Anda di halaman 1dari 46

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta :

dr. Winda Utami Putri

Wahana Peserta:

RSUD Sungai Dareh

Topik :

Diare Akut Dehidrasi Sedang

Tanggal Kasus :

27 September 2013

Nama Pasien :

Olifia

Nomor RM :

Tanggal Presentasi :

Oktober

Pendamping :

Tempat Presentasi :

2013
RSUD Sungai Dareh

dr. Sudjito

Objektif Presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi :

Pasien bayi perempuan usia 7 bulan, datang diantar keluarga dengan keluhan

Tujuan :

BAB encer sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.


Mengidentifikasi penyebab,perjalanan penyakit, gejala, diagnosis dan tata

Bahan

laksana dari diare akut dehidrasi sedang


Tinjauan Pustaka
Riset

Kasus

Audit

Bahasan :
Cara

Diskusi

Email

Pos

Presentasi dan Diskusi

Membahas :
Data

Nama :

Olifia

No. Reg:

Pasien
Data Utama untuk bahan diskusi :
1 Diagnosis / Gambaran Klinis :
-

BAB encer sejak kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi > 6

kali sehari, jumlah + 1/4 gelas perkali, ampas(+) ,tidak berlendir, tidak berdarah
-

Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,terus menerus, tidak menggigil,
tidak berkeringat, tidak kejang.

Pasien masih mau menyusu sejak mencret, masih mau minum air dan lebih rewel
dari biasanya.

Saat ini pasien masih minum ASI tanpa tambahan susu formula

Muntah tidak ada

- BAK jumlah dan warna biasa


Riwayat Pengobatan : belum pernah berobat sebelumnya

Riwayat Kesehatan/Penyakit : pasien belum pernah mengalami diare sebelumnya.

Riwayat keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami diare saat ini

5
6

Riwayat Pekerjaan : Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : -

Lain-lain:
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 128 x/mnt

Nafas

: 48 x/mnt

Suhu

: 380C

Status Lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding :


Kulit

: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kembali lambat

Kepala

: Bentuk simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar cekung

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor, diameter pupil 2
mm, refleks cahaya +/+, mata cekung

Hidung

: Nafas cuping hidung (-)

Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Dada

:
Paru

: normochest, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada tidak ada

Pa

: fremitus kiri = kanan

Pk

: sonor

: napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung I

Abdomen

: Iktus tidak terlihat

Pa

: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe

: batas jantung dalam batas normal

: Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada

: tidak membuncit

Pa

: supel, turgor kembali lambat

Pe

: hipertimpani

: Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas

: akral hangat, refilling kapiler baik

Diagnosis Kerja

: Diare Akut dengan dehidrasi sedang

Pemeriksaan Penunjang :
Hb

: 10,2 gr/dl

Leukosit : 12.600 /mm3


Daftar Pustaka :
1

Sugianto S, 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Edi. Jakarta:
Salemba Medika, hlm: 73-91.

Depkes RI Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan


Pemukiman, 1999. Buku Ajar Diare Pegangan Mahasiswa. Jakarta. Depkes RI Ditjen

PPM dan PLP, hlm 4-8.


3

Markum AH. Penyakit Radang Usus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1.
Ed 1. Jakrata: FKUI, 2002. 448-462.

Mansjoer dkk, 2002. Diare Akut. Dalam Kapita Selekta Kedokteran, jilid 2, Ed 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI, hlm 470-478.

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak FKUI, 2002. Diare pada Bayi dan Anak. Dalam
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: Percetakan Infomedika. Jakarta,
hlm 283-294.

Behrman RE, Klegman, Arvin, 2000. Sistem Saluran Pencernaan Dalam Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Vol 2. Ed 15. Jakarta: EGC, hlm 1270-1428.

Sub Bag Ilmu kesehatan Anak FK UNPAD, 2005. Diare Akut Dalam Buku Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 3. Bandung, hal 271-278

Hasil Pembelajaran :
1

Diagnosis diare akut dehidrasi sedang.

Identifikasi etiologi dari diare akut.

Mekanisme perjalanan penyakit diare akut.

Penanganan diare akut dehidrasi sedang di Rumah Sakit.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


Subjektif :
-

BAB encer sejak kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi > 6
kali sehari, jumlah + 1/4 gelas perkali, ampas (+) ,tidak berlendir, tidak berdarah

Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, terus menerus, tidak menggigil,
tidak berkeringat, tidak kejang.

Pasien masih mau menyusu sejak mencret, masih mau minum air dan lebih rewel
dari biasanya.

Saat ini pasien masih minum ASI tanpa tambahan susu formula.

Muntah tidak ada

BAK jumlah dan warna biasa

Objektif :
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 128 x/mnt

Nafas

: 48 x/mnt

Suhu

: 380C

Kulit

: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kembali
lambat

Kepala

: Bentuk simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar


cekung

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil isokhor, diameter pupil 2


mm, refleks cahaya +/+, mata cekung

Mulut

: Mukosa mulut dan bibir kering

Abdomen I

: tidak membuncit

Pa : supel, turgor kembali lambat


Pe : hipertimpani
A : Bising Usus (+) Normal
Ekstremitas

: akral hangat, refilling kapiler baik

Leukosit

: 12.600 /mm3

Assesment :
Diare dapat disebabkan oleh infeksi enteral oleh virus, bakteri, ataupun parasit,
malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan protein, makanan basi, beracun, atau alergi terhadap
makanan tertentu, adanya imunodefisiensi, dan psikologis berupa rasa takut dan cemas yang
walaupun jarang tetapi dapat menimbulkan diare pada anak. Pada pasien ini diare
kemungkinan disebabkan oleh infeksi enteral, didukung oleh adanya peningkatan leukosit

pada pemeriksaaan laboratorium darah. Penyebab lain dapat disingkirkan karena menurut
orangtua pasien hingga saat ini masih mengkonsumsi ASI eksklusif.
Derajat dehidrasi menurut WHO:
1

Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 4-5% berat badan atau sekitar 40-50 ml/kg BB.

Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 6-9% berat badan atau sekitar 60-90 ml/kg BB.

Dehidrasi berat: kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan atau sekitar 100-110
ml/kg BB.
Penilaian derajat dehidrasi sedang pada pasien ini ditetapkan berdasarkan keadaan

klinis pasien yaitu ubun-ubun besar cekung, mata cekung, mukosa dan bibir kering, turgor
kembali lambat.
Penilaian derajat dehidrasi:
Penilaian
Lihatlah
umum
Mata
Air mata
Mulut/lidah
Haus
Periksalah

A
keadaan Baik/sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa
turgor Kembali cepat

kulit
Kesimpulan

B
C
Gelisah atau lekas Lesu/ lunglai/ tidak
marah*
Cekung
Tidak ada
Kering
Haus*
Kembali lambat*

sadar
Sangat cekung
Kering
Sangat kering
Tidak mau minum*
Kembali
sangat
lambat

Tidak dehidrasi

Dehidrasi
ringan/sedang

(1

tanda * + atau lebih


Terapi

Rencana A

tanda lain)
Rencana B

Dehidrasi berat (1
tanda * + atau lebih
tanda lain)
Rencana C

Prinsip pengobatan diare:


1

Mencegah dehidrasi
Terapi rencana A adalah memberikan cairan rumah tangga dan ASI semaunya, oralit

diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis:
-

kurang dari 1 tahun : 50-100 cc

1-5 tahun :100-200 cc

Lebih dari 5 tahun : semaunya

Terapi rencana B diberikan apabila pasien jatuh pada keadaan dehidrasi ringan-sedang,

dengan pemberian oralit atau cairan intravena sebanyak 75 cc/kg BB dalam 3-4 jam pertama
dilanjutkan pemberian cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali
buang air besar.
Terapi rencana C merupakan untuk pasien dengan dehidrasi berat dengan cairan RL
100 cc/kgBB. Cara pemberiannya:
-

Umur kurang dari 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama kemudian dilanjutkan
70 cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya.

Umur lebih 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 30 menit pertama kemudian dilanjutkan 70


cc/kgBB dalam 21/2 jam berikutnya.

Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi.
2

Pengobatan dietetic
Makanan harus terus ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada

status gizi
a

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
Susu (ASI dan atau susu formula ynag mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tak jenuh)
Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim)
bila anak tidak mau minum susu.
Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu
dengan asam lemak berantai sedang/tak jenuh sesuai dengan kelaiann
yang ditemukan.

Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg, jenis makanan:
makanan padat atau makanan cair atau susu sesuai dengan kebiasaan makan
di rumah.

Obat-obatan
a

Pengobatan simptomatik

Antibiotika, pada umumnya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut


kecuali penyebabnya jelas, seperti:

Diare disentri Kotrimoksazol 50mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis


selama 5 hari, atau
Kloramfenikol/tiamfenikol 50mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis
Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari diberikan dalam 4
dosis selama 2-3 hari
Amoeba,

Giardia,

Kriptosporidium

Metronidazol

30-50

mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)
Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kg BB/hari
Plan :
Diagnosis : diare akut dehidrasi sedang
Pengobatan :
-

IVFD Kaen 3B 8 gtt/i

Renalit (tiap muntah/BAB)

Zinkid Syrup 1x20 mg

PCT Syrup 3x1 cth

Dialac 1x1 sachet

Rawat Anak

Pendidikan :
-

Memberikan edukasi khususnya kepada keluarga mengenai faktor penyebab diare pada
anak, dan penatalaksanaan awal yang tepat.

ASI diteruskan, karena ASI telah terbukti memperbaiki pasien diare. ASI mempunyai
nutrisi yang lengkap dan anti infeksi untuk mencegah diare berlanjut.

Menjelaskan pentingnya hygiene dan sanitasi dalam pencegahan diare.

Konsultasi
Konsultasi dilakukan dengan spesialis penyakit anak untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dirujuk.

Portofolio
Nama Peserta: dr. Winny Anggreni Korayan
Nama Wahana: RS Prof.Dr. V.L. Ratumbuysang Manado
Topik: Scabies
Tanggal
(kasus):
Desember
2014 Ny. RM
Nama Pasien:

29

Tanggal Presentasi:
Januari 2015

30 Nama Pendamping: dr. Janny I. Adam

Tempat Presentasi: RS Prof.Dr. V.L. Ratumbuysang Manado


Obyektif Presentasi:
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik
Neonatus

Manajemen

Bayi

Anak

Masalah

Remaja

Istimewa

Dewasa

Bumil

Lansia

Deskripsi: Perempuan, 44 tahun, gatal pada tangan, perut, punggung, dan


kaki yang semakin bertambah pada malam hari.
Tujuan: mencari dan mengatasi penyebab, mencegah terjadinya infeksi
sekunder, memberikan edukasi tentang higiene pribadi dan
lingkungan, melakukan pengobatan semua anggota keluarga.
Bahan
bahasan:
Cara
membahas:
Data pasien:

Tinjauan
Pustaka
Diskusi

Riset

Kasus

Presentasi dan
diskusi

Ny. RM, 44 tahun

Audit

Email

Pos

Nomor Registrasi: -

Nama RS: RS Prof.Dr. Telp: Terdaftar sejak: 29 Desember 2014


V.L.
Ratumbuysang
Data utama untuk bahan diskusi:
1

Diagnosis:
Scabies
Gambaran Klinis:
Gatal pada tangan, perut, punggung, dan kaki. Keluhan dirasakan sejak 1
bulan yang lalu. Awalnya gatal dirasakan pada sela-sela jari tangan kiri dan
meluas ke tangan kanan. Gatal kemudian menjalar ke daerah perut, punggung,
dan kedua kaki. Keluhan gatal semakin bertambah pada malam hari.

Riwayat Pengobatan:
Belum ada

Riwayat kesehatan/Penyakit:
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.

Riwayat keluarga:
Suami dan kedua anaknya memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat pekerjaan:
Ibu rumah tangga

Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN):


Pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya di rumah pribadi. Pasien
tidur bersama suami dan kedua anaknya dalam 1 kamar dan menggunakan
handuk secara bersama-sama.

7 Lain-lain :
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis : Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Respirasi
: 18 x/menit
Suhu
: 36,5 C
Status Dermatologis
:
Distribusi : Regional
Ad Regio

: Torakalis Posterior, Abdominalis, Palmaris et Dorsalis

Manus et Pedis Bilateral, Interdigitalis Manus et Pedis Bilateral.


Efloresensi : papul eritematosa, multiple, diskret, pustul, ekskoriasi,
skuama halus.
Pemeriksaan Laboratorium : - (tidak tersedia)

Daftar Pustaka:

1 Handoko RH. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin, Ed 5. Jakarta: FKUI; 2007, Hal 122-5.
2 Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies, other mites, and Pediculosis. In: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al., editors. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine, 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012, P 2569-78.
3 James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Andrews Diseases of the Skin Clinical
Dermatology, 11th. Elsevier; 2011, P 442-4.
4 Schneiderman PI, Grossman ME. A Clinicians Guide to Dermatologic
Differential Diagnosis Volume 2 The Atlas. United Kingdom: Informa; 2006.
5 Siregar RS. Penyakit Kulit karena Parasit dan Insekta. Dalam: Siregar RS. Atlas
Berwarna saripati Penyakit Kulit, Ed 2. Jakarta: EGC; 2005, Hal 164-7.

Hasil Pembelajaran:

1
2
3
4

Penegakkan diagnosa scabies.


Penatalaksanaan scabies.
Edukasi kepada pasien dan keluarga
lingkungan.
Pengobatan semua anggota keluarga.

tentang

higiene

pribadi

dan

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1 SUBYEKTIF:
Keluhan Utama : Gatal pada tangan, perut, punggung, dan kaki yang dirasakan
menghebat pada malam hari.
Keluhan Tambahan

:-

Gatal pada tangan, perut, punggung, dan kaki. Keluhan dirasakan sejak 1
bulan yang lalu. Awalnya gatal dirasakan pada sela-sela jari tangan kiri dan
meluas ke tangan kanan. Gatal kemudian menjalar ke daerah perut, punggung,
dan kedua kaki. Keluhan gatal semakin bertambah pada malam hari. Suami dan

kedua anak pasien mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Pasien tidur
dan menggunakan handuk secara bersama dengan suami dan anak-anaknya.
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.
2 OBJEKTIF:
Status Generalis
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Respirasi

: 18 x/menit

Suhu

: 36,5 oC

Status Dermatologis :
Distribusi : Regional
Ad Regio : Torakalis Posterior, Abdominalis, Palmaris et Dorsalis Manus et
Pedis Bilateral, Interdigitalis Manus et Pedis Bilateral.
Efloresensi: papul eritematosa, multiple, diskret, pustul, ekskoriasi, skuama
halus.
3 ASSESSMENT (Penalaran Klinis):
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
tungau Sarcoptes Scabiei var hominis dan produknya pada tubuh. Penyakit ini
disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo,
budukan atau penyakit ampera.
Epidemiologi :
Terdapat banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara
lain sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan demografi serta ekologik. Scabies dapat digolongkan dalam Penyakit
akibat Hubungan Seksual. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan
perseorangan dan lingkungan. Penyakit ini juga sering menyerang orang yang

tinggal secara bersama-sama di suatu tempat yang relatif sempit, seperti orangorang yang tidur bersama di satu tempat tidur, asrama, serta fasilitas umum yang
dipakai bersama. Tidak terdapat perbedaan frekuensi pada pria dan wanita, serta
menyerang semua umur dan ras. Prevalensi bervariasi terutama pada beberapa
negara berkembang dengan prevalensi 4% sampai 100% dari populasi keseluruhan.
Etiopatogenesis :
Scabies muncul sebagai akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei var hominis dan produknya. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda,
kelas Arachnida , ordo Ackarina, super famili Sarcoptes. Secara morfologik tungau
ini berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata, translusen,
berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Betina berukuran 330-450 mikron x 250350 mikron, sedangkan jantan berukuran lebih kecil, yaitu 200-240 mikron x 150200 mikron. Bentuk dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai
alat untuk melekat dan 2 pasang kaki lainnya pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
berakhir dengan alat perekat.
Setelah kopulasi yang terjadi diatas kulit, yang jantan akan mati, kadangkadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina.
Tungau betina yang sudah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum,
dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4
butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari,
dan mempunyai larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal
dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh
siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu sekitar 8-12
hari dan siklus tersebut akan terulang lagi. Terowongan-terowongan yang lama akan
menyebuh, sedangkan ditempat yang lain akan terbentuk terowongan-terowongan
baru. Terowongan- terowongan tampak sedikit meninggi, keabu-abuan, garis
berkelok-kelok

pada

kulit.

Bekas

terowongan-terowongan

meninggalkan gambaran hiperpigmentasi dan tidak berskuama.

tersebut

akan

Erupsi

kulit

bervariasi,
tergantung

pada

lamanya

infestasi,

sensitisasi
sebelumnya,

dan

pengobatan
sebelumnya.

Selain

itu bergantung pula


pada iklim dan status
imunologis

hospes.

Likenifikasi, impetigo,
dan
dapat

furunkulosis
terlihat.

bulosa

Lesi
dapat

mengandung banyak
eosinofil,

serupa

dengan

pemfigoid

bulosa.

Temuan

imunofloresens
positif

juga

harus

dicatat. Scabies juga


dapat serupa dengan
histiosis

sel

langerhans. Misdiagnosis dapat menuntun pada pengobatan sistemik dengan agenagen toksik.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas
dari lokasi tungau.

Scabies dapat menular melalui kontak langsung misalnya berjabat tangan,


tidur bersama dan kontak seksual; kontak tidak langsung misalnya melalui pakaian,
handuk, sprei, bantal, dan lain-lain. Penularan biasanya terjadi oleh Sarcoptes
scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Terdapat
pula Sarcoptes scabiei var animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia,
terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang seperti anjing. Scabies
biasanya didapat dengan kontak personal dekat.
Skrining untuk penyakit menular seksual juga dapat dilakukan. Sensitisasi
dimulai sekitar 2-4 minggu setelah onset infeksi. Selama waktu ini parasit dapat
terdapat pada kulit dan mulai menggali terowongan tanpa menyebabkan gatal
maupun rasa tidak nyaman. Gatal hebat mulai dengan sensitisasi hospes. Pada
reinfeksi, gatal dimulai dalam beberapa hari dan reaksi dapat lebih intens. Gatal
mulai menghebat pada malam hari, dimana selama siang hari gatal dapat ditolerir
meskipun persisten. Erupsi tidak melibatkan daerah wajah atau scalp pada orang
dewasa. Pada wanita, gatal pada puting susu dengan erupsi papul generalisata
merupakan karakteristik scabies; pada pria, papul-papul gatal pada skrotum dan
penis sama khususnya. Ketika lebih dari satu anggota keluarga memiliki gejala
gatal, kecurigaan terhadap scabies meningkat.

Gambaran Klinis dan Diagnosis :


Terdapat 4 tanda kardinal dari scabies, dimana diagnosis dapat ditegakkan
dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut atau menemukan tanda
kardinal ke-4.

Pruritus nokturnal, artinya


gatal pada malam hari yang
disebabkan

karena

aktifitas

tungau yang lebih tinggi pada


suhu yang lembab dan panas.
b

Penyakit

ini

menyerang

manusia

secara

kelompok,

misalnya

dalam

sebuah

keluarga

biasanya

seluruh

anggota

keluarga

terkena

infeksi.

Begitu

pula

dalam

sebuah perkampungan yang


padat
perkampungan

penduduknya,
yang

padat

penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh


tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak
memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
c

Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang


berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi). Tempat predileksinya biasanya merupakan
tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mamme (wanita), umbilikus,
bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d

Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.


Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Pemeriksaan Penunjang :
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis scabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit
ditegakkan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan
produknya, yaitu :
a

Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan
untuk

mengangkat

atap

papula

atau

kanalikuli.

Bahan

pemeriksaan

diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa
dibawah mikroskop.
b

Mengambil tungau dengan jarum


Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya
kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian.

Tes tinta pada terowongan (Burrow Ink Test)


Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tinta hitam. Papul scabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama
20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan
tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena
akumulasi tinta di dalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk
gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.

Membuat biopsi irisan (Epidermal Shave Biopsy)


Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak

berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan
minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
e

Biopsi eksisional dengan pewarnaan HE

Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan
cepat. Selotip dilekatkan pada gelas objek kemudian diperiksa dengan
mikroskop.

Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit

merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar
pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
a

Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.

Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.

Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.

Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superfisial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun
karena

sulitnya

menemukan

tungau

maka

diagnosis

scabies

harus

dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal


yang menetap.
Diagnosis Banding :
Penyakit scabies merupakan the great immitator karena dapat menyerupai banyak
penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding ialah prurigo,
pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain-lain.

Penatalaksanaan Scabies :
a

Non-Farmakologi :
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan
kebersihan diri dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk mencegah
penyebaran penyakit

ini dapat dilakukan dengan cara :

Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
Higiene

perorangan

penderita

harus

mandi

bersih,

bila

perlu

menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang


akan dipakai harus disetrika. Semua pakaian, handuk, sprei, selimut yang
telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam
dengan air panas.
Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, bantal, kasur
harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari.
Semua peralatan pribadi dan rumah tangga harus dibersihkan sebelum
dimulainya penanganan farmakologi.
b Farmakologi :
Cara pengobatan scabies ialah dengan melakukan pengobatan kepada
seluruh anggota keluarga. Syarat obat yang ideal ialah :
Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
Mudah diperoleh dan harganya murah.

Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam


bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur.
Preparat ini juga berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang
dapat menimbulkan iritasi. Preparat ini dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.

Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,


diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1%


dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua

stadium,

mudah

digunakan,

dan

jarang

memberi

iritasi.

Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi


seminggu kemudian. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6
tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat.
4

Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti scabies dan anti gatal. Harus dijauhkan
dari mata, mulut, dan uretra.

Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan


gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah
10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dilanjutkan
pada bayi di bawah umur 2 bulan.

Komplikasi :
Bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu sampai bulan erupsi dapat
berbentuk limfangitis, impetigo, ektima, selulitis, folikulitis, dan furunkel. Pada anak
sering terjadi glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan
preparat antiscabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian
yang terlalu sering. Salep sulfur dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan
dermatitis bila digunakan terus menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis.
Pemakain antiscabies seperti gamma benzena heksa klorida yang berlebihan dan
sering dapat menimbulkan dermatitis iritan. Hati-hati terhadap penggunaan benzil
benzoas pada genitalia pria. Dapat timbul infeksi sekunder sistemik seperti
pielonefritis, abses, internal, pneumonia piogenik, dan septikemia.

Prognosis :
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan

dapat

menghilangkan

faktor

predisposisi,

maka

penyakit

memberikan prognosis yang baik.

4 PLAN:
Diagnosis :
Scabies
Pengobatan :
Krim Permetrin 5% diolesi pada seluruh badan dan dicuci 10 jam kemudian.
Loratadin 10mg, 1x1 tablet.
Semua anggota keluarga harus diperiksa dan diberi pengobatan.
Edukasi higiene pribadi dan lingkungan

ini

PORTOFOLIO 1
No. ID dan Nama Peserta : dr. Artamty Sastry Ayulendry
No. ID dan Nama Wahana : BANGKALAN
Topik : BRONKOPNEUMONIA
Tanggal Kasus : 22 Februari 2013
Nama Pasien : An. A /10 bln
No. RM :410XX
Tanggal Presentasi : 12 oktober 2012
Pendamping : dr. Mahrus
Tempat presentasi : Ruang Pertemuan Komite Medik
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Tinjauan pustaka
Penyegaran
Manajemen
Masalah
Istimewa
Diagnostik
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Bumil
Lansia
Deskripsi
Tujuan
Bahan bahasan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
Pustaka
Cara membahas
Diskusi
Presentasi &
E-mail
Pos
diskusi
Data Pasien

Nama : An. A

No. Registrasi :
410XX
Terdaftar sejak

Nama Klinik :
Telp.
Data Utama untuk bahan diskusi
1 Diagnosis / Gambaran Klinis :
KELUHAN UTAMA : Sesak napas. Pasien datang ke UGD RS. Syarifah
Amabami Rato Ebu dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, batuk timbul terus menerus, tidak dipengaruhi cuaca,
aktivitas, waktu maupun posisi tubuh, tidak disertai dengan suara napas
berbunyi. Riwayat tersedak sebelum timbul sesak napas tidak ada. Keluhan
ini baru pertama kali dialami dan bibir terlihat agak kebiruan. Dan keluhan
dirasa semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Tiga hari sebelum sesak, pasien mengeluh pilek dan batuk berdahak
yang sulit dikeluarkan, tidak disertai keringat malam dan bersifat tidak terus
menerus. Keluhan disertai demam tinggi yang timbul mendadak dan terus
menerus, tidak menggigil dan tidak kejang. Karena keluhan tersebut pasien
dibawa oleh ibunya ke bidan dan diberikan 3 macam obat dan salah satunya

adalah obat penurun panas, tetapi tidak ada perubahan. BAB dan BAK
lancar

Diagnosis: Bronkopneumonia
2. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan
keluhannya saat ini
3. Riwayat Kesehatan : Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat keluarga : Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit
seperti ini
5. Riwayat Kehamilan : Ibu pasien teratur memeriksakan kehamilannya ke bidan,
tidak ada keluhan yang berarti selama kehamilannya.
6. Riwayat Persalinan : Bayi lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis,
berat badan lahir 3100 gram, panjang 49 cm. Pasien anak pertama di keluarga ini
7. Riwayat Imunisasi
BCG
: 1x, umur 1 bulan
Polio
: 4x, umur 1 hari, 2,3,4 bulan
DPT
: 3x, umur 2,3,4 bulan
Campak : 1x umur 9 bulan
Hepatitis B : Belum pernah
8. Riwayat Makanan
Umur : 0 - 4 bulan : ASI + Susu formula
4 - 5 bulan : ASI + Susu formula + Bubur susu + Buah
6 10 bulan : Susu formula + Bubur susu + Buah + Nasi tim saring
9. Lain2 :
Daftar Pustaka
1. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan I.
2. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Depkes.
3. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor Satu. Diunduh dari :
(http://www.kematian.biz/pdf/article/health/pneumonia-penyebab-kematian-balitanomor-satu.pdf
4.Askep
pada
Anak
dengan
Bronkopneumonia.
Diunduh
dari
:
(http://hanikamioji.wordpress.com)
5. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga Press Surabaya
6. Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI
7. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Airlangga Press
Surabaya
8. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Hasil Pembelajaran
1

Definisi Bronkopneumonia

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Etiologi Bronkopneumonia
Epidemiologi Bronkopneumonia
Klasifikasi Bronkopneumonia
Patogenesis Bronkopneumonia
Stadium Bronkopneumonia
Manifestasi Klinis Bronkopneumonia
Penegakan Diagnosis Bronkopneumonia
Pengobatan Bronkopneumonia
Komplikasi Bronkopneumonia
Prognosis Bronkopneumonia

SUBYEKTIF : (Heteroanamnesa dari Ibu kandung pasien)


Keluhan utama : Sesak napas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke UGD RS. Syarifah Amabami Rato Ebu dengan
keluhan sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
timbul terus menerus, tidak dipengaruhi cuaca, aktivitas, waktu
maupun posisi tubuh, tidak disertai dengan suara napas berbunyi.
Riwayat tersedak sebelum timbul sesak napas tidak ada. Keluhan ini
baru pertama kali dialami dan bibir terlihat agak kebiruan. Dan keluhan
dirasa semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Tiga hari sebelum sesak, pasien mengeluh pilek dan batuk
berdahak yang sulit dikeluarkan, tidak disertai keringat malam dan
bersifat tidak terus menerus. Keluhan disertai demam tinggi yang
timbul mendadak dan terus menerus, tidak menggigil dan tidak
kejang. Karena keluhan tersebut pasien dibawa oleh ibunya ke bidan
dan diberikan 3 macam obat dan salah satunya adalah obat penurun
panas, tetapi tidak ada perubahan.

OBYEKTIF

PEMERIKSAAN FISIK (22 Februari 2013)

Keadaan umum

Pasien tampak lemah


KU

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis


Vital Sign
Suhu badan (aksiler)

: 38,5 C

Nadi

: 150 kali /menit, teratur, kuat

Pernapasan
BB
Status gizi

: 68 kali /menit
: 9,2 kg
: cukup

Kepala/Leher

Kepala

: a/i/c/d -/-/-/UUB : Rata, tidak cekung


Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Mata cowong (-), edema palpebral (-),kornea jernih, lensa jernih, refleks
cahaya (+/+).
Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (+),
sekret (+)
Mulut : Bibir tidak kering, sianosis (+), lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1 tenang.

Leher

: PKGB (-), JPV (-)

Thorax
Umum
Bentuk : normal, Simetris
Kulit
: tidak ditemukan kelainan
Axilla : tidak ditemukan kelainan
Retraksi intercostal (+)

Paru
ANTERIOR
Kiri
Kanan
Inspeks Pergerakan Pergerakan

POSTERIOR
Kiri
Kanan
Pergerakan Pergerakan

pernafasan

pernafasan

pernafasan

pernafasan

Palpasi

simetris
Fremitus

simetris
Fremitus

simetris
Fremitus

simetris
Fremitus taktil

taktil
Perkusi
Auskult
asi

= taktil = kiri

kanan
Sonor
Bronkovesik
uler
Ronkhi
basah halus
(+)
Wheezing
(-)

taktil

= = kiri

kanan
Sonor
Sonor
Bronkovesik Bronkovesik
uler
uler
Ronkhi
Ronkhi
basah halus basah halus
(+)
(+)
Wheezing
Wheezing
(-)

Sonor
Bronkovesikul
er
Ronkhi basah
halus (+)
Wheezing (-)

(-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultas
i

Iktus cordis: tidak tampak


Iktus: teraba, di ICS V MCL sinistra (Apex)
Thrill: tidak didapat
Batas kanan: ICS III-IV Parasternal line dextra
Batas kiri: ICS V, 1 cm lateral MCL sinistra
S1, S2: tunggal
Suara Tambahan: tidak didapat (murmur (-),
gallop (-) )

Abdomen
- Inspeksi

: Datar, simetris

- Palpasi

: Supel, turgor cukup, hepar dan lien tidak teraba.

- Perkusi

: Timpani.

- Auskultasi : Bising usus (+) normal.


Extrimitas
Atas

Bawa
h

Umum:
-Akral: Hangat, kering, merah
-Tidak didapat deformitas
-Eritema Palmaris: tidak didapat
Sendi: tidak didapat kelainan
Kuku: tidak didapat kelainan, CRT<2
Umum:
-Akral: Hangat, kering, merah
-Tidak didapat deformitas
Edema: -, CRT<2

Genitalia
Perempuan, tidak ada kelainan

ASESSMENT
Bronkopneumonia

PLAN
Diagnosis :
Pemeriksaan laboratorium: DL
Pemeriksaan radiologis
: Foto Thorax AP
Pengobatan :
Non Farmakologis
- Bed Rest
Farmakologis
1 Pasang O2 3 liter per menit

2 Nebulizer ampul combivent ( 1,2 cc )


3 Infus KAEN 4B 13-15 tts/menit (makro drip)
4 Inj. Taxegram 2 x 200 mg IV
5 Inj. Santagesic 3 x 0,3 cc IV
6 Inj. Kalmethason 3 x ampul ( 2mg ) IV
7 Diet makanan lunak
Kalori : 680 Kkal/hari
Protein : 13,6 gr/hr
Pendidikan :
a Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan
yang akan dikukan, prognosa dan pengobatan
b Memotivasi keluarga pasien untuk meminumkan obat teratur
kepada pasien

Konsultasi :
Konsul dokter spesialis anak

Kontrol :
Klinis : keadaan umum dan keluhan sesak
Vital sign: GCS, nadi, RR, temp

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


Subjektif
Sesak nafas
Tiga hari sebelum sesak, pasien mengeluh pilek dan batuk berdahak
yang sulit dikeluarkan, tidak disertai keringat malam dan bersifat tidak
terus menerus. Keluhan disertai demam tinggi yang timbul mendadak
dan terus menerus, tidak menggigil dan tidak kejang. Karena keluhan
tersebut pasien dibawa oleh ibunya ke bidan dan diberikan 3 macam
obat dan salah satunya adalah obat penurun panas, tetapi tidak ada
perubahan. sesak napas tidak dipengaruhi cuaca, aktivitas, waktu
maupun posisi tubuh, tidak disertai dengan suara napas berbunyi.
Riwayat tersedak sebelum timbul sesak napas tidak ada. Keluhan ini
baru pertama kali dialami dan bibir terlihat agak kebiruan. Dan keluhan
dirasa semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Objektif
Dari pemeriksaan fisik, dan anamnesa riwayat perjalanan penyakit

mendukung diagnosis Bronkopneumonia


Frekuensi pernapasan 68x/menit
Demam dimana temperatur 38,50C
Pernafasan cuping hidung (+)
Retraksi intercostal (+)
Pada auskultasi didapatkan bronkovesikuler, ronkhi basah
halus (+)seluruh lapangan paru
Assessment
Pneumonia itu sendiri merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh
infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya
konsolidasi

sebagian

dari

salah

satu

atau

kedua

paru.

Sedangkan

bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis merupakan peradangan


pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercakbercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan
bronkiolus terminal. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan
gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia
yang terletak pada alveoli paru. Bronkopneumonia lebih sering menyerang
bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih
belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab
tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus
pneumoniae

dan

Haemophilus

influenzae.

Anak

dengan

daya

tahan

terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa


anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain
faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini,
misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang
tidak sempurna.
Penderita datang dengan keluhan utama sesak nafas. Dari keluhan ini
dapat

dipikirkan

adanya

kelainan

pada

paru-paru,

jantung,

kelainan

metabolic seperti asidosis dan uremia serta adanya kelainan di otak. Dari
heteroanamesis tidak didapatkan keluhan BAK sehingga kemungkinan
kelainan

metabolic

dapat

disingkirkan.

Dari

pemeriksaan

fisik

tidak

didapatkan

penurunan

kesadaran

sehingga

kelainan

disentral

dapat

disingkirkan, selain itu dari hasil pemeriksaan pada jantung didapatkan


dalam batas normal sehingga kelainan pada jantung dapat disingkirkan. Oleh
karena itu dapat dipastikan merupakan kelainan pada paru.
Dari

heteroanamesa

didapatkan

pasien

mengalami

batuk

serta

demam, sehingga dapat dipikirkan adanya suatu penyakit infeksi. Selain itu,
didapatkan ronki basah halus nyaring dan frekuensi pernapasan meningkat
yang

khas

untuk

gejala

bronkopneumonia,

sehingga

diagnosis

bronkopneumonia pada pasien ini dapat ditegakkan.


Terapi untuk pasien ini diberikan O2 nasal 2-3 liter/menit karena pasien
mengalami sesak nafas. Dilakukan stop oral pada pasien ini dan pemberian
ASI lewat NGT karena dikhawatirkan terjadi aspirasi karena pasien masih
sesak
Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo ad vitam dan
functionam karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat
serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.

Plan
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium: DL
Pemeriksaan radiologis : Foto thorax AP

Terapi
Non Farmakologis
- Bed Rest

Farmakologis
1 Pasang O2 3 liter per menit
2 Nebulizer ampul combivent ( 1,2 cc )

3 Infus KAEN 4B 13-15 tts/menit (makro drip)


4 Inj. Taxegram 2 x 200 mg IV
5 Inj. Santagesic 3 x 0,3 cc IV
6 Inj. Kalmethason 3 x ampul ( 2mg ) IV
7 Diet makanan lunak
Kalori : 680 Kkal/hari
Protein : 13,6 gr/hr
Pendidikan :
a Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang
akan dikukan, prognosa dan pengobatan
b Memotivasi keluarga pasien untuk meminumkan obat teratur kepada
pasien

Konsultasi :
Konsul dokter spesialis Anak

Kontrol :
Klinis : keadaan umum dan keluhan sesak
Vital sign: GCS, Tensi darah, nadi, RR, temp

Bangkalan, 12 Oktober 2012


Peserta
Pembimbing

(dr. Artamty Sastry A.)

(dr. Mahrus)

Borang Portofolio Kasus Medis


No. ID dan Nama Peserta
2010.02.01.63/ dr. Dian Rosanti Khalid
No. ID dan Nama Wahana
RSUD Kota Padang Panjang
Topik
Oxyuriasis
Tanggal (kasus)
03 Maret 2010
Nama Pasien
M. R
No. RM
2876
Tanggal Presentasi
10 April 2010
Pendamping
dr. Endayani T, MPH
Tempat Presentasi
Ruang Konfrens RSUD Kota Padang Panjang
Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Anak, laki-laki, usia 3 tahun, datang dengan keluhan gatal pada anus sejak 7 hari
Deskripsi
yang lalu
Tujuan
Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahan Oxyuriasis
Bahan
Tinjauan Pustaka
Riset
Audit
Bahasan
Kasus
Cara
Membahas
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Data Pasien
Nama : M. R
No. Registrasi : 2876
Nama RS : RSUD Kota Padang Panjang
Telp :
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

2
3
4
5
6

7
8

Diagnosis / Gambaran Klinis : Oxyuriasis, gatal pada anus sejak 7 hari yang lalu, terutama
pada malam hari, ibu pasien pernah melihat cacing kecil berwarna putih keluar dari anus
pasien. Pasien rewel dan nafsu makannya menurun.
Riwayat Pengobatan : Sudah mendapatkan Pirantel Pamoat 1 1/5 tablet, tetapi belum ada
perbaikan.
Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya.
Riwayat Keluarga : Anak kedua dari 2 orang bersaudara, tinggal bersama orang tua. Kakak
pasien menderita sakit seperti ini 3 minggu sebelum pasien.
Riwayat Pekerjaan : Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama orang tua dan 1 orang kakak, rumah
semi permanen, ventilasi kurang baik, hygiene dan sanitasi kurang baik, jarak rumah dengan
rumah tetangga dekat.
Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) : lengkap.
Lain-lain : -

Daftar Pustaka :
1
Buku Parasitologi Kedokteran FKUI.
2
Buku Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2008.
Hasil Pembelajaran :
1 Diagnosis Oxyuriasis.
2 Edukasi mengenai faktor resiko yang menyebabkan terjadinya penyakit Oxyuriasis.
3 Tata laksana pasien Oxyuriasis.
4 Pencegahan penyakit Oxyuriasis dari segi lingkungan.
5 Edukasi pada orangtua tentang Oxyuriasis.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1 Subjektif :
Gatal pada anus sejak 7 hari yang lalu. Gatal terutama dirasakan pada malam hari.
Ibu pasien pernah melihat cacing keluar dari anus pasien saat pasien mengeluhkan
gatal pada malam hari. Cacing berukuran kecil, tipis, dan berwarna putih. Ibu
kemudian membawa pasien berobat ke Poskeskel dekat rumah pasien. Pasien
mendapat obat Pyrantel Pamoat 2 tablet. Pasien disuruh memakan 1 1/5 tablet,
tetapi pasien hanya makan 1 tablet. Karena keluhan masih dirasakan pasien, ibu
pasien membawa pasien berobat ke puskesmas.
Tidur kurang sejak 7 hari yang lalu.
Pasien menjadi lebih rewel dan kurang nafsu makan.
Demam tidak ada.
Batuk tidak ada.

Sesak nafas tidak ada.


Keluar cacing melalui mulut atau hidung tidak ada.
Mual tidak ada.
Muntah tidak ada.
Sakit perut tidak ada.
Gatal pada tempat lain tidak ada.
BAK jumlah dan warna biasa.
BAB warna dan konsistensi biasa.
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga: kakak pasien menderita sakit seperti ini 3 minggu
yang lalu.
Riwayat kehamilan ibu : selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat,
kontrol secara teratur, hamil cukup bulan.
Riwayat persalinan : Lahir spontan ditolong bidan, saat lahir langsung menangis
kuat, berat badan lahir 3400 gram, panjang badan 46 cm, tidak ada riwayat kejang,
biru, dan kuning saat lahir.
Riwayat imunisasi : lengkap
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama orang tua dan 1 orang
kakak, rumah semi permanen, ventilasi kurang baik, hygiene dan sanitasi kurang
baik, jarak rumah dengan rumah tetangga dekat.
2 Objektif :
a. Vital sign
KU : sakit sedang
Kesadaran : sadar/aktif
Frekuensi nadi: 84 x/menit
Frekuensi nafas: 14 x /menit
Suhu : 37,5 0C
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 92 cm
sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)

b. Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
2 mm, refleks cahaya +/+ Normal.
THT : Tidak ada kelainan.
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah.

Leher : Tidak ada kelainan.


KGB
: Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan inguinal.
Thoraks : Jantung dan paru dalam batas normal.
Abdomen
Inspeksi
: tidak membuncit.
Palpasi
: distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi
: timpani.
Auskultasi
: bising usus (+) Normal.
Punggung
: Tidak ada kelainan.
Alat kelamin : Tidak ada kelainan.
Anus
: Terlihat luka lecet bekas garukan pada kulit di sekitar anus.
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis (-), kuku tangan
panjang dan berwarna hitam, refleks fisiologis +/+, refleks
patologis -/-.
c. Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan darah tidak dapat dilakukan karena di puskesmas hanya dapat
dilakukan pemeriksaan labor sederhana.
2 Pemeriksaan tinja juga tidak dapat dilakukan karena reagen expired.

Assesment (penalaran klinis) :


Pasien ini didiagnosis oxyuriasis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis ditemukan gejala klinis pada pasien ini adalah gatal pada anus
yang dirasakan terutama pada malam hari. Pasien juga mengalami penurunan nafsu
makan, menjadi lebih rewel, dan sulit tidur. Selain itu, ibu pasien juga pernah melihat
cacing kecil, tipis, berwarna putih keluar dari anus pasien saat malam hari. Gejalagejala diatas sesuai dengan gejala klinis oxyuriasis pada literatur. Penemuan cacing
oleh ibu pasien menjadi tanda patognomonis untuk penyakit ini. Dari pemeriksaan
fisik hanya ditemukan luka bekas garukan pada anus pasien. Status gizi pasien baik
dan tidak ditemukan tanda-tanda anemia pada pasien ini. Di literatur juga disebutkan
bahwa jarang kasus oxyuriasis yang menyebabkan gizi kurang dan anemia. Diagnosis
pasti dari oxyuriasis adalah ditemukannya cacing atau telur cacing. Pada pasien ini
tidak dapat dilakukan pemeriksaan feses karena reagennya telah kadaluarsa. Selain
itu, pada literatur disebutkan jarang sekali kita dapat menemukan telur cacing kremi
pada feses pasien.
Pasien ini diterapi dengan pirantel pamoat 150 mg dosis tunggal, dan dianjurkan
untuk kembali 2 minggu kemudian jka keluhan tidak berkurang. Kemudian diberikan
CTM 3 x 2 mg untuk 3 hari. Selain itu juga diberikan penyuluhan mengenai seluk
beluk penyakit cacing kremi ini, mulai dari pengertian, penyebab, gejala penyakit,
penularan, pengobatan, komplikasi dan prognosis. Hal yang lebih penting lagi adalah
menganjurkan seluruh anggota keluarga untuk berobat ke puskesmas. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah mencuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum
makan, setelah bermain, dan BAB, memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku,
menghilangkan kebiasaan menggigit kuku, mencuci sprei minimal 2x / minggu,
membersihkan jamban setiap hari, dan menghindari penggarukan pada anus karena
akan mencemari jari-jari tangan dan dapat menyebabkan terjadinya luka pada kulit
tersebut.

Plan :
Diagnosis klinis : Oxyuriasis.
Diagnosis sosial : Kurangnya kebersihan lingkungan tempat tinggal.
Pengobatan :
a. Promotif :
Diberikan penyuluhan mengenai seluk beluk penyakit cacing kremi ini, Mulai
dari pengertian, penyebab, gejala penyakit, penularan, pengobatan, komplikasi
dan prognosis.
Seluruh anggota keluarga dianjurkan untuk berobat ke puskesmas.
b. Preventif :
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum makan, setelah bermain,
dan BAB.
Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku.
Menghilangkan kebiasaan menggigit kuku.
Mencuci sprei minimal 2x / minggu.
Membersihkan jamban setiap hari.
Menghindari penggarukan pada anus karena akan mencemari jari-jari tangan
dan dapat menyebabkan terjadinya luka pada kulit tersebut.
c. Kuratif :
Pyrantel Pamoat 1 x 150 mg ( 1 1/5 tablet ) dosis tunggal. Kepada ibu pasien
diterangkan agar datang kembali ke puskesmas 2 minggu kemudian.
CTM 3 x tablet.
Pendidikan :
Kepada orangtua dijelaskan mengenai penyakit ini dan cara mencegahnya. Apabila
ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala penyakit ini segera bawa berobat ke
puskesmas atau ke RS terdekat. Pencegahan pada penyakit ini sangat penting karena
faktor resiko penyakit ini adalah faktor hygiene dan lingkungan yang kurang baik.
Konsultasi :
Perlu dilakukan konsultasi kepada spesialis anak apabila terdapat komplikasi dari
penyakit ini, seperti gangguan pertumbuhan atau gangguan gizi.

Kasus
Topik: Kejang Demam
Tanggal (kasus): 30 Mei
Persenter: dr. Ni Putu Andina Kluniari, S.Ked
2012
Tangal presentasi: 4 Juli
Pendamping: dr. Putu Kusumawati
2012
Tempat presentasi: RS Tk IV Singaraja
Obyektif presentasi:
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus

Keterampilan

Penyegaran

Manajemen
Bayi

Tinjauan Pustaka

Masalah

Istimewa

Remaja

Anak

Lan
Dewasa

Deskripsi: perempuan berumur 7 bulan, kejang, kaki dan tangan menghentak, p


Tujuan: menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan
Bahan bahasan:
Cara membahas:

Tinjauan
Pustaka
Diskusi

Riset
Presentasi dan
diskusi

Data pasien:

Nama: LM

Nama klinik:

Telp:-

Kasus
Email

Nomor Regist

Terdaftar sejak: 31

Data utama untuk bahan diskusi:

1 Diagnosis/ Gambaran Klinis:


Pasien didiagnosis kejang demam karena pasien mengalami kejang disertai dengan
dari anamnesis didapatkan pasien mengalami kejang, tangan dan kaki menghentak
keatas sejak 10 menit sebelum masuk rumah sakit dan demam sejak 2 hari yang la
tanpa demam sebelumnya disangkal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien keja
38,30C. Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien menjurus kearah keja

2. Riwayat pengobatan:
Pasien sempat dibawa ke Sp.A 1 hari sebelumnya, diberi obat dalam bentuk puyer

3 Riwayat kesehatan/ Penyakit:


Pasien Lahir spontan ditolong bidan, BBL 3800 gram, langsung menangis, kelainan (
memiliki riwayat kejang dengan panas sebelumnya.

4 Riwayat keluarga:
keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita kejang dengan panas dan kejang

5 Riwayat pekerjaan:
Pasien tidak bekerja
Daftar Pustaka:

a. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric Diagnosis &
Hay W.W et al. eds 16th. 2003. USA. Lange Medical Books/McGrow-Hill. p 717-45.
Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor: Behrma
b.
Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p 1993-2011

c. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical Pediatrics. Edi
Hanfi HA, Nazer H. 2001. Philadephia. William & Wilkins. p 1414-24.
d. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4 th. 2002. Pennsylva
Company. p 793-800

e. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. 2002. Ja
Infomedika. hal 847-55.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis kejang demam
2. Mekanisme terjadinya kejang pada kejang demam
4. Menggali faktor risiko yang mungkin dari kejang demam

5. Medika mentosa penatalaksanaan kejang demam ditinjau dari fungsi dan kinerja oba
6. Edukasi mengenai penatalaksaan non medikamentosa
7. Edukasi untuk pencegahan terjadinya kejang demam

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1 Subyektif: Pasien datang diantar oleh ibunya dalam keadaan tidak sadar, deng
atas. Sebelumnya pasien dikatakan kejang dimana kaki dan tangan pasien meng
berbuih. Lama kejang sekitar 10 menit.
Sebelumnya pasien dikeluhkan panas tinggi mendadak sejak 2 hari yang lalu
dengan penurun panas.
Pasien juga dikeluhkan muntah 1 kali tadi pagi sebelum masuk Rumah Sakit. Mak
setelah sakit. BAK (+) normal, BAK terakhir kurang lebih jam SMRS.
Satu hari sebelumnya pasien sempat berobat ke dokter spesias ana, diberi obat d
Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat kejang dengan panas. keluarga pas
pernah menderita kejang dengan panas dan kejang. Pasien lahir spontan ditolong
badan lahir 3800 gram, langsung menangis, tidak terdapat kelainan. Riwayat imun
umur.

2 Objektif:
Status present pada pasien didapatkan temperature axial 38,5 0 C, GCS E1V1M3.
pasien ini dalam batas normal. Pada pemeriksaan status neurologi didapatkan
ditemukan tanda-tanda perangsangan meningeal. Kernig sign (-), Brudzinsky I/II :
normal.

3 Assessment:
Pasien didiagnosis kejang demam karena pasien mengalami kejang disertai dengan
anamnesis didapatkan pasien mengalami kejang, tangan dan kaki menghentak, m
sejak 10 menit sebelum masuk rumah sakit dan demam sejak 2 hari yang lalu. R
demam sebelumnya disangkal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien kejang, GC
axial 38,30C. Pada kasus ini pasien memenuhi kriteria kejang demam sederhana, ya
bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang dari 15 menit dimana p
berlangsung 10 menit. Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak m
tanpa panas. Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5 ta
berumur 7 bulan. Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis, ense
yang mempengaruhi otak.
4 Plan:
Diagnosis: untuk mengetahui penyebab demam dilakukan pemeriksaan darah leng
menyingkirkan kemungkinan pasien mengalami epilepsy disarankan melakukan peme

Pengobatan:
Pada pasien diberikan diazepam rektal pada saat kejang denga
umur pasien dibawah 3 tahun. Diberikan penurun panas berupa pamol supositoria d
Pasien diberikan antibiotic berupa biocef, karena dicurigai penyebab demam adalah in

Pendidikan: Dilakukan pada orang tua pasien, pengobatan yang diberikan pada s

Topik: VARICELLA
Tanggal (kasus): 28 Januari

Persenter: dr. Ida Bagus Aditya Nugraha, S. Ked

2013
Tanggal presentasi : 09 Maret

Pendamping: dr. I Gede Karnaya

2013
Tempat presentasi: Ruang Aula Pertemuan Puskesmas Seririt 1
Obyektif presentasi:
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus

Keterampilan

Penyegaran

Manajemen

Tinjauan Pustaka

Masalah

Bayi

Istimewa

Remaja
Anak

Lan
Dewasa

Deskripsi: Pasien perempuan 6 tahun datang dengan keluhan muncul bintik-b


kemudian menyebar ke seluruh tubuh.

Tujuan : Untuk mengetahui gejala klinis, dapat mendiagnosis serta melakukan p


Bahan bahasan:
Cara membahas:
Data pasien:

Nama RS/PUSKESMAS

Tinjauan
Pustaka
Diskusi

Riset
Presentasi dan

Kasus
Email

diskusi
Nama: Putu Ariani
Puskesmas Seririt 1

Data utama untuk bahan diskusi:

Nomor Regist

Jalan Raya Seririt-

2 Diagnosis/ Gambaran Klinis:

Dari anamnesis, didapatkan keluhan utama timbul bintik-bintik kemerahan mulai 3 ha


nyeri pada daerah yang terdapat bintik-bintik tersebut disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan gambaran vesikel soliter dengan dasar kulit yang
garukan dan beberapa bekas vesikel yang sudah mengering.

2. Riwayat Pengobatan:

Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan untuk mengurangi keluhan saat ini.
6 Riwayat Kesehatan/ Penyakit:
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
7 Riwayat Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
8 Riwayat Pekerjaan:
Pasien masih sekolah di SD 1 Patemon dan duduk di kelas 1.
9 Lain-lain :
Daftar Pustaka:

1.Djuanda Adhi . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 7. Fakultas Kedokteran Universita

2. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit K

3. Mansjoer Arif, Suprohaita, Ika Wahyu, Setiowulan Wiwiek. Kapita Selekta Kedokteran

4. Dumasari Lubis, Ramona. Varicella dan Herpez Zooster. Departemen Ilmu Kesehatan

Hasil pembelajaran:
1. Mengetahui gejala klinis varicella.

2. Menegakkan diagnosis varicella.


3. Dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat pada varicella.

Anda mungkin juga menyukai