Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka

vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah
sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi
ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic
Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
Molahidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai
buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan
ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus korialis langka
vaskularisasi dan edematous (Prawirohardjo, 1999).
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).

1.2

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari mola hidatidosa ?


2. Apakah etiologi dari mola hidatidosa ?
3. Bagaimana patofisiologi dari mola hidatidosa ?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari mola hidatidosa ?
5. Bagaimana gambaran diagnostik dari mola hidatidosa ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan mola hidatidosa?
7. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada pasien mola hidatidosa?

1.3

Tujuan Penulisan

1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari mola hidatidosa


2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari mola hidatidosa
3. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa
4. Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa
5. Agar mahasiswa mengetahui gambaran diagnostik dari mola hidatidosa
6. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari mola hidatidosa
7.

Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa

BAB II
TINJAUAN MATERI

1.4

Pengertian
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi
tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai
dengan degenerasi hidropik (Sarwono Prawirohardjo, 2002:156).
Keadaan patologi dari khorion dengan sifat degenerasi kistik villi dan
perubahan hidrofik, tidak ada pembuluh darah janin, dan proliferasi trofoblas.(Balai
penerbit FKUI, 2006 : 41)
Kehamilan abnormal,

dengan

ciri-ciri

stoma

villus

korialis

langka,

vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur.(Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)

1.5

Etiologi
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, peyebab
mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebab adalah :
a. Faktor Ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan
dalam pembuahan.
b. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin,
dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi
yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
c. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau
menotropiris (pergonal).
d. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada
ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila
kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil
dari normal.
e. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk
atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan
penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau
virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.

1.6

Klasifikasi
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasidari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm.Secara histopatologik yang
khas dari mola hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada
vili/ degenerasi hidrofik dan proliferasi sel-sel trofoblast.
Kehamilan mola merupakan komplikasi dan penyulit kehamilan pada
trimester satu. Rahim menjadi lunak dan berkembang lebih cepat dari usia
kehamilan yang normal. Dari mola yang sifatnya jinak , dapat tumbuh tumor
trofoblast yang bersifat ganas. Tumor ini ada yang kadang-kadang masih
mengandung villus di samping trofoblast yang berfroliperasi, dapat mengadakan
invasi yang umumnya bersifat local, dan dinamakan mola destruens (invasive mola,
penyakit trofoblast ganas jenis villosum).Selain itu terdapat tumor trofoblast yang
hanya terdiri atas sel-sel trofoblast tanpa stroma, yang umumnya tidak hanya
berinvasi di otot uterus tetapi menyebar ke alat-alat lain (kriokarsinoma, penyakit
tropfoblast ganas non villosum).
Mola hidatidosa terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Mola Hidatidosa Komplet
Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari
yang mudah terlihat sampai beberapa cm, tanda-tanda mola hidatidosa komplet :
1 Degenerasi hidropik dan pembengkakan stoma villus.
2 Tidak adanya pembuluh darah dalam villi yang membengkak.
3 Proliferasi epitel trofoblas sehingga mencapai derajat yang beragam.
4 Tidak ditemukannya janin dalam amnion.

b. Mola Hidatidosa Parsial


1. Digolongkan mola hidatidosa parsial bila perubahan hidatidosa bersifat lokal
serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantung
amnion.

2. Sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa


yang berjalan lambat, sementara villi lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi
3.

darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan.


Hyperplasia trofoblastik yang terjadi lebih bersifat lokal daripada general.
Karakteristik Mola hidatidosa dalam bentuk komplet dan parsial

Gambaran
Jaringan embrio atau janin
Pembengakakan hidatidosa
pada vili
Hyperplasia
Inklusi stroma
Lekukan vilosa

1.7

Mola komplet (klasik)


Tidak ada
Difus

Mola parsial(inkomplet)
Ada
Fokal

Difus
Tidak ada
Tidak ada

Fokal
Ada
Ada

Patofisiologi
Studi dari Hertig menegaskan bahwa Mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komplit
pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan
tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya
selama pembentukan cairan.
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kistakista kecil seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio.Secara
histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi
normal.Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu janin tumbuh dan yang
satu lagi menjadi mola hidatidosa.Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari
yang kecil sampai berdiameter lebih dari satu cm. mola parsialis adalah bila
dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
a. Proliferasi dari trofoblast
b. Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembaban
c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda
berdiameter 10 cm atau lebih. Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan
hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

1.8 Pathways

1.9

Tanda dan Gejala


a. Mual, muntah, pusing dalam derajat yang hebat
b. Perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar
dari umur kehamilan

c. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada


keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Perdarahanterjadi antara bulan
pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu bersifat sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian
d. Terdapat preeklampsia (eklampsia) terjadinya lebih muda daripada kehamilan
e.
f.
g.
h.

biasa trimester 1
Disertai dengan kista lutein
Hiperemis gravidarum lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
Tanda tanda tirotoksikosis
Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen

i. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
j. Amenore
1.10 Komplikasi
a. Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat berakibat
b.
c.
d.
e.

fatal.
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia.
Infeksi sekunder.
Perforasi karena kegananasan dan Karena tindakan.
Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18%-20% kasus akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

f. Hiperemis gravidarum (2-10%)


g. Pre eklampsi (12-20%)
1.1

Pemeriksaan Penunjang
A. Ultrasonografi

Ketepatan diagnostic yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas
pada mola hidatidosa keamanan dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi
membuat pemeriksaan ini menjadi prosedur pilihan. Tetapi kita harus ingat
bahwa beberapa stuktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa
dengan gambaran mola hidatidosa, termasuk mioma uteri dengan kehamilan
dini dan kehamilan dengan janin lebih dari satu. Tinjauan cermat mengenai
riwayat penyakit bersama hasil evaluasi pemeriksaan USG yang cermat dan
kalau perlu diulang satu atau dua minggu kemudian, harus bias menghindari
diagnose mola hidatidosa lewat USG yang keliru ketika kehamilan sebenarnya
normal.
B. Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan kedalam uterus secara
transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada mola
hidatidosa. Cavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosintesis.20ml
hypaque disuntikkan segera dan 5 hingga 10 menit kemudian difoto
anteroposterior.Pola sinar x seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan
kontraks yang mengelilingi gelembung-gelembung corion.Pada kehamilan
normal terdapat sedikit resiko abortus akibat penyuntikan bahan kontraks
hipertonik intra amnion.Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia,
teknik pemeriksaan amniografi sudah jarang dipakai lagi.
C. Pengukuran kadar chorionic gonadotropin
Pengukuran kadar chorionic gonadotropin kadang-kadang digunakan untuk
membuat diagnose jika metode pengukuran secara kuantitatif yang andal telah
tersedia, dan variasinya cukup besar pada sekresi gonadotropin dalam
kehamilan normal sudah dipahami khusus kenaikan kadar gonadotropin yang
kadang-kadang menyertai kehamilan dengan janin lebih dari satu.
kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji imunologik (galli mainini
dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi):
1) Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
2) Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil
kembar

10

D. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke


dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara
Acosta-Sison)
E. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang tulang janin ( pada
kehamilan 3-4 bulan).
F. Pemeriksaan fhoto thoraks: pada mola ada gambaran emboli udara
G. Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda tanda tirotoksikosis atau hipertiroid

1.11 Penatalaksanaan/Terapi
1) Penanganan umum
a) Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
b) Pemeriksaa USG sangat membantu diagnosis
c) Lakuka pengosongan jaringan mola dengan segera
d) Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi
uterus)
e) Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun

2) Penanganan khusus
a) Segera lakukan evakuasi jaringan mola.
b) Sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tpm (sebagai
tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi
terhadap pengosongan uterus secara tepat).
c) Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam.
Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM
minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga
pengosongan kavum uteri selesai.
d) Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik
sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi.

11

e) Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk


anemia berat lakukan transfusi.
f) Kadar HCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih
terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi
MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap
2 minggu.
g) Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi
hormonal (apabila masih ingin mempunyai anak) atau tubektomy apabila
ingin menghentikan fertilisasi.
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1) Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfuse darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan mnghilangkan atau mengurangi penyulit
seperti preeclampsia atau tirotoksikosis
2) Pengeluaran jaringan mola
a) Evakuasi jaringan mola
Dilakukan dengan vakum kuretase, setelah keadaan umum
diperbaiki

dilakukan

vakum

kuretase

tanpaa

pembiusan.Untuk

memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika.Vakum kuretase


dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakansendok kuret biasa
yang tumpul.Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal
bersih.Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.
Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila
terjadi perdarahan yang banyak

b) Histerektomi

12

Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur


dan cukup mempunyai anak dengancarapengeluaran mola dengan
kerokan isapan disertai dengan pemberian infus oksitosin intra vena.
Sesudah

itu

dilakukan

kerokan

dengan

kuret

tumpul

untuk

mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola dikeluarkan sebaiknya


dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk menentukan ada
tidaknya metastase di tempat tersebut.Setelah mola dilahirkan dapat
ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista tuba
uteri.Kista ini tumbuh karena pengaruh hormonal dan mengecil
sendiri.Alasan untuk melakuka histerektomi ialah karena umur tua dan
parioritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
keganasan.Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak
hidup tiga.Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomibila dilakukan
histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola
invasive/kariokarsinoma.

c) Pengobatan profilaksis dengan sitostika


Mola hidatidosa merupakan

penyulut

trofoblas

yang

berkelanjutan menjadi korio korsinoma.Untuk menghindari terjadinya


degenerasi ganas diberikan profilaksis dengan sitostatika metotrexate
atau aktinomicyn D. Pengobatan profilaksis sitostatika memerlukan
perawatan rumah sakit.

13

d) Program tindak lanjut


Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan
seksama terhadap serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG),
menggunakan radioimmunoassayuntuk submit beta, setiap satu atau
dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna
diperkirakan

terjadi

dalam

9-15

minggu

setelah

pengosongan

uterus.Pasien disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer


chorionic gonadotropin negative selama satu tahun.Biasanya diberikan
kontrasepsi oral estrogen-progesteron.Pelvis diperiksa secara berkala
untuk menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus
genitalis bagian bawah untuk metastase.
Apabila 2 titer chorionic gonadotropin yang berurutan stabil (plateu)
atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase, pasien harus
dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional dan
kemoterapi.

Hamper

15-20%

pasien

dengan

Mola

Hidatidosa

berkembang gejala keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini


hamper 80% menderita penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan
yang 20% menderita metastase keluar batas uterus, paling sering ke
paru-paru atau vagina. Selain titer

chorionic gonadotropin yang

persisten atau meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik


gestasional meliputi perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan
intra abdominal dan lesi perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau oganorgan lainnya.

14

BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.1

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian

adalah

pendekatan

sistematis

untuk

mengumpulkan

data

dan

menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi


klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
A. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung jawab yang meliputi nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan
kebutuhan perawatan bagi klien.
B. Keluhan utama : kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
dari vagina yang berulang.
C. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat pasien pergi ke
rumah sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pada vagina di luar
siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu.
a) Riwayat pembedahan.
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan, kapan, oleh siapa dan dimana tindakan tersebut
berlangsung..
b) Riwayat penyakit yang pernah dialami.

15

Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,
jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan
penyakit-penyakit lainnya
c) Riwayat kesehatan keluarga.
Yang dapat dikaji melalui genogram dapat diidentifikasi mengenai
penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
d) Riwayat kesehatan reproduksi.
Kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, dan adanya dismenorhoe.
e) Riwayat obstetri.
Mengkaji tentang kehamilan terdahulu mencakup bulan dan tahun
kehamilan tersebut berakhir.Usia gestasi pada saat itu, tipe persalinan
(spontan, forsep, ekstraksi vakum atau bedah sesar), lama persalinan, BB
lahir, jenis kelamin dan komplikasi lain.
f) Riwayat seksual
- Mengidentifikasi penganiayaan seksual
- Menawarkan anjuran-anjuran untuk memperbaiki fungsi seksual
- Membuat rujukan jika tercatat disfungsi seksual atau masalah emosional.
g) Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan
jenis obat lainnya.
3) Riwayat sosial.
Mengumpulkan informasi tentang keluarga klien, status perkawinan, sumber
dukungan, respon ibu terhadap kehamilan, respon keluarga terhadap
kehamilan, pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan, dan adat istiadat
setempat yang berkaitan dengan masa hamil.
4) Pola kehidupan sehari-hari.
Pola makan, pola minum, pola istirahat, pola aktivitas sehari-hari.

2.2

Pemeriksaan Fisik
A. Inspeksi
Memeriksa dengan cara melihat atau memandang adengan tujuan untuk
melihat keadaan umum klien, gejala kehamilan dan adanya kelainan.

16

Inspeksi meliputi observasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi,


lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
bahsa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fisik dan seterusnya.
B. Palpasi
Dilakukan dengan cara meraba dengan tujuan untuk mengetahui adanya
kelainan,

mengetahui

perkembangan

kehamilan.

Pemeriksaan

palpasi

meliputiLeher, dada, abdomen.


Pemeriksaan Leopold
1) Leopold I : normal tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan. Pada
fundus teraba bagian lunak dan tidak melenting (bokong)
2) Leopold II : normal teraba bagian panjang, keras seperti papan (punggung)
pada satu sisi uterus dan pada sisi lain teraba bagian kecil.
3) Leopold III : normal pada bagian bawah janin teraba bagian yang bulat,
keras dan melenting (kepala janin).
4) Leopold IV : posisi tangan masih bisa bertemu dan belum masuk PAP
(konvergen), posisi tangan tidak bertemu dan sudah masuk PAP (divergen).
C. Auskultasi
Normal terdengar denyut jantung dibawah pusat ibu (baik bagian kiri atau
kanan).Mendengarkan

denyut

jantung

bayi

meliputi

frekuensi

dan

keteranturannya.
D. Perkusi
Reflek PatellaNormal : tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon
diketuk. Bila gerakannya berlebihan dan cepat, maka hal ini mungkin
merupakan tanda preeklamasi.Bila reflek patella negatif kemungkinan pasien
mengalami kekurangan B1.

17

2.3

Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
intrauteri.
b. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap penyakit
c. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhungan dengan tidak adekuat pertahanan
sekunder.

2.4

Rencana Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan

kerusakan jaringan

intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang
- Tampak rileks
- Mampu istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.
Rasional : pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala
maupun diskripsi
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance
mengatasi nyeri
3) Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan
pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
b. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap penyakit
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit
meningkat
Kriteria hasil:
- Klien tenang
- Klien dapat informasi tentang penyakitnya
Intervensi

18

1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit


Rasional : ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas.
2) Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Rasional : kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penilaian
objektif klien tentang penyakit.
3) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan
merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan
kesadaran diri klien.
4) Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.
Rasional : peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontribusi
menurunkan kecemasan.
5) Terangkanlah hal-hal seputar Mola Hidatidosa yang perlu diketahui oleh
klien dan keluarga.
Rasional : konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk
meningkatkan pengetahuan dan membangun support sistem keluarga.
c. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi defisit volume
cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria hasil :
- TTV stabil
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik
Intervensi :
1) Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki
karakteristik bervariasi
2) Ukur pengeluaran harian
Rasional : jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal.
3) Anjurkan klien memenuhi kebutuhan cairan
Rasional : motivasi untuk memenuhi kebutuhan cairan.
4) Catat haluaran dan pemasukan
Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah
merah.
5) Observasi Nadi dan Tensi
Rasional: Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan)

19

6) Berikan diet halus


Rasional: Memudahkan penyerapan diet
7) Nilai hasil lab. HB/HT
Rasional:Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah
merah.
8) Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
transfusi.
9) Evaluasi status hemodinamika
Rasional: Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan
fisik.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva lembab
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perdarahan berlangsung.
Intervensi :
1) Kaji kondisi keluaran / dischart yang keluar : jumalh, warna dan bau
Rasional : perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat dishcart
keluar. Adanya warna yang elbih gelap disertai bau tidak enak mungkin
merupakan tanda infeksi.
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang
lebih luar.
3) Lakukan perawatan vulva
Rasional : inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat
menyebabkan infeksi.
4) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi
Rasional : berbagai manifestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik
infeksi, demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala
infeksi.
5) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama
masa perdarahan.
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan
ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi
system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada
pasangan.

20

6) Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk mencuci tangan yang baik.
Rasional: Mencegah cross infeksi.
7) Observasi suhu tubuh.
Rasional: Mengetahui infeksi lanjut.
8) Berikan obat sesuai terapi
Rasional: Antibiotika profilaktik atau pengobatan

BAB IV
PENUTUP

21

Kesimpulan
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak

berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proloferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik. Mola hidatidosa terbagi menjadi dua yaitu molahidatidosa komplek
dan parsial
Pasien Molahidatidosa mengalami perdarahan pada kehamilan muda yang disertai
dengan gejala mirip pre eklampsia. Memiliki resiko tinggi untuk terjadi keganasan
( koriokarsinoma)

DAFTAR PUSTAKA

22

Balai penerbit FKUI. 2006. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta :
Gaya baru.
Maulana, Mirza. 2008.Penyakit Kehamilan Dan Pengobatannya. Yogyakatra: Katahati.
Romauli, Suryati.2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan1: Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2011. Ilmu Kebidanan Edisi 4.Jakarta: P.T. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Saifudin , Abdul Bari dkk. 2002. BukuAcuan Nasional Kesehatan maternal Dan
Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Wiknjosastro,Hanifa dkk. 1944. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

23

Anda mungkin juga menyukai