Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1; Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis yang sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Penyakit ini setidaknya telah menginfeksi sepertiga
penduduk dunia. Pada tahun 1992, WHO mencanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit
tuberkulosis tidak terkendali.1
Laporan WHO tahun2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
TB Paru dan 3,9 juta kasus BTA (Basil Tahan Asam) pada tahun 2002. Indonesia
merupakan peringkat ketiga di dunia setelah India dan Cina dengan Pasien sekitar
10% dari total jumlah pasien TB Paru sedunia. Insidensi kasus BTA positif sekitar
110 per 100.00 penduduk pertahun.2
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182
kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia
tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.2
Penyakit ini dua kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada
wanita di negara berkembang. TB adalah penyebab utama kematian dari semua
penyakit menular pada wanita di seluruh dunia. Oleh karena itu World Health
Organization (WHO) menyarankan untuk dilakukan perbandingan spesifik gender
1

dalam kejadian TB untuk menentukan apakah wanita penderita TB kurang bisa


didiagnosis, dilaporkan, atau diobati dibandingkan pada pria.3
Sasaran pengobatan tuberkulosis paru adalah meringankan tanda dan
gejala tuberkulosis paru serta membunuh dan membersihkan Mycobacterium
tuberculosis. Pengobatan tuberkulosis paru ini mempunyai tujuan antara lain
mengidentifikasi secara cepat kasus baru tuberkulosis paru, mengisolasi pasien
yang positif menderita tuberkulosis paru untuk mencegah penyebaran penyakit,
mengatasi secara cepat tanda dan gejala yang muncul, meningkatkan kepatuhan
pasien selama pengobatan, serta menyembuhkan pasien secepat mungkin
(umumnya setelah 6 bulan pengobatan).2
Sejauh ini ketidakpatuhan penderita merupakan penyebab terpenting kegagalan
pengobatan tuberkulosis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yesi Ariani
tentang kepatuhan dalam program pengobatan tuberkulosis paru di Puskesmas
Teladan kota Medanmenunjukkan bahwa 62,5% sample patuh terhadap
pengobatan, 25% kurang mematuhi program pengobatan dan 12,5% tidak patuh
terhadap pengobatan. Menurut Yesi presentasi tersebut didukung dengan faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam berobat seperti tingkat pengetahuan
dan kemudahan dalam menjangkau pelayanan.4
1.2; Rumusan masalah

Dewasa ini penanggulangan Tuberkulosis dilaksanakan oleh seluruh unit


pelayanan kesehatan meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta
serta Praktek Dokter Swasta dengan melibatkan peran serta masyarakat secara
terpadu. Penanggulangan Tuberkulosis dengan Obat Anti Tuberkulosis diberikan
secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya. Pengobatan yang tidak teratur
dan kombinasi yang tidak lengkap akan mengakibatkan kekebalan ganda kuman
Tuberculosis. Oleh karena itu Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Apakah ada hubungan
pengetahuan penderita Tuberkulosis Paru dengan perilaku kepatuhan minum obat
di Puskesmas Binjai Kota.

1.3; Tujuan penelitian


1.3.1; Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan penderita Tuberkulosis


paru dengan perilaku kepatuhan minum obat di Puskesmas Binjai
Kota
1.3.2; Tujuan Khusus
1; Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Binjai Kota


2; Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan pendidikan di Puskesmas Binjai Kota


3; Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan pekerjaan di Puskesmas Binjai Kota


4; Untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentasi berdasarkan

pengetahuan penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Binjai


Kota
5; Untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentasi kepatuhan

penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Binjai Kota


6; Untuk

mengetahui

adanya

hubunganpengetahuan

penderita

Tuberkulosis paru dengan perilaku kepatuhan minum obat di


Puskesmas Binjai Kota

1.4; Manfaat penelitian

1.4.1; Bagi Peneliti

Untuk

mengetahui

hubungan

pengetahuan

penderita

Tuberkulosis paru dengan perilaku kepatuhan minum obat di


Puskesmas Binjai Kota.
1.4.2; Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Untuk meningkatkan upaya pelayanan kesehatan masyarakat


khususnya pada penderita tuberkulosis paru melalui penyuluhanpenyuluhan tentang bahaya penyakit tuberkulosis, upaya mengatasi
dan menanggulanginya sehingga akan mempengaruhi kepatuhan
penderita tuberkulosis paru.
1.4.3; Bagi Keluarga dan Masyarakat

Untuk menjadi masukan bagi keluarga dan masyarakat tentang


penanganan tuberkulosis paru dapat mengkonsumsi obat secara teratur
untuk penyembuhan.

1.5; Ruang Lingkup


1.5.1; Judul Penelitian

Untuk

mengetahui

hubungan

pengetahuan

penderita

Tuberkulosis paru dengan perilaku kepatuhan minum obat di


Puskesmas Binjai Kota
1.5.2; Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik

1.5.3; Subjek Penelitian

Penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Binjai Kota


1.5.4; Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 11 Juni 2015 sampai dengan 01


Agustus 2015
1.5.5; Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah penderita Tuberkulosis paru di


Puskesmas Binjai Kota

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1; Pengetahuan
2.1.1; Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indramanusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain


yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior).5
Pengetahuan menurut Bloom adalah pemberian bukti oleh seseorang
melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, ide yang
sudah diperoleh sebelumnya.6

2.1.2; Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Dalam Domain kognitif Pengetahuan yang tercangkup dalam domain


kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1; Tahu (know)
Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yamg paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain meyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.5
2; Memahami (comprehension)
Memahami di artikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjalankan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya


terhadap obyek yang dipelajari.5
3; Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah di pelajari pada kondisi dan situasi yang real.
Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.5
4; Analisis (analysis)
Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja.5
5; Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada satu kemampuan untuk meletakan
atau

menghubungkan

bagian-bagian

di

dalam

suatu

bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu


kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada. 5
6; Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaianpenilaian itu di dasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.5
2.1.3; Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :


1; Pengalaman

Pengalaman dapat di peroleh dari pengalaman sendiri maupun


orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang. Pengalaman adalah hasil persentuhan alam
dengan panca indra.5
2; Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas di bandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.5
3; Keyakinan
Biasanya keyakinan di peroleh turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini biasanya mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun
negatif.5
4; Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi,
majalah, koran, dan buku.5
5; Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka
dia akan mampu untuk menyediakan atau memberi fasilitas-fasilitas
sumber informasi.5
6; Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap
sesuatu.5
2.1.4; Cara pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau


angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
Pada penelitian ini tingkat pengetahuan yang diukur hanya sebatas tahu
(know).10
Cara mengukur pengetahuan dengan menggunakan skor penilaian dan
diinterpretasikan kedalam 4 kategori, yaitu:
1; Kategori pengetahuan baik jika skor jawaban > 75%.
2; Kategori pengetahuan cukup jika skor jawaban 55 75 %.
3; Kategori pengetahuan kurang baik jika skor jawaban 40 55 %.
4; Kategori pengetahuan tidak baik jika skor jawaban < 40%.12
2.1.5; Pengetahuan di bagi menjadi dua yaitu:

1; Pengetahuan actual yaitu pengetahuan yang terhimpun dan kesadaran


manusia yang dapat menjelaskan korelasi antara suatu peristiwa atau
gejala dengan peristiwa gejala lainya.
2; Pengetahuan berdasarkan pikiran asosiatif yaitu kegiatan yang
menghubungkan pikiran satu kepada fakta atau pikiran lainnya bekerja
tanpa

pengetahuan

terhadap

hubungan

universal

dan

hakiki.

Sedangkan menurut ilmu bekerja berdasarkan penalaran (reasoning)


yang berjalan dengan perhatian dan analisa aktif untuk menemukan
titik-titik hubungan dengan sebab akibat yang hakiki.5

2.2; Perilaku

2.2.1 Pengertian
Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

10

pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang


mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu
sendiri yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya
atau disebut dengan faktor eksternal yaitu factor lingkungan.5
Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan
perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :5
1; Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan

perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi


dimana dia hidup dan beraktifitas.
2; Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi,

karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.


3; Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change),

ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau


program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat
mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini
disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang
berbeda beda.
Tim ahli WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan
seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :5
1; Pemikiran dan perasaan
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan,
sikap dan lain-lain.
2; Orang penting sebagai referensi
Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan
dan lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap
kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.

11

3; Sumber-sumber daya
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga
kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap
perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.
4; Kebudayaan
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di
dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang
disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari
kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang
dalam terhadap perilaku.
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang
berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang
dapat berbeda-beda penyebab atau latar belakangnya. Perilaku yang optimal
akan memberi dampak pada status kesehatan yang optimal juga. Perilaku
yang optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau
masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Perilaku
dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya.5
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
Menurut L.W.Green,di dalam Notoatmodjo ( 2003 ) faktor penyebab
masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor
perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor,
yaitu :5
1; Faktor-faktor Predisposisi ( Predisposing Factors)
Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, kayakinan, niali-nilai
dan juga variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin

12

dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu
tersebut.
a; Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sngat penting
untuk terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
b; Keyakinan
Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek
benar atau nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering
digunakan untuk mengungkapkan atau menyiratkan keyakinan agar
terjadi perubahan perilaku.
1; Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam
2; Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisi itu
dalam bentuk nyeri atau ketidaknyamanan, kehilangan waktu
untuk bekerja, kesulitan ekonomi.
3; Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan
harus yakin bahwa manfaat yang berasal dari perilaku sehat
melebihi pengeluaran yang harus dibayarkan dan sangat
mungkin

dilaksanakan

serta

berada

dalam

kapasitas

jangkauannya.
4; Harus ada isyarat kunci yang bertindak atau suatu kekuatan
pencetus yang membuat orang itu merasa perlu mengambil
tindakan.
c; Nilai
Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat
dipisahkan dari pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang
menyangkut kesehatan merupakan satu dari delema dan tantangan

13

penting bagi para penyelenggara pendidikan kesehatan.


d; Sikap
Sikap merupakan salah satu di antara kata yang paling samar namun
paling sering digunakan di dalam kamus ilmu-ilmu perilaku. Sikap
sebagai suatu kecenderung jiwa atau perasaan yang relatif tetap
terhadap kategori tertentu dari objek, atau situasi.
2; Faktor-faktor Pemungkin (Enambling Factors)
Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik,
termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana,
misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintahdan lain
sebagainya.5
a; Sarana
adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang
berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan
pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja.
b; Prasarana
adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang
dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini
tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan
dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.
3; Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors)
Adalah faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas
kesehatan, undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun
pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.5
a; Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan

14

merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap


bukan

perilaku,

tetapi

merupakan

kecenderungan

untuk

berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.


Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau
situasi atau kelompok.
b; Tokoh Masyarakat
adalah orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap masyarakat . Sehingga segala tindaktanduknya merupakan pola aturan patut diteladani oleh
masyarakat.
c; Tokoh Agama
adalah panutan yang merepresentasikan kegalauan umatnya dan
persoalan yang sudah diungkap oleh para tokoh agama menjadi
perhatian untuk diselesaikan dan dicarikan jalan keluarnya.
d; Petugas Kesehatan
merupakan tenaga profesional, seyogyanya selalu menerapkan
etika dalam sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang
merupakan suatu norma perilaku atau biasa disebut dengan asas
moral, sebaiknya selalu dijunjung tinggi dalam kehidupan
bermasyarakat kelompok manusia.

2.3; Kepatuhan

Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan


ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. 7 Penderita yang patuh
berobat adalah yang menyeselaikan pengobatan secara teratur dan lengkap
tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan. Penderita
dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2 bulan dari tanggal

15

perjanjian dan dikatakan Droup Out jika lebih dari 2 bulan berturut-turut
tidak datang berobta setelah dikunjungi petugas kesehatan.3
Kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:8
1; Kepatuhan penuh (Total compliance)
Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai
batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat
secara teratur sesuai petunjuk.
2; Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance)

Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan obat sama
sekali.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan8
1; Faktor komunikasi

Berbagai

aspek

komunikasi

antara

pasien

dengan

dokter

mempengaruhi tingkat ketidaktaatan pengawasan yang kurang,


ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter,
ketidakpuasan terhadap obat yang diberikan.
2; Pengetahuan

Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit


terutama sekali penting dalam pemberian antibitoik. Karena sering kali
pasien menghentikan obat tersebut setelah gejala yang dirasakan hilang
bukan saat obat itu habis.
3; Fasilitas kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dimana dalam


memberikan penyuluhan terhadap penderita diharapkan penderita

16

menerima penjelasan dari tenaga kesehatan yang meliputi: jumlah


tenaga kesehatan, gedung serba guna untuk penyuluhan dan lain-lain.

Sementara itu menurut Niven (2002), bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi kepatuhan adalah:
a; Faktor penderita atau individu
1; Sikap atau motivasi individu ingin sembuh
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri individu
sendiri.

Motivasi

individu

ingin

tetap

mempertahankan

kesehatanya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang


berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya
2; Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani
kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap keyakinanya
akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta
dapat menerima keadaannya, demikian juga cara perilaku akan
lebih baik. Kemauan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat
dipengaruhi oleh keyakinan penderita, dimana penderita memiliki
keyakinan yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan
larangan kalau tahu akibatnya.
b; Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling
dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan
tenteram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya,
karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan
dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan lebih

17

baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh


keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya
c; Dukungan social
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan
terhadap program-program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas
disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan
terhadap ketidaktaatan.
d; Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama
berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru
tersebut merupakan hal

penting.

Begitu

juga mereka

dapat

mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias


mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara terus
menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah
mampu berapdatasi dengan program pengobatanya.

2.4; Tuberkulosis
2.4.1; Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.2
Cara penularan TB:

18

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk


atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.2
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.2
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.2
2.4.2; Klasifikasi

A. Tuberkulosis Paru2
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
1.

Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)


TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
1; Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan

19

hasil BTA positif.


2; Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

positif

dan

kelainan

radiologi

menunjukkan

gambaran

tuberkulosis aktif.
3; Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

positif dan biakan positif.


b. Tuberkulosis paru BTA (-)
1; Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran

klinis

dan

kelainan

radiologi

menunjukkan

tuberkulosis aktif.
2; Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan

biakan M. Tuberculosis.
2.

Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan
negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan

20

terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :


1; Lesi non tuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,

keganasan dll).
2; TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang

berkompeten menangani kasus tuberkulosis.


c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB:
1; Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)

dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak


aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
2; Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah

21

mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang


tidak ada perubahan gambaran radiologi.
2.4.3; Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh


lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang,
ginjal, saluran kencing. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif
atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak
dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang
kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.2

22

2.4.4; Etiologi dan Patogenesis

Penularan TB paru pada biasanya melalui udara, yaitu dengan


inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil TB. Hanya droplet
nucleus ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem
mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di
bronkiolus dan alveolus.1
Kurang lebih 10% individu yang terkena infeksi TB akan
menderita penyakit TB dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
infeksi. Kemungkinan menjadi sakit TB diperbesar pada balita, pubertas
dan akil balik. Juga keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas
memperbesar kemungkinan sakit TB, misalnya karena infeksi HIV dan
pemakaian kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya yang lama,

23

demikian juga pada diabetes melitus dan silikosis. Hipersensitivitas


terhadap beberapa komponen basil TB dapat dilihat pada uji kulit dengan
tuberkulin yang biasanya terjadi 2-10 minggu setelah infeksi.1
Dalam waktu 2-10 minggu ini juga terjadi cell-mediated immune
response. Setelah terjadi infeksi pertama, basil TB yang menyebar ke
seluruh badan suatu saat di kemudian hari dapat berkembang biak dan
menyebabkan penyakit. Penyakit TB dapat timbul dalam 12 bulan setelah
infeksi, tapi dapat juga setelah 1 tahun atau lebih. Lesi TB paling sering
terjadi di lapangan atas paru.1

2.4.5; Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3


minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.9
Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.9
A; Gejala respiratorik2

1; batuk > 2 minggu


2; batuk darah
3; sesak napas

24

4; nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.2
B; Gejala sistemik

1; Demam
2; Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
C; Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,


misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.2
D; Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada permulaan (awal)

perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan


kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah

25

apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan


antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.2
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.2
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut
dapat menjadi cold abscess.2

2.4.6; Diagnosis

Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:2

Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

26

1; Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif.
2; Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.


3; Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif.
-

Tuberkulosis paru BTA (-)

1; Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinik dan kelainanradiologic menunjukkan tuberkulosis aktif


2; Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan

biakan M. tuberculosis positif.


Gejala dan tanda klinis TB tidak khas. Gejala yang didapat
biasanya lesu, anoreksia, berat badan menurun, demam tidak tinggi yang
berlangsung lama, kadang-kadang juga timbul gejala seperti influensa.
Kadang-kadang demam merupakan satu-satunya gejala yang ada. Pada
anak dengan TB sering tidak ditemukan tanda dan gejala, dan satu-satunya
petunjuk adanya TB adalah uji tuberkulin positif. TB milier dapat
menimbulkan gejala akut berupa demam, sesak nafas dan sianosis, tetapi
dapat juga menimbulkan gejala kronik yang disertai gejala sistemik.2
Gejala umum dapat disertai gejala rangsangan meningeal,
ditemukannya tuberkel pada funduskopi, hepatomegali, splenomegali dan
limfadenopati. Pada anak kecil tidak selalu disertai batuk, reak atau
hemoptisis seperti pada TB dewasa. Batuk tidak selalu merupakan gejala
utama dan jarang ada batuk darah. Batuk dapat terjadi karena iritasi oleh

27

kelenjar yang membesar dan menekan bronkus. Pada anak besar gejalanya
dapat seperti pada orang dewasa, misalnya batuk dengan reak dan dapat
juga terjadi hemoptisis.2
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.2

2.4.7; Pemeriksaan Penunjang


1; Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas


indikasi: foto lateral,top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan
foto toraks, tuberkulosis dapat memberigambaran bermacam- macam
bentuk (multiform).2
Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan
paru yang berat, biasanyasecara klinis disebut luluh paru.Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit

28

hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.Perlu dilakukan


pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.2
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan

dapat

dinyatakan

sbb(terutama

pada

kasus

BTA

negatif):7Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau


dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan
prosesus

spinosus

dari

vertebra

torakalis

atau

korpus

vertebratorakalis 5), serta tidak dijumpai kavitiLesi luas Bila proses


lebih luas dari lesi minimal.2
2; Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,


menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).2
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

29

1;
2;
3;
4;

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif


1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali
Kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
Bila 3 kali negatif BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).


Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :7
1; Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
2; Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan.
3; Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
4; Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
5; Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

3; Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan


TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih
peka terhadap OAT yang digunakan.Selama fasilitas memungkinkan,
biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat
dimanfaatkan dalam beberapa situasi:2
1; Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis.
2; Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3; Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan

ganda.
2.4.8; Penatalaksanaan

Sasaran pengobatan tuberkulosis paru adalah meringankan tanda


dan gejala tuberkulosis paru serta membunuh dan membersihkan
Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan tuberkulosis paru ini mempunyai
tujuan antara lain mengidentifikasi secara cepat kasus baru tuberkulosis

30

paru, mengisolasi pasien yang positif menderita tuberkulosis paru untuk


mencegah penyebaran penyakit, mengatasi secara cepat tanda dan gejala
yang muncul, meningkatkan kepatuhan pasien selama pengobatan, serta
menyembuhkan pasien secepat mungkin (umumnya setelah 6 bulan
pengobatan).1
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.1
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk
menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata
walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT
tetap dihentikan.1
WHO danInternatioal Union Against Tuberculosis and Lung
Disease (IUATLD) merekomendasikanpaduan OAT Standaryaitu :1
1; Kategori - 1 ( 2HRZE / 4H3R3 )

Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),


Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap
hari selama 2 bulan (2HRZE ). Kemudian diteruskan dengan tahap
lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga
kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
a; Penderita baru TBC Paru BTA Positif.
b; Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif yang sakit

berat.
c; Penderita TBC Ekstra Paru berat.
2; Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

31

Pemberian kategori obat OAT ini diberikan untuk pasien BTA


positif yang telah diobati sebelumnya:

a; Pasien kambuh
b; Pasien gagal
c; Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan


dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan
suntikan Streptomisin setiap hari, lanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah
itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu.1
3; Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2


bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4
bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :1

a; Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.


b; Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis)

pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit , TB tulang (kecuali tulang


belakang) sendi dan kelenjar aderenal. 2
4; OAT Sisipan (HRZE)

32

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA


positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan
obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.2

Kategori

Kasus

Paduan

obat

yang Keterangan

diajurkan
I

- TB paru BTA +, 2 RHZE / 4 RH atau


BTA - , lesi 2 RHZE / 6 HE
luas

II

- Kambuh
-Gagal
pengobatan

*2RHZE / 4R3H3

-RHZES / 1RHZE / sesuai Bila

hasil uji resistensi atau alergi, dapat diganti


2RHZES / 1RHZE / 5 RHE kanamisin
-3-6 kanamisin, ofloksasin,
etionamid, sikloserin / 1518 ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE

II

- TB paru putus Sesuai lama pengobatan


berobat

streptomisin

sebelumnya, lama berhenti


minum obat dan keadaan

33

klinis,

bakteriologi

dan

radiologi saat ini (lihat


uraiannya) atau
*2RHZES

1RHZE

5R3H3E3
III

-TB

paru

BTA 2 RHZE / 4 RH atau

neg. lesi minimal

6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3

IV

- Kronik

RHZES / sesuai hasil uji


resistensi (minimal OAT
yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18
bulan)

IV

- MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT


lini 2 atau H seumur
hidup

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila


keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis
untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan. 1
1. Pasien rawat jalan

34

a; Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin

tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien


tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya).
b; Bila demam dapat diberikan obat penurun panas demam
c; Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau

keluhan lain.
2; Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:
- Batuk darah masif.
- Keadaan umum buruk.
- Pneumotoraks.
- Empiema.
- Efusi pleura masif / bilateral.
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura).
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
-

TB paru milier.
Meningitis TB.

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan


klinis dan indikasi rawat.
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik1
1; Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya

setiap 1 bulan
2; Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
3; Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
4; Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

35

a; Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.


b; Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik.
1; Sebelum pengobatan dimulai.
2; Setelah 2 bulan pengobatan setelah fase intensif.
3; Pada akhir pengobatan.
4; Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
5; Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan). Pemeriksaan dan evaluasi

foto toraks dilakukan pada:


a; Sebelum pengobatan.
b; Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan

kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).


c; Pada akhir pengobatan.
6; Evalusi keteraturan beroba
a; Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan

diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting
penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat.
Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan
lingkungannya.
b; Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Kriteria Sembuh
1; BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensifdan akhir

pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat.


2; Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan.
3; Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks.

36

Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi / bila ada
gejala)setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah
dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).1

Paduan obat TB
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan
diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi
dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase
lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya
resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler.
Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman,
juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. OAT pada anak
diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan
mengurangi ketidak teraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika
obat tidak diminum setiap hari. Obat-obat baku untuk seagian besar kasus
TB pada anak adalah paduan rifampisin, INH dan pirazinamid.1
Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid,
sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH. Pada keadaan
TB berat baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier,
meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain pada fase intensif diberikan
minimal 4 macam obat (rifampisin, INH, PZA, EMB, atau streptomisin)

37

sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan.


Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB

endobronkial,

meningitis

TB,

dan

peritonitis

TB

diberikan

kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3


dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis
penuh, dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama.1

Evaluasi hasil pengobatan


Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. Diagnosis TB pada
anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Apabila berespon
pengobatan baik yaitu gejala klinisnya hilang dan terjadi penambahan berat
badan, maka pengobatan dilanjutkan. Apabila respon setelah 2 bulan
kurang baik, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi penambahan berat badan,
maka obat anti TB tetap diberikan dengan tambahan merujuk ke sarana
lebih tinggi atau ke konsultan paru anak.1
Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdpat perbaikkan klinis,
seperti berat badan mengingkat, napsu makan membaik, dan gejala-gejala
lainnya menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan. Jika masih
terdapat kelainan gambaran radiologis maka dianjurkan pemeriksaan
radiologis ulangan.1
Non medika mentosa1

38

1; Pendekatan DOTS

DOTS adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO


dalam pelaksanaan program penanggulangan TB. Penanggulangan
dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang
tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, maka strategi DOTS terdiri
atas 5 komponen, yaitu sebagai berikut. komitmen politis dari para
pengambil keputusan termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Pengobatan dengan
panduan OTA jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas menelan obat (PMO).
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan
dan evaluasi program penganggulangan TBC.
2; Sumber penularan dan case findin

Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB


aktif dan melakukan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan
dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum
(pelacakan sentripetal). Selain itu perlu dicari pula anak lain di
sekitarnya yang mungkin tertular dengan uji tuberkulin. Pelacakan
tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, yaitu uji tuberkulin.
3; Aspek sosial ekonomi

Pengobatan tuberkulosis tidak terlepas dari masalah sosio


ekonomi,

karena

pengobatan TB

memerlukan

kesinambungan

pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka memerlukan


biaya yang cukup besar. Edukasi ditujukan kepada pasien dan

39

keluarganya agar mengetahui tentang tuberkulosis. Pasien TB anak


tidak perlu diisolasi. Aktifitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi,
kecuali pada TB berat.3

2.5;

Kerangka Teori
Kerangka Teori

Pengetahuan tentang tuberkulosisi

Ketidakpatuhan:
1; Patuh
2; Tidak patuh

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori

2.6; Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada dasarnya adalah kerangka antar konsep-konsep


yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
dilakukan. Dalam penelitian ini dengan mengacu pada latar belakang dan
landasan teori, maka dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Pengetahuan tentang tuberkulosis

Kepatuhan minum obat

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Konsep Penelitian.

40

2.7;

Hipotesa
H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan penderita Tuberkulosis paru dengan
perilaku kepatuhan minum obat di Puskesmas Binjai Kota.
H1 : Ada hubungan pengetahuan penderita Tuberkulosis paru dengan
perilaku kepatuhan minum obat di Puskesmas Binjai Kota.

Anda mungkin juga menyukai