KLT Arinal
KLT Arinal
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah
tropis asal Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui tumbuh di daerah-daerah
basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan (sampai ketinggian 1.000
m dpl). Di daerah dataran tinggi, sebenarnya pepaya dapat tumbuh, tetapi buah
yang dihasilkan kurang optimal (Sujiprihati dan Suketi, 2009).
Gambar 1 : Pepaya (Carica papaya Linn.)
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang tergolong buah
terpopuler dan digemari oleh seluruh penduduk penghuni bumi. Daging buahnya
lunak, warna merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan, karena
mengandung banyak air. Nilai gizi buah ini cukup tinggi karena banyak
mengandung provitamin A dan vitamin C juga mineral kalsium. Pemanfaatan
pepaya cukup beragam daun pepaya, bunga dan buah yang masih mentah dapat
dibuat sebagai bahan berbagai ragam sayuran. Dan buah yang masak biasanya di
buat manisan, buah dalam sirup, saus, selai, dan sebagainya (Kalie, 1996).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Pepaya
Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya Linn.
2.2 Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan
senyawa yang berasal dari hewan). Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhtumbuhan
dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi.
Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk
tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang
sedikit. Selanjutnya dalam Meyers Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan
bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-tumbuhan, dan sering
dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas
karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen.
Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa) dikarenakan
adanya sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat
sebagainya lalu basa bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform,
eter, dan sebagainya. Beberapa alkaloid jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita
menggunakan pelarut reaktif. Untuk alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina
dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan.
Larutan dalam air yang bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan
kemudian alkaloid diekstraksi dengan pelarut organik sehingga senyawa netral
dan asam yang mudah larut dalam air tertinggal dalam air (Robinson, 1995).
Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas
biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan proto alkaloid
larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter,
kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik
polar .
Sistem klasifikasi yang diterima adalah menurut Hegnauer yaitu berdasarkan
asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya dengan asam amino (aktivitas, asal
usul asam amino dan sifat kebasaannya), alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
(1) True alkaloid, (2) Proto alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid.
(2) 2.3.2 Maserasi
(3) Menurut bahasa maserasi adalah macerare artinya merendam. Sedangkan
(4) menurut istilah maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara
(5) mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air
(6) (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode
(7) waktu tertentu sesuai dengan aturan buku resmi kefarmasian.
(8) Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
(9) dengan cara merendam 10 bagian serbuk simplisia dengan 75 bagian cairan
(10)
penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya sambil
(11)
berulamg ulang diaduk. Pengadukan diperlukan untuk meratakan
konsentrasi
(12)
larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut
(13)
tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil kecilnya
(14)
antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Cairan penyari akan
(15)
menembus dinding sel (Anonim, 1995).
(16)
2.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(17)
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmialoff dan Schraiber
(18)
pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
(19)
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom
yang
(20)
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada KLT, fase
diamnya
(21)
berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang
(22)
didukung oleh lempengkaca, pelat aluminium,atau pelat plastik. Meskipun
(23)
demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari
(24)
kromatografi kolom.
(25)
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
(26)
sepanjang fase diam karena pengaru kapiler pada pengembangan secara
menaik
(27)
(ascending),atau karena pengaruhgravitasi pada pengambangan secara
menurun
(28)
(descending ) (Gandjar dan Rohman, 2007).
(29)
Pada dasarnya prinsip pada KLT sama dengan kromatografi kertas hanya
(30)
KLT mempunyai kelebihan yang khas dibandingkan dengan kromatografi
kertas
(31)
yaitu keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya (Harborne, 1996).
(32)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupaka metoode kromatografi cair yang
(33)
paling sederhana, penggunaannya telah meluas dan diakui merupakan cara
(34)
pemisahan yang baik. KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai
(35)
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, ataupun preparatif.
(36)
Maksudnya, KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa
seperti
(37)
ion anorganik, kompleks senyawa organik dan anorganik, dan senyawa
organik
(38)
baik yang terdapat di alam dan senyawa organik sintetik. Kedua, dipakai untuk
(39)
menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai pada
(40)
kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi/KCKT (Gritter,
1991).
(41)
Kromatografi lapis tipis memiliki beberapa keuntungan : (1) kromatografi
(42)
lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis, (2) identifikasi pemisahan
(43)
komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warana, fluoresensi, atau dengan
(44)
radiasi menggunakan sinar ultra violet, (3) dapat dilakukan elusi secara
menaik
(45)
(ascending), atau dengan cara elusi 2 dimensi, dan (4) ketetapan penentuan
kadar
(46)
akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak
yang
(47)
tidak bergerak (Gandjar dan Rohman, 2007).
(48)
Selain itu, kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis ialah karena dapat
(49)
dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi,
cepat
(50)
dan mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan dapat
(51)
dilaksanakan lebih cepat. Kromatografi ini menggunakan lempeng kaca atau
(52)
plastic yang dilapisi dengan adsoben berupa serbuk halus dengan ketebalan
0,1
(53)
0,25 mm (Sudjadi, 1998).
(54)
Perpindahan komponen atau senyawa pada kromatografi ini tergantung pada
(55)
jenis pelarut, zat pelarut, zat penyerap dan sifat daya serapnya terhadap
masing
(56)
masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh fase gerak (cairan
(57)
pengelusi) melalui adsorben (fase diam) dengan kecepatan perpindahan yang
(58)
berbeda. Perbedaan kecepatan ini dinyatakan dengan Rf (faktor retensi), yaitu
(59)
perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa terlarut dan jarak yang
(60)
diutempuh pelarut (Adnan, 1997)
(61)
Harga Rf berkisar antara 0,1 0,99 dan dipengaruhi oleh beberapa factor
(62)
antara lain : pelarut, suhu, struktur kimia dari senyawa yang sedang
dipisahkan,
(63)
sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan dari lapisan
(64)
penyerap, jumlah cuplikan yang digunakan serta teknik percobaan
(65)
(Sastrohamidjojo, 2002). Identifikasi senyawa tak berwarna pada lempeng,
biasanya digunakan sinar UV (254 atau 366 nm) dan reagen semprot (Hostetman dan
Marston, 1995).