Rasulullah n bersabda:
-- : -
: :
- - - . - : .
. - : .- : .- :
:
. - : .
- . :
Jika mayit atau salah seorang dari kalian telah dikubur, datang dua malaikat, hitam (tubuhnya), biru (kedua
matanya), satu dari keduanya bernama Al-Munkar dan yang lain An-Nakir.1 Kedua malaikat bertanya kepada
mayit: Apa yang dulu kamu katakan tentang lelaki ini (yakni Rasulullah n)? Dia pun menyatakan apa yang dulu
dia katakan: Lelaki itu adalah hamba Allah l dan Rasul-Nya, Asyhadu allailahaillallah wa anna Muhammadar
rasulullah. Kedua malaikat menimpali: Sungguh kami telah mengetahui bahwa engkau mengatakan demikian.
Lalu diluaskan kubur untuknya 70 dzira (hasta) kali 70 dzira, dan diterangi, kemudian dikatakan padanya:
Tidurlah engkau. Berkatalah mayit: Kembalikanlah aku pada keluargaku agar aku kabarkan kepada mereka.
Keduanya berkata: Tidurlah engkau sebagaimana tidurnya pengantin, tidak ada yang membangunkan kecuali
orang yang paling dicintainya. Hingga nanti Allah l bangkitkan dari pembaringannya.
Adapun jika mayit adalah seorang munafik, dia akan akan menjawab: Dahulu aku mendengar manusia
mengatakan sesuatu, aku pun mengatakannya aku tidak tahu. Keduanya berkata: Sungguh kami telah
mengetahui bahwa engkau akan berkata demikian. Maka dikatakan pada bumi: Himpitlah dia! Bumi pun
mengimpit mayit hingga tulang-tulang rusuknya bertautan. Terus-menerus azab ditimpakan hingga Allah l
bangkitkan ia dari kuburnya.
Takhrij Hadits
Hadits dengan lafadz di atas diriwayatkan At-Tirmidzi t dalam As-Sunan, Kitab Al-Janaiz bab Ma Jaa fi Azabil
Qabri (Kitab Jenazah bab Azab kubur) (3/163, no. 1071), dari jalan Abdurrahman bin Ishaq, dari Said bin Abi
Said Al-Maqburi, dari Abu Hurairah z.
Melalui jalan ini pula, Al-Imam Ahmad t meriwayatkan dalam Al-Musnad (4/287, 295, 296), demikian pula Ibnu
Hibban t dalam Shahih-nya (7/386, no. 3117), Ibnu Abi Ashim t dalam As-Sunnah (no. 864), dan Abu Bakr AlAjurri t dalam Asy-Syariah (hal. 365).
Semuanya perawi tsiqah, tergolong perawi Al-Imam Muslim t dalam Ash-Shahih, kecuali Abdurrahman bin Ishaq.
Dia adalah Abdurrahman bin Ishaq bin Abdilah bin Al-Harits bin Kinanah Al-Amiri Al-Madani. Ada pembicaraan
pada rawi ini,2 tetapi tidak menurunkannya dari derajat hasan, insya Allah, sebagaimana disimpulkan Al-Hafizh t
dalam At-Taqrib.3
Hadits ini hasan, demikian At-Tirmidzi dan Al-Baghawi memberikan hukum atasnya.
At-Tirmidzi t mengatakan: Haditsun hasanun gharib (Hadits ini hasan gharib). (As-Sunan 3/163)
Al-Baghawi t mengatakan: Haditsun hasanun (Hadits ini hasan). (Syarhus Sunnah, 5/416)
Asy-Syaikh Al-Albani t menghasankannya dalam Takhrij Misykatul Mashabih (1/131). Beliau berkata: Sanad
hadits ini hasan sesuai syarat Muslim.4
Penamaan Al-Munkar dan An-Nakir dikuatkan dengan beberapa syawahid (pendukung). Di antaranya:
Pertama: Hadits Muadz bin Jabal z sebagaimana dalam riwayat Al-Bazzar dalam Al-Musnad (7/97).
Kedua: Hadits Bara bin Azib z diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman(1/358) dan Ath-Thabarani
dalam Tahdzib Al-Atsar (2/500).
Ketiga: Riwayat mauquf dari Abud Darda z, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf
(3/53).
Faedah: Penamaan malaikat Al-Munkar dan An-Nakir termaktub dalam kitab-kitab aqidah salaf. Ini memberikan
isyarat sekaligus menguatkan bahwasanya salaf memandang keabsahan hadits Abu Hurairah z, dan kuatnya
penyandaran hadits tersebut kepada Rasulullah n. Allahu taala alam.
Saudaraku, semoga Allah l merahmati kita. Satu pokok yang wajib kita yakini, bahwasanya agama dibangun di
atas Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, bukan hasil rekayasa pikiran, dorongan hawa
nafsu, atau luapan perasaan. Termasuk iman pada malaikat-malaikat Allah l, tidak boleh kita bertutur dan
meyakini kecuali harus dibangun di atas dalil.
Di atas pokok inilah kita beragama. Termasuk dalam permasalahan Al-Munkar dan An-Nakir, tidak boleh kita
meyakini tentang keduanya kecuali apa yang ditunjukkan dalil Al-Kitab dan As-Sunnah. Demikian pula
sebaliknya, tidak boleh bagi kita mengingkari apa yang telah dinyatakan dalam dalil meskipun terkadang berat
bagi akal sebagian orang untuk menerimanya.
Al-Munkar dan An-Nakir, bagaimana akidah salaf, Ahlus Sunnah wal Jamaah, tentang keduanya? Berikut
beberapa rincian pembahasannya. Wa billahi at-taufiq.
Penamaan Munkar dan Nakir berdasar Hadits yang Tsabit (Tetap) dari Rasulullah n
Hadits Abu Hurairah z adalah hadits hasan sebagaimana telah berlalu pada pembahasan takhrij hadits maka
penamaan kedua malaikat dengan Munkar dan Nakir ditetapkan dengan hadits yang tsabit dari Rasulullah n.
Hadits ini sekaligus menggugurkan perkataan semua kelompok yang meragukan penamaan Munkar dan Nakir
atau bahkan mengingkari keberadaan keduanya, semisal kelompok Jahmiyah, Mutazilah, dan seluruh pengekor
hawa nafsu di masa lalu, sekarang ataupun masa yang akan datang.
Al-Imam Al-Albani t berkata: Dalam hadits ini ada bantahan bagi orang-orang pada masa ini yang mengingkari
penamaan Munkar dan Nakir. (Takhrij Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 399 cet. Al-Maktab Al-Islami)
Orang-orang Jahmiyah misalnya, mereka menganggap bahwasanya iman itu sekadar marifat (mengenal) Allah l.
Oleh karena itu, disebutkan dari Jahm bin Shafwan6 bahwasanya iman manusia sama seperti iman Jibril dan
malaikat-malaikat. Cukup dengan marifah, seseorang telah mencapai kesempurnaan iman. Demikian mereka
sangka.
Meskipun mereka meyakini wujud (keberadaan) malaikat, namun mereka ingkari kebanyakan dari amalanamalan malaikat. Jahm mengingkari malaikat pencatat amal, mengingkari malaikat maut pencabut arwah,
mengingkari azab kubur dan nikmatnya sekaligus malaikat yang mendapatkan tugas ini, juga mengingkari
pertanyaan di alam kubur dan dua malaikat yang mendapatkan tugas ini yaitu malaikat Munkar dan Nakir .7
Adapun Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka aqidah mereka adalah akidah yang bersih dan menyucikan jiwa,
karena dibangun di atas wahyu Allah l, Al-Quran dan As-Sunnah.
*
Janganlah engkau ingkari Nakir dan Munkar karena kejahilan * Jangan pula kau ingkari telaga dan timbangan,
sungguh engkau mendapat nasihat.
Abu Jafar Ath-Thahawi t (239-321 H)8 berkata: Dan (kita mengimani) pertanyaan Munkar dan Nakir dalam
kubur seorang tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya, berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah n dan para
sahabat beliau g. (Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 397 dengan syarah Ibnu Abil Izz Al-Hanafi t)
Al-Imam Al-Barbahari t (329 H)9 berkata: Dan beriman dengan azab kubur serta Munkar dan Nakir. (Syarhus
Sunnah)
Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi t (600 H) berkata: Mengimani azab kubur adalah perkara yang benar, wajib,
dan fardhu . Demikian pula iman kepada pertanyaan Mungkar dan Nakir. (Aqidah Al-Hafizh Taqiyuddin Abdul
Ghani Al-Maqdisi hal. 88)
Al-Imam Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al-Maqdisi t (541-620 H) berkata: Pertanyaan
Mungkar dan Nakir adalah benar, kebangkitan setelah kematian adalah benar, yaitu ketika Israfil q meniup
sangkakala, (sebagaimana Allah l firmankan:)
Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb
mereka. (Yasin: 51) [Lumatul Itiqad hal. 51]10
Apa yang dinukil dari ucapan ulama dalam kitab-kitab aqidah salaf, menunjukkan bahwa penamaan Munkar dan
Nakir adalah bagian yang tidak terlepas dari itiqad (keyakinan) Ahlus Sunnah wal Jamaah baik dari kalangan
sahabat atau generasi sesudahnya, sebagaimana diucapkan Al-Imam Abu Jafar Ath-Thahawi t dalam Aqidahnya bahwasanya penetapan azab kubur termasuk penamaan malaikat Munkar dan Nakir adalah:
berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah n dan dari para sahabat g.11
berkata pada tamunya (mensifati dengan kemungkaran/keasingan) padahal ternyata mereka dari kalangan
malaikat. Allah l berfirman:
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah)
ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: Salaaman, Ibrahim menjawab: Salaamun (kamu)
adalah orang-orang yang tidak dikenal. (Adz-Dzariyat: 24-25) [Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyyah]
Perhatikan ayat ini, Nabi Ibrahim q mensifati malaikat yang bertamu kepadanya dengan ucapan beliau ( ) . Yang
maknanya (Kalian adalah) kaum yang munkar (tidak dikenal). Sifat ini sama sekali tidak menunjukkan celaan
kepada malaikat-malaikat Allah l, tamu Ibrahim. Maka teranglah bahwa penamaan Munkar atau Nakir bukan
sesuatu yang merendahkan malaikat, terlebih penamaan ini shahih dari sabda Rasulullah n.
Ibnul Arabi t mengatakan: Dinamai Munkar dan Nakir yang bermakna umum (karena cobaan keduanya)
mengenai semua mayit yang ditanya, baik kafir atau mukmin (semua tidak luput dari pertanyaan dua malaikat ini,
pen.)12; dan (dinamai Munkar dan Nakir) karena semua orang yang melihat keduanya akan mengingkari
keduanya, karena apa yang ada pada keduanya berupa pemandangan yang menyeramkan, bentuk yang
menakutkan, pembicaraan yang kasar, maqami (alat pukul) yang ada pada tangan-tangan keduanya yang
sangat mengerikan dan menyeramkan. (Aridhatul Ahwadzi, 4/292)
Semoga Allah l melindungi kita dan kaum muslimin dari neraka jahannam, fitnah kubur, serta segala kejelekan di
dunia dan akhirat.
Walhamdulillahi rabbil alamin.
1 Demikian dengan menggunakan alif dan lam: Al-Munkar dan An-Nakir. Dalam sebagian riwayat disebutkan
namanya tanpa menggunakan alif dan lam, Munkar dan Nakir.
2 Al-Imam Ahmad berkata: Shalihul hadits (Haditsnya baik). (Al-Ilal wa Marifatur Rijal, 1/130)
Ibnu Hibban menyebutkan Abdurrahman bin Ishaq dalam Ats-Tsiqat (7/86).
Al-Ijli berkata: Yuktabu haditsuhu wa laisa bil qawi (Haditsnya ditulis, namun dia bukan orang yang kuat).
(Tarikh Ats-Tsiqat)
Abu Hatim berkata: Yuktabu haditsuhu wa laa yuhtaju bihi (Ditulis haditsnya, dan dia tidak dijadikan hujjah). (AlJarh wat Tadil, 5/212. Lihat Tahdzib At-Tahdzib, 6/125-126)
3 Beliau berkata: Shaduq, rumiya bil qadar (Dia seorang yang shaduq/haditsnya hasan, dituduh berpaham
Qadariyah).
4 Lihat juga takhrij beliau atas Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah (hal. 399) dan Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah
(3/379-380, no. 1391)
5 Definisi ini termasuk definisi yang mencakup seluruh permasalahan iman kepada malaikat-malaikat Allah l, baik
terkait dengan sumber keyakinan yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah, atau hal-hal yang harus diyakini tentang
malaikat. Demikian Asy-Syaikh Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah menjelaskan dalam
beberapa muhadharah (ceramah).
6 Adz-Dzahabi mengatakan: Jahm bin Shafwan Abu Mahraz As-Samarqandi, seorang sesat, mubtadi, pemuka
Jahmiyah. Dia binasa di zaman shigar tabiin (tabiin kecil). Aku tidak tahu dia meriwayatkan sesuatu, tetapi dia
telah menebarkan benih kesesatan yang sangat besar. (Mizanul Itidal, 1/426)
Di antara pemikiran Jahm adalah meniadakan sifat Allah l. Keyakinan ini diambilnya dari Jad bin Dirham yang
disembelih oleh Khalid bin Abdilah Al-Qasri di Wasith. Jahm sendiri dibunuh di Khurasan oleh Salm bin Ahwaz
pada tahun 128 H.
7 Mutaqad Firaqul Muslimin wal Yahud wan Nashara wal Falasifah wal Watsaniyin fil Malaikah Al-Muqarrabin
karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Aqil (hal. 242-243).
8 Beliau adalah Al-Imam Abu Jafar Ahmad bin Salamah bin Abdul Malik bin Salamah bin Sulaiman Al-Azdi AthThahawi.
9 Beliau adalah Al-Imam Al-Hafizh Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Khalaf Al-Barbahari Al-Hanbali.
10 Dengan syarah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
11 Juga perkataan Abu Hatim dan Abu Zurah: Kami telah menjumpai ulama-ulama (Ahlus Sunnah, ahlul hadits)
di seluruh negeri baik dari Hijaz, Irak, Mesir, Syam, atau Yaman (yakni mereka semua mengimani Munkar dan
Nakir).
12 Kecuali beberapa golongan yang tidak ditanya sebagaimana ditunjukkan dalam nash-nash.
13 Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-Nya kitab Az-Zuhd wa Ar-Raqaiq (4/2294).
Faedah: Yang dimaksud dengan sabda Rasulullah n: Adam diciptakan dari apa yang disifatkan bagi kalian
adalah bahwa Adam q diciptakan dari tanah sebagaimana Allah l sifatkan dalam Al-Quran, demikian pula yang
Rasul kita sebutkan tentang materi penciptaan Adam.
14 HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shahih no. 1338
15 Bagian dari hadits Bara bin Azib c. Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad t dalam Al-Musnad (4/287-288) dan AlHakim t dalam Al-Mustadrak (1/93-94). Al-Hakim mengatakan: Dalam hadits ini terdapat faedah yang sangat
banyak bagi Ahlus Sunnah dan bantahan bagi mubtadiah (ahli bidah). (Al-Mustadrak, 1/96)
Faedah: Hadits Bara bin Azib dishahihkan banyak ulama, seperti Al-Hakim dan Ibnul Qayyim rahimahumallah.
Adapun Ibnu Hazm dan Ibnu Hibban rahimahumallah, beliau berdua kurang tepat dalam memberikan hukum
terhadap hadits ini dengan kedhaifan. Bantahan (tentang hal ini) dapat dilihat secara rinci dalam kitab Ar-Ruh,
karya Ibnu Qayyim t.
Malaikat malik
Dia adalah penjaga neraka. Allah Taala berfirman,
Mereka berseru, Hai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh
kami saja. Dia
menjawab, Kamu akan tetap tinggal (di Neraka ini).
Sesungguhnya Kami telah
membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan
diantara kamu benci kepada
kebenaran itu (QS. Az Zukruf : 77-78)
malaikat ridwan
Ridwan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ridwan (Bahasa Arab: )adalah nama malaikat yang menjaga pintu surga, walaupun tidak ada
keterangan di dalam Al Qur'an danhadits shahih yang menerangkan secara jelas namanya. Terkadang
namanya diucapkan sebagai "Rizvan" oleh orang Persia, Urdu,Pashto, Tajik, Punjabi, Kashmir dan bahasa
lainnya yang terpengaruh oleh bahasa Persia. Sementara di Perancis disebut sebagai "Redouane".
[1]
Sekarang nama ini digunakan sebagai nama maskulin oleh orang Arab atau orang yang
[sunting]Hadits
tentang Ridwan
Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang nama malaikat ini, akan tetapi hadits berikut ini menurut
mayoritas ulama adalah hadits yang sangat lemah dan tidak bisa saling menguatkan, diantaranya adalah:
Dan penjaga surga adalah seorang malaikat yang bernama Ridhwan sebagaimana datang
dengan jelas di dalam beberapa hadist.[2]
Tidak ada seorang muslim pun yang membaca Yasin sedang dia berada dalam sakaratul maut,
maka tidaklah Malaikat Mautmencabut nyawanya sampai Ridwan penjaga surga memberinya
minuman.[3]
Allah Azza wa Jalla berfirman, Wahai Ridwan, bukalah pintu-pintu surga. [4]
Lalu saya berkata (di dalam surga), Wahai Ridwan, punya siapa istana ini? [5]
Rabbul Izzah Tabaraka wa Taala memanggil Ridhwan dan dia adalah penjaga surga. [6]
Al Waahidy juga telah mengeluarkan hadist secara panjang lebar mengenai malaikat ini di dalam kitabnya
yang berjudul Asbaabun Nuzuul[7] Dengan demikian isnad (periwayat) hadits ini sangat lemah, bahkan
sebagian ulama memasukkan hadist ini dalam kitab Al-Maudhuuaat (hadits-hadits palsu), seperti Abul
Hasan Ali bin Muhammad bin Iraaq al-Kinaani dalam kitabnya Tanziihu Asy-Syariiah Al-Marfuuah anil
Akhbaar Asy-Syaniiah Al-Maudhuuah (1/339).
[sunting]Referensi
1.
2.
3.
^ Ubay bin Kaab diriwayatkan oleh Al-Qadhai dalam Musnad Asy-Syihab (1036) dari jalan
Mukhallad bin Abdil Wahid dari Ali bin Zaid bin Judan dan Atha` bin Abi Maimunah dari Zirr bin Hubaisy
dari Ubay secara marfu. Di dalam sanadnya ada Ali bin Zaid bin Judan yang sudah masyhur sebagai
rawi yang lemah. Ditambah lagi dengan adanya Mukhallad bin Abdil Wahid, yang Ibnu Hibban berkata
tentangnya dalam Al-Majruhin(1096), Mungkarul hadits jiddan (orang yang sangat mungkar
haditsnya).
4.
^ Hadits Abdullah bin Abbas diriwayatkan oleh Abu Asy-Syaikh dalam kitab Ats-Tsawab dan AlBaihaqi dalam Syuab Al-Imantentang kisah berhiasnya surga setiap memasuki ramadhan. Hadits ini
datang dari jalan Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas secara marfu. Haditsnya lemah karena Adh-Dhahhak
tidak mendengar dari Ibnu Abbas.
5.
^ Hadits Abdullah bin Abi Aufa. As-Suyuthi menyatakan dalamAl-Jami Al-Kabir sebagaimana
dalam Kunzul Ummal, Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu Asakir dari Abdullah bin Abi Aufa,
sedang di dalam sanadnya ada Abdurrahman bin Muhammad Al-Maharibi dan Ammar bin Saif,
keduanya sering meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar. Lihat Mizan Al-Itidal (2/585) dan (3/165).
6.
^ Hadits Anas bin Malik diriwayatkan oleh Al-Uqaili dalam Adh-Dhuafa (1/313) dari jalan
Hamzah bin Washil Al-Minqari dariQatadah dari Anas secara marfu, Al-Uqaili berkata setelahnya,
Hamzah bin Washil Al-Minqari, seorang dari Bashrah, majhul dalam periwayatan dan haditsnya tidak
terjaga.
7.