Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Minyak Bumi.


2.1.1. Pengertian dan Asal Minyak Bumi.
Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan sampai hitam
yang terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Teori yang paling umum
digunakan untuk menjelaskan asal-usul minyak bumi adalah organic source
materials. Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan produk
perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan
dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun. Akibat dari
pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan mineral serta letak
geologis selama proses perubahan tersebut, maka minyak bumi akan mempunyai
komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda (Zulfan, 2010).
2.1.2. Komposisi Minyak Bumi.
Minyak bumi memiliki campuran senyawa hidrokarbon sebanyak 50-98%
berat, Sisanya terdiri atas zat-zat organik yang mengandung belerang, oksigen,
dan nitrogen serta senyawa-senyawa anorganik seperti vanadium, nikel, natrium,
besi, aluminium, kalsium, dan magnesium. Secara umum minyak bumi
mengandung senyawa karbon 83,9-86,8%, hidrogen 11,4-14%, belerang 0,068,0%, nitrogen 0,11-1,7% dan oksigen 0,5% dan logam (Fe, Cu, Ni), 0,03%
(Pertamina, 2009).
Berdasarkan kandungan senyawanya, minyak bumi dapat dibagi menjadi
golongan hidrokarbon dan non-hidrokarbon serta senyawa-senyawa logam.
1. Hidrokarbon.
5

Golongan hidrokarbon-hidrokarbon yang utama adalah parafin, olefin,


naften, dan aromat.
a. Parafin.
Parafin adalah kelompok senyawa hidrokarbon jenuh berantai lurus
(alkana), CnH2n+2. Contohnya adalah metana (CH4), etana (C2H6), n-butana
(C4H10) dan isobutana (2-metil propana, C4H10). Jumlah senyawa yang tergolong
ke dalam senyawa isoparafin jauh lebih banyak daripada senyawa yang tergolong
n-parafin. Tetapi, di dalam minyak bumi mentah, kadar senyawa isoparafin
biasanya lebih kecil daripada n-parafin.
b. Olefin.
Olefin adalah kelompok senyawa hidrokarbon tidak jenuh, CnH2n.
Contohnya etilena (C2H4), propena (C3H6) dan butena (C4H8).
c. Naftena.
Naftena adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang membentuk struktur
cincin dengan rumus molekul CnH2n. Contohnya adalah siklopentana (C5H10) dan
sikloheksana (C6H12). Naftena pada umumnya merupakan kelompok senyawa
hidrokarbon yang memiliki kadar terbanyak kedua setelah n-parafin di dalam
minyak bumi mentah.
d. Aromatik.
Aromatik adalah hidrokarbon-hidrokarbon tak jenuh yang berintikan
atom-atom karbon yang membentuk cincin benzen (C 6H6). Contohnya benzen
(C6H6) dan naftalena (C10H8). Minyak bumi dari Sumatera dan Kalimantan
umumnya memiliki kadar aromat yang relatif besar.
2. Non Hidrokarbon.
Selain senyawa-senyawa yang tersusun dari atom-atom karbon dan
hidrogen, di dalam minyak bumi ditemukan juga senyawa non hidrokarbon seperti
belerang, nitrogen, oksigen, vanadium, nikel dan natrium yang terikat pada rantai

atau cincin hidrokarbon. Unsur-unsur tersebut umumnya tidak dikehendaki berada


di dalam produk-produk pengilangan minyak bumi, sehingga keberadaannya akan
sangat mempengaruhi langkah-langkah pengolahan yang dilakukan terhadap suatu
minyak bumi.
a. Belerang.
Belerang terdapat dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S), belerang bebas
(S), merkaptan (R-SH, dengan R=gugus alkil), sulfida (R-S-R) dan disulfida (RS-S-R). Senyawa-senyawa belerang tidak dikehendaki karena menimbulkan bau
tidak sedap dan sifat korosif pada produk pengolahan dan mengurangi efektivitas
zat-zat bubuhan pada produk pengolahan.
b. Nitrogen.
Senyawa-senyawa nitrogen dibagi menjadi zat-zat yang bersifat basa
seperti 3-metilpiridin (C6H7N), serta zat-zat yang tidak bersifat basa seperti pirol
(C4H5N). Senyawa-senyawa nitrogen dapat mengganggu kelancaran pemrosesan
katalitik yang jika sampai terbawa ke dalam produk, berpengaruh buruk terhadap
bau, kestabilan warna, serta sifat penuaan produk tersebut.
c. Oksigen.
Oksigen biasanya terikat dalam gugus karboksilat dalam asam-asam
naftenat (2,2,6-trimetilsikloheksankarboksilat, C10H18O2), asam-asam lemak
(alkanoat), gugus hidroksi fenolik dan gugus keton.
3. Senyawa logam.
Minyak

bumi

biasanya

mengandung

0,001-0,05%

berat

logam.

Kandungan logam yang biasanya paling tinggi adalah vanadium, nikel dan
natrium. Logam-logam ini terdapat bentuk garam terlarut dalam air yang
tersuspensi dalam minyak atau dalam bentuk senyawa organometal yang larut
dalam minyak. Vanadium dan nikel merupakan racun bagi katalis-katalis

pengolahan minyak bumi dan dapat menimbulkan masalah jika terbawa ke dalam
produk pengolahan.
2.1.3. Jenis-Jenis Minyak Bumi.
Jenis-jenis minyak bumi terdapat 4 macam yang digolongkan menurut
umur dan letak kedalamannya, yaitu: young-shallow, old-shallow, young-deep dan
old-deep. Minyak bumi young-shallow biasanya bersifat masam (sour),
mengandung banyak bahan aromatik, sangat kental dan kandungan sulfurnya
tinggi. Minyak old-shallow biasanya kurang kental, titik didih yang lebih rendah,
dan rantai parafin yang lebih pendek. Jenis minyak Old-deep membutuhkan waktu
yang paling lama untuk pemrosesan, titik didihnya paling rendah dan juga
viskositasnya paling encer. Sulfur yang terkandung dapat teruraikan menjadi H 2S
yang dapat lepas, sehingga old-deep adalah minyak mentah yang dikatakan paling
sweet. Minyak semacam inilah yang paling diinginkan karena dapat
menghasilkan bensin (gasoline) yang paling banyak.
2.1.4. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi.
Minyak bumi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi dengan cara destilasi yang
dipisahkan berdasarkan titik didih. Fraksi dengan titik didih lebih rendah akan
naik lebih cepat dan lebih tinggi. Sedangkan fraksi dengan titik didih lebih tinggi
akan naik lebih lama dan lebih rendah (Hart, 1991).
Fraksi-fraksi umum minyak bumi yang dipisahkan berdasarkan titik didih
diuraikan pada Tabel 2.1.4 :
Tabel 2.1.4. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi.
Titik didih
(C)
Di bawah 20

Nama
Gas

Jumlah atom C
C1-C4

Penggunaan
Pemanasan,

masak,

dan

bahan baku kimia.


Bahan bakar, fraksi-fraksi

20-200

Bensin

C4-C12

ringan seperti eter.


Bahan bakar.
Pemanasan di

perumahan

200-300

Minyak tanah

C12-C15

minyak Diesel.
Minyak, pelumas, oli, lilin,

300-400

Minyak bakar

C15-C18

parafin

Di atas 400

Di atas C18

(Lestari, 2011)
2.1.5. Lumpur Minyak.
Istilah "Lumpur Minyak (oil sludge)" yang digunakan, secara umum,
untuk menunjuk limbah yang didapatkan dari proses pengilangan minyak. Bentuk
lumpur minyak (oil sludge) dapat berupa endapan sedimentasi yang disebabkan
oleh proses oksidasi kontak antara minyak, udara, dan air. Endapan tersebut
semakin lama semakin menumpuk pada bagian dasar tangki penyimpanan dan
pipa-pipa penyalur. Sehingga, endapan lumpur minyak dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan pipa serta mempercepat terjadinya korosi (Banat dan
Rancich, 2009).
Lumpur

minyak

mengandung

20%

BTEX

(benzene,

toluena,

ethylbenzene, xylene) campuran BTEX mudah dipindahkan dan dapat mencemari


tanah ( Bossert dan compeu, 1995 dalam Patin, 1999). Endapan berminyak
dikategorikan sebagai Limbah Berbahaya dan beracun (B3), mengacu pada
Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1995 karena sifatnya yang beracun, mudah
terbakar dan mudah bereaksi. Menurut Lasari (2010), produksi kilang minyak
bumi sebanyak 1000 barrel per hari akan menghasilkan limbah lumpur minyak
lebih dari 2,6 barrel. Sedangkan produksi kilang minyak di Indonesia yaitu sekitar

10

1,2 juta barrel per hari yang menghasilkan lumpur minyak sebanyak 3.120 barrel
per hari, dan dalam waktu satu tahun menghasilkan lumpur minyak sebanyak 1,3
juta barrel.
Sebagian besar produsen minyak di Indonesia membuang lumpur minyak
dalam kolam-kolam hingga terakumulasi dalam jumlah besar. Berbagai metode
pendekatan yang efisien dan ramah lingkungan secara fisika, kimia dan biologi
telah dilakukan untuk membersihkan lumpur minyak. Metode melarutkan lumpur
minyak dengan biosurfaktan diharapkan mampu membersihkan lumpur minyak
pada dasar tangki penyimpanan.
2.2. Tinjauan tentang Kelarutan.
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat
dasarnya sangat bergantung pada sifat fisika dan kimia solut dan pelarut pada
suhu, tekanan dan pH larutan. Kelarutan suatu zat yang tidak larut dalam air dapat
dibantu dengan suatu surfaktan. Kelarutan surfaktan dipengaruhi oleh perbedaan
rantai panjang lipofil dan hidrofil. Surfaktan yang mempunyai rantai hidrokarbon
panjang akan mempermudah terjadinya kelarutan. Namun, adanya ikatan rangkap
hidrokarbon dapat mengurangi kemampuan kelarutannya (Rozy, 2014).
2.3. Tinjauan tentang Surfaktan.
Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus polar yang
bersifat hidrofilik dan gugus non polar yang bersifat lipofilik sekaligus, Sehingga,
surfaktan dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan

11

permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian
polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, Bagian polar
mempunyai

gugus hidroksil sementara

bagian

non

polar

merupakan

rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak
bumi dan limbahnya dapat

mencemarkan lingkungan,

karena

sifatnya

yang

sukar terdegradasi (Zuhrina, 2010).


2.4. Tinjauan tentang Biosurfaktan.
2.4.1. Pengertian Biosurfaktan.
Biosurfaktan merupakan surfaktan alami yang dapat dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme. Molekul biosurfaktan bersifat amphifatik yang mempunyai
gugus non polar atau hidrofobik dan gugus polar atau hidrofilik. Sehingga,
memungkinkan berada pada antar permukaan (cair-gas, cair-cair, cair-padat)
(Koch, 1991 dalam Nimatuzzahroh, 2000). Bagian gugus yang nonpolar atau
hidrofobik adalah hidrokarbon, salah satu contohnya adalah asam lemak,
Sedangkan bagian gugus yang polar atau hidrofilik contohnya adalah gugus
fungsional dari ester, alkohol dari lipid netral, ion fosphat dari fosfolipid dan gula
dari glikolipid.
Biosurfaktan merupakan sekelompok molekul-molekul heterogen aktif
yang diproduksi oleh mikroorganisme yang menempel pada permukaan sel atau
diekskresikan secara intraselular didalam medium pertumbuhan (Tabatabae,
2005). Molekul-molekul ini mengurangi tegangan permukaan dan kritis
pengenceran misel (CMC) diantara kedua fase larutan air dan hidrokarbon
campuran (Desai dan Banat, 1997).

12

Bakteri perombak senyawa hidrokarbon merupakan bakteri yang mampu


menghasilkan biosurfaktan dan menggunakan hidrokarbon petroleum sebagai
satu-satunya sumber karbon dan energi (Cerniglia, 1992). Biosurfaktan dapat
dipergunakan untuk mempercepat remediasi lingkungan yang tercemar oleh
lumpur

minyak, yaitu dengan meningkatkan daya kelarutan minyak bumi.

Selanjutnya minyak bumi didegradasi oleh sel-sel mikroorganisme, melalui


pembentukan butiran-butiran minyak bumi (misel) yang terdispersi dalam air
(Duvnjak et al,. 1983).
Biosurfaktan diharapkan sebagai salah satu alternatif yang digunakan
dalam aplikasi oil removal pada lumpur minyak. Biosurfaktan mempunyai
kemampuan mendispersi, mengemulsi, dan meningkatkan kelarutan substrat
dalam air. Penggunaan biosurfaktan memberikan keuntungan lebih dibandingkan
dengan penggunaan surfaktan sintetik karena sifatnya yang tidak toksik dan lebih
mudah terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga aman untuk lingkungan
(Nimatuzahroh, 2000).
2.4.2. Karakteristik Biosurfaktan.
Biosurfaktan

mempunyai

beberapa

sifat

antara

lain

tensioaktif,

menghasilkan buih atau busa membuat emulsi minyak dalam air atau air dalam
minyak yang berperan seperti surfaktan sintetis. Karakteristik utama biosurfaktan
adalah kemampuannya dalam membentuk misel yang meliputi beberapa karakter
yaitu kemampuannya menurunkan tegangan permukaan air, stabilitas emulsi pada
berbagai hidrokarbon, nilai Critical Micelle Concentration (CMC) dan Critical
Micelle Dillution (CMD) dan stabilitas biosurfaktan terhadap perubahan pH dan

13

suhu (Jenny et al., 1993 dalam Kosaric, 1993) bermanfaat untuk mengetahui
efektivitas biosurfaktan dalam aplikasinya diberbagai bidang industri dan usaha
perlindungan lingkungan.
2.4.3. Aplikasi Biosurfaktan.
Biosurfaktan

dapat

diterapkan

dalam

bidang

industri

minyak.

Penggunaannya untuk pengeboran minyak, pembersihan saluran yang tersumbat


minyak, pembersihan lumpur minyak pada dasar tangki penyimpanan dan
memudahkan transportasi minyak mentah yang pekat dalam pipa-pipa saluran
(Nimatuzahroh, 2000). Sedangkan menurut Cooper dan Zajic (1981) biosurfaktan
berfungsi : dapat mendispersikan polutan minyak menjadi droplet-droplet dan
sebagai deterjen.
2.5. Tinjauan tentang Bakteri Micrococcus sp.
2.5.1. Klasifikasi Bakteri Micrococcus sp.
Klasifikasi bakteri Micrococcus sp. menurut Garrity et al., (2004) adalah
sebagai berikut :
Kingdom

: Bacteria

Filum

: Proteobacteria

Kelas

: Actinobacteria

Sub Kelas

: Actinobacteridae

Ordo

: Actinomycetes

Sub ordo

: Micrococcineae

Familia

: Micrococeaceae

Genus

: Micrococcus

Spesies

: Micrococcus sp.

14

2.5.2. Karakteristik Bakteri Miccococcus sp.


Micrococcus sp. adalah genus dari bakteri dalam keluarga Micrococcaceae
yang terdapat dalam berbagai lingkungan termasuk debu, air dan tanah. Bakteri
Micrococcus sp. memiliki karakteristik Gram-positif, bentuk sel bulat, ukuran
mulai dari sekitar 0,5 sampai 3 mikrometer dan biasanya diatur dalam cluster.
Beberapa strain Micrococcus sp. dapat digunakan untuk hidrokarbon dan
degradasi lilin.
Micrococcus sp. berbentuk kokus dengan diameter antara 0,5 -2,0 m,
Gram-positif, berpasangan, tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora,
memiliki pigmen berwarna merah, bisa tumbuh baik pada medium Nutrien Agar
pada suhu 30C dibawah kondisi aerob. Bakteri Micrococcus sp. menunjukan
hasil positif pada uji katalase, motilitas, dan fermentasi glukosa, sementara hasil
negatif diperoleh saat bakteri Micrococcus sp. diuji dengan uji fermentasi manitol,
uji Voges-proskauer (VP), dan urease (Fatimah dan Nurhariyati, 2011).
2.5.3. Aktivitas lipolitik bakteri Micrococcus sp.
Bakteri Micrococcus sp. memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
berbagai substrat yang tidak biasa seperti piridin, herbisida, biphenil diklorinasi
dan minyak. Bakteri Micrococcus sp.

ini mampu menghidrolisis pati serta

pembentukan asam glukosa. Pembentukan asam glukosa ditandai dengan


perubahan warna gula-gula tersebut dari merah menjadi kuning. Akan tetapi,
bakteri ini menunjukan hasil uji negatif pada uji raffinosa, rhamnosa dan xylosa.
Bakteri Micrococcus sp. mampu memproduksi enzim lipase ekstraselular secara
konstitutif namun dipengaruhi oleh nutrisi dan kondisi fisik. Enzim lipase ini

15

memiliki ketahanan terhadap panas dan dapat optimal untuk semua substrat pada
pH 8,0-8,5 dan tidak berkurang pada pH yang lebih tinggi (Lawrence et al., 1967).
2.6. Tinjauan tentang Substrat.
Menurut Mulligan dan Gibbs, untuk memproduksi biosurfaktan diperlukan
media kultur yang sesuai untuk mikroba yang bersangkutan. Komponen media
kultur harus mengandung nutrien dasar yang cukup, sehingga dapat menghasilkan
tingkat produktifitas biosurfaktan yang tinggi. Komposisi dasar media kultur
tersebut terdiri dari sumber karbon, nitrogen, dan faktor esensial seperti vitamin
dan mineral yang digunakan sebagai sumber energi dan pembentukan konstituen
seluler (Susanti, 2001).
2.6.1. Tinjauan tentang Molase.
Substrat molase dipilih karena memiliki komposisi C, N, O yang cukup
untuk pertumbuhan bakteri, harganya yang murah dan keberadaanya melimpah
(Hanif, 2004). Komposisi molase diuraikan pada tabel 2.5.1.
Tabel 2.5.1. Komposisi kimia Molase.
Komponen

Kisaran (%)

Rata-rata (%)

Air

17-25

20

Sukrosa

30-40

35

Glukosa
Fruktosa
Gula pereduksi
Karbohidrat lain
Abu
Komponen nitrogen

4-9
5-12
1-5
2-5
7-15
2-6

7
9
3
4
12
4,5

Asam bukan nitrogen

2-6

16

Lilin, steroid dan

0,1-1

0,4

fosfolipid.
(Sasongko, 2003)
Disamping kandungan organik yang cukup tinggi, molase juga kaya akan
mineral karena abu didalamnya mengandung 30-50% K 2O, 0,4-7% F2O3 dan 0,52,5% P2O5 (Sasongko, 2003).
2.7. Tegangan Permukaan.
Tegangan permukaan dinyatakan sebagai gaya per satuan panjang.
Tegangan permukaan dapat diukur dengan menggunakan metode cincin, yaitu
dengan menggunakan alat du Nuoy surface tension meter. Mekanismenya cincin
platinum diletakkan dibawah permukaan sampel, kemudian perlahan diangkat
keatas sampai cincin terlepas dari permukaannya, jadi prinsip yang digunakan
adalah penentuan besarnya gaya untuk melepaskan cincin yang tercelup pada
suatu fluida cair. Satuan yang digunakan dalam mN/m (Cooper et al., 1980).
2.8. Tinjauan tentang Critical Micelle Concentration (CMC).
Molekul-molekul zat aktif permukaan (surfaktan) yang mempunyai bagian
gugus polar dan non-polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, maka molekul-molekul surfaktan dapat teradsorpsi pada permukaan dan
membentuk suatu lapisan monomolekuler. Bagian polar akan mengarah ke fluida
cair, sedangkan bagian non polar akan mengarah ke udara. Hal inilah yang dapat
mengakibatkan turunnya nilai tegangan permukaan air. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi, molekul-molekul surfaktan masuk kedalam air membentuk agregat
yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel ini mulai terbentuk
disebut konsentrasi misel kritis atau Critical Micelle Concentration (CMC).

17

2.9. Tinjauan tentang Aktivitas Emulsifikasi.


Emulsi merupakan suatu sistem larutan yang secara termodinamika tidak
stabil dan terdiri dari dua fase fluida yang tidak saling campur. Pengukuran emulsi
dapat dilakukan dengan menggunakan metode kerapatan optik / Optical Density
(OD) pada panjang gelombang 610 nm (Al-Mallah et al., 1990).
Aktivitas emulsifikasi suatu sistem larutan dapat diukur dengan
menggunakan metode Johnson et al., (1992).
AE = ODs Odc
Keterangan :
AE : aktivitas emulsifikasi
ODs : nilai OD emulsi supernatan dan senyawa hidrokarbon
ODc : nilai OD emulsi kontrol (air mineral sintetis) dan senyawa
hidrokarbon
2.10. Stabilitas Biosurfaktan terhadap Suhu dan pH.
Sifat

biosurfaktan

yang

dapat

mempengaruhi

efektivitas

dan

komersialisasi biosurfaktan yakni stabilitas suhu, pH dan kadar garam ( Mulligan


dan Gibbs, 1993 dalam Kosaric, 1993) dengan meningkatnya suhu, tegangan
permukaan zat cair semakin berkurang secara linier, karena gerakan molekulmolekul zat cair meningkat, sehingga energi kinetiknya semakin besar. Sedangkan
stabilitas biosurfaktan terhadap pH, penurunan pH sangat berpengaruh terhadap
polimer yang dihasilkan sehingga emulsi yang terbentuk menjadi tidak stabil.
Kenaikan pH tidak berpengaruh terhadap konsentrasi polimer.

2.11.

Metode Karakterisasi Oil Sludge.

18

2.11.1 Kromatografi Gas.


Kromatografi gas merupakan proses pemisahan campuran menjadi
komponen-komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase penggerak yang
melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang diam. Fase diam dapat berupa zat
padat yang dikenal dengan kromatografi gas-padat (GSC) dan zat cair sebagai
kromatografi gas-cair (GLC). Keduanya hamper sama kecuali dibedakan dalam
hal cara kerjanya. Pada GSC pemisahan berdasarkan adsorbsi sedangkan GLC
berdasarkan partisi.
Kromatografi gas digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif
terhadap cuplikan yang komponen-komponenya dapat menguap pada suhu
tertentu. Keuntungan kromatografi gas adalah waktu analisis yang singkat dan
ketajaman pemisahan yang tinggi (Yazid,E. 2005).
2.11.1.1 Prinsip Kerja Kromatografi Gas.
Gas pembawa (helium, argon atau nitrogen) dengan tekanan tertentu
dialirkan secara konstan melalui kolom yang berisi fase diam. Selanjutnya sampel
diinjeksikan kedalam injector (injection port) yang suhunya dapat diatur.
Komponen-komponen dalam sampel akan segera menjadi uap dan akan dibawa
oleh aliran gas pembawa melalui kolom. Komponen-komponen akan teradsorpsi
oleh fase diam pada kolom kemudian akan merambat dengan kecepatan bebeda
sesuai dengan nilai Kd masing-masing komponen sehingga terjadi pemisahan.

19

Gambar 2.10.1.1 Komponen Kromatografi Gas (Muttaqin, 2015)


Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah
spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi,
dimana Electron Impact ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum
digunakan (Agusta, 2000).
Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan massa suatu molekul
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa
Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)
3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola frakmentasinya
Ketika uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer
massa, maka zat ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini
mempunyai energi yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa
sehingga akan memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+).
Ion molekul cendrung tidak stabil dan terpecah menjadi frakmen-frakmen yang

20

lebih kecil. Frakmen-frakmen ini yang akan menghasilkan diagram batang


(Dachriyanus,2004).
Spektrometer mampu menganalisis cuplikan yang jumlahnya sangat kecil
dan menghasilkan data yang berguna mengenai struktur dan indentitas senyawa
organik. Jika efluen dari kromatofrafi gas diarahkan ke spektrometer massa, maka
informasi mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram
dapat diperoleh. Karena laju aliran yang rendah dan ukuran cuplikan yang kecil,
cara ini paling mudah diterapkan pada kolom kromatografi gas kapiler. Cuplikan
disuntikkan ke dalam kromatografi gas dan terkromatografi sehingga semua
komponenya terpisah. Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu
tertentu atau pada maksimum atau tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom.
Kemudian data disimpan di dalam komputer, dan dapat diperoleh hasil
kromatogram disertai integrasi semua puncak. Disamping itu, kita dapat
memperoleh spektrum massa masing-masing komponen. Spektrum ini dapat
dipakai pada indentifikasi senyawa yang pernah diketahui dan sebagai sumber
informasi struktur dan bobot molekul senyawa baru (Gritter, 1991).
Peningkatan penggunaan GC-MS banyak digunakan yang dihubungkan
dengan komputer dimana dapat merekam dan menyimpan data dari sebuah
analisis akan berkembang pada pemisah yang lebih efesien. Karena komputer
dapat diprogram untuk mencari spektra library yang langka, membuat
indentifikasi dan menunjukkan analisis dari campuran gas tersebut.

Anda mungkin juga menyukai