STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama
: Tn. A
Usia
: 41 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan Terakhir
: SMA
Status perkawinan
: Menikah
No. RM
: 517929
Tanggal Pemeriksaan
: 1 Agustus 2015
II. Anamnesa
Dilakukan anamnesis kepada pasien pada hari Sabtu, 1 Agustus 2015 pukul 10.00 di Poli
RSUD Soreang.
Keluhan Utama :
Buah zakar sebelah kanan yang membesar
Kesadaran
Tanda vital
: TD = 130/80 mmHg
RR = 20 x/menit
N = 88 x/menit
S = 36,0 0C
Mata
Leher
Thorax Depan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Status Lokalis
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: tidak dilakukan
IV. Resume
Pasien datang ke Bagian Poli Bedah RSUD Soreang dengan keluhan buah zakar sebelah
kanan membesar dan nyeri sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada
benjolan tidak terlihat adanya perubahan warna kulit dan benjolan tidak hilang timbul. Pada
pasien juga tidak ditemukan keluhan demam. Tidak terdapat keluhan pada BAK. Dilakukan
pemeriksaan penunjang transiluminasi hasilnya terd Disarankan untuk melakukan
pemeriksaan urin rutin, USG testis, dan biopsi.
V. Diagnosis Banding
VI.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa Kerja
Susp. seminoma testis et regio skrotum dextra
VII.
Terapi
Cravox 2x1
Nutriflam 2x1
Sanmol 3x1
Rencana orchiektomi
IX. Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Anatomi Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di scrotum. Ukuran testis pada orang
dewasa adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan Tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar Tunika albuginea
terdapat Tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta Tunika dartos.
Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan
mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.
Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari Tubulus seminiferus, sel-sel
Sertoli dan sel-sel Leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada T. seminiferus.
Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis terdapat duktus
melingkar yang disebut epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan duktus
seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas
deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus
vesikula seminalis, kemudian membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius
selanjutnya bergabung dengan urethra yang merupakan saluran keluar bersama baik untuk
sperma maupun kemih.
Secara histologis , testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas Tubuli
seminiferi. Didalam Tubulus seminiferus terdapat sel-sel Spermatogonia dan sel Sertoli,
sedang diantara Tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel sperma togonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi memberi makan
pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi
dalam menghasilkan hormon testosteron.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di Tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersamasama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas
deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens,
vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta.
2. Arteri deferensialis cabang dari A. vesikalis inferior
3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang A. Epigastrika
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis
di funikulus spermatikus. Pleksus ini di anulus inguinalis interna akan membentuk vena
spermatika. Vena spermatika kanan akan masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena
spermatika kiri akan masuk ke dalam vena renalis kiri.
II.
Fisiologi Testis
Testis mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk
mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual.
Pusat pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu hipotalamus-hipofisis.
Hipotalamus memproduksi Gonadotropin Hormone Releasing Hormone (GnRH). Hormonhormon ini adalah Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH) dan
Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH). Hormone-hormon ini dibawa ke hipofisis
anterior untuk merangsang sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH), yang pada pria lebih umum dikenal sebagai Interstitial Cell Stimulating
Hormone (ICSH).
Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikendalikan oleh kromosom Y dan dirangsang
oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron yang menyebabkan proses
diferensiasidari vasa deferens dan vesikula seminalis. Metabolit testosteron yaitu
Dihirotestosteron (DHT), menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genitalia
eksterna.
Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat meningkat pada
permulaan pubertas. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron,
DHT dan estradiol, FSH akan merangsang sel sertoli untuk mempengaruhi pembentukan
sperma. FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek perangsangan ICSH.
Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses spermatogenesis dapat
berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun ICSH harus dilepaskan
oleh hipofisis anterior agar spermatogenesis dapat berlangsung. Selanjutnya, testosteron,
DHT, estradiol dan zat yang disekresi oleh tubular-inhibin akan menghambat sekresi ICSH
dan FSH oleh hipofisis anterior, sehingga terjadi sistem umpan balik yang mengatur kadar
testosteron dalam sirkulasi darah.
III.
Definisi Seminoma
Seminoma testis adalah salah satu jenis karsinoma testis yang berasal dari sel
germinativum turunan gonadal dengan gambaran histopatologis yang ditandai oleh bentukan
sel besar dengan batas yang jelas, sitoplasma jernih kaya akan glikogen dan nukleus bulat
dengan nukleolus jelas (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007).
IV.
Epidemiologi Seminoma
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan
merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia
8
harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu,
karena sarana diagnosis lebih baik, ditemukan petanda tumor, ditemukan regimen kemoterapi
dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50%
(1970) menjadi 5% (1977).
Dari semua tumor maligna pada laki-laki 1-2% terlokalisasi di dalam testis. Kira-kira
90% dari semua tumor testis primer terdiri atas tumor sel embrional, selanjutnya dapat
dijumpai tumor sel Sertoli-Leydig dan limfoma maligna. Insidensi tumor sel embrional
maligna di Belanda adalah kira-kira 4 per 100.000 laki-laki tiap tahun. Tiap tahun kira-kira
300 penderita baru didiagnosis dengan kelainan maligna ini. Tumor-tumor sel embrional
maligna testis merupakan tumor maligna yang paling sering terdapat pada laki-laki usia 20-40
tahun meskipun pada penderita kurang dari 5 tahun dan lebih dari 70 tahun juga dapat
dijumpai tumor testis.
V.
Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang
erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis,
trauma testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.
Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi
terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda
mengurangi insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus
merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas.
Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini
meningkatkan resiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda.
VI.
Sebagian besar ( 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal, sedangkan isinya
berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma.
Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon
terhadap radioterapi dan prognosis tumor.
9
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen. Dari
berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO) paling
sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel germinal terdapat
karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang digolongkan non seminoma, yang
dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis. Seminoma
meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%).
Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer
terdiri dari berbagai jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda.
Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
I. Tumor sel bening:
A. Tumor dengan satu pola histologik:
1. Seminoma
2. Khoriokarsinoma
3. Karsinoma embrional
4. Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
5. Teratoma:
a. Matur
b. Imatur
c. Dengan transformasi maligna
B. Tumor dengan lebih dari satu pola histologik:
1. Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2. Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-tipenya)
3. Kombinasi lain (perinci)
10
Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma
embrional, teratoma dan khoriokarsinoma. Sekresi Gonadotropin khorionik berhubungan
dengan hiperplasia sel Leydig. Tumor testis sel benigna jarang terjadi.
Seminoma dapat dianggap sebagai tumor pendahulu sel embrional (gonosit) yang arah
diferensiasinya berlanjut ke arah sel embrional (germ cell). Tumor-tumor non seminoma
dapat dianggap sebagai tumor sel embrional pluripoten. Tumor yang paling tidak
terdiferensiasi dalam golongan ini adalah karsinoma sel embrional yang didalamnya tidak
tampak arah diferensiasi spesifik. Koriokarsinoma berupa produk kehamilan, teratoma
merupakan campuran jaringan-jaringan somatik, seperti berbagai tipe epitel, tulang rawan,
jaringan otot dan saraf dan berasal dari berbagai lapisan embrional (ektoderm, mesoderm,
endoderm). Jika jaringan-jaringan ini menunjukkan struktur normal (hampir normal) maka ini
disebut teratoma matur, jika arah diferensiasi jaringan dapat dikenal dengan baik, dan jika
diferensiasinya tidak seluruhnya dewasa/matang, maka ini disebut teratoma imatur. Tipe nonseminoma merupakan manifestasi berbagai arah diferensiasi sel-sel embrional pluripoten,
maka suatu non seminoma hampir selalu tersusun atas bermacam-macam komponen.
Tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe. Kelenjar limfe terletak paraaortal kiri
setinggi L2 tepat dibawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan vena kava
setinggi L3 dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi setelah
penyusupan tumor ke dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus
spermatikus. Penyebaran hematogen luas pada tahap dini merupakan tanda koriokarsinoma.
VII.
11
Stadium A atau I : tumor terbatas pada testis, tidak ada bukti penyebaran baik secara
klinis maupun radiologis.
Stadium B atau II : tumor telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta)
atau nodus limfatikus iliaka. Stadium II A untuk pembesaran limfonodi para aorta yang belum
teraba, stadium II B untuk pembesaran limfonodi yang telah teraba (>10 cm).
Stadium C atau III : tumor telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah
mengadakan metastasis supradiafragma.
12
Tumor primer
T0
Tis
T1
T2
Funikulus spermatikus
T3
Skrotum
T4
Kelenjar limfe
N
Tidak ditemukan keganasan
N0
Tunggal < 2 cm
N1
Tunggal 2-5 cm ; multiple < 5 cm
N2
Tunggal atau multiple > 5 cm
N3
Metastasis jauh
M
Tidak dapat ditemukan
M0
Terdapat metastasis jauh
M1
VIII.
Manifestasi Klinis
13
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri, namun
30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri
akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah
atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher dan 5%
pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya
kadar HCG didalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.
Pada pemeriksaan lokalis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi
dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada
funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan
kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.
Simtomatologi dari tumor primer :
Permulaan yang diskret seperti pembengkakan tanpa nyeri testikal atau pengerasan
lokal atau deformasi testikel.
Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis kelenjar
retroperitoneal.
14
Malaise umum dengan anemia dan laju endap darah yang tinggi.
Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung, dispnoe atau batuk dan
ginekomasti menunjukkan pada metastasis yang luas. Metastasis paraaorta sering luas dan
besar sekali menyebabkan perut menjadi kembung. Metastasis di paru kadang tertabur luas
dan cepat menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh
sel tumor dapat menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosot cepat dengan
penurunan berat badan.
IX.
Penegakan Diagnosis
USG adalah sarana diagnostik yang reliabel dan efektif untuk membedakan abnormalitas
testicular dan paratestikular. USG transkrotal adalah pilihan pertama untuk mengevaluasi
lebih lanjut pasien dengan massa dan atau nyeri di testis. Testis yang normal memiliki
ekotekstur yang normal, sementara kanker testis biasanya muncul sebagai lesi hipoekoik
soliter. Dalam kasus dimana terdapat perdarahan atau nekrosis intratumor akan didapatkan
gambaran ekogenik yang lebih heterogen.
2. Penanda Tumor
Marker serum, terutama human chorionic gonadotropin (hCG), alpha-fetoprotein (AFP),
dan lactate dehydrogenase (LDH), memiliki diagnostik unik dan signifikansi prognostik pada
germinal sel tumor. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah
(Anderson, 2003; Guyton, 2007; Chabner, 2007) :
a. alpha-fetoprotein (AFP) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma
embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma
murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini memiliki masa paruh 5-7 hari. Tumor yang
secara histologis memperlihatkan diagnosis seminoma namun diikuti dengan peningkatan
AFP harus diperlakukan sebagai non seminoma.
b. human chorionic gonadotropin (hCG) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal
diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien
koriokarsinoma, pada 40-60% pasien karsinoma embrional, dan 5-10% pasien seminoma
murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
3. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
4. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
5. Biopsi jaringan
Sebagai salah satu jenis dari Germinal Cell Tumor (GCT), dikatakan seminoma bila
memiliki dua kriteria: (1) tumor sel germinal yang terdiri secara eksklusif gambaran
histopatologis seminoma, dan (2) AFP serum yang normal.
16
Seminoma adalah tipe dari GCT, terhitung setidaknya mendekati 50% kasus, dan
terhitung kebanyakan kasus GCT didiagnosa pada laki-laki diatas 50 tahun. Dua jenis
subkelas seminoma telah diidentifikasi: yaitu seminoma klasik dan spermatositik seminoma.
Seminoma klasik lebih sering, dan lebih berhubungan dengan kriptokismus. Hal ini
cenderung bilateral. Secara histologis, tumor ini didefinisikan sebagai proliferasi monoton sel
yang besar, dan bentuknya bulat, oleh karenanya disebut "fried egg" appearance yang
tersusun dalam barisan dengan nuclei dan nucleolus yang bwsar dan berada di sentral. Tumor
ini sering terlihat dengan adanya infiltrate limfositik. Pada literature lainnya disebutkan
bahwa gambaran histopatologis seminoma adalah sel besar dengan batas jelas, sitoplasma
jernih kaya akan glikogen dan nucleus bulat dengan nucleolus yang jelas. Sel sering tersusun
dalam lobulus-lobulus kecil dengan sekat fibrosa diantaranya. Biasanya juga terdapat
sebukan sel limfositik yang menutupi sel neoplastik .
biasanya ditandai dengan tumor besar, lunak, berbatas tegas, biasanya homogen dan berwarna
putih abu-abu yang menonjol (Anderson, 2003; Guyton, 2007; Chabner, 2007).
X.
Penatalaksanaan
18
Partial orkiektomi harus dilakukan pada pembedahan untuk menyelamatkan suatu organ,
hanya dilakukan di center-center dengan pengalaman yang tinggi. Dan beberapa, pada kasus
tumor testis bilateral yang sinkron, tumor testis yang soliter dan atrofi testis kontralateral
dengan fungsi endokrin yang baik. Setelah reseksi lokal, daerah sekitar lokasi reseksi
biasanya mengandung TIN, namun bisa dihancurkan oleh radioterapi adjuvant.
Tumor seminoma
(1) Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening abdomen
(2) Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan kemoterapi
dengan sisplastin
(3) Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi kombinasi.
Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu sesudah
orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-stasiun kelenjar
limfe regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis kelenjar limfe dibaeah
diafragma. Lapangan penyinaran juga harus meliputi sikatriks di daerah inguinal dan
terapinya terdiri atas paling sedikit 30 Gy dalam 3-4 minggu.
Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio
paraaorta dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan
stadium IIC mendapat kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini dilakukan
kemoterapi. Kepada penderita stadium III diberikan skema kemoterapi yang berlaku untuk
penderita non seminoma. Bila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran
lengkap prognosis baik sekali.
Tumor non-seminoma:
(1) Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi
abdomen
(2) Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan diikuti
dengan kemoterapi.
(3) Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
XI.
Diagnosis Banding
Orchitis
19
Inflamasi akut pada testis (Black, 1997) sering disebabkan oleh virus.
Torsio testis
Terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat berakibat gangguan
XII.
Prognosis
Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis di paru
atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi. Prognosis tumor
testis bukan hanya bergantung kepada sifat histologiknya, melainkan terutama pada
stadium tumor. Ketahanan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut 4,7 :
o Seminoma, stadium I dan II : 95%
o Seminoma, stadium III-IV : 70-90%
o Non-seminoma, stadium I : 99%
o Non-seminoma, tumor sedikit : 70-90%
o Non-seminoma, tumor banyak : 40-70%
Pada tumor testis follow up harus dijalankan sebagai berikut : tahun ke-1 tiap 1 bulan ;
tahun ke-2 tiap 2 bulan ; tahun ke-3 tiap 3 bulan ; tahun ke-4 dan 5 tiap 6 bulan ; tahun ke-6
hingga 10 tiap tahun. Pada waktu kontrol harus diperhatikan khusus zat-zat penanda tumor,
pemeriksaan abdomen (CT scan retroperitoneum), dan testis sisi lainnya, deteksi limfoma
supraklavikuler, pemeriksaan paru (foto thorak dan CT) dan keadaan umum penderita
20
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 11). Alih Bahasa oleh
Irawati et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Anderson, MD. 2005. Mannual of Medical Oncology. Texas : Mc. Graw hill.
Chabner, B.A., et all., 2007. Harrisons Mannual of Oncology. London : Mc. Graw Hill.
Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC.
Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit)
(Edisi Keenam). Alih Bahasa oleh Brahm U. Pendit et al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Frontiers in Bioscience, 2002, Teratoma of the Testis,www.bioscience.org.
Sjamsjulhidayat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Tumor Ganas Testis, Edisi Revisi,
EGC, Jakarta, 1997, Hlm 1070-1073.
21