Anda di halaman 1dari 44

GEOLOGICAL HANDBOOK

Dasar-dasar
Geologi

DASAR-DASAR GEOLOGI

Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi. Bumi


merupakan salah satu planet yang ada di sistem tatasurya kita.
Bumi didiskripsikan berbentuk bulat pepat dan berputar pada
poros pendeknya. Jari-jari bumi 6.370 km, yang terdiri dari
benda padat (batuan), benda cair, dan gas (udara).

Secara umum interior bumi terdiri dari daratan (benua, pulaupulau,

lembah-lembah,

dan

pegunungan),

serta

lautan

(lembah, palung, serta pegunungan bawah laut). Puncak


gunung tertinggi 8.000 m dpl (Pegunungan Himalaya),
sedangkan palung yang terdalam mencapai kedalaman
10.000 meter di bawah muka laut (Palung Philipina).

Informasi

utama

dari

susunan

dalam

bumi

diketahui

berdasarkan informasi seismologi. Berdasarkan penyelidikan


oleh H. Jeffreys dan K.E. Bullen (1932-1942) yang mengacu
pada

penyelidikan

E.

Wiechert

(1890-an)

dengan

menggunakan cepat rambat gelombang P dan S, didefinisikan


pembagian bentuk dalam (lapisan-lapisan) dari interior bumi,
yaitu terdiri dari inti dalam, inti luar, mantel bawah, dan mantel
atas, serta kerak bumi (Gambar 1 dan 2), dimana :

Inti bumi (paling dalam), terdiri dari inti dalam (kedalaman


5.140-6.371 km, padat, berat, dan sangat panas), inti luar
(kedalaman 2.883-5.140 km, cair atau lelehan lebih ringan,
dan sangat panas).

Mantel, terdiri dari mesosfer (kedalaman 350-2.883 km,


padat, bertekanan tinggi, panas, dan keras), astenosfer
(kedalaman 100-350 km, lemah, mudah terdeformasi oleh
panas dan tekanan, serta plastis).

Litosfer (kerak bumi), kedalaman 0-100 km, padat, dingin,


kaku, rapuh, dan ringan, yang terdiri dari kerak benua
(tebal), dan kerak samudera (tipis).

Gambar 1.

Interior dalam kerak bumi.

Kerak benua didominasi oleh batuan yang kaya Silikat, dekat


permukaan

kaya

dengan

alumunium

(SiAl),

dan

pada

kedalaman yang besar kaya akan magnesium (SiMa), lihat


Gambar 2.

Pada batas bawah kerak bumi, terjadi penambahan cepat


rambat gelombang dan disebut dengan bidang diskontinuitas
Mohorivicic, dan ini juga berarti terjadinya perubahan komposisi
mineral batuan (spesies mineral), yang diinterpretasikan
sebagai perubahan komposisi dari gabbro menjadi suatu
batuan ultrabasa (mineral dunit atau eklogit).

Kerak bumi yang merupakan bagian teratas dari interior bumi


yang langsung kontak dengan oksigen dan merupakan tempat
akumulasi mineral-mineral batuan merupakan sasaran utama
dari

ilmu

genesa

endapan

bahan

galian

untuk

dapat

mengetahui sebaran mineral-mineral berharga. Keterdapatan


mineral-mineral berharga tersebut sangat bergantung pada
jumlah (konsentrasi) mineral-mineralnya, serta letak dan bentuk
endapannya.

Gambar 2.

Komposisi (susunan) irisan dalam bumi.

1. Kerak Bumi

Kerak bumi (earthcrust) merupakan padatan yang relatif dingin,


rapuh, dan kaku (rigid) dengan BJ lebih rendah sehingga
seolah-olah mengapung di atas mantel. Ini adalah bagian yang
berada di permukaan bumi sampai kedalaman 100 km.
Karena adanya perbedaan panas yang sangat tinggi antara
bagian bumi yang tengah dengan bagian bumi yang lebih luar,
maka akan terjadi perbedaan tekanan dimana tekanan pada
bagian dalam lebih besar, sehingga pergerakan magma akan
menghasilkan aliran konveksi di dalam mantel. Lelehan magma
yang lebih panas akan bergerak ke atas dan lelehan magma
yang lebih dingin tenggelam (seperti gerakan air panas dan air
dingin pada waktu kita menjerang air di atas kompor, Gambar
3).

Gambar 3.Sketsa aliran panas pada pemanasan air di atas


kompor, dan sketsa aliran konveksi magma

Akibat aliran konveksi lelehan magma tersebut lapisan kerak


bumi yang padat dan relatif rapuh yang ada di atasnya
(mengapung) ikut bergerak sesuai dengan gerakan lelehan
magma. Pada suatu tempat tertentu lapisan kerak bumi akan
retak dan bergerak saling menjauh, dan rekahan yang
ditinggalkannya akan segera terisi oleh lelehan magma yang
kemudian juga akan membeku (disebut sebagai daerah
regangan

dimana

lempengan

kerak

bumi

yang

saling

berdekatan menjauh), contohnya pada laut yang dalam di


tengah samudera (Atlantik, Pasifik, dll).

Pada bagian bumi lain akan terjadi tumbukan antara lempenglempeng

yang

saling

mendekat

sehingga

akan

terjadi

penunjaman dari salah satu lempeng tersebut. Lempeng yang


lebih tipis (lempeng samudera) akan menunjam di bawah
lempeng benua yang relatif lebih tebal, dan sering disebut
sebagai sebagai zona subduksi (subduction zone). Pada
bagian yang menunjam akan meleleh menjadi magma dan
bagian dari lempeng yang lain akan mengalami perlipatan,
pengangkatan, dan pensesaran (Gambar 4).

Dengan adanya retakan/bukaan akibat terbentuknya sesarsesar tersebut maka pada bagian-bagian tertentu pada zona
tersebut kadang-kadang diterobos oleh lelehan batuan panas
dari mantel (magma) dan membentuk kantong-kantong lelehan

batuan panas yang disebut sebagai dapur magma (magma


chamber).

Gambar 4. Sketsa terbentuknya zona subduksi

Kalau penerobosan tersebut berlangsung sampai mencapai


permukaan bumi, maka terjadilah pembentukan deretan
gunung berapi. Magma yang keluar akan menghasilkan
material hasil letusan gunung api, yang berupa tufa, lahar,
maupun

menghasilkan

aliran

lava

panas

yang

akan

membentuk batuan lava di permukaan. Magma yang tidak


mencapai

permukaan

akan

membeku

di

dalam

membentuk bermacam-macam jenis batuan beku.

bumi

2.

Pembentukan Batuan

Batuan merupakan suatu bentuk padatan alami yang disusun


oleh satu atau lebih mineral, dan kadang-kadang oleh material
non-kristalin.

Kebanyakan

batuan

merupakan

heterogen

(terbentuk dari beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya


beberapa yang merupakan homogen (disusun oleh satu
mineral

atau

monomineral).

Tekstur

dari

batuan

akan

memperlihatkan karakteristik komponen penyusun batuan,


sedangkan struktur batuan akan memperlihatkan proses
pembentukannya (dekat atau jauh dari permukaan).

Batuan kristalin terbentuk dari tiga proses (fisika-kimia) dasar,


yaitu kristalisasi dari suatu larutan panas (magma), presipitasi
dari larutan, serta rekristalisasi dari suatu bentuk padatan.
Proses-proses tersebut akan menghasilkan tipe atau produk
akhir dari batuan sesuai dengan kondisi atau tahapan
pembentukannya, dan kadang-kadang muncul sebagai suatu
produk residual. Berdasarkan proses pembentukannya batuan
dapat dikelompokkan sebagai batuan beku, batuan sedimen,
dan batuan metamorf.

2.1

Batuan Beku

Batuan beku merupakan produk akhir dari magma, yang


merupakan suatu massa larutan silikat panas, kaya akan
elemen-elemen volatil, dan terbentuk jauh di bawah permukaan
bumi melalui reaksi panas (fusion) dari massa padatan. Bagian
dari pelarutan pada bagian tengah lapisan kerak bumi (hasil
dari magma primer), biasanya mempunyai komposisi basaltik,
dan muncul di permukaan bumi melalui proses erupsi
membentuk batuan volkanik atau ekstrusif, atau melalui peninjeksian pada perlapisan atau rekahan-rekahan dalam kerak
bumi pada kedalaman yang bervariasi membentuk batuan
hipabissal (hypabyssal rocks). Magma-magma lain yang
berasal dari larutan basaltik yang melalui proses differensiasi
kadang-kadang juga muncul ke permukaan bumi.

Mineral-mineral yang pertamakali mulai mengkristal dari basalt


(pada temperatur 11000C 12000C) membentuk mineral
spinels (kromit) & sulfida, mineral-mineral jarang, serta logamlogam berharga (spt platinum), yang sering dikenal sebagai
mineral-mineral aksesoris yang terbentuk dalam jumlah yang
sedikit pada tipe batuan tersebut. Kadang-kadang pada
temperatur terendah (pada range temperatur pembentukan),
mengkristal silikat yang kaya akan besi & magnesium (olivin),
sodium & kalsium (piroksen), serta kadang-kadang juga

mengandung potasium & air (mika dan amfibol). Seri (reaksireaksi) pembentukan mineral pada batuan beku (basaltis)
dipelajari oleh N.L. Bowen, dan urutannya dikenal dengan
Deret (Series) Reaksi Bowen seperti yang terlihat pada
Gambar 5 dan 6.

DERET (SERIES)
KONTINIOUS
MINERAL-MINERAL

Oligoklas

Labradorit

Ortoklas

Bitownit

Magma
Basaltik

Olivin

Piroksen

Andesin

Albit

Kuarsa

Magma
Dioritik

Magma
Granitik

Hornblende

Biotit

Pneumatolitik dan
massa hidrotermal

DERET (SERIES)
DISKONTINIOUS
MINERAL-MINERAL

Gambar 5.

Deret (Series) Reaksi Bowen

Gambar 6. Deret reaksi Bowen, yang memperlihatkan sekuen


kristalisasi dari larutan magma

Pada deret ini dapat dipresentasikan dua urutan pararel, yaitu :

Seri kontinious, dimana tipe plagioklas berupa feldspar


(mineral-mineral felsik) yang terbentuk setelah kristalisasi,
dan dengan proses yang berkesinambungan dengan
turunnya temperatur terbentuk komposisi yang kaya akan
kalsium (anortit) s/d komposisi yang kaya akan sodium
(albit).

Seri diskontinious, dimana mineral-mineral besi dan


magnesium terbentuk pada awal kristalisasi dari larutan dan
terendapkan dengan sempurna membentuk mineral-mineral
baru dengan suatu sekuen reaksi yaitu :
Olivine hypersthene augit hornblende biotit
Berdasarkan

letak

dan

bentuknya,

batuan

beku

dapat

digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Sketsa pembentukan, letak, dan bentuk batuan


beku

Batuan

beku

juga

dapat

dikelompokkan

berdasarkan

perbedaan susunan kimianya, yaitu :

Batuan beku asam, dengan kandungan SiO 2 > 55% (granit,


monzonit).

Batuan beku sedang, dengan kandungan SiO 2 50-55%


(granodiorit, diorit, andesit).

Batuan beku basa, dengan kandungan SiO 2 < 50% (basalt,


gabro).

Batuan beku sangat basa (ultra basa), tidak mengandung


SiO2, tetapi mengandung banyak plagioklas dan ortoklas
(peridotit, hazburgit).

2.2

Batuan Sedimen

Karena adanya perubahan iklim (panas, dingin, kering, hujan)


dan reaksi dengan zat-zat lain yang ada di permukaan bumi,
termasuk juga pembuatan manusia dan makhluk hidup lainnya,
maka batuan yang ada di permukaan bumi dapat berubah
(terombak) sehingga menjadi tidak kuat dan kompak lagi.
Akibatnya batuan tersebut akan mudah tererosi dan tertransport oleh aliran sungai.

Secara umum proses-proses penghancuran pada bagian yang


tinggi (lapuk, longsor, dan erosi), proses-proses pengangkutan
dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah oleh media
air, serta proses-proses pengendapan (sedimentasi) pada
bagian yang lebih rendah atau tenang (danau, sungai, lembah,
rawa, dan laut), selalu berlangsung di muka bumi. Kegiatan
atau proses-proses tersebut akan terus berlangsung sampai
ribuan atau jutaan tahun, sehingga akan terjadi pengompakan
sehingga membentuk batuan-batuan sedimen yang kompak
(batupasir, batulanau, batulempung, breksi, batugamping, dll),
lihat Gambar 8.

Kekuatan batuan sedimen sangat bervariasi, tergantung dari


tingkat konsolidasi (umur), tingkat pelapukan, dan kandungan
materialnya. Batuan sedimen akan berkekuatan tinggi dan

keras jika terkonsolidasi kuat, berumur sudah tua (tersier atau


lebih), masih segar, mengandung material/mineral keras dan
kuat (kuarsa, fragmen batuan beku, dll). Sedangkan kalau
masih muda (belum terkonsolidasi dengan baik), sudah lapuk,
dan mengandung banyak air atau terdiri dari material lunak,
akan bersifat lemah dan mudah digali/dibongkar.

Gambar 8. Sketsa proses-proses pelapukan, erosi,


transportasi, dan pengendapan batuan sedimen (atas). Sketsa
perlapisan pada batuan sedimen (bawah).

Batuan sedimen dapat tersebar sangat luas atau terbatas,


tergantung pada luas cekungan pengendapan dan material
pembentuk yang tersedia, juga pada kestabilan cekungan pada
masa yang bersangkutan, serta dapat juga bersamaan dengan
pembentukan cebakan endapan berharga/bahan tambang
misalnya :

pada proses pelapukan endapan nikel, laterit, bauksit, dll.

pada proses pengendapan pasirbesi, timah, besi, batubar


pasir, kaolin, batugamping, dll

2.3

Batuan Hasil Aktivitas Gunung Api

Magma yang merupakan lelehan panas, pijar, dan relatif encer,


dapat bergerak dan menerobos ke permukaan bumi melalui
rongga-rongga yang terbentuk oleh proses tektonik (bidang
sesar). Selain berupa padatan, magma juga mengandung uap
air dan gas yang bervariasi komposisinya.

Pada saat menerobos ke permukaan bumi, magma yang agak


kental dan bertekanan rendah maka akan muncul berupa
lelehan lava panas yang mengalir dari kepundan/kawah ke
lereng gunung, dan secara pelan-pelan membeku mulai dari
bagian ujung dan luarnya, sedangkan bagian tengahnya masih
akan mengalir dan meninggalkan rongga-rongga di dalam lava
(lava berongga).

Kalau magma tersebut encer dan bertekanan tinggi, maka akan


terjadi letusan gunung api. Sumbat kepundan akan hancur dan
terlempar ke sekitarnya dan bersamaan dengan itu sebagian
magma panas juga akan terlempar ke udara. Akibat dari
letusan tersebut terjadi proses pendinginan yang cepat,
sehingga

magma

akan

membeku

dengan

cepat

dan

membentuk gelas (obsidian), tufa atau abu halus, lapili dan


bom (berupa batuapung dengan rongga-rongga gas). Material
yang halus (tufa) akan terlempar jauh dan terbawa angin ke

tempat yang lebih jauh, sedangkan bom, lapili, dan gelas, dan
material-material lain yang berukuran pasir dan kerikil akan
jatuh di sekitar puncak gunung.

2.4

Batuan Metamorf

Batuan yang sudah ada/terbentuk, dapat juga mengalami


perubahan menjadi batuan lain oleh proses metamorfosa
(suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas panas dan
tekanan yang tinggi). Karena perubahan temperatur, tekanan,
atau temperatur dan tekanan (secara bersama) akan merubah
struktur dalam (kristal) dari mineral-mineral yang menyusun
batuan tersebut. Dalam proses metamorfosa ini dianggap tidak
ada penambahan unsur dari luar.
AB + CD AC + BD
Misalnya suatu batuan mengandung 2 mineral yang masingmasing mempunyai unsur AB dan CD. Setalah proses
metamorfosa yang terbentuk adalah mineral baru dengan
susunan unsur AC dan BD.
CaCO3 CaCO3

Contoh lain :

(batugamping)

(marmer)

Secara umum pada batuan metamorf dikenal mempunyai 3


macam struktur, yaitu :
gneis, yang terdiri dari gabungan mineral-mineral pipih
(mika) dengan mineral bulat (kuarsa, garnet, silimanit, dll).
sekis, yang terdiri dari susunan mineral-mineral pipih
(terutama mika).
filit, yang terdiri dari mineral-mineral sangat halus (batu
sabak).

2.5

Siklus Batuan

Secara alami semua batuan bisa berubah menjadi batuan lain


seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9.

Skema siklus batuan di alam

Keterangan :
1. Magma membeku membentuk batuan beku pada kerak
bagian dalam.
2. Kerak dalam kalau terangkat ---> di permukaan bumi.
3. Aktivitas atmosfir akan merubah batuan menjadi lapuk,
tererosi, tertransportasi dan diendapkan menjadi sedimen.
4. Karena beban dan konsolidasi serta penyemenan, sedimen
berubah menjadi batuan sedimen yang kompak dan keras.
5.a. Batuan sedimen dapat terangkat ke permukaan bumi.
b. Atau mengalami proses metamorfosa menjadi batuan
metamorf.
c. Batuan sedimen juga bisa tenggelam (penunjaman) dan
meleleh menjadi magma baru (mantel).
6.a. Batuan metamorf dapat terangkat ke permukaan bumi.
b. Atau tenggelam menjadi magma baru (mantel).
7. Batuan beku juga dapat mengalami metamorfosa menjadi
batuan metamorf.

3.

Stratigrafi

Secara umum stratigrafi diartikan sebagai suatu kesatuan ciri


batuan yang berbeda dengan di atas dan di bawahnya. Stratum
dibatasi dari stratum lainnya oleh bidang perlapisan atau ciri-ciri
lain yang membedakannya dari yang berbatasan.

Penggolongan batuan berdasarkan lapisan-lapisan batuan di


bumi menjadi satuan-satuan batuan berdasarkan ciri-ciri
litologinya disebut dengan litostratigrafi.
Beberapa konsep stratigrafi yang perlu diketahui antara lain :

Superposisi (Steno, 1669), yaitu lapisan yang lebih muda


selalu berada di atas lapisan batuan yang lebih tua.

Kedataran (Steno, 1669), yaitu susunan lapisan yang


kedudukannya tidak horizontal berarti telah mengalami
proses geologi lain setelah pengendapannya.

Kesinambungan (Steno, 1669), yaitu pada dasarnya batas


hasil suatu pengendapan berupa bidang perlapisan akan
menerus sampai penyebab kejadiannya menghilang pada
suatu tempat.

Perubahan-perubahan posisi muka air laut (transgresi dan


regresi) sangat mempengaruhi proses pembentukan batuan
sedimen tersebut sehingga batuan sedimen yang terbentuk

sangat tergantung pada kondisi lingkungan pengendapan pada


waktu tersebut (sekuen stratigrafi). Jika hubungan antar lapisan
tidak normal (karena urutannya tidak menerus, atau karena
sebagian lapisan hilang akibat proses geologi) dikenal dengan
istilah ketidakselarasan (unconformity).

Secara umum yang dapat dipelajari dari penampang stratigrafi


suatu

daerah

antara

lain

mengetahui

urutan-urutan

pengendapan batuan di daerah tersebut, mengetahui susunan


batuan, ketebalan, dan hubungan setiap lapisan, dapat
memberikan

gambaran

dalam

melakukan

lingkungan pengendapan daerah tersebut.

interpretasi

4.

Mineralogi

Mineral didefinisikan sebagai bahan/zat anorganik padat yang


homogen, terbentuk di alam dan mempunyai susunan kimia
dan sistem kristal tertentu. Beberapa contoh mineral dapat
dilihat pada Tabel I.

Tabel 1.

Contoh beberapa mineral

Komposisi kimia

Sistem kristal

Nama mineral

Ca Co3

Rombohedral

Kalsit

Ca Co3

Ortorombik

Aragonit

PbS

Isometrik

Galena

Fe2O3

Rombohedral

Hematit

Fe2O4

Isometrik

Magnetit

NaCl

Isometrik

Halit

CaSO4

Ortorombik

Anhidrit

CaSO4 . 2H2O

Monoklin

Gipsum

Isometrik

Intan

Heksagonal

Grafit

FeS2

Isometrik

Pyrit

FeS

Heksagonal

Pyrotit

Ada bahan lain yang tidak dapat disebut sebagai mineral,


misalnya : SiO2 (opal, karena amorf), C (batubara, karena

merupakan bahan organik), H2O (air, karena bukan benda


padat).

Mineral dapat merupakan bahan berharga/bahan tambang


seperti : Cu5FeS4 (bornit, merupakan bijih tembaga), CuFeS4
(kalkopirit,

merupakan

bijih

tembaga),

Fe 2O3

(hematit,

merupakan bijih besi), Fe3O4 (magnetit, merupakan bijih besi),


dll. Atau dapat merupakan gangue (pengotor) bahan tambang
(dibuang), misalnya : SiO2

(kuarsa, pada tambang timah),

FeS2 (pirit, pada tambang tembaga, emas), Na-Ca Si3O8


(felspar, pada tambang timah primer), dll.

5.

Struktur Geologi

Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang


ada di suatu daerah sebagai akibat dari terjadinya perubahanperubahan pada batuan oleh proses tektonik atau proses
lainnya. Dengan terjadinya proses tektonik, maka batuan
(batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf) maupun
kerak bumi akan berubah susunannya dari keadaannya
semula. Struktur geologi (makro) yang penting untuk diketahui
antara lain ; bidang perlapisan, sistem sesar, sistem perlipatan,
sistem kekar, dan bidang ketidakselarasan.

5.1

Bidang Perlapisan

Bidang perlapisan hanya ditemukan pada batuan sedimen,


yaitu suatu bidang yang memisahkan antara suatu jenis batuan
tertentu dengan batuan lain yang diendapkan kemudian,
misalnya batas antara lapisan batupasir dengan batugamping,
atau batas lapisan batupasir yang satu dengan batupasir
lainnya yang dapat dibedakan (Gambar 10). Biasanya batuan
sedimen terdiri dari banyak sekali lapisan-lapisan yang
berurutan dari tua ke muda, sehingga banyak pula bidang
perlapisannya. Bidang perlapisan tersebut merupakan bagian
yang

lemah

dibandingkan

dengan

kekuatan

batuan

sedimennya, karena itu dalam analisis kemantapan posisinya


menjadi sangat penting.

Gambar 10. Skema susunan perlapisan batuan sedimen

5.2

Sistem Sesar

Sesar atau patahan (fault) adalah suatu bidang yang terbentuk


karena

kekuatan

batuan

tidak

dapat

menahan

lagi

tekanan/beban yang ada sehingga akhirnya batuan tersebut


patah. Setelah terjadinya sesar tersebut, kedua bagian yang
tadinya berhubungan dapat bergeser naik, turun, atau bergeser
secara mendatar (Gambar 11).

Sesar yang terbentuk karena proses tektonik yang kuat


umumnya

tidak

berdiri

sendiri

(tunggal),

tetapi

akan

menghasilkan sesar-sesar lain yang lebih kecil di sekitarnya


sehingga dapat membentuk suatu sistem sesar yang kompleks
(Gambar 12).

Gambar 11. Sketsa beberapa tipe sesar tunggal

Gambar 12. Sketsa sistem sesar.

5.3

Sistem Perlipatan

Karena aktivitas tektonik, lapisan batuan sedimen yang relatif


elastis akan mengalami tekanan yang tinggi dan terlipat, dan
membentuk sistem sinklin-antiklin. Pada sistem perlipatan
maka lapisan batuan yang tadinya mendatar akan berubah
posisinya menjadi miring dengan sudut kemiringan (dip) dan
jurus (strike) yang bervariasi (Gambar 13 dan 14).

Gambar 13. Sketsa sistem perlipatan

Gambar 14. Sketsa bidang perlipatan

Apabila besarnya tegangan yang bekerja pada batuan sedimen


tersebut melampaui batas elastisnya, maka sistem tersebut
akan mengalami penyesaran dan pergeseran (Gambar 15).
Sedangkan kalau tidak terlalu besar, maka pada bagian-bagian
tertentu mungkin akan terbentuk sistem kekar tarik (pada
batuan yang rapuh/getas).

Gambar 15. (a). Sketsa macam-macam perlipatan,

(b). Sketsa Perlipatan yang tersesarkan normal

Perlipatan menghasilkan bagian punggungan perlipatan yang


disebut sebagai antiklin dan bagian lembah yang disebut
sebagai sinklin. Jarak antara antiklin dengan sinklin di dekatnya
juga

bervariasi,

tergantung

pada

besarnya

gaya

yang

membentuknya. Demikian juga mengenai kemiringan yang


terbentuk pada perlipatan tersebut, yaitu tergantung pada
amplitudo dan frekuensi yang terjadi.

Lapisan batuan yang tidak mendatar lagi (miring) posisinya


dinyatakan dalam jurus dan kemiringannya (strike/dipnya),
sehingga dibutuhkan interpretasi untuk mengkorelasikannya
(Gambar 16).

Gambar 16.

Beberapa kemungkinan interpretasi singkapan


yang telah mengalami perlipatan.

5.4

Sistem Kekar

Seperti juga pada sesar dan perlipatan, kekar umumnya


terbentuk karena proses tektonik yang terjadi pada suatu
daerah tertentu. Dalam hal ini kekar merupakan akibat lanjutan
dan proses pembentuk sesar atau perlipatan. Kalau kekuatan
suatu batuan (kuat tekan atau kuat tarik) tidak sanggup lagi
melawan tegangan yang ada, maka batuan tersebut akan
pecah atau retak. Jika ukuran dari retakan tersebut besar dan

terjadi pergeseran yang besar disebut terjadi sesar, sedangkan


dalam ukuran retakan tersebut kecil (hanya sampai beberapa
meter) dan relatif tidak terjadi pergeseran disebut sebagai
kekar (Gambar 17).

Pada suatu batuan yang sama dalam daerah yang relatif kecil
sering terdapat beberapa pasang kekar yang berbeda (sistem
kekar). Kekar-kekar yang mempunyai orientasi (jurus dan
kemiringan) sama disebut sebagai satu set kekar. Dalam suatu
sistem kekar bisa terdapat lebih dari satu set kekar.

Gambar 17. Sketsa sistem kekar dan bidang kekar.

Permukaan

bidang

kekar

ada

yang

halus,

kasar,

bergelombang, licin, dll, tergantung pada jenis batuan,


kekuatan batuan, besarnya gaya, dan jenis gaya yang bekerja
padanya.

Dalam analisis kekar yang perlu diperhatikan adalah : ukuran


kekar (persistensi), kekasaran bidang kekar, bukaan kekar
(separation), isi bukaan kekar (infilling), ada/tidaknya air pada
kekar, besar aliran air pada sistem kekar, orientasi bidang
kekar (jurus dan kemiringan), jumlah set kekar pada daerah
yang sama, dan kerapatan/jarak kekar

5.5

Pengaruh Struktur

5.5.1

Terhadap kekuatan/kestabilan batuan

Adanya struktur sangat mempengaruhi kekuatan batuan,


karena bidang-bidang struktur tersebut jelas mengganggu
kontinuitas kekuatan batuan, baik dalam skala besar maupun
kecil. Misalnya : batuan beku yang utuh kuat sekali dan karena
itu stabil tetapi apabila ada kekar atau sesar kekuatannya akan
berkurang (Gambar 18), sedimen berlapis (Gambar 19), dan
batuan terkekarkan (Gambar 20).

Gambar 18. Pengaruh kekar pada blok batuan.

Gambar 19.

Pengaruh kekar pada bidang perlapisan.

Gambar 20. Batuan yang terkekarkan memberikan indikasi


longsoran membaji

5.5.2

Terhadap mineralisasi

Struktur (terutama sesar dan sistem kekar), yang terbentuk


sebelum mineralisasi sangat penting artinya karena merupakan
saluran dan tempat berkumpulnya mineral berharga, terutama
dalam pembentukan endapan hidrothermal (Gambar 21).
Contoh : endapan-endapan hidrothermal Au, Cu, Pb, Zn, dll.

Gambar 21. Sketsa cebakan hidrothermal

Struktur

yang

terbentuk

sesudah

mineralisasi

atau

terbentuknya suatu cebakan bahan galian akan memindahkan


bahan galian tersebut ke tempat lain, sehingga sulit dicari atau
hilang (Gambar 22).

Gambar 22.

Sketsa perpindahan cebakan bahan galian

Handbook ini didownload dari:


http://wingmanarrows.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai