Anda di halaman 1dari 18

KAJIAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Oleh:
Sylviani
Ringkasan
Peranan air bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta lingkungan
sangatlah penting dan merupakan kebutuhan pokok, karenanya dalam pengelolaan
sumberdaya air perlu adanya penanganan yang teratur, sistimatik dan berkesinambungan.
Berdasarkan UU No 7 / 2004 tentang SDA dijelaskan bahwa wewenang dan tanggung
jawab dalam menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten / kota adalah pemerintah propinsi c/q Dinas Pengelolan Sumber
Daya Air setempat.
Kelembagaan pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) dapat berjalan dengan baik apabila
adanya koordinasi diantara para pengelola SDA. dan akan berdampak terhadap terjaganya
kelestarian lingkungan Kajian kelembagaan pengelolaan SDA bertujuan untuk
menganalisa peran para pihak / instansi yang terkait dalam pemanfaatan jasa air , serta
tugas dan fungsi masing-masing instansi, mekanisme / prosedur pemanfaatan air,
mengidentifikasi kelembagaan pengelolaan SDA di tingkat propinsi / kabupaten
(Peraturan, organisasi, SDM) dan peran aktif dari masyarakat sekitar dalam pemanfaatan
jasa air di kawasan hutan lindung.
Kata kunci: Kelembagaan, pengelolaan SDA, pemanfaatan air
I.

Pendahuluan
Perkembangan seluruh aspek kehidupan sebagai dampak dari pertumbuhan penduduk dan
pembangunan di daerah akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan dan pelayanan
akan air. Hal ini ditandai dengan ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan seperti air minum, irigasi, pertanian, industri, pariwisata,
pelistrikan dan sebagainya. Dengan semakin menurunnya baik kuantitas maupun kualitas
air, maka perlu dilakukan langkah-langkah penataan dalam penggunaan serta
perlindungan air dan sumber-sumbernya dengan cara melakukan koordinasi dengan para
instansi yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya air ( Dinas SDA 2005 ). Peranan air
bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta lingkungan sangatlah penting
dan merupakan kebutuhan pokok, karena air mempunyai sifat yang spesifik, jika air
banyak akan menimbulkan banjir jika kekurangan air akan terjadi kekeringan. Oleh
karenanya dalam pengelolaan sumberdaya air perlu adanya penanganan yang teratur,
sistimatik dan berkesinambungan, sedangkan sumber-sumbernya harus dilindungi dan
dijaga kelestariannya.
Pemanfaatan hutan lindung sebagaimana tertuang dalam PP No 34/2002 pasal 20 salah
satunya adalah untuk jasa lingkungan antara lain usaha wisata alam, usaha olahraga
1

tantangan, usaha pemanfaatan air, usaha perdagangan karbon dan usaha penyelamatan
hutan dan lingkungan. Berkaitan dengan aspek pemanfaatan terutama dalam hal
pemanfaatan jasa air baik di dalam kawasan maupun diluar kawasan, maka akan
melibatkan beberapa instansi

dalam pengelolaan hutan lindung. Hal ini disebabkan

karena kawasan hutan lindung merupakan hulu sungai bagi sumber pemanfaatan air
permukaan maupun air baku sepanjang Daerah Pengaliran Sungai ( DPS ). Kerusakan
hutan lindung akan berdampak langsung terhadap kualitas sumber air, sehingga kegiatan
rehabilitasi, pemeliharaan lingkungan maupun konservasi terhadap kawasan lindung tidak
saja merupakan kewenangan instansi kehutanan tetapi juga merupakan tanggung jawab
bersama beberapa instansi terkait. Kelembagaan pengelolaan Sumber Daya Air (SDA)
dapat berjalan dengan baik apabila adanya koordinasi diantara para pengelola SDA. Dan
akan berdampak terhadap terjaganya kelestarian lingkungan
Menurut Djogo (2003) diartikan bahwa kelembagaan merupakan suatu tatanan dan pola
hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat
menentukan bentuk hubungan antara manusia atau antara organisasi yang diwadahi
dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan
pengikat berupa norma, kode etik aturan formal atau informal untuk pengendalian
perilaku sosial serta insentif untuk bekerja sama dan mencapai tujuan bersama.
Kelembagaan dapat berkembang dengan baik apabila ada infrastruktur kelembagaan (
wadah ), penataan kelembagaan ( struktur ) dan mekanisme kelembagaan ( aturan ). Di
mana aturan disepakati bersama dan jelas tugas dan fungsinya dalam organisasi. Sumber
daya manusia yang berpotensi dan kredibel serta wawasan yang luas dan mempunyai peran
yang cukup penting dalam jalannya roda organisasi tersebut. Hingga saat ini kelembagaan
SDA belum berjalan sebagaimana mestinya baik untuk tataran pusat maupun daerah
sehingga mekanisme dalam pengelolaannya masing-masing stakeholder melaksanakan
tupoksinya sendiri2.
Kajian kelembagaan pengelolaan SDA bertujuan untuk menganalisa peran para pihak /
instansi yang terkait dalam pemanfaatan jasa air , serta tugas dan fungsi masing-masing
instansi, mekanisme / prosedur pemanfaatan air, mengidentifikasi kelembagaan
pengelolaan SDA di tingkat propinsi / kabupaten ( Peraturan, organisasi, SDM) dan peran
aktif dari masyarakat sekitar dalam pemanfaatan jasa air di kawasan hutan lindung.

II. Metodologi
1.

Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan lindung pada wilayah 3 ( tiga ) propinsi, yaitu :
Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Penentuan lokasi ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa kawasan hutan lindung merupakan daerah tangkapan penyedia air
dan berfungsi sebagai pengatur tata air wilayah tersebut serta terdapat perusahaan umum
jasa tirta ( PJT ) terbesar sebagai salah satu pengelola sumber daya air untuk memenuhi
kebutuhan bagi para pengguna air.

2. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari
pengamatan langsung di lapangan, pengisian kuesioner oleh responden, diskusi dan
wawancara dengan pihak terkait. Data sekunder diperoleh dari referensi atau laporan yang
berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan jasa air di kawasan hutan lindung di pusat,
propinsi / kabupaten dan berbagai instansi terkait, di antaranya adalah :
a.

Dinas Kehutanan Propinsi / Kabupaten

b.

Bapeda Propinsi / Kabupaten

c.

Dinas Pendapatan Daerah Propinsi / Kabupaten

d.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam

e.

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)

f.

Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Propinsi dan Kabupaten

g.

Balai Pengelola Sumber Daya Air Wilayah Sungai

h.

Perusahaan Umum Jasa Tirta

i.

Perum Perhutani Unit II dan III

j.

Perusahaan Daerah Air Minum

k.

Tokoh masyarakat di tingkat desa

l.

Masyarakat sekitar yang memanfaatkan keberadaan hutan lindung.

Data primer yang diperoleh antara lain persepsi masyarakat sekitar hutan lindung ,
pemanfaatan kawasan hutan lindung oleh masyarakat , kelembagaan yang ada
dimasyarakat serta peran pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan lindung.
3.

Metode analisis
Untuk mengidentifikasi instansi yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan jasa air
menggunakan analisis stakeholder dengan mengkaji secara tabulasi peran, tugas dan

fungsi serta wewenang dari masing-masing stakeholder. Analisis ini juga digunakan
untuk mengetahui pihak-pihak mana yang sangat berkepentingan, dan berpengaruh
terhadap pengelolaan sumberdaya air dari aspek manajemen ( perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi ). Dari tiga pengelompokkan stakeholder yaitu primary
stakeholder, secondary stakeholder dan key stakeholder selanjutnya ditetapkan instansi
yang berada pada tingkatan tersebut. Sedangkan analisis mekanisme pemanfaatan jasa air
dengan mengkaji prosedur / alur penggunaan dan pengambilan air permukaan oleh
masing-masing sektor dan mengkaji instansi yang berperan dalam proses perijinan
selanjutnya ditentukan model / mekanisme yang paling effisien Sedangkan untuk
mengkaji peran aktif masyarakat dalam pemanfaatan hutan lindung dilakukan analisa
kualitatif secara deskripsi dengan melihat aspek sosial masyarakat terhadap keberadaan
hutan lindung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.

Peran Lembaga Terkait Dalam Pengelolaan SDA


Menurut undang-undang N0 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pasal 15 dijelaskan
bahwa wewenang dan tanggung jawab menetapkan dan mengelola kawasan lindung
sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota adalah pemerintah propinsi. c/q
Dinas Pengelola Sumber Daya Air (DPSDA) setempat. Kewenangan dan tanggung jawab
pengelolaan sumber daya air termasuk mengatur, menetapkan, dan memberi ijin atas
peruntukan, penyediaan, penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah
sungai dengan tetap dalam kerangka konservasi dan pengendalian daya rusak air Sesuai
kesepakatan global tahun 2000 dalam rangka Forum kedua Air Sedunia di Den Haag
telah di deklarasikan oleh para Menteri bahwa pengelola SDA dilaksanakan dengan
pendekatan Satuan Wilayah Sungai (SWS), pelaksanaanya sinergis antara sektor publik,
dunia usaha dan peran serta masyarakat ( Masyhudi 2005 ). Sebagaimana dirumuskan
oleh Global Water Partnership bahwa Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu ( IWRM )
merupakan upaya mengintegrasikan pengelolaan sumberdaya air, lahan dan sumberdaya
terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan kondisi sosial
dan ekonomi secara adil tanpa mengorbankan kelestarian ekosistem yang vital.
Dalam pengelolaan SDA pada 3 propinsi menunjukkan adanya perbedaan terutama dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya seperti di propinsi Sulawesi Selatan Dinas Kehutanan
sebagai pengelola hutan lindung tidak terlibat langsung dalam pengelolaan SDA, tapi
4

BPDAS mempunyai fungsi cukup penting dalam Forum DAS seperti di Kabupaten Gowa
dalan pengelolaan DAS dan pemanfaatan sumberdaya air. Akan tetapi, forum ini masih
belum berjalan dengan efektif karena masih kurangnya koordinansi antara instansi terkait.
Salah satu penyebabnya adalah masing-masing instansi masih terkesan ego sektoral dan
mementingkan kegiatan instansinya dalam pengelolaan DAS serta sumberdaya air.
Kedepan diharapkan, peran forum DAS ini dapat berjalan efektif sehingga pengelolaan
DAS secara terpadu dapat diwujudkan. Organisasi pengelola sumberdaya air
mengikutsertakan beberapa instansi baik teknis maupun non teknis dimana masingmasing mempunyai misi dan tugas pokok dan fungsi. Berbeda dengan di Jawa Perum
Perhutani sebagai pengelola hutan lindung mempunyai peran cukup penting dalam
pengelolaan SDA. Seperti pada Tabel 1 terlihat fungsi instansi terkait dalam pengelolaan
SDA pada tiga propinsi.

Tabel 1 Fungsi Instansi Terkait Dalam Pengelolaan SDA


No

Instansi

Sulawesi Selatan
Perencanaan

Propinsi
Jawa Barat
Perencanaan

Jawa Timur
Perencanaan

Ket.

Bapeda

Dispenda

Retribusi SDA

Retribusi SDA

Retribusi SDA

Dinas PU
Pengairan /
Prop
Dinas
Kehutanan

Perencanaan,
Perijinan SDA

Perencanaan,
Perijinan SDA

Perencanaan,
Perijinan SDA

Kelestarian,
Pemanf hsl,
pemberdayaan
masy sekitar
-

Reboisasi,
penanganan
bencana alam,

Reboisasi,
penanganan
bencana alam,

Secondary
Stakeholder

Pemanfaatan air
Rekomtek
pemakaian air
Perijinan SDA,
pemeliharaan
Sapras irigasi
Konservasi Hulu
Sungai
Pemeliharaan,
Rekomtek
pengambilan air
Retribusi,
Pemanf
Pemeliha sapras
SDA,rekomtek
Retribusi,
Pengambilan
SDA

Pemanfaatan air
Pengawasan
Sumber air
Perijinan SDA
Pemeliharaan
Sapras irigasi
Konservasi Hulu
sungai
Pemeliharaan,
Rekomtek
pengambilan air
Retribusi,
Pemanf
Pemelihar sapras
SDA, rekomtek
Perencanaan,
Perijinan SDA

Primary
Stakeholder

Perum
Perhutani

Dinas
Pengairan
Kab
BPDAS

BPSDAWS

Perum Jasa
Tirta

Pemeliharaan
sapras, Rekomtek
pengambilan air
-

10

PDAM

Konservasi

Perencanaan
bangunan sapras
Perijinan SDA

Primary
Stakeholder
Secondary
Stakeholder
Key
Stakeholder

Key
Stakeholder
Secondary
Stakeholder
Primary
Stakeholder
Primary
Stakeholder

Secondary
Stakeholder

Terlihat pada Tabel 1 bahwa masing-masing institusi mempunyai fungsi yang berbeda
baik instansi teknis maupun non teknis, tetapi ada juga instansi yang saling terkait.
Seperti BPSDAWS , PJT yang merupakan instansi teknis dalam pengambilan dan
5

pemanfaatan air dimana dalam fungsi pengelolaan mempunyai tugas yang berbeda
namun saling terkait dimana ijin pengambilan dan pemanfaatan tidak akan diterbitkan
oleh Dinas PSDA apabila tidak ada rekomendasi teknis hasil survey lapangan yang
dilakukan kedua instansi tersebut, sehingga

kedua instansi ini merupakan Primary

Stakeholder. Sedangkan PDAM sebagai instansi pengguna baik air baku maupun air
permukaan untuk tenaga listrik atau untuk pemakaian beberapa sektor termasuk untuk
rumah tangga merupakan Secondary Stakeholder karena dalam fungsi pengelolaan SDA
hanya sebagai pemanfaat dan penyedia sapras. Instansi yang merupakan Key Stakeholder
antara lain Dinas PU Pengairan / PSDA propinsi ,Dinas PSDA Kabupaten karena dalam
fungsi pengelolaannya instansi tersebut sebagai pemberi / penerbit ijin pemanfaatan air.
Pola pengelolaan sumber daya air menurut UU no 7 merupakan dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi,
pendayagunaan dan pengendalian kerusakan SDA. Sehingga pola ini perlu disusun secara
terkoordinasi

diantara

instansi-instansi

terkait

berdasarkan

azas

kelestarian,

keseimbangan fungsi sosial ekonomi lingkungan serta azas manfaat umum dan
melibatkan peran masyarakat yang selanjutnya dituangkan dalam rencana penyusunan
program pengelolaan sumberdaya air. Wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan
sumber daya air adalah pemerintah baik pusat, propinsi, kabupaten / kota dan desa
berdasarkan Satuan Wilayah Sungai (SWS). Masing-masing wilayah mempunyai tugas
menetapkan kebijakan, pola, rencana melaksanakan pengelolaan SDA dan memelihara,
melindungi kawasan serta memberikan rekomendasi teknis kepada pengambil kebijakan
dalam pengambilan dan pemanfaatan air.

Pengelolaan sumber daya air melibatkan

beberapa instansi antara lain DPSDA/ DPU Pengairan Propinsi,

BPSDA Wilayah

Sungai, PJT , Perum Perhutani dan Bupati / Walikota. Dari beberapa instansi yang terkait
dalam pengelolaan SDA baik di Jawa maupun di luar Jawa berdasarkan analisa peran
dapat terlihat pada Tabel 2 seberapa jauh tingkat penting dan tingkat pengaruhnya
kegiatan PSDA bagi masing-masing instansi terkait. Disamping itu juga sampai sejauh
mana keterkaitan tupoksi masing-masing instansi terkait dengan pengelolaan SDA.

Tabel 2 : Peran Instansi Terkait Dalam Pengelolaan SDA


Pemangku
kepentingan
/ Stakeholder

Keterkaitan
Tupoksi dengan
Pengelolaan SDA

Bappeda
Bapedalda

Perencanaan
Kelestarian
pencemaran
Retribusi jasa air
Kelestarian hutan

Dispenda
Dinas
Kehutanan
Perum
Perhutani

Dampak
kegiatan
pengel SDA
thdp aturan
dan
pelayanan
publik dari
instansi
(+,0,-)

Tingkat
pentingnya
stakeholder thdp
kegiatan pengl
SDA
1= Tdk penting
2= Agak penting
3= Cukup
Penting
4= Sangat
penting
5= Penting
sekali

0
+

3
3

Tingkat pengaruh
stakeholder thdp
kegiatan pengel
SDA
1= Tdk
berpengaruh
2= Agak
berpengaruh
3= Cukup
berpengaruh
4= Sangat
berpengaruh
5= berpengaruh
sekali
3
3

+
0

3
1

1
1

Kelestarian, rebois
+
4
4
pembinaan,
perlind
pengawasan,
BPDAS
Reboisasi hulu
+
3
4
DAS
BPSDAlam
Konservasi,
0
1
1
pemanfaatan flora
fauna
Dinas PU& Pemanfaatan
+
5
5
Pengairan
sumb air
permukaan
Ketersediaan air,
perijinan,
pemeliha
PJT
Pemanfaatan,
+
5
5
sumb air baku
,kelestaria
pemeliharaan
sapras
PDAM
Pemanfaatan air
+
3
3
untuk konsumen,
pemeliharaan
sapras
Keterangan : (+) Kegiatan pengelolaan SDA berdampak positif terhadap aturan stakeholder
(0) Kegiatan pengelolaan SDA tidak berdampak terhadap aturan stakeholder
(-) Kegiatan pengelolaan SDA berdampak negatif terhadap aturan stakeholder

Terlihat pada Tabel 2 bahwa instansi yang mempunyai skor tertinggi adalah Dinas PU
Pengairan dan PJT karena kedua instansi ini sangat penting dan sangat berpengaruh
terhadap pengelolaan SDA. Hal ini sesuai dengan Keputusan Gubernur dan Peraturan
Daerah Propinsi

bahwa tugas pokok dari DPSDA adalah merumuskan kebijakan

operasional dan melaksanakan sebagian kewenangan desentralisasai bidang sumber


daya air Propinsi serta kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur. Sedangkan
fungsinya adalah merumuskan kebijakan pengembangan SDA, pembinaan teknis,
fasilitasi sistim investasi, pemberian ijin pemanfaatan air, pengawasan dan evaluasi
7

pengelolaan SDA Di Jawa Barat tedapat 5 BPSDAWS sedangkan di Jawa Timur


terdapat 9 BPSDAWS dan di Sulawesi Selatan terdapat 6 BPSDAWS. Masing-masing
instansi mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan kewenangan dan wilayah
kerja. Koordinasi antara dinas pemerintah Kabupaten ( BPSDA) dengan PJT sudah ada
seperti dalam pemeliharaan waduk dan bendungan juga merupakan kewajiban instansi
tersebut, disamping itu sudah bekerjasama baik dalam pembiayaan maupun teknis
operasionalnya. Begitu pula halnya dengan Perum Perhutani bekerjasama dengan
instansi kehutanan setempat dalam rehabilitasi dan konservasi sumber air baku di
kawasan hutan yang merupakan hulu sungai dalam penyediaan sumber air.. Perusahaan
Umum Jasa Tirta I ( PJT ) mempunyai tugas melaksanakan operasi dan pemeliharaan
prasarana pengairan, pengusahaan air dan sumber-sumber air ( penyediaan air baku
untuk PAM, PLN, perkebunan, perikanan, industri, pelabuhan dan perusahaan lain ),
pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai ( DPS ) antara lain perlindungan, pengembangan
dan penggunaan air serta sumber-sumber air, rehabilitasi prasarana pengairan Terlihat
pada tabel 4 bahwa dampak kegiatan pengelolaan SDA sangat positif terhadap
kebijakan beberapa instansi terkait dalam memanfaatkan jasa air baik instansi tersebut
sebagai regulator, penyedia air maupun sebagai pengguna air . Sedangkan instansi yang
tingkat pentingnya cukup tinggi / penting sekali terhadap pengelolaan SDA adalah
DPSDA dan PJT karena kedua instansi ini bertanggung jawab

terhadap penyediaan

SDA. Begitu pula halnya bila dilihat dari tingkat pengaruhnya instansi terkait dalam
kegiatan pengelolaan SDA selain kedua instansi tersebut juga Perum Perhutani dan
BPDAS sangat berpengaruh terhadap kegiatan pengelolaan SDA terutama terhadap
kerusakan di kawasan hulu dari pencemaran sepanjang DAS sampai kehilir.
2.

Prosedur / Mekanisme Pemanfaatan Sumber Daya Air

a.

Di luar Kawasan Hutan Lindung ( Daerah Aliran Sungai / DAS )


Ada beberapa instansi yang terkait dalam proses permohonan ijin pengambilan dan
pemanfaatan air antara lain Dinas Pendapatan Propinsi, Pemkab setempat (Bupati /
Walikota) , Bapedal Propinsi dan KP4AP (

Kelompok Pertimbangan Perijinan

Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan ), Dinas PU Pengairan / PSDA Propinsi,


Dinas Pengairan Kabupaten, BPSDAWS, PJT. Ada 3 cara proses permohonan ijin
pengambilan dan pemanfaatan, pemakaian air baku
 Melalui Dinas Pengairan Daerah Tingkat II Kabupaten cq Kasi Bina Manfaat apabila
wilayah sumber air berada pada satu Kabupaten.
8

 Melalui Dinas Pekerjaan Umum Dan Pengairan Propinsi Tingkat I cq UPTD ( Balai
Pengelola Sumberdaya Air Wilayah Sungai ) apabila pemanfaatan sumber air baku
berada pada wilayah sungai yang melintasi dua Kabupaten.( lamanya proses 45 hari
kerja )
 Melalui Perusahaan umum Jasa Tirta apabila sumber air baku berada pada wilayah
kerja PJT ( lamanya proses 60 hari kerja )
Masa berlakunya surat ijin pengambilan, pemanfaatan, pengambilan dan pemanfaatan air
3 tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kembali 3 bulan
sebelum masa perijinan berakhir.
Pemohon wajib membayar pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan kepada
Pemerintah Propinsi, dan pemohon wajib membayar Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan
Pemeliharaan Prasarana Pengairan kepada PJT apabila berada dalam wilayah kerja PJT .
Prosedur permintaan kebutuhan air untuk tujuan irigasi pertanian, dimulai dari
permohonan pengajuan permintaan masing-masing petani yang tergabung dalam
Kelompok Petani Pemakai Air (P3A ) yang diawali dengan membuat kesepakatanrencana tata tanam tahunan terdiri dari :
 Para petani yang tergabung dalam Kelompok P3A mengadakan pertemuan untuk
menentukan rencana tata tanam.
 Selanjutnya hasil pertemuan akan dibawa ke Gabungan P3A, yang akan dibahas dan
disepakati masing-masing P3A.
 Hasil kesepakatan tersebut akan dibawa ke tingkat kabupaten, untuk menentukan
rencana tanam global.
 Selanjutnya diadakan pertemuan seluruh Gabungan P3A yang difasilitasi oleh Dinas
Pengairan. Pertemuan Gabungan P3A akan memberikan informasi kepada instansi
terkait seperti : (1) Ketersediaan air, (2) Rencana pemeliharaan jaringan irigasi oleh
Dinas Pengairan, (3) bibit unggul yang akan ditanam, (4) Hama penyakit tanaman dll
 Hasil kesepakatan tersebut akan disosialisasikan ke masing-masing P3A dan masingmasing petani.
Setelah rencana tata tanam tahunan disepakati, petani akan mengajukan keperluan air
untuk keperluan irigasi sawahnya. Prosedur permohonan pemanfaatan air dituangkan
dalam Perda Propinsi dan Keputusan Gubernur dan Petunjuk Pelaksana (Juklak ) dari
Dinas PSDA propinsi tentang Permohonan Ijin Pengambilan Dan Pemanfaatan Air

Permukaan ( SIPPA ). Beberapa ketentuan yang dituangkan dalam juklak tersebut antara
lain
 Air permukaan adalah semua air yang terdapat di perairan umum seperti sungai,
waduk, telaga, danau, rawa termasuk air permukaan yang berasal dari tanah.
 Setiap pengambilan air permukaan untuk berbagai keperluan hanya dapat dilakukan
setelah mendapat SIPPA dari Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan oleh DPSDA
Propinsi.
 SIPPA diberikan setelah mendapat rekomendasi teknis dari instansi teknis terkait
seperti PJT , BPSDAWS, Dinas yang mengelola Irigasi ( Pengairan ) dan lembaga /
wadah koordinasi tentang pengaturan air.
 Pengambilan air yang tidak memerlukan SIPPA adalah untuk keperluan peribadatan,
penanggulangan kebakaran, penelitian serta rumah tangga yang kebutuhannya kurang
dari 100 m3 /bln.
Dari beberapa diagram pola mekanisme pemanfaatan air dapat terlihat adanya perbedaan,
dimana masing-masing model ada kelebihan dan ada kekurangan atau positif dan negatif.
Lebih jelas perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Perbedaan Pola Mekanisme Pemanfaatan Air
No
1

Pola / Mekanisme
Pemerintah
Propinsi

Kelebihan

Kekurangan

- Proses lebih cepat


- Biaya lebih murah
- Untuk semua sektor

-Kurang teliti

Kabupaten

- Proses lebih cepat

- Hanya untuk Irigasi

Swasta

- Lebih teliti

- Proses lebih lama


- Banyak instansi yang terlibat
- Biaya lebih mahal

Pengguna SDA di Jawa Barat oleh beberapa sektor antara lain

sektor industri ,

perkebunan, peternakan, irigasi persawahan serta perumahan. Sumber air yang


dimanfaatkan oleh masing-masing sektor berasal dari beberapa sumber antara lain
sumber mata air dari sungai maupun anak sungai, saluran irigasi dan bendungan atau
waduk. Pola pemanfaatan air disusun dan diatur berdasarkan wilayah sungai dengan
prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Berdasarkan data dari DPSDA
Propinsi Jawa Barat sampai dengan Oktober 2005 tercatat sebanyak 509 perusahaan
pemakai air permukaan yang tersebar di 5 wilayah DAS Kabupaten dan Kota.dengan
volume pemakaian sebesar 53 573 991 m3 / bln yang terdiri dari PDAM 42,07 %,
Industri 40,3 %, Non PDAM 15,3 %, Pertanian 1,2 %, Niaga 1,0 % ( Lampiran1)
10

Kelompok Industri ada 282 pemakai ( 55 % ) , PDAM sebanyak 98 pemakai ( 19,1 %


), Non PDAM sebanyak 40 pemakai 7,8 % ( untuk perumahan ), Pertanian sebanyak
44 pemakai 8,6 % ( persawahan, perkebunan, perikanan, peternakan ) dan kelompok
Niaga sebanyak 48 pemakai. 9.4 % ( Agrowisata, obyek wisata, hotel, Lap golf )
Tabel 4 : Jumlah Pemakai Air masing-masing Sektor di Jawa Barat ( perusahaan)
No

Wilayah DAS

Jumlah

Ciliwung Cisadane

54

83

II

Cisadea Cimandiri

11

21

11

53

III

Citarum

31

175

27

18

20

271

IV

CitanduyCiwulan

28

20

10

66

CimanukCisanggarung

20

12

36

97

282

38

44

48

509

Jumlah

Ket . 1. PDAM, 2. Industri, 3 Non PDAM, 4 Pertanian, 5 Niaga

Sedangkan di Sulawesi Selatan pemanfaatan air berasal dari sungai Jeneberang yang
ditampung pada waduk / Dam Bili-bili untuk selanjutnya dialirkan pada 3 (tiga) cabang
saluran irigasi yaitu :
 Saluran irigasi Bili-bili
 Saluran irigasi Bissua
 Saluran Irigasi Kampili.
Dari ketiga model proses pemanfaatan dan pemakaian air dapat diketahui berdasarkan
analisa peran bahwa instansi yang sangat berperan dalam proses pemanfaatan dan
penggunaan air dikatakan sebagai leading sector , sedangkan instansi lainnya yang
terkait hanya sebagai sektor terkait . lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5
Tabel 5: Peran Sektor terkait dan sektor leader dalam pemanfaatan SDA
No

Instansi

1
2
3
4

Bapeda
Dispenda
Bapedal
Dinas Pengairan
/ DPSDA Prop
Perum Perhutani
KP4AP
Dinas Pengairan
Kabupaten
BPSDAWS
Perum Jasa Tirta
GP3A
PDAM

5
6
7
8
9
10
11

Sulawesi Selatan
X

Propinsi
Jawa Barat
X
X
X

Jawa Timur
X
X
X
X

Sektor Terkait
Sektor Terkait
Sektor Terkait
Leading Sektor

X
-

X
X

Sektor Terkait
Sektor Terkait
Leading Terkait

X
X
-

X
X
X

X
X
X

Leading Sektor
Sektor Terkait
Sektor Terkait
Sektor terkait

Ket.

Terlihat pada Tabel 5 bahwa yang merupakan leading sector adalah Dinas Pengairan /
DPSDA dan BPSDWS karena kedua instansi ini sangat penting dalam proses perijinan
11

dan penerbitan pemanfaatan sumber daya air sedangkan instansi yang lain merupakan
sektor terkait.
b. Di dalam Kawasan Hutan Lindung.
Pemanfaatan air oleh masyarakat sekitar hutan lindung dapat dilakukan langsung melalui
proses pencarian sumber mata air baik secara berkelompok maupun perorangan. Dari
hasil wawancara dengan beberapa responden dilokasi penelitian menunjukkan bahwa
penyaluran air dari bak-bak penampungan di HL yang dibuat secara berkelompok
dilakukan dengan menggunakan pipa2 air langsung kerumah-rumah. Walaupun didesa
tidak / belum ada kelompok tani namun mereka dapat memanfaatkan air dari hutan
lindung secara swadaya melalui kelompok-kelompok yang berjumlah 4 hingga 6 KK.
Ada juga pemanfaatan air dari hutan lindung dibantu oleh pemda Propinsi berupa pipa
besi yang mengalirkan air langsung ke desa tersebut. Pengusahaan sumber daya air pada
tempat tertentu dapat diberikan kepada badan usaha milik negara atau milik daerah dan
swasta atau perseorangan yang telah mendapat ijin dari pemerintah. Pengusahaan air
tersebut dapat berupa pengusahaan air baku untuk bahan baku industri, perusahaan air
mineral, perusahaan air dalam kemasan, pembangkit tenaga listrik dsbnya.

Perum Perhutani Unit III Jawa Barat mendapat surat permohonan pihak kedua dalam hal
ini PT

Masoem Arias bergerak dibidang Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan

(AMDK ) yang berlokasi di Bandung dengan No 07/D VIII/Eks/XII?2003 untuk bekerja


sama dalam pemanfaatan air di Kawasan Hutan Lindung KPH Bandung Utara. Kemudian
ditindaklanjuti dengan Surat No 01/D-VIII/Eks/2004 perihal Kompensasi Pengadaan
Bahan Baku Air untuk AMDK dan Surat No 18/043.9/TKU/Bdu/III 2004 perihal
Pengusahaan Air Mineral Air Minum dalam Kawasan. Setelah itu pihak perusahaan
melakukan Sosialisasi kelokasi yang akan menjadi obyek kawasan pemanfaatan air yaitu
desa Cimekar dan Desa Cibiru Mekar Kec Parompong Kab Bandung Utara. Setelah
proses administrasi dalam kerjasama selesai dan sebelum Pembuatan SIPPA diterbitkan,
selanjutnya pihak DPSDA bersama dengan PJT II, Perum Perhutani serta Balai PSDA
Wilayah sungai Citarum melakukan peninjauan lapangan. Dengan surat Penerbitan Ijin
Pemanfaatan dan Pengambilan Air Permukaan No 503/05-Air tanggal 18 Juni 2004 pihak
perusahaan melakukan persiapan teknis bangunan penampungan air dan pemasangan
water meter. Water meter pertama berada pada batas kawasan hutan 50 m dari
Captering Air dan jarak ke pabrik dan water meter kedua 7 km Pihak Perum
12

mendapatkan kompensasi sebesar Rp 4000 /m3 pemakaian air. Kompensasi tersebut


sudah termasuk tarif pajak air yang dibayarkan ke Dispenda Propinsi ( 10 % ) dan
retribusi pemeliharaan dan esploitasi yang dibayarkan kepada Perum Jasa Tirta II ( Rp
50/m3 pemakaian air ). Nilai kompensasi yang sudah diterima pihak Perum Perhutani s/d
Desember 2004 sebesar Rp 12 893 450. Manfaat kerjasama ini juga dapat dirasakan oleh
pihak pemerintah desa yang dilewati jaringan pipa dengan mendapat kompensasi sebesar
Rp 250 /m3 / desa Kompensasi ini guna pengamanan dan penggunaan tanah untuk
jaringan pipa.

Permasalahan yang terjadi terutama dalam pemanfaatan air oleh

perusahaan untuk air kemasan atl : Air yang bersumber dari mata air sering berubah
warna apabila terjadi hujan sehingga air dibuang, Jaringan pipa kadangkala pecah , Water
meter di hulu sering berbeda dengan di pabrik sehingga perlu merek dan spesifikasi water
meter yang sama. Mekanisme permohonan kerjasama pemanfaatan air dengan pihak
pengusaha pabrik AMDK sebagaimana terlihat dalam lampiran 3.

3.

Peraturan, Organisasi dan SDM dalam Pengelolaan SDA


Berdasarkan Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air diseburkan
bahwa pengelolaan sumberdaya air hendaknya dilakukan secara koordinasi dengan
mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan
dalam bidang sumber daya air. Koordinasi dibentuk dalam suatu wadah yang
beranggotakan unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dan mempunyai tugas pokok
menyusun dan merumuskan kebijakan serta strategi pengelolaan sumber daya air. Wadah
koordinasi ini bentuknya berjenjang dimana untuk tingkat pusat berupa Dewan
Sumberdaya Air Nasinal, tingkat Propinsi Dewan Sumberdaya air propinsi dan tingkat
Kabupaten Dewan Sumberdaya Air Kabupaten.

Berdasarkan Kepres No 83 tahun 2002 Tim Koordinasi terdiri dari Menko Ekuin,
Bapennas, Kimpraswil dan beberapa Departemen antara lain . Dalam Negeri, Pertanian,
Kehutanan, Lingkungan Hidup, Kesehatan, Perikanan dan kelautan, Perindag,
Perhubungan, Energi dan Mineral. Hingga saat ini, kebijakan konsep pengelolaan air
masih belum ada sehingga pada prakteknya pengelolaan sumberdaya air ini dilaksanakan
oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten. Berdasarkan Surat Keputusan
bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No.

13

19 tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1985 dan No. 124/Kpts/1984 bahwa DAS Jeneberang
merupakan prioritas nasional dimana pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus.
Potensi SDM dari masing-masing institusi terkait dalam pengelolaan sumberdaya air
yang berkualitas dan profesional dalam menangani SDA belum terkoodinasi mengingat
program pengembangan SDM masih perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan
kemampuan dan kualitas sesuai dengan bidangnya. Instansi yang menangani khusus
pengelolaan DAS sudah mempunyai SDM yang dapat diandalkan seperti Dinas PSDA
ada SDM yang khusus menangani bidang kualitas air, pengaturan air, pemanfaatan air,
perijinan dan pengolah data hidrologi. Sementara instansi lain seperti Dinas Kehutanan
belum cukup jumlah SDM yang khusus menangani bidang DAS dimana hanya ada 1
orang yang berpendidikan S2 dan 2 orang yang berpendidikan S1. Program
pengembangan SDM dibidang SDA telah dilakukan di Sulawesi Selatan diprakarsai oleh
Kimpraswil dengan melibatkan instansi terkait.

Program yang dilakukan berupa

pelatihan dan training tentang pengelolaan SDA yang diikuti tidak kurang dari 25 orang.
Sumber Daya Manusia dalam pengelolaan sumberdaya air secara kuantitas sudah cukup
memadai hanya secara kualitas masih perlu pembinaan secara profesional sesuai dengan
bidangnya masing-masing Misal dalam hal perpetaan terutama di DPSDA Propinsi belum
mempunyai tenaga khusus dibidang tersebut sehingga dalam pembuatan peta terutama
peta untuk menentukan titik2 lokasi pengguna dan pemakai air masih bekerjasama
dengan pihak ketiga atl Perguruan Tinggi sehingga memerlukan tambahan biaya. Sebagai
contoh berdasarkan data sekunder yang diperoleh menunjukkan bahwa SDM yang
tersedia pada BPSDA Wilayah Sungai Bango Gedangan Malang tercatat sebanyak 94
orang dimana 52 orang berpendidikan Teknik ( Sarjana Sipil, STM dan Kejuruan lainnya
) dan 42 orang Non Teknik..
4.

Kebijakan dalam Pengelolaan SDA


Dalam rangka menjaga konsistensi serta pembangunan dan mengacu kepada UU no 25
tahun 2000 tentang Propernas dan Rancangan Kebijakan Sumber Daya Air Nasional,
kebijakan lebih difokuskan pada
a. Pelestarian SDA, pengendalian kualitas air serta perlindungan SDA.
b. Pemenuhan kebutuhan pokok penduduk akan air guna menunjang kebutuhan pangan
c. Pengamanan kawasan banjir dan bencana alam dan pemulihan ekosistem
d. Pembagian air antar sektor dan antar wilayah, pemberian nilai air dan pengaturan air
e. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat swasta dan pemerintah
14

Kebijakan Regional dalam pengelolaan SDA antara lain


a. Peningkatan pemanfaatan dan pendayagunaan SDA secara optimal
b. Peningkatan pengendalian konversi lahan irigasi teknis ke non pertanian
c. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
d. Peningkatan ka[asitas suplai air baku pada jaringan irigasi, sungai dan situ guna
menunjang kegiatan pertanian, industri dan pemukiman
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam memelihara lingkungan
Pemanfaatan sumberdaya alam hutan, tanah dan air secara berkesinambungan akan
berdampak terhadap potensi sumberdaya alam tersebut, sehingga perlu penanganan dan
pengelolaan yang komprehensif oleh beberapa instansi terkait baik dari pemerintahan
maupun swasta dan masyarakat sekitar. Salah satu upaya pelestarian potensi sumberdaya
alam tersebut adalah melalui koordinasi dan kolaborasi yang intensif dari instansi terkait
tersebut antara lain dalam hal pemeliharaan kesuburan dan peningkatan produktivitas
lahan sehingga dalam jangka panjang, mampu mendukung segala aktivitas manusia di
atasnya. Pelestarian produktivitas tanah ini dapat dilakukan melalui rehabilitasi lahanlahan kritis dan melaksanakan teknik-teknik konservasi tanah yang benar dalam
pemanfaatan dan pengolahan tanah.
Kebijakan pengelolaan hutan lindung akan berbeda pada setiap wilayah baik Jawa atau
luar Jawa dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan kebijakan pemda setempat.
5.

Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Air di Kawasan Hutan Lindung


Masyarakat sekitar hutan lindung yang menjadi sampel dalam penelitian ini tingkat
ketergantungannya cukup tinggi terhadap keberadaan hutan lindung, disamping
pemanfaatan sebagai lahan garapan juga sebagai sumber air sehingga pemeliharaan
terhadap hutan lindung cukup terjamin dan kelestarian akan terjamin. Luas lahan garapan
yang dikelola oleh masyarakat dari masing-masing desa berkisar antara 0.5 sampai 2.0
ha. Mayoritas mata pencaharian masyarakat sekitar hutan adalah petani, pada umumnya
mereka bercocok tanam di dalam hutan lindung yang terletak tidak jauh dari tempat
tinggalnya. Komoditi tanaman jangka panjang yang dihasilkan di Sulawesi Selatn antara
lain kakao, kemiri, lada, kopi, vanili, mangga, pepaya, pisang dan jambu mete, sedangkan
komoditi tanaman pangan meliputi padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, talas
dan sayur-sayuran. Manfaat penting yang didapatkan dari keberadaan hutan lindung
adalah sumber air untuk kehidupan sehari-hari baik untuk air minum maupun sumber air
untuk kesuburan lahan. Peranan air bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya
15

serta lingkungan sangatlah penting dan merupakan kebutuhan pokok, karena air
mempunyai sifat yang spesifik, jika air banyak akan menimbulkan banjir jika kekurangan
air akan terjadi kekeringan. Oleh karenanya dalam pengelolaan sumberdaya air perlu
adanya penanganan yang teratur, sistimatik dan berkesinambungan, sedangkan sumbersumbernya harus dilindungi dan dijaga kelestariannya. Peran masyarakat sekitar sumber
air juga sangat penting karena dalam hal pemeliharaan sapras, pencemaran dan
kelestarian lingkungan yang berhubungan langsung adalah masyarakat sekitar sehingga
keterkaitannya sangat penting dalam pengelolaan SDA.

Keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung di Jawa sama dengan di luar
Jawa yaitu melalui pemanfaatan lahan garapan dengan jenis tanaman lokal dan tanaman
kehidupan..Dasar hukum sebagai penggarap para petani mendapat Surat Kerjasama
Perjanjian antara para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan
pihak pengelolan hutan lindung yang isinya antara lain tentang besarnya luas garapan,
jenis tanaman dan ketentuan bagi hasil. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan HL
melalui KTH baik yang bergerak di bidang ekonomi ataupun pengelolaan lahan. Struktur
organisasi dari beberapa KTH sudah terbentuk dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan kurang banyak dilibatkan, dimana


suara marjinal masyarakat dalam pembuatan kebijakan tertentu yang dirumuskan
pemerintah sering tidak didengar, bahkan kadang berakhir dengan kekerasan antara para
pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Misalkan dalam kebijakan pemanfaatan lahan
sekitar kawasan hutan untuk tanaman palawija yang dilarang oleh Pemda, dimana
keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan tersebut tidak diikutsertakan
sehingga masyarakat tidak dapat menyampaikan pendapatnya dimana pada akhirnya
perumusan kebijakan tetap akan didominasi oleh pemerintah dan legislatif. Hal ini akan
mempertajam konflik yang ada sehingga akan memperburuk krisis lingkungan dan
sumber daya alam. Desentralisasi tidak mengubah pola pengelolaan sumber daya alam,
bahkan pemerintah lokal cenderung memanfaatkan sumber daya alam semata-mata untuk
meningkatkan pendapatan daerah tanpa banyak keterlibatan masyarakat, sehingga hal ini
hanyalah akan memindahkan kekuasaan atas sumber daya alam dari pemerintah pusat ke
tingkat lokal. Beberapa kasus dalam pengelolaan sumber daya alam justru menimbulkan
konflik horizontal baru dan tidak mampu meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber

16

daya, bahkan biaya ekonomi menjadi lebih tinggi karena biaya transaksi dalam bentuk
pungutan dan retribusi berdasarkan PERDA setempat.
Berdasarkan hasil wawancara dan penggalian informasi dari masyarakat sekitar tentang
keberadaan hutan lindung sebagian besar (diatas 50 %) mengatakan sangat bermanfaat
sebagai sumber kehidupan terutama dalam pemanfaatan air dan pemanfaatan lahan
garapan untuk tanaman kehidupan atau manfaat yang bersifat tangible maupun intangible
guna menopang kelangsungan hidupnya dan dapat bertanggung jawab dalam menjaga
kelestariannya.

Kesimpulan
1. Potensi SDA yang dimanfaatkan dikawasan lindung langsung oleh masyarakat berasal
dari sumber mata air atau melalui penampungan / waduk yang dikelola oleh sekelompok
petani dan swasta.
2.

Pengelolaan SDA di sepanjang daerah aliran sungai dilakukan oleh beberapa instansi
terkait ( Bapeda, Dinas PU dan Pengairan Propnsi/Kabupaten, BPSDAWS, PJT, PDAM )
baik untuk pemanfaatan beberapa sektor ( industri, pertanian, peternakan, perkebunan )
maupun untuk kebutuhan rumah tangga.

3.

Berdasarkan UU No 7 / 2004 tentang SDA dijelaskan bahwa wewenang dan tanggung


jawab dalam menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten / kota adalah pemerintah propinsi c/q Dinas Pengelolan Sumber
Daya Air setempat.

4.

Fungsi instansi terkait dalam manajemen pengelolaan SDA yang sangat berperan Bapeda,
Dinas PU dan Pengairan propinsi / kabupaten, BPSDAWS, PJT dan Perum Perhutani.

5.

Fungsi masing-masing lembaga berjalan baik sesuai dengan tupoksinya tidak tumpang
tindih

6.

Peran kelembagaan di masyarakat juga sangat penting dalam menjaga kelangsungan


fungsi hidrologis dan kelestarian hutan karena sebagian kawasan merupakan lahan
garapan bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitar.

7.

Koordinasi dengan kehutanan belum berjalan sebagaimana mestinya.

Rekomendasi
Perlu adanya koordinasi dan komunikasi yang lebih baik antar instansi yang memiliki
kepentingan di Hutan Lindung baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan dan
pemakaian SDA Kawasan hutan lindung yang merupakan salah satu sumber daya air
17

dimana merupakan hulu sungai bagi beberapa sungai yang berada disekitarnya perlu
dikelola dan dipelihara dengan baik agar terjaga kelestariannya dan jumlah debit air dapat
dipertahankan.

Dafar Pustaka .
Dinas Pekerjaan Umum Pengairan

.1999, Surat Ijin Penggunaan Air di Wilayah Kabupaten Dati II

Malang No 611/23/429.125/1999. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Daerah


Dinas Pengelola Sumber Daya Air 2001, Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 49 tahun 2001
Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit Dinas Pengelola Sumber Daya
Air Propinsi Jawa Barat
Lembaran Daerah

2001.Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2001. Tentang

Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan. Lembaran Daerah Propinsi Jawa


Barat.
Dinas Pengelola Sumber Daya Air 2002, Keputusan Gubernur Jawa Barat No 61 Tentang Tugas
Pokok Dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Dinas Di Lingkungan DPSDA Jabar.
Dinas Pekerjaan Umum Pengairan 2003, Keputusan Kepala Dinas Pekerjaan Uum Pengairan Propinsi
Jawa Timur No 1 tentang Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Perijinan Pengambilan

Pemanfaatan Air Permukaan


JICA and Dirjen of Water 2004, The Study On Capasity Development For Jeneberang River Basin
Management In The Republic of Indonesia. JICA and Dirjen of Water Resources
Undang-undang 2004, Undang-undang Republik Indonesia No 7 tentang Sumber Daya Air.
Dinas Pengelola Sumber Daya Air 2004, Petunjuk Permohonan Ijin Pengambilan Dan Pemanfaatan
Air Permukaan, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Barat
Dinas Pengelola Sumber Daya Air 2005, Laporan Penanganan Dan Pemanfaatan Air Permukaan,
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Barat
Perum Perhutani Sekilas Usaha pemanfaatan Air Di KPH Bandung Utara, Perum Perhutani
Jawa Barat.

Unit III

Dinas Pengelola Sumber Daya Air Laporan Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah ( LAKIP )
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Propinsi Jawa Barat.
Perum Jasa Tirta

Profil Perusahaan Jasa Tirta I, Perum Jasa Tirta Propinsi Jawa Timur

Masyhudi S, 2005 Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Satuan Wilayah Sungai Citarum. Workshop
Integrated Citarum Water Resources Management Proyect Technical Assistence
TA 4381-INO.
Tony Djogo Dkk, 2003 Kelembagaan dan Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforestri. ICRAF

18

Anda mungkin juga menyukai