10
1,2 juta barrel per hari yang menghasilkan lumpur minyak sebanyak 3.120 barrel
per hari, dan dalam waktu satu tahun menghasilkan lumpur minyak sebanyak 1,3
juta barrel.
Sebagian besar produsen minyak di Indonesia membuang lumpur minyak
dalam kolam-kolam hingga terakumulasi dalam jumlah besar. Berbagai metode
pendekatan yang efisien dan ramah lingkungan secara fisika, kimia dan biologi
telah dilakukan untuk membersihkan lumpur minyak. Metode melarutkan lumpur
minyak dengan biosurfaktan diharapkan mampu membersihkan lumpur minyak
pada dasar tangki penyimpanan.
2.2. Tinjauan tentang Kelarutan.
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat
dasarnya sangat bergantung pada sifat fisika dan kimia solut dan pelarut pada
suhu, tekanan dan pH larutan. Kelarutan suatu zat yang tidak larut dalam air dapat
dibantu dengan suatu surfaktan. Kelarutan surfaktan dipengaruhi oleh perbedaan
rantai panjang lipofil dan hidrofil. Surfaktan yang mempunyai rantai hidrokarbon
panjang akan mempermudah terjadinya kelarutan. Namun, adanya ikatan rangkap
hidrokarbon dapat mengurangi kemampuan kelarutannya (Rozy, 2014).
2.3. Tinjauan tentang Surfaktan.
Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus polar yang
bersifat hidrofilik dan gugus non polar yang bersifat lipofilik sekaligus, Sehingga,
surfaktan dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan
11
permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian
polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, Bagian polar
mempunyai
bagian
non
polar
merupakan
rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak
bumi dan limbahnya dapat
mencemarkan lingkungan,
karena
sifatnya
yang
12
mempunyai
beberapa
sifat
antara
lain
tensioaktif,
menghasilkan buih atau busa membuat emulsi minyak dalam air atau air dalam
minyak yang berperan seperti surfaktan sintetis. Karakteristik utama biosurfaktan
adalah kemampuannya dalam membentuk misel yang meliputi beberapa karakter
yaitu kemampuannya menurunkan tegangan permukaan air, stabilitas emulsi pada
berbagai hidrokarbon, nilai Critical Micelle Concentration (CMC) dan Critical
Micelle Dillution (CMD) dan stabilitas biosurfaktan terhadap perubahan pH dan
13
suhu (Jenny et al., 1993 dalam Kosaric, 1993) bermanfaat untuk mengetahui
efektivitas biosurfaktan dalam aplikasinya diberbagai bidang industri dan usaha
perlindungan lingkungan.
2.4.3. Aplikasi Biosurfaktan.
Biosurfaktan
dapat
diterapkan
dalam
bidang
industri
minyak.
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Sub Kelas
: Actinobacteridae
Ordo
: Actinomycetes
Sub ordo
: Micrococcineae
Familia
: Micrococeaceae
Genus
: Micrococcus
Spesies
: Micrococcus sp.
14
15
memiliki ketahanan terhadap panas dan dapat optimal untuk semua substrat pada
pH 8,0-8,5 dan tidak berkurang pada pH yang lebih tinggi (Lawrence et al., 1967).
2.6. Tinjauan tentang Substrat.
Menurut Mulligan dan Gibbs, untuk memproduksi biosurfaktan diperlukan
media kultur yang sesuai untuk mikroba yang bersangkutan. Komponen media
kultur harus mengandung nutrien dasar yang cukup, sehingga dapat menghasilkan
tingkat produktifitas biosurfaktan yang tinggi. Komposisi dasar media kultur
tersebut terdiri dari sumber karbon, nitrogen, dan faktor esensial seperti vitamin
dan mineral yang digunakan sebagai sumber energi dan pembentukan konstituen
seluler (Susanti, 2001).
2.6.1. Tinjauan tentang Molase.
Substrat molase dipilih karena memiliki komposisi C, N, O yang cukup
untuk pertumbuhan bakteri, harganya yang murah dan keberadaanya melimpah
(Hanif, 2004). Komposisi molase diuraikan pada tabel 2.5.1.
Tabel 2.5.1. Komposisi kimia Molase.
Komponen
Kisaran (%)
Rata-rata (%)
Air
17-25
20
Sukrosa
30-40
35
Glukosa
Fruktosa
Gula pereduksi
Karbohidrat lain
Abu
Komponen nitrogen
4-9
5-12
1-5
2-5
7-15
2-6
7
9
3
4
12
4,5
2-6
16
0,1-1
0,4
fosfolipid.
(Sasongko, 2003)
Disamping kandungan organik yang cukup tinggi, molase juga kaya akan
mineral karena abu didalamnya mengandung 30-50% K 2O, 0,4-7% F2O3 dan 0,52,5% P2O5 (Sasongko, 2003).
2.7. Tegangan Permukaan.
Tegangan permukaan dinyatakan sebagai gaya per satuan panjang.
Tegangan permukaan dapat diukur dengan menggunakan metode cincin, yaitu
dengan menggunakan alat du Nuoy surface tension meter. Mekanismenya cincin
platinum diletakkan dibawah permukaan sampel, kemudian perlahan diangkat
keatas sampai cincin terlepas dari permukaannya, jadi prinsip yang digunakan
adalah penentuan besarnya gaya untuk melepaskan cincin yang tercelup pada
suatu fluida cair. Satuan yang digunakan dalam mN/m (Cooper et al., 1980).
2.8. Tinjauan tentang Critical Micelle Concentration (CMC).
Molekul-molekul zat aktif permukaan (surfaktan) yang mempunyai bagian
gugus polar dan non-polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, maka molekul-molekul surfaktan dapat teradsorpsi pada permukaan dan
membentuk suatu lapisan monomolekuler. Bagian polar akan mengarah ke fluida
cair, sedangkan bagian non polar akan mengarah ke udara. Hal inilah yang dapat
mengakibatkan turunnya nilai tegangan permukaan air. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi, molekul-molekul surfaktan masuk kedalam air membentuk agregat
yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel ini mulai terbentuk
disebut konsentrasi misel kritis atau Critical Micelle Concentration (CMC).
17
biosurfaktan
yang
dapat
mempengaruhi
efektivitas
dan
2.11.
18
19
20