Anda di halaman 1dari 29

BAB I

ILUSTRASI KASUS
I.

IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. R

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 7 bulan

Alamat

: pangkalan 02/04 tarajusari

Agama

: Islam

Tanggal Masuk RS

: 21 Mei 2015

Tanggal Pemeriksaan : 22 mei 2015


No. Rekam Medik

: 5140xx

2. IDENTITAS ORANGTUA PASIEN


AYAH PASIEN

IBU PASIEN

Nama

: Tn. R

Nama

: Ny. S

Usia

: 31 tahun.

Usia

: 28 tahun.

Pekerjaan

: Buruh

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

Pendidikan : SMA

Hubungan pasien dengan orangtua: Anak Kandung.


II.

ANAMNESA
Data diperoleh secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal 22 Mei 2015.
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki-laki datang ke IGD RSUD Soreang dikeluhkan
kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang diakui ibu
pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang lebih
30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata
mendelik ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien
rewel dan menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan
menangis dengan suara yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan
demam yang mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan
dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Keluhan tidak disertai dengan mual dan muntah. Batuk,pilek dan sesak
nafas disangkal. Bab dan bak tidak ada keluhan. Riwayat kejang disertai
demam maupun tidak disangkal oleh orang tua pasien, riwayat trauma
disangkal, riwayat batuk lama atau terpapar orang yang batuk lama disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah memiliki keluhan ataupun sakit yang sama seperti
ini sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
5. Riwayat Pribadi

Riwayat Kehamilan

Selama kehamilan, ibu pasien rutin kontrol kehamilan ke bidan dan


tidak pernah sakit. Riwayat pemakaian obat-obatan ketika hamil
disangkal.

Riwayat Persalinan
Anak lahir normal dibantu bidan, cukup bulan, dan langsung menangis.
Pasien lahir dengan berat badan 2800 gram dan panjang badan 51 cm.
Tidak ada masalah dalam persalinan.

Riwayat Pasca Lahir


Tidak ada keluhan.

6. Riwayat Makanan
Pasien masih diberi ASI sampai saat ini (7 bulan). Dan mendapatkan
makanan tambahan yaitu bubur susu.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan perkembangan pasien sama
dengan anak-anak seusianya.Sekarang pasien sudah dapat duduk dan mulai
belajar berdiri, dapat merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang,
bersuara tanpa arti, bermain tepuk tangan dan bergembira melempar benda.
8. Riwayat Imunisasi

BCG

: 1x, usia 1 bulan.

DPT

: 3x, usia 2, 4, 6 bulan.

Polio

: 4x, usia 0, 2, 4, 6 bulan.

Hep B

: 3x, usia 0, 1, 6 bulan.

9. Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Sosial Ekonomi
Orangtua

pasien

penghasilannya
keluarga.

Lingkungan

tidak

mengatakan

cukup untuk memenuhi

penghasilannya,
kebutuhan

tetapi

sehari-hari

Pasien adalah anak kedua dan tinggal bersama orangtuanya. Jarak


rumah pasien dengan sarana kesehatan terbilang cukup dekat.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran

: CM

2) Tanda-tanda vital
o Tekanan darah

: Tidak dinilai.

o Frekuensi napas

: 34 x/m

o Frekuensi nadi

: 104 x/m

o Suhu

: 37,8 C per aksila (sudah diberi

penurun panas sebelumnya)


3) Status gizi
o Berat badan

: 7,3 kg.

o Tinggi badan : 66 cm.


o BB/U

: -2 s/d -1 SD ( normal)

o PB/U

: -2 s/d -1 SD (normal)

o BB/PB

: -1 s/d 0 SD (normal)

o BMI/U

: -1 s/d 0 SD (normal)

B. Pemeriksaan Khusus
1) Kepala
Ubun-ubun

: datar

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: pernapasan cuping hidung (-), sekret (-).

Mulut

: perioral cyanosis (-), mukosa bibir basah.

2) Leher

: KGB tidak tampak dan tidak teraba,


retraksi suprasternal (-).

3) Thorax

: Bentuk dan Gerak simetris kiri = kanan,


retraksi interkostal (-)

Pulmo

: VBS kiri=kanan
rhonki (-/-), wheezing (-/-), slem (-/-)

Cor

: bunyi jantung murni reguler, gallop (-), murmur (-).

4) Abdomen
Inspeksi

: datar lembut

Auskultasi

: bising usus (+)

Perkusi

: Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi

: nyeri tekan (-),


Hepar dan lien tidak teraba membesar

5) Ekstremitas
Atas

: akral hangat, sianosis (-/-), capillary refill <2 detik.

Bawah

: akral hangat, sianosis (-/-).

C. Pemeriksaan Neurologi
a. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
1) Kaku kuduk (-)
2) Brudzinski I (-)
3) Laseque (-/-)
4) Kernig (-/-)
5) Brudzinski II (-/-)
b. Pemeriksaan refleks patologis
1) Refleks Babinski (-/-)
2) Refleks Chaddock (-/-)
3) Refleks Gorda (-/-)
4) Refleks Gordon (-/-)
5) Refleks Schaeffer (-/-)
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, Gula darah sewaktu

V.

RINGKASAN DATA DASAR


A. Anamnesis
Seorang anak laki-laki datang ke IGD RSUD Soreang dikeluhkan
kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang diakui ibu
pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang lebih
30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata

mendelik ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien
rewel dan menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan
menangis dengan suara yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan
demam yang mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan
dirasakan terus menerus sepanjang hari.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran

: CM

2) Tanda-tanda vital
o Tekanan darah

: Tidak dinilai.

o Frekuensi napas

: 34 x/m

o Frekuensi nadi

: 104 x/m

o Suhu

: 37,8 C per aksila (sudah diberi

penurun panas sebelumnya)

C. Pemeriksaan Neurologis
Tidak ditemukan kelainan
D. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
KIMIA KLINIK
Glukosa Rapid Seaktu

VI.

DIAGNOSIS BANDING
-

Kejang demam sederhana

Meningitis Bakterial

Ensefalitis Herpes Simpleks

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

10,6
32
16,300
418.000

g/dL
%
/mm3
/mm3

1014
37-43
7.00017.000
150.000400.000

100,0

mg/dL

<180

VII.

DIAGNOSIS KERJA
o Kejang Demam Kompleks

VIII.

RENCANA PENGELOLAAN
A. Usulan Pemeriksaan
1) Pungsi Lumbal
B. Rencana Pengobatan
Non-Medikamentosa
Rawat inap
Medikamentosa
IVFD N4 30 tpm mikro

Diazepam 2 mg (iv) bolus pelan bila kejang

PCT syrup 3x 70mg bila demam

Cefotaxime 3x 220 mg (i.v)

Luminal 2 x 16 mg (iv)
C. Rencana Pemantauan
Pemantauan tanda-tanda vital pasien.
Pemantauan kejang. (2x 24 jam)
D. Rencana Edukasi

Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali


Memberikan cara penanganan kejang:
- Tetap tenang dan tidak panik
- Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher
- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukan
sesuatu ke dalam mulut.
- Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang
- Tetap bersama pasien selama kejang
- Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
- Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.

IX.

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam.

Quo ad functionam

: ad bonam.

Quo ad sanactionam : ad bonam


Follow-up tanggal 23 mei 2015
a) Pemeriksaan Umum
Keadaan

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda vital
o Tekanan darah

: Tidak dinilai.

o Frekuensi napas

: 30 x/menit

o Frekuensi nadi

: 105 x/menit

o Suhu

: 36,8 C per aksila.

Status gizi
o Berat badan

: 7,3 kg.

o Tinggi badan : 66 cm.


o BB/U

: -2 s/d -1 SD ( normal)

o PB/U

: -2 s/d -1 SD (normal)

o BB/PB

: -1 s/d 0 SD (normal)

o BMI/U

: -1 s/d 0 SD (normal)

b) Pemeriksaan Khusus
Kepala
Ubun-ubun

: datar

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: pernapasan cuping hidung (-), sekret (-).

Mulut

: perioral cyanosis (-), mukosa bibir basah.

Leher

: KGB tidak tampak dan tidak teraba,


retraksi suprasternal (-).

Thorax
interkostal (-)

: Bentuk dan Gerak simetris kiri = kanan, retraksi

Pulmo

: VBS kiri=kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-), slem

(+-/-)
Cor

: bunyi jantung murni reguler, gallop (-), murmur (-).

Abdomen
Inspeksi

: datar lembut

Auskultasi

: bising usus (+)

Perkusi

: Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi

: nyeri tekan (-),


Hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas
Atas

: akral hangat, sianosis (-/-), capillary refill <2 detik.

Bawah

: akral hangat, sianosis (-/-).

c) Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan reflex fisiologis
-

Reflex knee (+/+)

Reflex Achiles (+/+)

d) Diagnosis Kerja
Kejang Demam Kompleks + ISPA
e) Penatalaksanaan
Medikamentosa
IVFD N4 30 gtt/menit (mikro)
Diazepam 2 mg (iv) bolus pelan bila kejang
PCT syrup 3x 70mg bila demam (po)
Diazepam 3 x 2mg (po)
Cefotaxime 3x 220 mg (i.v)
f) Rencana Pemantauan
-

Pemantauan tanda-tanda vital pasien.

Pemantauan kejang. (2x 24 jam)

BAB II
PEMBAHASAN
1. Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini ?
Pasien An.R, 7 bulan, didiagnosis sebagai kejang demam kompleks. Diagnosis pada
pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan bahwa:

Pasien dikeluhkan kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang
diakui ibu pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang
lebih 30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata mendelik
ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien rewel dan
menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan menangis dengan suara
yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan demam yang mendadak tinggi
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan terus menerus sepanjang hari.
merupakan tanda kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah
kejang yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal/parsial atau kejang umum
didahului kejang fokal, dan kejang berulang ( 2x dalam 24 jam).2

Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal pasien singkirkan


diagnosis banding meningitis tuberkulosa
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa:

Suhu37,8 C per aksila. (sudah diberi penurun panas)


Berdasarkan temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, diajukan usulan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

Pemeriksaan darah rutin untuk melihat adanya kenaikan leukosit ec bakteri.

Pemeriksaan lumbal pungsi untuk mengetahui ada tidaknya infeksi di SSP


meningitis
PEMBAHASAN KASUS

Definisi Kejang Demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau

metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.4
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy
(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan
suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.12
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf
seperti meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai
sistem susuna saraf pusat.5
Klasifikasi Kejang Demam
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam pada
anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizurre) dan kejang demam
kompleks (Complex Febrile Sizure).
a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizurre)
Kejang demam berlangsung singkat
Durasi kurang dari 15 menit
Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
Umumnya akan berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal
Tidak berulang dalam 24 jam
Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika suhu meningkat
dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa
anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting
untuk menimbulkan kejang. Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal, kadang kadang
hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.6
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Sizure)
Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan anak tidak sadar. . Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau
kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali
atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16 % di antara anak yang mengalami kejang demam.6

Etiologi Kejang Demam


Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia,
bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih.7
Kejang jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan
lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh asfiksia dan perdarahan serta cacat
kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut
dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih
jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia,
perdarahan intrakranial spontan serta trauma postnatal.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang
menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali muncul sebagai penyebab
penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah
masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, dan
tumor otak.
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.
Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi DTP (pertusis) dan morbili
(campak).3
Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam pada
Shigellosis dan Salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang
dihasilkan kuman bersangkutan.3
Faktor Risiko Kejang Demam
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor prenatal (usia ibu saat hamil,
riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor
perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir), faktor
pasca natal (trauma kepala), jenis kelamin, dan kadar natrium rendah. 7 Setelah kejang demam
pertama kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira
9 % anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.13
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih
dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara
autosomal dominan sederhana.13
Faktor risiko berulangnya kejang demam:
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:

Riwayat kejang demam dalam keluarga


Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
Terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal)
Kejang awal yang unilateral
Kejang berhenti lebih dari 30 menit
Kejang berulang karena penyakit yang sama.

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar adalah pada tahun
pertama.11

Patofisiologi Kejang Demam


Sel dan organ otak memerlukan suatu energi yang didapat dari metabolism untuk
mempertahankan hidupnya. Bahan baku terpenting untuk metabolism otak adalah
glukosa.sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sifat proses ini adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantara
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.1
Sel memiliki suatu membrane dengan dua permukaan yaitu permukaan dalam (lipid)
dan permukaan luar oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy dan bahan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.1
Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya:1
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Dan pada kondisi demam kenaikan suhu 1C
akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium dari membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membrane sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
dan terjadilah kejang.1
Pada demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10
- 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda,
ini tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi
kejang pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang
rendah; sehingga pada penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita
kejang.1

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya terjadi apneu (henti napas), meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkpnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolism anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas merupakan faktor
penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak sehingga terjadi kerusakan sel
neuron otak.1
Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama; dapat menjadi matang dikemudian hari sehinggaterjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.1

Gambaran Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung
kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya
terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan
intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah
ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi.
Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya
kejang tanpa demam.

Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut9 :

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba)
Kejang tonik-klonik atau grand mal
Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
Postur tonik
Gerakan klonik
Lidah atau pipi tergigit
Gigi atau rahang terkatup rapat
Inkontinensia
Gangguan pernafasan
Apneu
Cyanosis.

Setelah mengalami kejang biasanya :


Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.
Terjadi amnesia dan sakit kepala.
Mengantuk
Linglung
Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya cedera
otak atau kejang menahun adalah kecil

Diagnosis Kejang Demam


Langkah diagnostik untuk kejang demam adalah1:
Anamnesis
a

b
c
d
e
f
g
h

Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah kejang,
durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang,
penyebab demam di luar susunan saraf pusat.
Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun).
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam
atau epilepsi).
Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).
Riwayat trauma kepala.
Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan lain-lain).
Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis


Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

a
b
c
d
e
f

Tanda vital terutama suhu tubuh


Manifestasi kejang yang terjadi
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan
Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Tanda infeksi di luar SSP.

Pemeriksaan neurologis antara lain:


a
b
c

Tingkat kesadaran
Tanda rangsang meningeal
Tanda refleks patologis

Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk tidak
ada kelumpuhan nervi kranialis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
demam, di antaranya :
a

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,
urinalisis, biakan darah, urin atau feses. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare,
muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan
metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan
labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.

Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayibayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus
dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan serebrospinal yang abnormal
umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:

Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)


Mengalami komplex partial seizure
Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
Kejang saat tiba di IGD
Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah
menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu
pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.1
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan
: diharuskan.
2. Bayi antara 12 18 bulan : diannjurkan.
3. Bayi > 18 bulan
: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Indikasi Pungsi Lumbal:

Jika ada kecurigaan klinis meningitis


Kejang demam pertama
Pasien telah mendapat antibiotik
Adanya paresis atau paralisis

Electroencephalography (EEG)
dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru
terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.4
Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat
kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi
akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat
diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran
tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko
epilepsi. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau
kejang demam fokal.5
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang
yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan
ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan
ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah
serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang
demam sederhana.6
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat

dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.6
Pencitraan
Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CTscan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti :
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)
Paresis nervus VI
Papil edema
Riwayat atau tanda klinis trauma

2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?


pasien akan ditatalaksana sebagai berikut:
Non-Medikamentosa
Rawat inap
Medikamentosa
IVFD N4 30 tpm mikro
Diazepam 2 mg (iv) bolus pelan bila kejang
PCT syrup 3x 70mg bila demam (po) sebagai antipiretik
Luminal 2 x 16 mg (iv) rumatan dapat digunakan untuk menurunkan risiko
berulangnya kejang demam
Cefotaxime 3x 220 mg (i.v) . Pemberian antibiotic hanya direkomendasikan pada
kondisi yang jelas berhubungan dengan infeksi sekunder bakteri, seperti otitis media,
rinosinusitis, dan pneumonia.

PEMBAHASAN KASUS
Penatalaksanaan Kejang Demam
Manajemen
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Pemberian antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa
antipiretik saja dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam.8
Antikonvulsan (pengobatan intermiten)
Pemberian diazepam dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/ tiap 8 jam pada saat demam dapat menurunkan
risiko berulangnya kejang demam, diazepam dapat diberikan selama demam (biasanya 2-3
hari). Diazepam per rektal juga dapat digunakan, dosis 5 mg untuk BB < 10 kg, 10 mg untuk
BB > 10 kg. pemberian fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.8
Pengobatan kejang (anak datang dalam keadaan kejang)
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif untuk menghentikan kejang dan
dapat diberikan oleh orang tua di rumah. Apabila kejang masih berlangsung pemberian
diazepam rektal dapat diulang satu kali sebelum dibawa ke rumah sakit.8
Pemberian Antikonvulsan Terus-menerus (Rumat)

Fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis dan asam valproat 20-40 mg/KgBB/hari
dibagi 2-3 dosis terus menerus dapat digunakan untuk menurunkan risiko berulangnya kejang
demam. Antikonvulsan rumat diberikan selama 1 tahun. Perlu dipertimbangkan keuntungan
dan kerugian pemberian obat antikonvulsan rumat. Efek samping yang harus diperhatikan
pada pemakaian fenobarbital yaitu fungsi kognitif menurun dan gangguan perilaku. Asam
valproate dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berat terutama bila diberikan pada
anak usia kurang dari 2 tahun disamping harga yang cukup mahal.8
Indikasi pemberian antikonvulsan rumat
Antikonvulsan rumat diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut:8
Kejang lama >15 menit
Ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
Kejang fokal/parsial

ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG

5 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan nafas, kebutuhanO2 atau bantuan
pernafasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,
Diazepam rektal 0,5mg/kg
dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rektiol
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 0,5 mg/kg/dosis)
dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan
interval 5 - 10 menit

15 20 menit

Kejang ( - )

Pencarian akses vena dan pemeriksaan


laboratorium sesuai indikasi

Kejang ( + )
Fenitoin IV (15-20mg/kg) diencerkandgn
NaCl 0,9% diberikan selama 20-30 menit
atau dengan kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsivus

Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan
FenitoinIV 5-7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

Kejang ( + )
Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg

Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan

Kejang ( + )
Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg


diberikan 12 jam kemudian

Pentobarbital IV 5-15mg/kg
bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

Indikasi Rawat Inap:

Pasien kejang demam dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:


a
Kejang demam kompleks
b
Hiperpireksia
c
Usia di bawah 6 bulan
d
Kejang demam pertama
e
Dijumpai kelainan neurologis
Edukasi Pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang,
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya bisa meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara :11
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benigna
2. Memberikan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi mempunyai efek samping.
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi angka kejadian epilepsi.
Beberapa Hal yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukan sesuatu ke dalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.11

2. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?

Prognosis pada pasien ini:

Quo ad vitam ad bonam,karena tanda vital penderita dalam batas normal sehingga
tidak mengancam jiwa.

Quo ad functionam ad bonam,karena pada penderita tidak terjadi komplikasi /


kelainan yang mungkin menetap akibat penyakit ini.

Quo ad sanactionam ad bonam


PEMBAHASAN KASUS

Risiko berulangnya kejang demam.8


Sekitar 1/3 anak dapat mengalami kejang demam berulang, 10% dapat terjadi lebih dari 3x.
Faktor risiko yang tetap:
- Riwayat kejang demam di keluarga
- Usisa saat kejang pertama kali <18 bulan
- Tingginya suhu tubuh pada saat kejang
- Lamanya demam hingga terjadinya kejang
Faktor risiko yang possible:
- Riwayat keluarga yang mengalami epilepsi
Bukan faktor risiko:
- Abnormalitas neurodevelopmental
- Kejang demam kompleks
- Lebih dari satu jenis bangkitan kejang
- Jenis kelamin
- Etnik
Rekurensi kejang demam:
- 50% dalam 6 bulan pertama
- 75% dalam tahun pertama
- 90% dalam tahun kedua
- Kejang demam pertama < 1 tahun: 50%
- Kejang demam pertama > 1 tahun: 28%
Lebih banyak faktor risiko yang didapatkan, lebih besar juga kemungkinan terjadinya
rekurensi

Risiko terjadi epilepsi di kemudian hari. Sebesar 2-10% penderita kejang demam
mengalami epilepsi di kemudian hari.8
- Gangguan perkembangan saraf
- Riwayat epilepsi dalam keluarga
- Lamanya demam hingga terjadi kejang

1 faktor (+): risiko 3-5%


2-3 faktor (+): risiko 13-15%
Risiko mengalami kecacatan atau kematian.8
Kejadian kecacatan atau kematian sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan

DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam Robert H.A Sistem Saraf, Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2000.

2. Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile Seizures.
2004. http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86.
3. Soetomenggolo, S. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit
FKUI. 2004. H 244-251.
4. Pudjiadi, AH. 2010. Pedoman Pelayanan Medis . hlm. 150-153. cetakan pertama.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas
Indonesia, Jakarta. 2000.
6. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran
No. 27. 2002.
7. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
: Bagian IKA FKUI.
8. Garna H & Nataprawira HM. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. ed.4, hlm. 691-694. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RS Hasan
Sadikin. Bandung.
9. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell
pulblishing, 2006.
10. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta. 2006.
11. Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.
13. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak : Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 2007
14. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics Practice
Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile Seizures.
Pediatrics in Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 7.

Anda mungkin juga menyukai