Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka kami dapat menyelesaikan
laporan tutorial kami serta tak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada dosen
pembimbing serta tutor kami dr. Sri Vitayani, SpKK.
Laporan tutorial kami kali ini berjudul Kulit yang merupakan salah satu
materi pembelajaran dalam mata kuliah Indera Khusus.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.
Semoga laporan kami ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Makassar, Oktober 2014


Penyusun

Kelompok I

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 3
A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 3
B. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................. 3
C. WAKTU DAN TEMPAT TUTORIAL ............................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4
A.
B.
C.
D.

PENGENALAN SKENARIO ............................................................. 4


KLARIFIKASI KATA/KALIMAT KUNCI ..................................... 4-5
IDENTIFIKASI MASALAH ...............................................................5
ANALISA MASALAH ...................................................................... 6-34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2

Laporan ini merupakan bagian dari Blok Indera Khusus yang menyajikan
konsep dasar penyakit-penyakit yang memberikan gejala kelainankelainan pada kulit yang mengganggu fungsi kulit sebagai indera peraba.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Untuk dapat menjelaskan tentang penyebab, patomekanisme, tanda-tanda/
gejala,

cara

diagnosis,

penatalaksanaan/

terapi,

komplikasi

serta

epidemiologi dan cara pencegahan penyakit-penyakit yang menyebabkan


gatal.
C. WAKTU DAN TEMPAT TUTORIAL
a. Tutorial I
Hari
: Rabu, 22 Oktober 2014
Waktu
: 10.00-11.50 Wita
Tempat
: New PBL Room
b. Tutorial II
Hari
: Kamis, 30 Oktober 2014
Waktu
: 15.00-16.50 Wita
Tempat
: New PBL Room

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan Skenario
SKENARIO
Laki-laki, 27 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan timbul bercak-bercak
merah sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai gatal dan sering digaruk. Gejala
disertai sisik putih pada lesi kulit yang kemerahan. Awalnya, gejala timbul
dikepala, daerah wajah, lengan bawah, dan tungkai bawah bersifat ringan dan
hanya sedikit tetapi kemudian bertambah, dan menyebar ke dada dan punggung.

Sudah berobat ke puskesmas tetapi tidak mengalami perubahan. Keluhan makin


hebat jika penderita merasa stres dan kurang stabil. Riwayat keluarga dengan
keluhan gatal ada. Pasien sering mengurung diri dan kadang tidak masuk bekerja
jika lesi kambuh kembali.

B. Klarifikasi Kata Sulit dan Kalimat/Kata Kunci


Kata Sulit

Lesi :
Sisik :
Kalimat/kata Kunci :

Laki-laki 27 tahun

Timbul bercak-bercak merah sejak 2 bulan yang lalu

Disertai gatal dan sering digaruk

Juga disertai sisik putih pada lesi kulit yang kemerahan

Awalnya timbul dikepala, wajah, lengan bawah, dan tungkai bawah.

Bersifat ringan dan hanya sedikit, kemudian bertambah dan menjalar ke


dada dan punggung

Tidak mengalami perubahan setelah berobat

Memberat ketika stress dan tidak stabil

Riwayat keluarga positif gatal

Sering mengurung diri dan tidak bekerja jika kambuh.

C. Identifikasi Masalah
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi kulit !
2. Sebutkan klasifikasi kelainan-kelainan pada kulit beserta gambarnya !
3. Jelaskan patomekanisme timbulnya gatal dan bercak merah disertai sisik
putih pada kulit !
4. Mengapa keluhan pada pasien ini timbul dikepala, wajah, lengan bawah,
5.
6.
7.
8.

dan tungkai bawah ?


Jelaskan hubungan antara stress dengan timbulnya gejala !
Mengapa pasien tidak mengalami perubahan setelah berobat ?
Jelaskan langkah-langkah diagnosis kelainan kulit !
Jelaskan differential diagnosis kelainan kulit !

D. Analisis Masalah
1. Anatomi histologi fisiologi kulit

Anatomi kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang
terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya
1,50 1,75 m. Rata- rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6 mm) terdapat
di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.Kulit
terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan
jaringan subkutan atau subkutis.
a. Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan yaitu :
1. Lapisan Basal atau Stratum Germinativum
2. Lapisan Malpighi atau Stratum Spinosum

3. Lapisan Granular atau Sratum Granulosum


4. Lapisan Tanduk atau Stratum Korneum
Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan tambahan di atas lapisan
granular yaitu Stratum Lusidium atau lapisan-lapisan jernih.Stratum Lusidium,
selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya sudah banyak
yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus
sinar. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening, batas- batas sel sudah
tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidium.
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel-selnya
terletak di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di
atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti
yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin
warna. Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut
terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan
membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis.
Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol
pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis
menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut Rete Ridges atau Rete Pegg
(prosessus interpapilaris).
Lapisan

Malpighi

atau

lapisan

spinosum/akantosum,

lapisan

ini

merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8
lapisan. Selselnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop
selselnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan
mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena selselnya berduri.
Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain disebut
Interceluler Bridges atau jembatan interseluler. Lapisan granular atau stratum
granulosum, stratum ini terdiri dari selsel pipih seperti kumparan. Selsel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam
sitoplasma terdapat butirbutir yang disebut keratohiolin yang merupakan fase

dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butirbutir stratum


granulosum. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti
selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar
sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin.
Fungsinya mengatur suhu tubuh, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara
penguapan. Kelenjar ekrin terdapat di semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat
pada selaput lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5 juta, yang terbanyak
di telapak tangan. Sekretnya cairan jernih, kirakira 99% mengandung klorida,
asam laktat, nitrogen, dan zat lain. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar
yang bermuara ke folikel rambut. Tardapat di ketiak, daerah anogenital, puting
susu, dan areola.
Kelenjar sebaseus terdapat di seluruh tubuh, kecuali di tapak tangan, tapak
kaki, dan punggung kaki. Terdapat banyak kulit kepala, muka, kening, dan dagu.
Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol, dan zat lain.
Rambut terdapat diseluruh tubuh, rambut tumbuh dari folikel rambut di dalamnya
epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasrnya terdapat
papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling
dalam dan bagian sebelah luar disebut batang rambut. Pada folikel rambut
terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut. Rambut terdiri dari rambut
panjang di kepala, pubis dan jenggot, rambut pendek dilubang hidung, liang
telinga dan alis, rambut bulu lanugo diseluruh tubuh, dan rambut seksual di pubis
dan aksila (ketiak).
Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutupi
permukan dorsal ujung jari tangan dan kaki. Lempeng kuku terdiri dari 3 bagian
yaitu pinggir bebas, badan, dan akar yang melekat pada kulit dan dikelilingi oleh
lipatan kulit lateral dan proksimal. Fungsi kuku menjadi penting waktu mengutip
bendabenda kecil.
b. Dermis

Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit.

Batas dengan epidermis

dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis
tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya
terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris
(stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya
sampai ke subkutis . baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari
jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabutserabut yaitu serabut kolagen,
serabut elastis dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masing
masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan
kekuatan kepada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan
folikel rambut.

c. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulankumpulan selsel lemak dan di antara
gerombolan ini berjalan serabutserabut jaringan ikat dermis. Selsel lemak ini
bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti
cincin.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama
pada tiaptiap tempat dan juga pembagian antar lakilaki dan perempuan tidak
sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau
pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau
untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan
tubuh. Di bawah subkurtis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot
Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus


seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya
bahan kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi
terhadap

mikroorganisme

serta

menjaga

keseimbangan

tubuh

terhadap

lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan


umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat,
kekuningkuningan,

kemerahmerahan

atau

suhu

kulit

meningkat,

memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena
penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada
kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi
perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah
seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat
membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku
bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit
putih dari eropa dan lain-lain.
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit.
Pada organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas,
dan sakit. Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf
telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung
yang berselubung ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik
berakhir sekitar

folikel rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebaratau

berselubung untuk persarafan kulit.Penyebaran kulit pada berbagai bagian tubuh


berbeda-beda dan dapat dilihat dari keempat jenis perasaan yang dapat
ditimbulkan dari daerah-daerah tersebut.
Pada pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang yang
berfungsi sebagai mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap rangsangan
raba. Ujung saraf sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan gerakan rambut
menimbulkan perasaan (raba taktil). Walaupun reseptor sensorik kulit kurang

menunjukkan ciri khas, tetapi secara fisiologis fungsinya spesifik. Satu


jenisrangsangan dilayani oleh ujung saraf tertentu dan hanya satu jenis perasaan
kulit yang disadari.
Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain
menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu :
1. Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar
ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya
bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabutserabut jaringan penunjang
berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan
dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning
(pengobatan dengan asam asetil).
2. Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap
berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang
melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari
hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 56,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan selsel kulit yang
telah mati melepaskan diri secara teratur.
3. Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit

10

dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme.


Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus selsel
epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui selsel
epidermis.
4. Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal
ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur
panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5
derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik
dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi
panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi
penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah
mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas
suhu tubuh tidak dikeluarkan).

5. Ekskresi
Kelenjarkelenjar kulit mengeluarkan zatzat yang tidak berguna lagi atau
zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan
sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat
menyebabkan keasaman pada kulit.
6. Persepsi
Kulit mengandung ujungujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis,
terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila dermis

11

dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf
sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
7. Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel
ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum
dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar
matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan
tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna
kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh
tebaltipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.
8. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal
yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum.
Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.
Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang
amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui
proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kirakira
14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanisme
fisiologik.
9. Pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar
matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses
tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.

Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 3-8

12

2. Untuk mempelajari kelainan-kelainan kulit sebaiknya dibuat pembagian


-

menurut SIMENS (1985) yang membaginya sebagai berikut :


Setinggi permukaan kulit :
1. Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna
semata-mata.

Bentuk peralihan, tidak terbatas pada permukaan kulit :


1. Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh
darah kapiler yang reversibel.

Bentuk peralihan, di atas permukaan kulit :


1. Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahanlahan.
2. Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari
cm garis tengah, dan mempunyai dasar; vesikel berisi darah disebut
vesikel hemoragik.
3. Pustul : vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian
bawah vesikel disebut vesikel hipopion.
4. Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit
berarti didalam kutis atau subkutis.
5. Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal dengan juga istilah
bula hemoragik, bula purulen, dan bula hipopion.
6. Kista : Ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista
berbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat
meradang.
7. Papul : Penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran
diameter lebih kecil dari cm dan berisikan zat padat.
8. Nodus : Massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat
menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1 cm disebut nodulus.
9. Tumor : Istilah umum untuk benjolan yang berdasarkan pertumbuhan
sel maupun jaringan.

Bentuk peralihan, tidak terbatas pada suatu lapisan saja :


1. Sikatriks : terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal,
permukaan kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit.
2. Erosi : Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak
melampaui stratum basal.

13

3. Ekskoriasi : bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai


ujung papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum.
4. Ulkus : hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi.
5. Skuama : lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
.

Berikut ini beberapa gambar dari kelainan kulit diatas :


MAKULA

VESIKEL

URTIKARIA

PAPULA

14

PUSTULA

ABSES

EROSI

SIKATRIKS

ULKUS

15

Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 35-39.
3. Patomekanisme gatal, bercak merah, dan sisik putih pada skenario
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada bercak merah pada kulit adalah
mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV,
suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase
sensitasi dan fase elisitasi.(1)
Fase Sensitisasi
Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati stratum korneum akan di
tangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis, atau diproses secara kimiawi
oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR
menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat,
dan hanya berfungsi sebagai makrofag dangan sedikit kemampuan menstimulasi
sel T. Tetapi, setelah kreatinosit terpajan oleh hapten juga mempunyai sifat iritan,
akan melepaskan sitokin yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu
menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel langerhans dan
meningkatkan sekresi sitokin tertentu serta ekspresi molekul permukaan sel
termasuk MHC kelas 1 dan 2, ICAM-1, LFA-3, dan B7. Sitokin pro inflamasi lain
yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF , yang dapat mengaktifasi sel T ,
makrofag dan granulosit , menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan
pelepasan sitokin juga meningkatakan MHC kelas 1 dan 2.(1)
TNF Menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktivitas Gelatinolisis sehingga memperlancar sel
langerhans lewati mebran Basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat
melalui saluran limfe. Didalam kelenjar Limfe sel langerhans mempersentasekan
kompleks HLA-DR antigen kepada sel T penolong spesifik, yaitu yang
mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel langerhans , dan
kompleks reseptor sel T CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada
atau tidak adanya sel T spesifik ditentukan secara Genetik. Sel langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi untuk menseksresi IL-2 dan mengespresikan
reseptor IL-2, Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T Spesifik, senhingga
menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel T memori akan meninggalkan

16

kelenjar getah bening dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat tersebut individu
menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.(1)
Menurut konsep danger signal bahwa signal antigenic murni suatu hapten
cenderung menyebabkan toleransi , sedangkan sinyal iritannya menimbulkan
sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada
adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari allergen kontak sendiri, dari ambang
rangsang yang rendah terhadap respon iritan , dari bahan kimia infamasi pada
kulita yang meradang atau kombinasi dari ketiganya.(1)
Fase Elisitasi
Fase kedua adalah elisitasi Hipersensitivitas tipe lambat erjadi pada pajanan
ulang allergen seperti pada fase sensitisasi , hapten akan ditangkap oleh sel
langerhans dan diproes secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR
kemudian diekpresikan dipermukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR antigen
akan dipresentasekan kepada sel T yang telah tersensitisassi baik dikulit maupun
dikelenjar limfe, sehingga terjadi proses aktivasi. Dikulit proses aktivasi lebih
kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel langerhans mensekresi IL-1 yang
menstimulasi sel T untuk memproduksi IL-2, dan mengeskspresi IL-2R, yang
akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel T dikulit. Sel T
teraktivasi juga mengeluarka IFN-y yang akan mengaktifkan keratinosit
mengekspresi ICAM-1 Dan HLA-DR adanya ICAM-1 Memungkinkan keratinosit
untuk berinteraksi dengan sel T, dan Leukosit yang lain yang mengekspresi
molekul LFA-1 . sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk
berinteraksi langsung dengan sel T CD4 , dan juga memungkinkan presentase
antigen kepada sel tersebut. HLA-DR Juga dapat merupakan target sel T
sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilka sejumlah sitokin antara IL-1 ,
IL-6, TNF , dan GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel T . IL-1 dapat
menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid. sitokin dan eikosaniod akan
mengaktifkan sell mass dan makrofag. Sel mass yang berada di dekat pembuluh
darah dermis akan melepaskan antara lain histamine, berbagai jenis factor
kemotaktik, PGE2 dan PGD2, dan leukotrin B4. Eikosanoid baik yang berasal
dari sel mas maupun dari keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi vascular
dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan

17

kinin mudah berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu factor
kemotaktik dan eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari
dalam pembuluh darah masuk kdalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan
menimbulkan respons klinik DKA. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara
24-48 jam.(1)
a. Patomekanisme gatal
Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu
terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat
junction dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di
akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua
yang menyebrang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus konlateral hingga
berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuron ketiga yang meneruskan
rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri. Saraf yang menghantarkan
sensasi gatal merupakan saraf yang sama seperti yang digunakan untuk
menghantarkan rangsang nyeri. Ini merupakan serabut saraf tipe C-tak
termielinasi. Hal ini dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal
dan nyeri ketika dilakukan blockade terhadap penghantaran saraf nyeri dalam
prosedur anastesi. 80% serabut saraf tipe C adalah nosireseptor polimodal
(merespons stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya
merupakan nosireseptor mekano-intensif, yang tidak dirangsang oleh stimulus
mekanik namun oleh stimulus kimiawi. Dari 20 % serabut saraf ini, 15% tidak
merangsang gatal (disebut dengan histamine negative), sedangkan hanya 5 %
yang histamine positif dan merangsang gatal. Dengan demikian, histamine adalah
pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini.(2)
b. Patomekanisme bercak merah
Kemerahan yang terjadi diakibatkan karena proses inflamasi. Proses inflamasi
sangat berkaitan erat dengan sistem imunitas tubuh. Secara garis besar imunitas
tubuh dibagi atas 2 yaitu sistem imun bawaan/ nonspesifik dan sistem imun
didapat/spesifik. Nonspesifik akan menyerang semua antigen yang masuk,
sedangkan non spesifik merupakan pertahanan selanjutnya yang memilih-milih

18

antigen yang masuk. Ketiga antigen masuk kedalam tubuh, maka spesialisspesialis fagositik (makrofag dan neutrofil ) akan memfagosit antigen tersebut.(2)
Hal tersebut bersamaan dengan terjadinya pelepasan histamine oleh sel mast
di daerah jaringan yang rusak. Histamin yang dilepaskan ini membuat pembuluh
darah bervasodilatasi untuk meningkatkan aliran darah pada daerah yang
terinfeksi. Selain itu, histamine juga membuat permeabilitas kapiler meningkat
sehingga protein plasma yang seharusnya tetap berada di dalam pembuluh darah
akan mudah keluar ke jaringan. Hal ini yang menyebabkan kulit berwarna
kemerahan.(2)
c. Patomekanisme bintik putih (skuama)
Sel-sel hidup pada stratum basalis mengalami diferensiasi. Kemudian bergerak
ke atas (stratum korneum) menjadi sel-sel mati yang berisi keratin. Pada stratum
korneum sel-sel tanduk menghasilkan sel keratosit yang mengalami keratinisasi.
Tapi karena adanya suatu proses inflamasi sehingga menyebabkan proses dari
keratinisasi terganggu. Sel-sel tanduk yang telah mati mengalami penumpukan
kemudian menyebabkan terbentuknya skuama pada kulit.(2)
Referensi :
1. Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 134-135.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Ertthroderma . In:
Champion RH eds. Rooks, textbook of dermatology,Washington ;
Blackwell Scientific Publications. 1992.

4. Keluhan timbul dikepala, wajah, lengan bawah, dan tungkai bawah karena
penyebaran lesi (bercak) pada tubuh berhubungan erat dengan keaktifan
glandula sebasea. Peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa
(bercak disertai semacam sisik), bersifat kronis, yang sering terjadi di area
kulit berambut dan area kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea

19

( kelenjar minyak, lemak ). Lesi terutama berkembang pada daerah yang


produksi sebumnya tinggi seperti kulit kepala, garis batas rambut, alis mata,
glabela, lipatan nasolabial, telinga, bagian tubuh atas,dada atas, punggung,
ketiak, pusar dan sela paha. Lesi pada kulit kepala dimulai dari pengelupasan
ringan hingga kerak-kerak berwarna kekuningan yang melekat pada kulit
kepala dan rambut, yang bisa memicu atau tidak terjadinya daerah alopesia
(pseudo tinea amiantacea).
Referensi:
1. Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal 1416.
2. Aryin, Benheman Kliegma. Nelson Iilmu Kesehatan Anak. Halaman: 2261.

5. Pengaruh stres psikologis yang memperberat gejala


Secara umum banyak konsep stres yang dikemukakan oleh para ahli, Selye
dan Fortier (1950) menyatakan bahwa stres adalah suatu respons nonspesifik
tubuh terhadap setiap kebutuhan atau stimuli, konsep tersebut lebih bernuansa
biologis, karena perubahan temperatur, mekanik, stres fisik termasuk dalam
konsep ini. Stres dimaksud dapat berupa stres biologis, stres fisik, stres mekanik,
dan stres psikologis. Stimulus stres akan diterima di sistem limbik, susunan saraf
pusat sebagai stress perception, disini akan terjadi perubahan neurokimiawi dan
gelombang otak yang akan diteruskan ke hipotalamus yang akan mengawali
terjadinya

stress

responses

berupa

dilepaskannya

hormon

kortikotropin

(corticotrpin realeasing hormone, CRH) melalui paraventricular nucleus akan


menstimuli kelenjar hipofise anterior untuk melepaskan adrenocorticotropin
hormone (ACTH), sebagai hasil akhir hormon ini akan mengaktifkan korteks
adrenal untuk memproduksi kortisol. Seperti diketahui kortisol merupakan
mediator imunosupresan dan anti-inflamasi. Jalur ini disebut sumbu HPA. Dalam
waktu yang sama respons stres juga akan mengaktifkan sumbu simpatethetic-

20

adreno medullary (sumbu SAM) yang akanmelepaskan norepinefrin dari medula


adrenal.
Kortisol

dan

norepinefrin

sebagai

hormon

stres

utama.

Peran

keseimbangan norepinefrin dan kortisol sangat penting dalam menjaga


keseimbangan peran Th1/Th2 dalam upaya menjaga homeostasis tubuh. Adanya
gangguan pada penyakit kulit misalnya dalam merespons stres, sehingga terjadi
peningkatan norepinefrin secara bermakna dan peningkatan yang tidak signifikan
pada kortisol menyebabkan kelebihan produksi dari IFN- sebagai sitokin proinflamasi yang memegang peran penting patogenesis terutama pada penyakit kulit
misalnya psoriasis.
Norepinefrin selain sebagai neuropeptida juga sebagai hormon karena
disintesis dan dilepaskan dari kelenjar medula adrenal. Norepinefrin melalui
reseptor beta adrenergik pada makrofag dan sel Th1 dapat menstimuli sel Th1
mensintesis IFN- sitokin ini sangat penting dalam patogenesis psoriasis. Pada
keadaan fisiologis, adanya stresor menyebabkan peningkatan norepinepfrin dan
juga peningkatan dari kortisol. Kedua stres hormon ini akan menjaga homeostatis
tubuh dengan menjaga keseimbangan Th1/Th2. Stresor psikologis menyebabkan
dominasi peran sel Th1 sehingga terjadi sintesis IFN- yang berlebihan.
Referensi :
Wardhana, Made. 2012. Stres Psikologis pada Pasien Psoriasis: Suatu Kajian
Psikoneuroimunologi.

(Online),

(http://perdoski.org/doc/mdvi/fulltext/20/111/Stres_Psikologis_Pada_Pasien_Psori
asis_(10-14).pdf, diakses 25 Oktober 2014).

6. Pasien tidak mengalami perubahan dikarenakan :


a. Faktor Genetik

21

Karena faktor penyebab berhubungan dengan genetic sehingga memang


system tubuhnya yang berbeda dengan orang normal, maka penyakit ini sulit
sembuh total. Sampai saat ini belum ada obatnya, semua obat hanya dapat
menekan gejala, yaitu dengan memperbaiki keadaan kulit dan keluhan lainnya
yang disebut clearance atau remisi (gejala mereda atau tidak aktif). Tujuan
pengobatannya adalah mengurangi keparahan dan luas kelainan kulit serta
memperpanjang masa remisinya.(1)
b. Faktor Imunologik
Defek genetik dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen, atau keratinosit. Selain itu sel Langerhans juga
berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis
diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh
sel Langerhans. Pembentukan epidermis lebih cepat (turn over time) hanya 3-4
hari, sedangkan kulit normal lamanya 27 hari. Lebih 90% kasus dapat mengalami
remisi setelah diobati dengan imunosupresif.(2)
c. Faktor Cuaca
Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada musim
panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.(3)
d. Obat-obatan
Obat kortikosteroid merupakan obat bermata dua, pada permulaan
kortikosteroid dapat menyembuhkan, tetapi apabila obat dihentikan penyakit akan
kambuh dan bahkan lebih berat dari yang sebelumnya. .(3)
e. Stres psikologik
Pada sebagian penderita faktor stres dapat menjadi faktor pencetus.
Penyakit ini sediri dapat menyebabkan gangguan psikologis pada penderita,
sehingga menimbulkan lingkaran satu lingkaran setan, dan hal ini memperberat
penyakit. .(3)
f. Sinar Ultraviolet

22

Sinar UV dapat menghambat pertumbuhan sel-sel epidermis, tetapi bila


penderita sensitive terhadap sinar matahari, penyakit akan bertambah hebat karena
reaksi isomorfik. .(3)
Referensi :
1. Lumenta, Nico. A. 2006. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta : Gramedia. Hal
138-139
2. Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI. Hal
189-190.
3. Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal 116-117.

7. Langkah-langkah diagnosis:
Anamnesis yang baik adalah merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis di
mulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, JK, pekerjaan dan
status perkawinan. Kemudian pertanyaan yang kadangg di tujukan adalah :
a.Mengenai keluhan pokok
Dimana mulai terdapat keluhan?
Menjalarkah ?
Apakah hilang timbul?
Berapa lama ?
Apakah kering atau basah ?
Apakah gatal atau sakit?
b. Mengenai penderita dan keluarganya :
Apa penyakit-penyakit yang pernah di derita?
Obat-obat apa yang pernah di gunakan ?
Adakah makanan yang membuat penyakit lebih parah ?
Apa pekerjaan penderita dan baaimana lingkungannya ?
Kegiatan apa yang di lakukan setelah bekerja?
Penyakit apa saja yang di derita oleh keluarga penderita ?
c.Mendeteksi ruam Primer
Makula : Kelainan kulit yanggggg sama tinggi dengan permukaan kulit,

warnanya berubah dan berbatas jelas.


Papula : kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, padat,

berbatas jelas, dan ukurannya tidak lebih 1 cm.


Nadula : sama dengan papul tetapi ukurannya lebih dari 1 cm.

23

Vesikula : kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, berisi

cairan dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm.


Bulla : sama dengan vesikula tetapi ukurannya lebih dari 1 cm.
Pustule : sama dengan vesikula tetapi berisi nanah.
Urtika : kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit,

edematous, berwarna merah jambu, dan bentuknya bermacam-macam


Tumor : kelainan kulit yang menonjol dan ukurannya lebih besar dari 2,5

cm.
d. Mendeteksi ruam sekunder
Skuama : jaringan mati dari lapisan tanduk yang terlepas. Sebagai kulit

menyerupai sisik.
Krusta : kumpulan eksudat atau secret di atas kulit.
Fisura : epidermis yang retak, hingga dermis terlihat. Biasanya
Erosi : kulit yang epidermis bagian atasnya terkelupas.
Ekskoriasio : kulit yang epidermisnya terkelupas. Lebih dalam dari

erosis
Ulkus : kulit (epidermis dan dermis )terlepas karena destruksi penyakit.

Pelepasan ini dapat sampai jaringan subkutan ataulebih dalam.


Parut : jaringan ikat yang kemudian terbentuk menggantikan jaringan
dermis atau jaringan lebih dalam yang telah hilang.

Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan diagnosis, adakalanya

di perlukan pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan yang sering di perlukan :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pemeriksaan rutin urin, darah tepid an kimia darah.


Pemeriksaan mikologi
Percobaan temple (patch test) untuk alergi.
Pemeriksaan bakteriologi
Tes serologic (untuk sifilis, frambusia, dsb)
Pemeriksaan dengan sinar wood
Biopsy untuk pemeriksaan histopatologi.

Referensi : Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal

24

8. Differential Diagnosis dari skenario, antara lain :


PSORIASIS
A. DEFINISI
Psoriasis adalah suatu penyakit kulit termasuk di dalam kelompok
dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronik residif dengan lesi berupa macula
eritema berbatas tegas, di tutupi oleh skuama kasar belapis, berwarna putih bening
seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin tanda auzpitz.

B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi penyakit ini pada orang berkulit putih lebih tinggi dibandingkan
dengan berkulit berwarna. Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur,
walaupun pada bayi dan anak anak jarang, dan tidak ada perbedaan antara laki
laki dan wanita. Umur rata rata waktu gejala pertama timbul pada laki laki 29
tahun dan wanita 27 tahun.
C. ETIOLOGI
Factor genetik berperan. Bila orang tuannya tidak menderita psoriasis
resiko mendapatkan psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya
menderita psoriasis resikonya mencapai 34 % 39 %.
Factor imunologik. Defek genetic pada psoriasis dapat di ekspresikan pada
salah satu dari tiga jenis sel yakni, limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau
keratinosit.
Berbagai factor pencetus, diantaranya stress psikik, infeksi fokal, trauma,
gangguan metabolic, obat obatan, alcohol dan merokok.
D. GEJALA KLINIK
25

Penderita psoriasis umumnya tidak menunjukkan perubahan keadaan


umum, kecuali bila stadium penyakitnya sudah sampai pada eritrodermia. Ada
penderita merasa gatal, kaku, atau merasa sakit bila bergerak.
Gejala pertama psoriasis berupa macula dan papul eritem yang timbul tiba
tiba. Selanjutnya papula membesar secara sentrifugal, sampai sebesar lentikuler
dan numukuler. Beberapa macula ini dapat bergabung membentuk lesi yang lebar
hingga sebesar daun gyrate. Macula eritema ini berbatas tegas dan di atasnya di
dapati skuama yang mempunyai sifat sifat khas. Warnanya putih seperti perak
atau mika, transparan, kering, kasar, dan berlapis lapis. Apabila skuama ini di
gores dengan benda tajam akan tampak sebuah garis putih kabur, dan skuama
menjadi pecah pecah mirip gambaran setetes lilin yang di gores dengan benda
tajam, fenomena ini disebut dengan tetesan lilin. Pabila skuama ini di kupas lapis
demi lapis pada lapisan yang terbawah tampak kulit yang berwarna merah dan
terlihat bintik bintik darah. Tanda ini di sebut auspitz.
Predileksi pada scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ektremitas
bagian ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Bagian tubuh
yang sering terkena gesekan atau tekanan, seperti siku, lutut dan punggung.
Psoriasis yang menyerang kuku jari tangan dan kaki member gambaran
berupa lubang kecil pada kuku yang disebut pitz. Warna kuku menjadi kabur dan
bagian kuku bebas terpisah dari dasarnya. Umumnya kelainan kuku dari distal ke
proksimal hingga terjadi onikolisis.
E. PATHOGENESIS
Perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis. Pembesaran dan
pemanjangan papil dermis menyebabkan epidermodermalbertambah luas dan
menyebabkan lipatan di bawah stratum spinosum tambah banyak. Proses ini juga
menyebabkan masa pertumbuhan kulit menjadi lebih cepat dan masa pertukaran
kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3 4 hari. Stratum
granulosum tidak terbentuk dan didalam stratum korneum terjadi parakeratinosis.
Dengan pemendekan inverval proses keratinisasi sel epidermis dan stratum basal
26

menjadi stratum korneum, proses penanganan dan keratinisasi gagal mencapai


sempurna.
Selain proses keratinisasi terganggu proses biokimia di dalam masing
masing sel berubah. Di dalam epidermis misalnya produksi tonofilamen keratin
dan butir butir keratohialin berkurang dan adenosine 35 monofosfat (AMPsiklik) pada lesi psoriasis berkurang. Ini sangat penting dalam pengaturan
aktivitas mitosis sel epidermis.
F. BENTUK KLINIS
1. Psoriasis pustulosa
Kadang kadang di atas macula eritema psoriasis dapat timbul pustula
dengan ukuran 1 2 cm. penyebabnya tidak jelas,keadaan ini di sebut
psoriasis pustule. Psoriasis pustule mempunyai dua bentuk yaitu:
a. Bentuk barber
Biasanya menyerang telapak tangan, telapak kaki, ujung ujung jari,
dan biasanya simetrik.
b. Bentuk Zumbuch
Timbul tiba tiba dan biasanya berjalan akut. Lesi yang timbul biasa
berupa subjectif misalnya panas dan terbakar. Lesi biasanya timbul di
bagian fleksor dan genetalia. Dapat juga berupa lesi melingkar atau
berupa daerah eritema yang luasnya berupa plakat dan diatasnya
timbul pustule, bahkan dapat timbul eritema yang generalisata. Kuku
menebal dan pecah pecah karena timbul nanah di bawah kuku.
Toksis dan infeksi dapat memperburuk prognosis tipe zumbuch
2. Psoriasis atritis
Manifestasi pertama psoriasis pada sendi adalah pembengkakan sendi dan
sakit di waktu bergerak. Biasanya psoriasis atritis timbul pada sendi
sendi kecil dan dapat menyerang sendi besar. Pada stadium akut sendi
yang terkena bengkak, keras dan sakit. Apabila berlangsung lama,
penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan tulang, efusi sinovia, dan
pemendekan struktur tulang, sehingga sendi sendi sukar bergerak dan
jari jari memendek serta kaku dalam posisi fleksi.
3. Psoriasis eritroderma

27

Psoriasis kronik dan luas dengan perjalanan penyakit yang lama dapat
berkembang menjadi eritroderma. Semua permukaan tubuh menjadi merah
dengan di tutupi skuama putih halus. Umumnya bentuk ini dapat timbul
akibat pemakaian obat topical atau akibat penyinaran terlalu banyak.
G. PENGOBATAN
Penyebab pasti dari penyakit ini belum jelas. Pengobatan di berikan
kemungkinan factor predisposisi dan pecetus, seperti iritasi, dan trauma mekanik
harus di hindari. Pada umunya pengobatan yang diberikan pada psoriasis adalah
obat topical yang dapat menahan atau memperlambat proses mitosis pada lapisan
epidermis. Pengobatan sistemik dipertimbangkan pada apabila penyakitnya sangat
berat atau penderita tidak berdaya.
a. Obat tipikal
Preparat ter misalnya ter kayu (oleum, kandini, ruski) dan ter batu bara
(likuor karbonas detergen, antralin) serta ter fosil (iktiol)
Antralin
Kortikosteroid
Terapi foto
Kemoterapi
Kalsipotriol
b. Obat sistemik
Kortikosteroid
Metotreksat (MTX)
Retinoid
Siklospropin
Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 189-195.

PITIRIASIS RUBRA PILARIS


A. DEFINISI

28

Pitiriasis rubra pilaris (P.R.P) ialah kelainan menahun dengan plak


eritematosa, berskuama, dan papul keratotik folikular.
B. ETIOLOGI
Penyakit ini herediter atau didapat, penyebab pasti belum diketahui.
Bentuk yang herediter mulai pada permulaan masa anak, dominan abnormal, dan
tidak disertai kelainan sistemik, bentuk yang didapat mulai pada setiap umur dan
tidak ada yang sakit seperti ini dalam keluarganya. Diperkirakan salah satu
etiologinya karena kekurangan vitamin A. dugaan lain adalah gangguan kinetic sel
epidermis (keratinisasi menigkat dan proliferasi sel epidermis).
C. PATOGENESIS
Pathogenesis dari pitiriasis rubra pilaris tidak diketahui. Mungkin karena
adanya peningkatan pertumbuhan sel epidermal yang tidak diketahui. Hal ini
didukung oleh adanya keadaan abnormal pada penilaian biokimia dari diferensiasi
epidermal yang ditemukan pada pasien pitiriasis rubra pilaris. Pengaktivan sel T
supresor dan dihalangi oleh sel T helper dapat dipisahkan dari pada pasien
pitiriasis rubra pilaris.
D. GEJALA KLINIS
Pada bentuk herediter meluasnya penyakit bertahap dan perlahan-lahan,
sedangkan bentuk yang didapat, meluasnya angat cepat. Eritema dan skuama pada
muka dan kulit kepala umumnya terlihat terlebih dahulu, kemudian terjadi edema
dan penebalan di telapak tangan dan kaki. Papul folikular keratotik dikelilingi
oleh eritema umunya terdapat pada dorsum jari tangan siku, dan pergelangan
tangan. Kelainan tersebut dapat menyebar ke tempat lain, badan pun dapat
diserang. Kelainan kulit berbatas tegas dan sering terlihat pulau-pulau kulit
normal. Eritema dan skuama dapat meluas ke seluruh permukaan kulit.
Rambut dan gigi tidak menunjukkan kelainan kecuali kuku, kuku
menunjukkan penebalan. Mukosa mulut dapat diserang.Bentuk herediter
mempunyai kecenderungan untuk menetap eumur hidup. Bentuk yang didapat
29

mungkin mengalami remisi. Kelainan sistemik umumnya terjadi, kecuali bila


kelainan sudah menyeluruh.
E. PENATALAKSANAAN
a. Diagnosis
Tidak ada tes laboratorium yang spesifik yang tersedia untuk memperkuat
diagnosis pitiriasis rubra pilaris. Diagnosis dibuat berdasarkan hubungan
antara penemuan klinis dan histopatologi. Ciri histopatologi biasanya
terdapat hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, dan sebukan sel radang
menahun pada dermis atas.
b. Terapi
Pengobatan yang efektif belum ada. Pengobatan topical ialah obat
keratolitik (asam salisilat, urea). Obat yang merupakan barisan 1 ialah
retinoid (asitritin) 0,5-0,75% mg/kg berat badan obat lain ialah
metotreksat.
Pengobatan topical dengan asam salisil (3-20%) kemudian diberikan salap
kortikosteroid dengan bebat oklusif bermanfaat. Dapat pula diobati dengan
krim asam retinoat 0,05%.
Metotreksat, dianjurkan

karena

diduga

mempunyai

kemampuan

menghambat sintesis DNA dan pembelahan sel. Dosis 1,25 mg per hari,
intermiten 2x1 minggu.
Sebagian kasus member respon dengan fotokemoterapi (psoralen dengan
fototerapi ultraviolet A). pasien yang lain memerlukan terapi kombinasi
dengan retinoid atau metotreksat.
F. PROGNOSIS
Ad vitam dapat mengakibatkan problem psokologik. Ad sanationam buruk
untuk bentuk herediter, pada bentuk didapat dapat mengalami remisi.
Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 281.

DERMATITIS SEBOROIK

30

A. DEFINISI
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka,
kronik dan superfisial.
B. ETIOLOGI
Penyebab belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea
berlebihan. Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah
pubertas. Kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormon
trensplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan
membaik bila kadar hormon ini menurun. Penelitian lain menunjukkan bahwa
Pityrosporum ovale (Malassezia ovale), jamur lipofilik, banyak jumlahnya
pada penderita dermatitis seboroik.
C. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis seboroik ini mempunyai predileksi pada daerah yang berambut,
karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata,
bulu mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, daerah lipatan, aksila, inguinal,
glutea, di bawah buah dada. Distribusinya biasanya bilateral dan simetris
berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan
sedang, skuama berminyak dan kekuningan. Dermatitis seboroik jarang
menyebabkan kerontokan rambut.
Ruamnya berbeda-beda, sering ditemukan pada kulit yang berminyak.
Ruamnya berupa skuama yang berminyak, berwarna kekuningan, dengan
batas yang tidak jelas dan dasar berwarna merah (eritem). Pada dermatitis
seboroik ringan, hanya didapati skuama pada kulit ringan. Skuama berwarna
putih dan merata tanpa eritem.
D. HISTOPATOLOGI
Gambaran histologik dermatitis seboroik tidak spesifik, bervariasi sesuai
dengan stadium penyakit. Pada bagian epidermis, dijumpai parakeratosis dan
akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan
perivaskuler. Pada stadium akut dan subakut, epidermis mengalami
ortokeratosis, parakeratosis, serta spongiosis. Pada tepi muara folikel rambut

31

yang melebar dan tersumbat masa keratin, ditemukan gundukan parakeratosis


yang mengandung neutrofil. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas.
Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskuler.
Pada yang kronis, gambarannya hampir sama dengan gambaran hampir sama
dengan gambaran pada psoriasis.
E. PENGOBATAN
1. Tindakan umum
Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan
sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stress emosional,
makanan berlemak, dan sebagainya.
2. Pengobatan topikal
Digunakan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan
selenium sulfide 2%, 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit. Atau dapat
diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1-2%.
Kemudian dapat diberikan krim untuk tempat yang tidak berambut atau
losio/gel kortikosteroid untuk daerah yang berambut.
3. Pengobatan sistemik
Dapat diberikan anti histamine ataupun sedatif. Pada keadaan yang
berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Kalau ada infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotika.
Referensi: Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal
14-16.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 3-8 ; 35-39 ; 134-135; 189-190; 189-195; 281.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Ertthroderma . In:
Champion RH eds. Rooks, textbook of dermatology,Washington ; Blackwell
Scientific Publications. 1992.
3. Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal 14-16;
116-117
4. Aryin, Benheman Kliegma. Nelson Iilmu Kesehatan Anak. Halaman: 2261.

32

5. Wardhana, Made. 2012. Stres Psikologis pada Pasien Psoriasis: Suatu Kajian
Psikoneuroimunologi. (Online),
(http://perdoski.org/doc/mdvi/fulltext/20/111/Stres_Psikologis_Pada_Pasien_P
soriasis_(10-14).pdf, diakses 25 Oktober 2014).
6. Lumenta, Nico. A. 2006. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta : Gramedia. Hal
138-139.

33

Anda mungkin juga menyukai