Anda di halaman 1dari 2

Mulud atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang) Proses ini

dimulai dengan mandi di Sungai Ciwulan.

Bentuk bangunan di Kampung Naga sama baik rumah, mesjid, patemon (balai pertemuan) dan
lumbung padi. Atapnya terbuat dari daun rumbia, daun kelapa, atau injuk sebagi penutup
bumbungan. Dinding rumah dan bangunan lainnya, terbuat dari anyaman bambu (bilik).
Sementara itu pintu bangunan terbuat dari serat rotan dan semua bangunan menghadap Utara
atau Selatan. Selain itu tumpukan batu yang tersusun rapi dengan tata letak dan bahan alami
merupakan ciri khas gara arsitektur dan ornamen Perkampungan Naga.
Rumah yang berada di Kampung Naga jumlahnya tidak boleh lebih ataupun kurang dari 108
bangunan secara turun temurun, dan sisanya adalah Masjid, lei (Lumbung Padi) dan patemon
(Balai Pertemuan). Apabila terjadi perkawinan dan ingin memiliki rumah tangga sendiri, maka
telah tersedia areal untuk membangun rumah di luar perkampungan Kampung Naga Dalam
yang biasa disebut Kampung Naga Luar.
Semua peralatan rumah tangga yang digunakan oleh penduduk Kampung Naga pun masih
sangat tradisional dan umumnya terbuat dari bahan anyaman. Dan tidak ada perabotan seperti
meja atau kursi di dalam rumah. Hal ini tidak mencerminkan bahwa Kampung Naga merupakan
kampung yang terbelakang atau tertinggal, akan tetapi mereka memang membatasi budaya
modern yang masuk dan selalu menjaga keutuhan adat tradisional agar tidak terkontaminasi
dengan kebudayaan luar.
Kampung ini menolak aliran listrik dari pemerintah, karena semua bangunan penduduk
menggunakan bahan kayu dan injuk yang mudah terbakar dan mereka khawatir akan terjadi
kebakaran. Pemangku adat pun memandang apabila aliran listrik masuk maka akan terjadi
kesenjangan sosial diantara warganya yang berlomba-lomba membeli alat elektronik dan dapat
menimbulkan iri hati.

Kampung Naga dilihat dari atas.

Kampung Naga

Anda mungkin juga menyukai