Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka kami dapat menyelesaikan
laporan tutorial kami serta tak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada dosen
pembimbing serta tutor kami dr. Sri Vitayani, SpKK.
Laporan tutorial kami kali ini berjudul Kulit yang merupakan salah satu
materi pembelajaran dalam mata kuliah Indera Khusus.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.
Semoga laporan kami ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Kelompok I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 3
A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 3
B. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................. 3
C. WAKTU DAN TEMPAT TUTORIAL ............................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4
A.
B.
C.
D.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2
Laporan ini merupakan bagian dari Blok Indera Khusus yang menyajikan
konsep dasar penyakit-penyakit yang memberikan gejala kelainankelainan pada kulit yang mengganggu fungsi kulit sebagai indera peraba.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Untuk dapat menjelaskan tentang penyebab, patomekanisme, tanda-tanda/
gejala,
cara
diagnosis,
penatalaksanaan/
terapi,
komplikasi
serta
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan Skenario
SKENARIO
Laki-laki, 27 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan timbul bercak-bercak
merah sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai gatal dan sering digaruk. Gejala
disertai sisik putih pada lesi kulit yang kemerahan. Awalnya, gejala timbul
dikepala, daerah wajah, lengan bawah, dan tungkai bawah bersifat ringan dan
hanya sedikit tetapi kemudian bertambah, dan menyebar ke dada dan punggung.
Lesi :
Sisik :
Kalimat/kata Kunci :
Laki-laki 27 tahun
C. Identifikasi Masalah
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi kulit !
2. Sebutkan klasifikasi kelainan-kelainan pada kulit beserta gambarnya !
3. Jelaskan patomekanisme timbulnya gatal dan bercak merah disertai sisik
putih pada kulit !
4. Mengapa keluhan pada pasien ini timbul dikepala, wajah, lengan bawah,
5.
6.
7.
8.
D. Analisis Masalah
1. Anatomi histologi fisiologi kulit
Anatomi kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang
terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya
1,50 1,75 m. Rata- rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6 mm) terdapat
di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.Kulit
terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan
jaringan subkutan atau subkutis.
a. Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan yaitu :
1. Lapisan Basal atau Stratum Germinativum
2. Lapisan Malpighi atau Stratum Spinosum
Malpighi
atau
lapisan
spinosum/akantosum,
lapisan
ini
merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8
lapisan. Selselnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop
selselnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan
mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena selselnya berduri.
Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain disebut
Interceluler Bridges atau jembatan interseluler. Lapisan granular atau stratum
granulosum, stratum ini terdiri dari selsel pipih seperti kumparan. Selsel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam
sitoplasma terdapat butirbutir yang disebut keratohiolin yang merupakan fase
dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis
tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya
terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris
(stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya
sampai ke subkutis . baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari
jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabutserabut yaitu serabut kolagen,
serabut elastis dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masing
masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan
kekuatan kepada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan
folikel rambut.
c. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulankumpulan selsel lemak dan di antara
gerombolan ini berjalan serabutserabut jaringan ikat dermis. Selsel lemak ini
bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti
cincin.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama
pada tiaptiap tempat dan juga pembagian antar lakilaki dan perempuan tidak
sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau
pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau
untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan
tubuh. Di bawah subkurtis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot
Fisiologi Kulit
mikroorganisme
serta
menjaga
keseimbangan
tubuh
terhadap
kemerahmerahan
atau
suhu
kulit
meningkat,
memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena
penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada
kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi
perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah
seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat
membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku
bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit
putih dari eropa dan lain-lain.
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit.
Pada organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas,
dan sakit. Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf
telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung
yang berselubung ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik
berakhir sekitar
10
5. Ekskresi
Kelenjarkelenjar kulit mengeluarkan zatzat yang tidak berguna lagi atau
zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan
sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat
menyebabkan keasaman pada kulit.
6. Persepsi
Kulit mengandung ujungujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis,
terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila dermis
11
dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf
sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
7. Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel
ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum
dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar
matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan
tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna
kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh
tebaltipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.
8. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal
yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum.
Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.
Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang
amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui
proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kirakira
14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanisme
fisiologik.
9. Pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar
matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses
tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 3-8
12
13
VESIKEL
URTIKARIA
PAPULA
14
PUSTULA
ABSES
EROSI
SIKATRIKS
ULKUS
15
Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 35-39.
3. Patomekanisme gatal, bercak merah, dan sisik putih pada skenario
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada bercak merah pada kulit adalah
mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV,
suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase
sensitasi dan fase elisitasi.(1)
Fase Sensitisasi
Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati stratum korneum akan di
tangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis, atau diproses secara kimiawi
oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR
menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat,
dan hanya berfungsi sebagai makrofag dangan sedikit kemampuan menstimulasi
sel T. Tetapi, setelah kreatinosit terpajan oleh hapten juga mempunyai sifat iritan,
akan melepaskan sitokin yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu
menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel langerhans dan
meningkatkan sekresi sitokin tertentu serta ekspresi molekul permukaan sel
termasuk MHC kelas 1 dan 2, ICAM-1, LFA-3, dan B7. Sitokin pro inflamasi lain
yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF , yang dapat mengaktifasi sel T ,
makrofag dan granulosit , menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan
pelepasan sitokin juga meningkatakan MHC kelas 1 dan 2.(1)
TNF Menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktivitas Gelatinolisis sehingga memperlancar sel
langerhans lewati mebran Basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat
melalui saluran limfe. Didalam kelenjar Limfe sel langerhans mempersentasekan
kompleks HLA-DR antigen kepada sel T penolong spesifik, yaitu yang
mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel langerhans , dan
kompleks reseptor sel T CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada
atau tidak adanya sel T spesifik ditentukan secara Genetik. Sel langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi untuk menseksresi IL-2 dan mengespresikan
reseptor IL-2, Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T Spesifik, senhingga
menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel T memori akan meninggalkan
16
kelenjar getah bening dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat tersebut individu
menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.(1)
Menurut konsep danger signal bahwa signal antigenic murni suatu hapten
cenderung menyebabkan toleransi , sedangkan sinyal iritannya menimbulkan
sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada
adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari allergen kontak sendiri, dari ambang
rangsang yang rendah terhadap respon iritan , dari bahan kimia infamasi pada
kulita yang meradang atau kombinasi dari ketiganya.(1)
Fase Elisitasi
Fase kedua adalah elisitasi Hipersensitivitas tipe lambat erjadi pada pajanan
ulang allergen seperti pada fase sensitisasi , hapten akan ditangkap oleh sel
langerhans dan diproes secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR
kemudian diekpresikan dipermukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR antigen
akan dipresentasekan kepada sel T yang telah tersensitisassi baik dikulit maupun
dikelenjar limfe, sehingga terjadi proses aktivasi. Dikulit proses aktivasi lebih
kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel langerhans mensekresi IL-1 yang
menstimulasi sel T untuk memproduksi IL-2, dan mengeskspresi IL-2R, yang
akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel T dikulit. Sel T
teraktivasi juga mengeluarka IFN-y yang akan mengaktifkan keratinosit
mengekspresi ICAM-1 Dan HLA-DR adanya ICAM-1 Memungkinkan keratinosit
untuk berinteraksi dengan sel T, dan Leukosit yang lain yang mengekspresi
molekul LFA-1 . sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk
berinteraksi langsung dengan sel T CD4 , dan juga memungkinkan presentase
antigen kepada sel tersebut. HLA-DR Juga dapat merupakan target sel T
sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilka sejumlah sitokin antara IL-1 ,
IL-6, TNF , dan GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel T . IL-1 dapat
menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid. sitokin dan eikosaniod akan
mengaktifkan sell mass dan makrofag. Sel mass yang berada di dekat pembuluh
darah dermis akan melepaskan antara lain histamine, berbagai jenis factor
kemotaktik, PGE2 dan PGD2, dan leukotrin B4. Eikosanoid baik yang berasal
dari sel mas maupun dari keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi vascular
dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan
17
kinin mudah berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu factor
kemotaktik dan eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari
dalam pembuluh darah masuk kdalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan
menimbulkan respons klinik DKA. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara
24-48 jam.(1)
a. Patomekanisme gatal
Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu
terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat
junction dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di
akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua
yang menyebrang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus konlateral hingga
berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuron ketiga yang meneruskan
rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri. Saraf yang menghantarkan
sensasi gatal merupakan saraf yang sama seperti yang digunakan untuk
menghantarkan rangsang nyeri. Ini merupakan serabut saraf tipe C-tak
termielinasi. Hal ini dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal
dan nyeri ketika dilakukan blockade terhadap penghantaran saraf nyeri dalam
prosedur anastesi. 80% serabut saraf tipe C adalah nosireseptor polimodal
(merespons stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya
merupakan nosireseptor mekano-intensif, yang tidak dirangsang oleh stimulus
mekanik namun oleh stimulus kimiawi. Dari 20 % serabut saraf ini, 15% tidak
merangsang gatal (disebut dengan histamine negative), sedangkan hanya 5 %
yang histamine positif dan merangsang gatal. Dengan demikian, histamine adalah
pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini.(2)
b. Patomekanisme bercak merah
Kemerahan yang terjadi diakibatkan karena proses inflamasi. Proses inflamasi
sangat berkaitan erat dengan sistem imunitas tubuh. Secara garis besar imunitas
tubuh dibagi atas 2 yaitu sistem imun bawaan/ nonspesifik dan sistem imun
didapat/spesifik. Nonspesifik akan menyerang semua antigen yang masuk,
sedangkan non spesifik merupakan pertahanan selanjutnya yang memilih-milih
18
antigen yang masuk. Ketiga antigen masuk kedalam tubuh, maka spesialisspesialis fagositik (makrofag dan neutrofil ) akan memfagosit antigen tersebut.(2)
Hal tersebut bersamaan dengan terjadinya pelepasan histamine oleh sel mast
di daerah jaringan yang rusak. Histamin yang dilepaskan ini membuat pembuluh
darah bervasodilatasi untuk meningkatkan aliran darah pada daerah yang
terinfeksi. Selain itu, histamine juga membuat permeabilitas kapiler meningkat
sehingga protein plasma yang seharusnya tetap berada di dalam pembuluh darah
akan mudah keluar ke jaringan. Hal ini yang menyebabkan kulit berwarna
kemerahan.(2)
c. Patomekanisme bintik putih (skuama)
Sel-sel hidup pada stratum basalis mengalami diferensiasi. Kemudian bergerak
ke atas (stratum korneum) menjadi sel-sel mati yang berisi keratin. Pada stratum
korneum sel-sel tanduk menghasilkan sel keratosit yang mengalami keratinisasi.
Tapi karena adanya suatu proses inflamasi sehingga menyebabkan proses dari
keratinisasi terganggu. Sel-sel tanduk yang telah mati mengalami penumpukan
kemudian menyebabkan terbentuknya skuama pada kulit.(2)
Referensi :
1. Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 134-135.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Ertthroderma . In:
Champion RH eds. Rooks, textbook of dermatology,Washington ;
Blackwell Scientific Publications. 1992.
4. Keluhan timbul dikepala, wajah, lengan bawah, dan tungkai bawah karena
penyebaran lesi (bercak) pada tubuh berhubungan erat dengan keaktifan
glandula sebasea. Peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa
(bercak disertai semacam sisik), bersifat kronis, yang sering terjadi di area
kulit berambut dan area kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea
19
stress
responses
berupa
dilepaskannya
hormon
kortikotropin
20
dan
norepinefrin
sebagai
hormon
stres
utama.
Peran
(Online),
(http://perdoski.org/doc/mdvi/fulltext/20/111/Stres_Psikologis_Pada_Pasien_Psori
asis_(10-14).pdf, diakses 25 Oktober 2014).
21
22
7. Langkah-langkah diagnosis:
Anamnesis yang baik adalah merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis di
mulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, JK, pekerjaan dan
status perkawinan. Kemudian pertanyaan yang kadangg di tujukan adalah :
a.Mengenai keluhan pokok
Dimana mulai terdapat keluhan?
Menjalarkah ?
Apakah hilang timbul?
Berapa lama ?
Apakah kering atau basah ?
Apakah gatal atau sakit?
b. Mengenai penderita dan keluarganya :
Apa penyakit-penyakit yang pernah di derita?
Obat-obat apa yang pernah di gunakan ?
Adakah makanan yang membuat penyakit lebih parah ?
Apa pekerjaan penderita dan baaimana lingkungannya ?
Kegiatan apa yang di lakukan setelah bekerja?
Penyakit apa saja yang di derita oleh keluarga penderita ?
c.Mendeteksi ruam Primer
Makula : Kelainan kulit yanggggg sama tinggi dengan permukaan kulit,
23
Vesikula : kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, berisi
cm.
d. Mendeteksi ruam sekunder
Skuama : jaringan mati dari lapisan tanduk yang terlepas. Sebagai kulit
menyerupai sisik.
Krusta : kumpulan eksudat atau secret di atas kulit.
Fisura : epidermis yang retak, hingga dermis terlihat. Biasanya
Erosi : kulit yang epidermis bagian atasnya terkelupas.
Ekskoriasio : kulit yang epidermisnya terkelupas. Lebih dalam dari
erosis
Ulkus : kulit (epidermis dan dermis )terlepas karena destruksi penyakit.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan diagnosis, adakalanya
di perlukan pemeriksaan
Referensi : Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal
24
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi penyakit ini pada orang berkulit putih lebih tinggi dibandingkan
dengan berkulit berwarna. Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur,
walaupun pada bayi dan anak anak jarang, dan tidak ada perbedaan antara laki
laki dan wanita. Umur rata rata waktu gejala pertama timbul pada laki laki 29
tahun dan wanita 27 tahun.
C. ETIOLOGI
Factor genetik berperan. Bila orang tuannya tidak menderita psoriasis
resiko mendapatkan psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya
menderita psoriasis resikonya mencapai 34 % 39 %.
Factor imunologik. Defek genetic pada psoriasis dapat di ekspresikan pada
salah satu dari tiga jenis sel yakni, limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau
keratinosit.
Berbagai factor pencetus, diantaranya stress psikik, infeksi fokal, trauma,
gangguan metabolic, obat obatan, alcohol dan merokok.
D. GEJALA KLINIK
25
27
Psoriasis kronik dan luas dengan perjalanan penyakit yang lama dapat
berkembang menjadi eritroderma. Semua permukaan tubuh menjadi merah
dengan di tutupi skuama putih halus. Umumnya bentuk ini dapat timbul
akibat pemakaian obat topical atau akibat penyinaran terlalu banyak.
G. PENGOBATAN
Penyebab pasti dari penyakit ini belum jelas. Pengobatan di berikan
kemungkinan factor predisposisi dan pecetus, seperti iritasi, dan trauma mekanik
harus di hindari. Pada umunya pengobatan yang diberikan pada psoriasis adalah
obat topical yang dapat menahan atau memperlambat proses mitosis pada lapisan
epidermis. Pengobatan sistemik dipertimbangkan pada apabila penyakitnya sangat
berat atau penderita tidak berdaya.
a. Obat tipikal
Preparat ter misalnya ter kayu (oleum, kandini, ruski) dan ter batu bara
(likuor karbonas detergen, antralin) serta ter fosil (iktiol)
Antralin
Kortikosteroid
Terapi foto
Kemoterapi
Kalsipotriol
b. Obat sistemik
Kortikosteroid
Metotreksat (MTX)
Retinoid
Siklospropin
Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 189-195.
28
karena
diduga
mempunyai
kemampuan
menghambat sintesis DNA dan pembelahan sel. Dosis 1,25 mg per hari,
intermiten 2x1 minggu.
Sebagian kasus member respon dengan fotokemoterapi (psoralen dengan
fototerapi ultraviolet A). pasien yang lain memerlukan terapi kombinasi
dengan retinoid atau metotreksat.
F. PROGNOSIS
Ad vitam dapat mengakibatkan problem psokologik. Ad sanationam buruk
untuk bentuk herediter, pada bentuk didapat dapat mengalami remisi.
Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 281.
DERMATITIS SEBOROIK
30
A. DEFINISI
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka,
kronik dan superfisial.
B. ETIOLOGI
Penyebab belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea
berlebihan. Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah
pubertas. Kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormon
trensplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan
membaik bila kadar hormon ini menurun. Penelitian lain menunjukkan bahwa
Pityrosporum ovale (Malassezia ovale), jamur lipofilik, banyak jumlahnya
pada penderita dermatitis seboroik.
C. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis seboroik ini mempunyai predileksi pada daerah yang berambut,
karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata,
bulu mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, daerah lipatan, aksila, inguinal,
glutea, di bawah buah dada. Distribusinya biasanya bilateral dan simetris
berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan
sedang, skuama berminyak dan kekuningan. Dermatitis seboroik jarang
menyebabkan kerontokan rambut.
Ruamnya berbeda-beda, sering ditemukan pada kulit yang berminyak.
Ruamnya berupa skuama yang berminyak, berwarna kekuningan, dengan
batas yang tidak jelas dan dasar berwarna merah (eritem). Pada dermatitis
seboroik ringan, hanya didapati skuama pada kulit ringan. Skuama berwarna
putih dan merata tanpa eritem.
D. HISTOPATOLOGI
Gambaran histologik dermatitis seboroik tidak spesifik, bervariasi sesuai
dengan stadium penyakit. Pada bagian epidermis, dijumpai parakeratosis dan
akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan
perivaskuler. Pada stadium akut dan subakut, epidermis mengalami
ortokeratosis, parakeratosis, serta spongiosis. Pada tepi muara folikel rambut
31
32
5. Wardhana, Made. 2012. Stres Psikologis pada Pasien Psoriasis: Suatu Kajian
Psikoneuroimunologi. (Online),
(http://perdoski.org/doc/mdvi/fulltext/20/111/Stres_Psikologis_Pada_Pasien_P
soriasis_(10-14).pdf, diakses 25 Oktober 2014).
6. Lumenta, Nico. A. 2006. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta : Gramedia. Hal
138-139.
33