Produksi air dari sebuah sumur dapat disebabkan oleh karena telah terjadi water coning (cone
= kerucut) atau fingering. Water coning terjadi jika air bergerak dari bagian bawah reservoir
secara vertikal menuju bagian bawah perforasi dan membentuk kerucut air sampai terjadi
water breakthrough (air sampai di perforasi). Sedangkan fingering (atau tonguing) terjadi
pada reservoir miring yaitu jika air bergerak dan menyalip minyak yang berada di atasnya
menuju bagian bawah perforasi karena water-oil contact (WOC) yang tidak stabil (lihat
penjelasan stabilitas WOC pada bagian akhir bab ini).
perforasi
perforasi
WOC
Water coning
Water
fingering
Oleh karena itu, kondisi yang menyokong atau mendukung terjadinya coning adalah:
Tekanan sumur (pwf) rendah sehingga menyebabkan pressure drawdown tinggi
Sumur atau perforasi yang terlalu dekat dengan WOC
Tidak ada permeability barrier terhadap aliran vertical.
Baik water coning maupun fingering yang sampai terjadi water breakthrough di perforasi
akan merugikan secara operasional karena:
Produktivitas minyak menurun efek permeabilitas relative,
Lifting cost menjadi lebih tinggi karena fluida di sumur yang lebih berat dan pembuangan air
di permukaan yang lebih banyak, dan
Recovery efficiency menurun karena water cut mencapai economic limit.
Secara historis penanganan produksi air dapat dibagi ke dalam tiga periode:
Periode dimana produksi air diupayakan untuk dicegah atau dieliminasi. Ini terjadi pada masa
awal diketahui bahwa produksi minyak dapat terganggu dengan terproduksinya air.
Pada masa itu, untuk mencegah terproduksinya air dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya:
menempatkan barrier di bawah perforasi seperti telah dilakukan dengan membuat polymer
cushion atau pancake of cement atau
mengurangi pressure drawdown dengan cara mengurangi laju produksi air.
Hal yang kedua tersebut dilakukan dengan menghitung laju produksi kritis. Metode untuk
menghitung critical rate diantaranya metode Meyer dan Garder dan metode Chaney et al.
Periode dimana produksi air diperlambat. Cara ini dapat dilakukan jika diketahui waktu
breakthrough. Untuk menghitung waktu breakthrough dapat digunakan diantaranya metode
Sobocinski dan Cornelius atau metode Bournazel dan Jeanson.
Periode dimana produksi air dibiarkan. Pada saat ini, dapat dikatakan praktek produksi
minyak dilakukan tanpa mengindahkan produksi air. Sepanjang minyak masih bisa diperoleh
secara ekonomis maka produksi air tidak menjadi halangan. Dalam periode ini muncul
metode peramalan produksi air setelah terjadi water breakthrough. Metode tersebut
diantaranya adalah metode Kuo dan DesBrisay.
Seperti diketahui, produksi minyak dan/atau gas melalui sumur dapat terjadi jika terdapat
perbedaan tekanan p sebesar (p pwell). Untuk sistem reservoir minyak-air, perbedaan
tekanan ini menyebabkan batas minyak-air bergerak ke atas, yaitu ke arah sumur (perforasi).
Gerakan dalam arah vertikal terjadi terutama pada sumbu sumur. Kerucut air terbentuk bila
p (psi) melebihi harga tekanan hidrostatik kolom fluida setinggi hc, yaitu antara batas
minyak-air sampai bottom perforation seperti ditunjukkan pada gambar skematik berikut ini:
hc
WOC
Kerucut air (water coning) akan terbentuk jika: p > 0.433 (w- o)hc
Water Coning, hal. 2
dimana:
: Specific gravity
hc : Jarak antara perforasi terbawah dengan WOC, ft p : Pressure drawdown pada sumur,
psi.
Untuk menghindari tembus air yang lebih awal (premature) harus diusahakan agar interval
perforasi yang terbawah tetap jauh dari WOC karena, seperti disebutkan di atas, tembus air
menyebabkan recovery atau produksi minyak terganggu, yaitu jumlah minyak yang
terproduksi berkurang.
Persoalan kerucut air (water coning) menyangkut persoalan penentuan beberapa parameter
yang terkait dengan proses kejadiannya. Parameter-parameter tersebut akan menentukan
terjadi-tidaknya water coning (juga gas coning) dan kinerja reservoir. Dua parameter yang
penting dalam hal ini adalah laju alir kritis dan waktu tembus air (water breakthrough time).
Oleh karena itu, biasanya persoalan yang harus dijawab dalam menghadapi persoalan water
coning adalah:
Berapakah laju alir kritis, yaitu laju alir maksimum agar tidak terbentuk kerucut air
Bila kerucut air tidak bisa dihindari, berapa lama air akan sampai di perforasi, yaitu perkiraan
waktu tembus air (tBT)
Bagaimanakah kinerja reservoir dengan kerucut air tersebut.
Namun demikian, seperti telah disebutkan di atas, pada saat ini praktek produksi minyak di
lapangan sebenarnya tidak terlalu memikirkan jumlah air terproduksi. Yang penting adalah
minyak tetap terproduksikan dan tersedia fasilitas yang memadai untuk mengolah air (water
treating facilities).
Kedua parameter di atas, yaitu laju alir kritis dan waktu tembus air, sebenarnya menyangkut
parameter-parameter yang terdapat dalam daerah penyerapan sumur (drainage area), sifat
fisik fluida, completion interval, dan permeabilitas vertikal dan/atau horizontal. Berikut
dijelaskan beberapa metode perhitungan dalam upaya menjawab persoalan coning, khususnya
water coning.
Penentuan Laju Kritis
Upaya untuk mengembangkan metode penentuan laju alir kritis telah dilakukan oleh berbagai
kalangan. Diantara yang telah mempublikasikan metodenya adalah:
- Meyer dan Garder
Water Coning, hal. 3
Chierichi et al.
Schols
Muskat dan Wyckoff
Wheatley
Piper dan Gonzalez
Hoyland et al.
Chaney et al.
Kuo dan DesBrisay (sama dengan metode Schols).
Pada dasarnya, semua metode di atas menggunakan persamaan yang sama, yaitu:
qc =
2
0.003073h ko
DC
oBo
dimana:
qc
=
laju alir kritis minyak, STB/hari
ko
=
D
=
ketebalan interval perforasi, ft
o
=
viskositas minyak, cp
Bo
=
factor volume formasi, bbl/STB
B
qDC =
dimensionless critical rate
=
w - o untuk system air-minyak dan = o - g untuk system minyak-gas.
Yang membedakan kesemua metode tersebut pada umumnya adalah dalam hal penentuan
qDC. Di bawah ini dijelaskan beberapa dari metode untuk menghitung laju alir kritis tersebut.
Metode Meyer dan Garder:
Dengan cara analitik untuk sistem isotropik, Meyer dan Garder mendefinisikan:
1
D
2
qDC =
2 ln(re
/ r w)
oBo ln(re / r w)
dimana:
perforasi
WOC
Water coning
oBo
dimana qcurve (critical rate dari kurva) diperoleh secara grafis dan merupakan fungsi dari
ketebalan zona produktif, interval perforasi, dan jarak top perforasi ke top formasi atau ke
GOC (jika ada gas cap). Kurva Chaney et al. secara skematik ditunjukkan berikut ini.
yang berbeda
o Bo
dimana:
D
2
re
0.14
qDC =
0.432
+
1
(
)
ln(
/
)
re
rw
ko
1
D
2
re
0.14
qc =
0.432
+
1
(
)
ln(
/
o
o
re
rw
)
A = (w o) ko (h D ) (2049)oBo
B = 0.432 +
ln(re / r w)
re
0.14
C=
Penyelesaian:
Metode Meyer dan Garder:
qc =
0.001535(w o ) ko (h
2
D )
oBo ln(re / r w)
qc =
0.001535(1.05 0.8)(100)(
50
2
10
2
)
= 9.6 STB/hari
(1.0)(1.2) ln(745 / 0.25)
oB o
oBo
qc =
0.000877(1.05 0.8)(100)(50)(50 10)
= 36.5
STB/hari
(1.0)(1.2)
o Bo
qc =
0.000717(100)(1.05 0.8)(50)(50 10)
= 29.9
STB/hari
(1.0)(1.2)
Catatan:
Terlihat bahwa perbedaan antara harga-harga qc hasil perhitungan berbagai metode di atas
cukup signifikan. Menurut Tracy, harga qc yang dihasilkan oleh metode Bournazel dan
Jeanson merupakan yang paling dekat dengan kenyataan di lapangan dibandingkan dengan
harga hasil metode lainnya. Namun demikian, terlepas dari perbedaan harga qc masing-
masing metode tersebut, keempat metode kenyataannya memprediksi qc yang relatif terlalu
rendah secara ekonomis.
Penentuan Waktu Tembus Air
Metode Sobocinski dan Cornelius:
Metode ini menentukan waktu tembus air (time to breakthrough) dari air ketika laju produksi
lebih besar dari laju produksi kritis. Metode ini didasarkan pada studi eksperimental yang
memodelkan aliran di dekat sumur seperti ditunjukkan secara skematik berikut ini:
Media pasir
water breakthrough
Minyak
water
cone
dengan warna
Air
yang berbeda
Dimensionlees time:
td
=
0.00137(w o )(k h )(1
+M )t
o h Fk
dimana:
w, o =
masing-masing densitas air dan minyak, gr/cc
kh =
permeabilitas horizontal, md
h =
ketebalan zona minyak, ft
hc =
ketinggian kerucut air pada saat breakthrough yaitu sama dengan jarak dari WOC awal
ke bagian bawah perforasi, ft
o =
viskositas minyak, cp
= porositas, fraksi
= konstanta, dimana untuk M < 1 maka = 0.5, dan untuk M 1, = 0.6. M adalah mobility
ratio.
Fk =
kh
kv
td =
t
BT
Hubungan antara Z dan td ditunjukkan oleh kurva yang secara skematik terlihat seperti
berikut ini:
Breakthrough curve
Z
Departure
curves
sehingga selanjutnya kerucut tumbuh lebih cepat. Untuk menentukan time to breakthrough
dilakukan prosedur berikut:
Hitung Z dengan persamaan di atas.
Dengan harga Z tersebut, gunakan breakthrough curve (lihat Ref. Smith, Tracy, dan Farrar)
untuk menentukan td.
Hitung tBT dengan persamaan di atas, dimana:
t BT =
o h Fk td
+M )
BT
=
ohFk (t d )BT
+M
dimana:
( d )BT
3.0 (0.7) Z
Satuan yang digunakan sama seperti satuan yang digunakan dalam metode Sobocinski dan
Cornelius.
Metode Kuo dan DesBrisay:
Kuo dan DesBrisay melakukan review terhadap hampir seluruh metode yang telah
dipublikasikan sebelumnya. Selanjutnya, dengan menggunakan model coning numerik,
mereka menambahkan, memodifikasi, mengembangkan sebuah korelasi untuk prediksi
kinerja water coning, yaitu menghitung water-cut untuk reservoir bottom water. Menurut Kuo
dan DesBrisay, kurva breakthrough dari Sobocinski dan Cornelius yang berbentuk hiperbolik
dapat digantikan oleh persamaan:
(t d )BT = Z (16 + 7Z 3 Z
4 (7 2Z)
Berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa untuk harga Z = 3.5 maka harga (td)BT akan
berharga infinite. Menurut Tracy, hal ini berarti bahwa pada harga Z = 3.5 (atau infinite
(td)BT), laju alir yang terjadi adalah laju alir kritis. Oleh karena itu, dengan memasukkan harga
Z = 3.5 ke dalam persamaan Sobocinski dan Cornelius diperoleh:
=
oBoqo
atau
qo = qc =
0.000877(w o )(k h )(h hc )
oB o
Namun, seperti dijelaskan pada bagian berikut ini, Kuo dan DesBrisay menggunakan
formulasi Schols untuk menghitung laju alir kritis.
Peramalan Kinerja Reservoir Dengan Kerucut Air
Di atas telah dijelaskan bahwa berdasarkan metode yang telah dipublikasikan sebelumnya,
Kuo dan DesBrisay telah mengembangkan metode untuk memperkirakan kinerja water-cut
untuk reservoir bertenaga dorong bottom water. Dalam hal ini, mereka menggunakan metode
Bournazel dan Jeanson untuk menghitung time to breakthrough. Berdasarkan model coning
numerik yang mereka gunakan, Kuo dan DesBrisay memulai produksi air pada harga tBT
sama dengan setengah harga tBT dari Bournazel dan Jeanson, yaitu:
* =1 t
t BT
2 BT,(Bournazel&Jeanson)
Kinerja yang dihitung adalah setelah tembus air karena produksi kumulatif total sampai waktu
tembus air adalah sama dengan qo x tBT tanpa ada air yang terproduksi. Untuk penentuan
kinerja water cut tersebut, Kuo dan DesBrisay mendefinisikan dua parameter dimensionless,
td dan (WC)d sebagai berikut:
td=
t
BT
(WC)
=
WC
(WC)
limit
(WC)limit =
Mh w
, dengan M =
Mh w + h o
o
dimana:
td = dimensionless time t = waktu nyata, hari
Water Coning, hal. 11
tBT = time to breakthrough menurut Bournazel dan Jeanson, hari (WC)d = dimensionless
water cut
WC = water cut nyata, fraksi.
Untuk menghitung (WC)limit, diperlukan asumsi tambahan. Asumsi tersebut adalah bahwa
hanya terjadi aliran air pada arah vertikal dengan tekanan konstan dan luas permukaan
konstan. Dengan asumsi ini, maka dengan menggunakan material balance diperoleh:
Np
1 S
wc
o
=H
o
1
N
1
Swc
S
or
1 Swc
hw=Hw
+ Ho
N
1
wc Sor
dimana:
Ho = original oil zone thickness (antara WOC dengan top dari zone minyak), ft Hw = original
water zone thickness, ft
ho, hw = masing-masing ketebalan zone minyak dan air pada saat ini, ft Swc = Saturasi air
konat, fraksi
Sor = Saturasi minyak residual, fraksi Np = Produksi minyak kumulatif, STB N = Isi awal minyak
di tempat, STB
Selanjutnya, hubungan antara dimensionless water cut (WC)d dengan waktu sebagai berikut :
(WC)d = 0
Metode peramalan water cut dengan metode Kuo dan DesBrisay ini dilakukan dengan cara
coba-coba dengan prosedur sebagai berikut:
1. Tentukan laju produksi kritis menggunakan persamaan Bournazel dan Jeanson:
qc =
0.000717(k h )(w
o )(h)(hc )
STB/hari
oB o
Tentukan tBT dengan prosedur sebagai berikut: Hitung Z dengan metode Sobocinski dan
Cornelius:
Berdasarkan harga Z tersebut, hitung waktu breakthrough dengan metode Bournazel dan
Jeanson:
( d )BT
Z
3.0 (0.7) Z
Hitung waktu breakthrough dengan metode Bournazel dan Jeanson, yaitu menggunakan
persamaan Sobocinski dan Cornelius dengan = 0.7, yaitu:
BT
=
ohFk (t d )BT
dimana: Fk =
kh
kv
3. Gunakan waktu tembus air tBT sama dengan setengah harga tBT dari Bournazel dan Jeanson
di atas, yaitu:
1
*
t BT = 2 t BT
*
Hitung produksi kumulatif minyak sampai waktu tembus air berdasarkan batasan t BT di
atas, sehingga:
*
p BT = ( t BT )
qT , STB
Lakukan peramalan mulai dari waktu tembus air dengan anggapan pertambahan produksi
minyak sebesar Np selama tang.
Np
j+1
= Np
BT
+
Np
atau
nj+1
= nj +
n, dimana n j =
Np j
1 Swc
h w = H w + Ho n j+1
1
S S
wc
or
1 Swc
h o = Ho 1
n
j+1
1
S S
wc
or
(WC)limit =
Mh w
Mh w + h o
td=
*
t BT + t
BT
(WC)d = 0
jika td < 0.5
(WC)d = 1.0
jika td > 5.7
9.
Tentukan water cut nyata dimana:
(WC) = (WC)d(WC)lim
(WC) = fw
10.
Hitung laju alir minyak dengan water cut di atas:
oj+1
= (1 f
)q
wj+1
Ingat bahwa sampai waktu breakthrough, yang terproduksi hanya minyak, sehingga laju alir
minyak sampai waktu breakthrough adalah
q =q
oj
o BT
=q
oj
Hitung waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan tambahan kumulatif minyak jika laju alir
minyak adalah laju alir rata-rata:
t hit = q
Np
ang
hit
ang
(volume minyak pada daerah pengurasan sumur) = 4.2 x 10 STB, Swc = 0.288, Sor = 0.331.
Tembus air (breakthrough) terjadi pada tBT = 104.5 hari. Peramalan untuk
t1 = 61 hari
setelah tembus air menghasilkan ( Np)1 = 5000 STB dengan qo = 60.6 STB/hari. Jika
peramalan selanjutnya yang menghasilkan ( Np)2 = 5000 STB dengan
menggunakan
anggapan t, ( t)ang, = 92 hari, tentukan apakah anggapan tang = 92 hari tersebut sudah
memenuhi kriteria:
tang
t hit
t ang =
t ang
t hit
2
Penyelesaian:
Secara skematik reservoir bottom water tersebut jika terjadi water coning terlihat sebagai
berikut:
perforasi
Ho = 42 ft
WOC
Hw = 60 ft
Dalam melakukan peramalan untuk timestep yang kedua maka gunakan data hasil peramalan
timestep pertama:
Anggap t BT = 104.5 hari, maka produksi kumulatif minyak sampai waktu tembus air
*
berdasarkan batasan t BT di atas adalah:
*
Np BT = ( t BT ) qT , STB
= Np
BT
+
Np
nj=
N
Np j 15,450
6 = 3.68x103
=
4.2x10
Sekarang, untuk peramalan pada timestep kedua dengan pertambahan produksi minyak Np
= 5000 STB selama
tang = 92 hari .
p j+1
=N +
pj
Np2
p j+1
atau
n j+1
=
Np j+1
=
20,450
= 4.87x10
N
6
4.2x10
1 Swc
h w = H w + Ho n j+1
1
S
S
wc
or
10
1 0.288
h w = 60 + 42 4.87x
3
= 60.39 ft
1
0.288 0.331
1 Swc
h o = Ho 1 n j+1
1
S
wc
or
1 0.288
ho = 42 1 4.87x10
= 41.61 ft
1 0.288 0.331
Sehingga
hit
(WC)limit =
Mh w
Mh w + h o
(WC)lim it =
(3.27)(60.39)
= 0.826
(3.27)(60.39) +
41.61
dan karena
td
=
*
t BT +
*
t BT
td
=
*
t BT +
t1 + t 2
t
*
BT
td
=
104.5 + 61 + 92
= 2.464 , yaitu berada pada selang 0.5 td 5.7
104.5
maka:
(WC)d = 0.94 log td +0.29
(WC)d = 0.94 log (2.464) + 0.29 = 0.658
Dengan demikian water cut nyata dapat dihitung, dimana: (WC) = (WC)d(WC)lim
(WC) = fw = (0.658)(0.826) = 0.5435 Sehingga:
oj+1
= (1 f
)q
wj+1
oj+1
+q
oj
qo =
45.65 + 60.6
= 53.1 STB/hari
2
dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan tambahan kumulatif minyak sebesar Np =
5000 STB jika laju alir minyak rata-rata = 53.1 STB/hari adalah:
Np
qo
Water Coning, hal. 17
92 94.16
92
Contoh 3: Peramalan Kinerja Reservoir Dengan Water Coning 2
Suatu reservoir minyak dengan bottom water drive dan berpotensi terjadi water coning
memiliki data sebagai berikut:
Ho = 42 ft, Hw = 60 ft, hc = 21 ft, qt = 100 STB/hari (konstan dari sebelum sampai sesudah
breakthrough), kh = 90 md, Fk = kh/kv = 10, M = w/o = 3.27, Swc = 0.288, Sor = 0.337, =
0.25, D = 21 ft, re = 1053 ft, rw = 0.29 ft, o = 1.44, w = 1.095 gr/cc, o = 0.861 gr/cc, Bo =
1.102 bbl/STB, = 0.05.
Lakukan peramalan kinerja reservoir menggunakan prosedur Kuo dan DesBrisay.
Penyelesaian:
Prosedur peramalan memerlukan data N yang terhitung sebagai:
2
N = (re r
w)h(1
0.000717(90)(1.095 0.861)(42)(21)
(1.44)(1.102)(100)
0.359
( d )BT
= 0.131
3.0 (0.7)(0.359)
BT
=
(1.44)(0.25)(42)(10)(0.131)
= 208.5 hari
0.7
t BT
=
1
(208.5) =104.5 hari
4.
Np
BT
Np
=
Np
BT
p j+1
= Np j +
Np =10,450 + 5000 =15,450 STB, atau
n j+1 =
15,450
= 0.00367
4.21x10
10.288
6.
h w = 60 + 42 0.00367
= 60.29
ft
10.288 0.337
1 0.288
ho
= 42 1
0.00367
= 41.71 ft
1 0.288 0.337
7.
(WC)
lim it
(3.27)(60.29)
= 0.825
(3.27)(60.29) + 41.71
td =
104.5
104.5
+40
100 + 62.2
q 81.1 STB/hari 2
t hit =
5000
81.1 = 61.7 hari
40 61.7
104.5
100 + 60.5
q 80.25 STB/hari 2
5000
.25 = 62.3 hari
t hit = 80
61.7 62.3
h
h
wj
oj
(WC) j
qj
BT
104.1
10,407
60.00
42.00
0.000
100.00
-
1
165.8
15,407
60.29
41.71
0.396
80.189
0.01058
2
260.5
20,407
60.39
41.61
0.549
52.746
0.00099
3
391.0
25,407
60.48
41.52
0.686
38.245
0.00182
4
597.1
30,407
60.58
41.42
0.830
24.204
0.00232
5
888.8
35,407
60.67
41.33
0.828
17.137
0.00023
6
1179.3
40,407
60.77
41.23
0.828
17.213
0.00007
7
1470.7
45,407
60.86
41.14
0.829
17.158
0.00003
8
1763.0
50,407
60.96
41.04
0.829
17.103
0.00015
9
2056.3
55,407
61.05
40.95
0.830
17.049
0.00007
10
2350.5
60,407
61.14
40.86
0.830
16.994
0.00008
atas water-oil contact (berada di bagian atas struktur) dari reservoir yang miring, dan mungkin
pula ditambah oleh akibat gejala geologi dan/atau efek kapileritas, maka water-oil contact
juga dapat berada dalam keadaan tidak horizontal. Untuk melakukan analisis batas air minyak
yang tidak horizontal tersebut, tinjau skema berikut:
Perforasi sumur
WOC
WOCi
Jika produksi dilakukan pada laju yang terlalu tinggi, maka water-oil contact dapat menjadi
tidak stabil karena air bergerak menuju sumur produksi pada bagian bawah struktur
mendahului minyak yang berada pada bagian atas struktur. Akibatnya water-oil contact yang
semula pada posisi A-B menjadi A-B seperti terlihat pada gambar skematik di atas. Untuk
reservoir yang mempunyai lapisan tunggal, hal ini hanya akan terjadi jika terdapat keadaan
unfavorable, yaitu mobility ratio, M, lebih besar dari 1.0. Dalam hal ini, air lebih mudah
bergerak dibandingkan dengan minyak. Karena pada umumnya densitas air lebih besar
daripada densitas minyak maka gravity force akan menyebabkan air cenderung tetap bergerak
di bawah minyak. Akan tetapi jika laju alir sangat tinggi, maka akan terjadi
ketidakseimbangan dinamis antara viscous force dan gravity force sehingga dengan keadaan
unfavorable (M > 1) water-oil contact menjadi tidak stabil. Sebaliknya, pada laju alir yang
rendah maka water-oil contact akan stabil dan bidang kontak bergerak secara horizontal. Jadi,
yang dimaksud dengan water-oil contact stabil adalah sudut antara bidang kontak dengan
bidang struktur (yaitu sudut ) adalah konstan. Jika karena sesuatu hal seperti disebutkan di
atas bidang kontak tidak horizontal, maka water-oil contact yang stabil artinya sudut (yaitu
sudut antara bidang kontak dengan bidang struktur) konstan. Dengan kata lain, water-oil
contact yang tidak stabil artinya sudut berkurang terhadap waktu yang dalam hal ini disertai
keadaan dimana air mendahului minyak. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini akan
disampaikan pada Bab V: Segregation Drive.
Hubungan antara sudut , sudut , gravity forces, dan mobility ratio adalah:
tan = [G (M 1)]tan
dimana
G=
0.488(w o )k A k rw sin
q t w
M=
kw/
w
=
k rw /
w
k ro / o
ko / o
Observasi:
Jika M = 1.0, maka water-oil contact akan tetap stabil, berapapun laju produksi
Jika M < 1.0, maka water-oil contact pasti stabil, tidak mungkin tidak stabil. Kenyataannya,
sudut akan cenderung lebih besar dibandingkan dengan sudut .
Jika G > (M-1), maka water-oil contact akan stabil.
Jika G < (M-1), maka water-oil contact akan tidak stabil
Jadi, ketidakstabilan hanya akan terjadi jika M > 1. Dengan asumsi M > 1, maka
ketidakstabilan tersebut akan terjadi ketika G = (M-1). Oleh karena itu, laju alir kritis, yaitu
laju maksimum supaya water-oil contact tetap dalam keadaan stabil diperoleh dengan
substitusi G = M 1 pada persamaan di atas untuk mendapatkan (qt)critical, yaitu:
k rw /
w
1
=
0.488(
w
)k A k
rw
sin
k ro / o
qtw
atau
( t )critical
0.488(w o )kASin
ro
rw
https://www.scribd.com/doc/268472215/3-II-Water-Coning#download