Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
sebabnya teori ini dianggap sebagaisebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit
(Shallow EnvironmentalEthics).
b.Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yangmempunyai nilai
dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengandemikian, biosentrisme
menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwahanya manusialah yang
mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk
hidup bukan hanya manusia saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan
sebagai pusat perhatian.Maka, kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai,
sehingga harusdilindungi dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh
isinyamemilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru
karenaada kehidupan yang terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai
salahsatu bagian saja dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan
bukanlahmerupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia
tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
c.Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk
hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang
termasuk abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang adadidalamnya. Udara,
walaupun tidak termasuk makhluk hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan
seluruh makhluk hidup. Jadi, ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana
kedua-duanya sama-sama menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas
yang lebih luas, yakni komunitasekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog menganut prinsip
biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruhorganisme dan makhluk hidup
adalah anggota yang sama statusnya dari suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga
mempunyai suatu martabat yang sama. Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk
hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah
sebuah hak universal yang tidak bisa diabaikan
Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bhwa hanya manusia mempunyai
tanggung jawab moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan
sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup
melampaui status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya
dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau
memamfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak
dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus harus
memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk
tanggung jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa
pendekatan yang berbeda.
Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974,
William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan
berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang
berkualitas tidak saja merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu
yang harus direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia. Dalam konteks ekonomi
pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya guna menghasilkan
keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak
seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah
sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari
lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka
pada taraf praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak
atas milik pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi pertanyaan
apakah kita harus mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan
malah binatang atau barangkali malah pohon dan mahluk hidup lainnya? Masalah
kontoroversial ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada
etikawan yang amat yakin tentang adanya hak untuk generasi-generasi yang akan dating
dan malah untuk binatang. Etikawan lain menolak dengan tegas hak-hak serupa itu.
Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara tentang hak generasigenerasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya selalu
mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja,
dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita
tidak menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas
kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara keanekaan
hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu sepadan dengan hak dari pihak
lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi kewajiban kita di sini adalah tanggung
jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan keanekaan hayati bukan hak-hak
mereka.
manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam
keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang
bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia yang mempunya nilai,
sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kebutuhan dan kepentingan
hidup manusia. Manusia dianggap berada diluar,diatas dan terpisah dari alam. Bahkan,
manusia dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Cara
pandang seperti ini melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama
sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri
sendiri.Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk
lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang di latar belakangi oleh krisis ekologi yang
bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai
sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam.
Keraf memberikan minimal ada Sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup, yaitu:
1.Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwa alam perlu
dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai
bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai hak untuk
dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama
karena kenyataan bahwa manusia adalah satu kesatuan dari alam.
2.Prinsip Tanggung JAwab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya
masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau
tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula
untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusia untuk mengambil usaha, kebijakan dan
tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu
berarti kelestarian dan kerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama
seluruh umat manusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahumembahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan
kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk
mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak
sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3.Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini terbentuk
dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu, manusia
mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan perasaan
solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain.
Manusia lalu bias merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bias
merasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak
dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena
ia merasa satu dengan alam.Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan
lingkungan dan semua kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegah
manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan didalamnya,
sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya
sendiri.Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku
manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga mendorong
manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang
setiap tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk dan
menentak pengrusakan alam dan kehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena
mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang rusak.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas ekologis
mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.Prinsip kasih
sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang tidak didasarkan
atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai
dan peduli kepada alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang,
sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama
alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas
wawasannya seluas alam.
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang relevan
adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban moral dan tanggung
jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak
perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia
berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini.Sebagaimana juga
dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam
semesta, termasuk binatang dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu
dilakukan dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk
hidup dan hanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital.
Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan dan di luar batasbatas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan kepentingan makhluk hidup lain
(binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa
dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat
(care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dantanggung
jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan
tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak
meyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di
hutan terbakar, tidak membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.
6.Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam
adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak
dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting,
karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya
melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain
itu, pola dan gaya hidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak
berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau
manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan
alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern
harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bias ditolerir oleh alam
7.Prinsip keadilan
contoh kelalaian manusia terhadap lingkungan. Sebenarnya kemajuan ilmu dan teknologi
diciptakan manusia untuk membantu memecahkan masalah tetapi sebaliknya malapetaka
menjadi semakin banyak dan kompleks, oleh karena itu dianjurkan untuk dapat
berperilaku menjadi ilmuwan dan alamiah melalui amal yang ilmiah. Sekecil apapun
perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya harus segera diperbuat untuk bumi yang
lebih baik,bumi adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga dan diwariskan terhadap
anak cucu kita sebagai generasi penerus pembangunan yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan.Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik
(tanah,air,udara) dan biologis (tumbuhan - hewan), Lingkungan buatan (sarana
prasarana),dan lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Perilaku manusia
terhadap lingkungan yang tepat antara lain tidak merusak tanah,tidak menggunakan air
secara berlebih,tidak membuang sampah sembarangan.Dalam rangka usaha manusia
untuk menjaga lingkungan hidup,telah banyak bermunculan perilaku nyata berupa
gerakan-gerakan
peduli
lingkungan
hidup
baik
bersifat
individu,kelompok,swasta,maupun pemerintah. Tapi yang terpenting dari itu semua
adalah bentuk konkrit yang harus dilakukan oleh semua pihak dalam berinteraksi dengan
lingkungan hidup.
lingkungan hidup dalam masyarakat kita, yang dapat dikatakan sebagai moral
lingkungan hidup (Bertens, 2000:295-300). Dari sini pula muncul pertanyaan apakah
perlu disusun semacam kode etik pengelolaan lingkungan hidup?
c.Ketiga, etika lingkungan hidup tidak bertujuan menciptakan apa yang disebut sebagai
eco-fascism (fasis lingkungan, pinjam istilah Ton Dietz, 1996). Artinya, dengan dan atas
nama etika seolah-olah lingkungan hidup adalah demi lingkungan hidup itu sendiri.
Dengan risiko apapun lingkungan hidup perlu dilindungi. Dari segi etika yang bertujuan
melindungi lingkungan dari semua malapetaka bikinan manusia, hal itu tentu saja baik.
Namun buruk secara etis, bila akibatnya membuat manusia tidak dapat menggunakan
lingkungan hidup itu lagi karena serba dilarang. Etika lingkungan tidak hanya
mengijinkan suatu perbuatan yang secara moral baik, melainkan juga melarang setiap
akibat buruknya terhadap manusia.
d.Keempat, ciri-ciri etika lingkungan hidup yang perlu diperhatikan adalah sikap dasar
menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memlihara, belajar menghormati
lingkungan hidup dan kehidupan, kebebasan dan tanggung jawab berdasarkan hati nurani
yang bersih, baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Yang
juga penting adalah soal oreintasi dalam pembangunan, yakni tidak hanya bersifat
homosentri, yang sering tidak memperhitungkan ecological externalities, melainkan juga
ekosentris. Pembangunan tidak hanya mementingkan manusia, melainkan kesatuan antara
manusia dengan keseluruhan ekosistem atau kosmos.
Nilai-nilai etika lingkungan sangat mudah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat,
melalui penerapan konsep lingkungan hidup melalui pendidikan formal yang terintegrasi
dengan mata pelajaran lain misalnya PPKn, Pendidikan Agama, Pendidikan Biologi,
Pendidikan Geografi serta mata pelajaran lainnya yang relevan. Kementerian Pendidikan
Nasional melalui Biro Perencanaan ke Luar Negeri merupakan institusi pemerintah yang
sangat apresiasi dalam menjaga kualitas lingkungan hidup, melalui peningkatan sumber
daya manusia. Hal ini dilakukan agar tercipta intelektual-intelektual muda yang lebih
bermartabat, bersaing dan berdaya guna dalam menyongsong era globalisasi transformasi,
menuju Indonesia yang lebih baik, adil dan makmur.
Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesatu kebiasaan
yangdilakukan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan baik dalam
lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan sikap tersebut antara
lain,dengana
a.Lingkungan Keluarga
lingkungan keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif menanamkannilai-nilai
etika lingkungan.
Hal itu dapat dilakukan dengan :
1. Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua
memberi tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan
menyiram dan memberi pupuk.
2. membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap
anggota keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa malu jika
membuang sapah sembarang tempat.
3.Memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah dan
pekarangan rumah secara rutin.
b)lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di lingkungan
sekolahdengan memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan etika
lingkungan,melalui kegiatan ekstrakulikuler sebagi wujud kegiatan yang konkret
denganmengarahkan pada pembentukan sikap yang berwawasan lingkungan seperti:
1.Pembahasan atau diskusi mengenai isu lingkungan hidup
2. Pengelolaan sampah
3.Penanaman Pohon