ILUSTRASI KASUS
I.
IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. R
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 7 bulan
Alamat
Agama
: Islam
Tanggal Masuk RS
: 21 Mei 2015
: 5140xx
IBU PASIEN
Nama
: Tn. R
Nama
: Ny. S
Usia
: 31 tahun.
Usia
: 28 tahun.
Pekerjaan
: Buruh
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Pendidikan : SMA
ANAMNESA
Data diperoleh secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal 22 Mei 2015.
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki-laki datang ke IGD RSUD Soreang dikeluhkan
kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang diakui ibu
pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang lebih
30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata
mendelik ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien
rewel dan menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan
menangis dengan suara yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan
demam yang mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan
dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Keluhan tidak disertai dengan mual dan muntah. Batuk,pilek dan sesak
nafas disangkal. Bab dan bak tidak ada keluhan. Riwayat kejang disertai
demam maupun tidak disangkal oleh orang tua pasien, riwayat trauma
disangkal, riwayat batuk lama atau terpapar orang yang batuk lama disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah memiliki keluhan ataupun sakit yang sama seperti
ini sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
5. Riwayat Pribadi
Riwayat Kehamilan
Riwayat Persalinan
Anak lahir normal dibantu bidan, cukup bulan, dan langsung menangis.
Pasien lahir dengan berat badan 2800 gram dan panjang badan 51 cm.
Tidak ada masalah dalam persalinan.
6. Riwayat Makanan
Pasien masih diberi ASI sampai saat ini (7 bulan). Dan mendapatkan
makanan tambahan yaitu bubur susu.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan perkembangan pasien sama
dengan anak-anak seusianya.Sekarang pasien sudah dapat duduk dan mulai
belajar berdiri, dapat merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang,
bersuara tanpa arti, bermain tepuk tangan dan bergembira melempar benda.
8. Riwayat Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Hep B
Sosial Ekonomi
Orangtua
pasien
penghasilannya
keluarga.
Lingkungan
tidak
mengatakan
penghasilannya,
kebutuhan
tetapi
sehari-hari
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran
: CM
2) Tanda-tanda vital
o Tekanan darah
: Tidak dinilai.
o Frekuensi napas
: 34 x/m
o Frekuensi nadi
: 104 x/m
o Suhu
: 7,3 kg.
: -2 s/d -1 SD ( normal)
o PB/U
: -2 s/d -1 SD (normal)
o BB/PB
: -1 s/d 0 SD (normal)
o BMI/U
: -1 s/d 0 SD (normal)
B. Pemeriksaan Khusus
1) Kepala
Ubun-ubun
: datar
Mata
Hidung
Mulut
2) Leher
3) Thorax
Pulmo
: VBS kiri=kanan
rhonki (-/-), wheezing (-/-), slem (-/-)
Cor
4) Abdomen
Inspeksi
: datar lembut
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
5) Ekstremitas
Atas
Bawah
C. Pemeriksaan Neurologi
a. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
1) Kaku kuduk (-)
2) Brudzinski I (-)
3) Laseque (-/-)
4) Kernig (-/-)
5) Brudzinski II (-/-)
b. Pemeriksaan refleks patologis
1) Refleks Babinski (-/-)
2) Refleks Chaddock (-/-)
3) Refleks Gorda (-/-)
4) Refleks Gordon (-/-)
5) Refleks Schaeffer (-/-)
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, Gula darah sewaktu
V.
mendelik ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien
rewel dan menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan
menangis dengan suara yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan
demam yang mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan
dirasakan terus menerus sepanjang hari.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
: CM
2) Tanda-tanda vital
o Tekanan darah
: Tidak dinilai.
o Frekuensi napas
: 34 x/m
o Frekuensi nadi
: 104 x/m
o Suhu
C. Pemeriksaan Neurologis
Tidak ditemukan kelainan
D. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
KIMIA KLINIK
Glukosa Rapid Seaktu
VI.
DIAGNOSIS BANDING
-
Meningitis Bakterial
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
10,6
32
16,300
418.000
g/dL
%
/mm3
/mm3
1014
37-43
7.00017.000
150.000400.000
100,0
mg/dL
<180
VII.
DIAGNOSIS KERJA
o Kejang Demam Kompleks
VIII.
RENCANA PENGELOLAAN
A. Usulan Pemeriksaan
1) Pungsi Lumbal
B. Rencana Pengobatan
Non-Medikamentosa
Rawat inap
Medikamentosa
IVFD N4 30 tpm mikro
Luminal 2 x 16 mg (iv)
C. Rencana Pemantauan
Pemantauan tanda-tanda vital pasien.
Pemantauan kejang. (2x 24 jam)
D. Rencana Edukasi
IX.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam.
Quo ad functionam
: ad bonam.
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda-tanda vital
o Tekanan darah
: Tidak dinilai.
o Frekuensi napas
: 30 x/menit
o Frekuensi nadi
: 105 x/menit
o Suhu
Status gizi
o Berat badan
: 7,3 kg.
: -2 s/d -1 SD ( normal)
o PB/U
: -2 s/d -1 SD (normal)
o BB/PB
: -1 s/d 0 SD (normal)
o BMI/U
: -1 s/d 0 SD (normal)
b) Pemeriksaan Khusus
Kepala
Ubun-ubun
: datar
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
interkostal (-)
Pulmo
(+-/-)
Cor
Abdomen
Inspeksi
: datar lembut
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Atas
Bawah
c) Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan reflex fisiologis
-
d) Diagnosis Kerja
Kejang Demam Kompleks + ISPA
e) Penatalaksanaan
Medikamentosa
IVFD N4 30 gtt/menit (mikro)
Diazepam 2 mg (iv) bolus pelan bila kejang
PCT syrup 3x 70mg bila demam (po)
Diazepam 3 x 2mg (po)
Cefotaxime 3x 220 mg (i.v)
f) Rencana Pemantauan
-
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini ?
Pasien An.R, 7 bulan, didiagnosis sebagai kejang demam kompleks. Diagnosis pada
pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan bahwa:
Pasien dikeluhkan kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang
diakui ibu pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang
lebih 30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata mendelik
ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien rewel dan
menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan menangis dengan suara
yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan demam yang mendadak tinggi
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan terus menerus sepanjang hari.
merupakan tanda kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah
kejang yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal/parsial atau kejang umum
didahului kejang fokal, dan kejang berulang ( 2x dalam 24 jam).2
metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.4
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy
(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan
suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.12
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf
seperti meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai
sistem susuna saraf pusat.5
Klasifikasi Kejang Demam
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam pada
anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizurre) dan kejang demam
kompleks (Complex Febrile Sizure).
a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizurre)
Kejang demam berlangsung singkat
Durasi kurang dari 15 menit
Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
Umumnya akan berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal
Tidak berulang dalam 24 jam
Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika suhu meningkat
dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa
anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting
untuk menimbulkan kejang. Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal, kadang kadang
hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.6
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Sizure)
Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan anak tidak sadar. . Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau
kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali
atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16 % di antara anak yang mengalami kejang demam.6
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar adalah pada tahun
pertama.11
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya terjadi apneu (henti napas), meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkpnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolism anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas merupakan faktor
penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak sehingga terjadi kerusakan sel
neuron otak.1
Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama; dapat menjadi matang dikemudian hari sehinggaterjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.1
Gambaran Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung
kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya
terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan
intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah
ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi.
Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya
kejang tanpa demam.
Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba)
Kejang tonik-klonik atau grand mal
Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
Postur tonik
Gerakan klonik
Lidah atau pipi tergigit
Gigi atau rahang terkatup rapat
Inkontinensia
Gangguan pernafasan
Apneu
Cyanosis.
b
c
d
e
f
g
h
Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah kejang,
durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang,
penyebab demam di luar susunan saraf pusat.
Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun).
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam
atau epilepsi).
Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).
Riwayat trauma kepala.
Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan lain-lain).
Singkirkan penyebab kejang lainnya.
a
b
c
d
e
f
Tingkat kesadaran
Tanda rangsang meningeal
Tanda refleks patologis
Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk tidak
ada kelumpuhan nervi kranialis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
demam, di antaranya :
a
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,
urinalisis, biakan darah, urin atau feses. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare,
muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan
metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan
labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.
Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayibayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus
dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan serebrospinal yang abnormal
umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah
menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu
pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.1
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan
: diharuskan.
2. Bayi antara 12 18 bulan : diannjurkan.
3. Bayi > 18 bulan
: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Indikasi Pungsi Lumbal:
Electroencephalography (EEG)
dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru
terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.4
Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat
kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi
akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat
diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran
tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko
epilepsi. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau
kejang demam fokal.5
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang
yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan
ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan
ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah
serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang
demam sederhana.6
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.6
Pencitraan
Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CTscan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti :
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)
Paresis nervus VI
Papil edema
Riwayat atau tanda klinis trauma
PEMBAHASAN KASUS
Penatalaksanaan Kejang Demam
Manajemen
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Pemberian antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa
antipiretik saja dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam.8
Antikonvulsan (pengobatan intermiten)
Pemberian diazepam dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/ tiap 8 jam pada saat demam dapat menurunkan
risiko berulangnya kejang demam, diazepam dapat diberikan selama demam (biasanya 2-3
hari). Diazepam per rektal juga dapat digunakan, dosis 5 mg untuk BB < 10 kg, 10 mg untuk
BB > 10 kg. pemberian fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.8
Pengobatan kejang (anak datang dalam keadaan kejang)
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif untuk menghentikan kejang dan
dapat diberikan oleh orang tua di rumah. Apabila kejang masih berlangsung pemberian
diazepam rektal dapat diulang satu kali sebelum dibawa ke rumah sakit.8
Pemberian Antikonvulsan Terus-menerus (Rumat)
Fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis dan asam valproat 20-40 mg/KgBB/hari
dibagi 2-3 dosis terus menerus dapat digunakan untuk menurunkan risiko berulangnya kejang
demam. Antikonvulsan rumat diberikan selama 1 tahun. Perlu dipertimbangkan keuntungan
dan kerugian pemberian obat antikonvulsan rumat. Efek samping yang harus diperhatikan
pada pemakaian fenobarbital yaitu fungsi kognitif menurun dan gangguan perilaku. Asam
valproate dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berat terutama bila diberikan pada
anak usia kurang dari 2 tahun disamping harga yang cukup mahal.8
Indikasi pemberian antikonvulsan rumat
Antikonvulsan rumat diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut:8
Kejang lama >15 menit
Ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
Kejang fokal/parsial
5 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan nafas, kebutuhanO2 atau bantuan
pernafasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,
Diazepam rektal 0,5mg/kg
dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rektiol
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 0,5 mg/kg/dosis)
dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan
interval 5 - 10 menit
15 20 menit
Kejang ( - )
Kejang ( + )
Fenitoin IV (15-20mg/kg) diencerkandgn
NaCl 0,9% diberikan selama 20-30 menit
atau dengan kecepatan 50mg/menit
Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan
FenitoinIV 5-7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian
Kejang ( + )
Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg
Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan
Kejang ( + )
Perawatan Ruang Intensif
Pentobarbital IV 5-15mg/kg
bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg
Quo ad vitam ad bonam,karena tanda vital penderita dalam batas normal sehingga
tidak mengancam jiwa.
Risiko terjadi epilepsi di kemudian hari. Sebesar 2-10% penderita kejang demam
mengalami epilepsi di kemudian hari.8
- Gangguan perkembangan saraf
- Riwayat epilepsi dalam keluarga
- Lamanya demam hingga terjadi kejang
DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam Robert H.A Sistem Saraf, Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2000.
2. Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile Seizures.
2004. http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86.
3. Soetomenggolo, S. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit
FKUI. 2004. H 244-251.
4. Pudjiadi, AH. 2010. Pedoman Pelayanan Medis . hlm. 150-153. cetakan pertama.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas
Indonesia, Jakarta. 2000.
6. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran
No. 27. 2002.
7. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
: Bagian IKA FKUI.
8. Garna H & Nataprawira HM. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. ed.4, hlm. 691-694. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RS Hasan
Sadikin. Bandung.
9. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell
pulblishing, 2006.
10. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta. 2006.
11. Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.
13. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak : Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 2007
14. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics Practice
Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile Seizures.
Pediatrics in Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 7.