PENDAHULUAN
Kini banyak sekali muncul kasus-kasus kejahatan yang diberitakan tidak hanya
melibatkan harta benda tetapi nyawa seseorang. Dalam perjalanan menelusuri kasus-kasus
tersebut pihak kepolisian melakukan penyidikan yang kemudian berakhir di peradilan. Dalam
proses penyidikan dalam kasus yang melibatkan nyawa seseorang terkadang penyidik
meminta bantuan dari ahli misalnya dokter dalam bentuk keterangan yang disebut visum et
repertum. Visum et repertum merupakan salah satu pelayanan di bidang kedokteran forensik
yang dapat membantu di bidang hukum.
Pembuatan visum et repertum tersebut dimaksudkan sebagai ganti barang bukti,
karena barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin bias dihadapkan disidang
pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan oleh karena barang
bukti tersebut yang ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat atau
bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk.
Visum et repertum adalah keterangan tertulis dari seorang dokter (dalam kapasitasnya
sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penyidik yang berwenang mengenai hasil
pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga
bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
krpentingan peradilan.1 visum et repertum yang dimaksud merupakan salah satu alat bukti
diperadilan yang jika dalam pembuatannya tidak benar maka akan memperberat hukuman
atau bahkan menyeret dokter itu sendiri dalam masalah.
Visum et repertum dibuat berdasarkan permintaan oleh penyidik dan biasanya dibuat
oleh dokter spesialis forensik. Dokter spesialis forensik adalah dokter umum yang telah
mengambil spesialisasi di bidang forensik dan kedokteran kehakiman (medikolegal), mereka
berwenang untuk membuat visum et repertum. Akan tetapi jumlah dokter forensik tidaklah
sebanding dengan jumlah penduduk dan luas wilayah di Indonesia, sehingga ada daerah yang
terdapat dokter spesialis forensik dan ada yang tidak terdapat dokter spesialis forensik.
Bagi daerah tertentu karena secara geografis tidak memungkinkan dan sangat jauh
letaknya dan belum ada dokter ahli forensik maupun jauh dari laboratorium forensic seperti
misalnya; Laboratorium Forensik Kepolisian, Laboratorium Kesehatan (Dinas Kesehatan
atau Rumah Sakit), Laboratorium Forensik Fakultas Kedokteran, maka visum et repertum
1
dari dokter (umum) atau dokter bukan ahli sebagai pemeriksaan luka, pemeriksaan mayat
kecuali autopsy yang hanya boleh dilakukan oleh dokter ahli forensik. Oleh karena itu dokter
umum bisa dimintai membuat visum et repertum.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi Visum Et Repertum
Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran forensik
atau dokter bukan ahli kedokteran forensik. Keterangan ini dibuat dalam bentuk tulisan yang
dahulu dikenal sebagai Visum et Repertum yang berisi tentang seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana.
Menurut dr. Abdul Munim Idries, Sp.F, pengertian Visum et Repertum (VR) secara
hukum adalah:
1.
Laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh dokter, dan di
dalam perkara pidana
2. Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji (jabatan/khusus),
tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya
3. Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari
pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.
Dalam kamus hukum tahun 1972 (oleh Prof. Subekti, SH dan Tjirosudibio), V.e.R adalah
suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu pemeriksaan yang
telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk menentukan sebab kematian
dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan oleh hakim dalam suatu perkara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat didefinisikan visum et repertum
sebagai laporan tertulis untuk yustisi yang dibuat oleh dokter atas sumpah tentang segala
sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada benda yang diperiksa.
(Visum=dilihat, Repertum=ditemukan). Istilah Visum et Repertum ini dapat ditemukan dalam
lembaran Negara tahun 1937 Nomor : 350 Pasal I yang terjemahannya :
Visa et Reperta pada dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan
pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Negeri Belanda atau Indonesia, maupun
atas sumpah khusus seperti tercantum dalam pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah
dalam perkara pidana selama Visa et Reperta tersebut berisi keterangan mengenai halhal yang diamati oleh dokter itu pada benda-benda yang diperiksa. (Anonim, 2006)
Dengan berlakunya KUHAP maka Lembaran Negara tahun 1937 Nomor 350 ini seharusnya
dicabut. Namun karena isi Lembaran Negara tersebut tidak bertentangan dengan KUHAP
sedang istilah Visum et Repertum tidak ditemukan dalam KUHAP, maka Menteri Kehakiman
dalam peraturan Nomor: M.04.UM.01.06 tahun 1983 pasal 10 menyatakan bahwa hasil
pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik disebut Visum et Repertum. Oleh karena itu
keterangan ahli/keterangan hasil pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik seperti dimaksud
KUHAP tidak lain adalah Visum et Repertum.
3
dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima
jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan
keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah
setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.
Pasal 187
Visum et Repertum dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangan itu
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang diminta secara resmi padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian lain.
2.3. Tujuan Visum Et Repertum
Tugas seorang dokter dalam bidang Ilmu Kedoteran Forensik adalah membantu para
petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana yang
behubungan dengan pengrusakan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, sehingga bekerjanya
harus obyektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu
sama lain secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada
waktu memberi laporan dalam pemberitaan dari Visum et Repertum itu harus sesungguhsungguhnya dan seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada
waktu pemeriksaan, dan demikian Visum et Repertum merupakan kesaksian tertulis.
Visum et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang dokter
mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara
5
obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus mengganti sepenuhnya barang
bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga daripadanya dapat
ditarik suatu kesimpulan yang tepat.
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana yang tertulis
dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
proses perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan
segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang dalam bagian pemberitaan
sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksan medik tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran
dengan ilmu hukum, sehingga dapat diketahui dengan jelas apa yang terjadi pada seseorang
dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh atau jiwa manusia. (Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997)
2.4. Macam-macam Visum et Repertum
1. Visum et repertum korban hidup
a. Visum et Repertum seketika
Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang
menjalankn jabatan/ mata pencaharian.
b. Visum et Repertum sementara
Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:
-
Korban sembuh
Kualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban selesai
dirawat.
2. Visum et repertum mayat
3. Visum et repertum pemeriksaan TKP
4. Visum et repertum penggalian mayat
5. Visum et repertum mengenai umur
6. Visum et repertum psikiatrik
7. Visum et repertum mengenai bukti lain
2.5. Yang Berhak Meminta Visum et Repertum adalah:
1. Penyidik
Landasan hukum:
Pasal 6 KUHAP
(1) Penyidik adalah:
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Pasal 7 KUHAP
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
b. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 133 KUHAP
7
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Penyidik adalah polri dengan pangkat serendah-rendahnya AIPDA (ajudan inspektur
dua), namun di daerah terpencil mungkin saja seorang polisi berpangkat BRIPDA
dapat diberi wewenang sebagai penyidik,oleh karena di daerah tersebut tidak ada yang
pangkatnya lebih tinggi.
2. Penyidik pembantu
Landasan hukum:
Pasal 1 KUHAP
(3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
Pasal 10 KUHAP
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat
kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
Pasal 11 KUHAP
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1),
kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang
dari penyidik.
Pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah BRIPDA (Brigadir Dua).
3. HakimPidana
Landasan hukum:
Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula
minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta visum et repertum pada dokter, akan
tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi berita acara
pemeriksaan (BAP) dengan vsum et repertum, kemudian jaksa melipahkan
pemberitaan hakim kepada penyidik.
4. Hakim Perdata
Hakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam HIR
(Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan perdata tidak
ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et repertum kepada
dokter.
5. Hakim Agama
Bahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam undangundang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman Pasal 10. Hakim agama hanya mengadili perkara yang menyangkut agama
Islam.
2.6. Yang Berhak Menbuat Visum et Repertum adalah:
Pasal 120 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 133 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
Pasal 1 KUHAP
(28)Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
Seperti yang tercantum dalam pasal-pasal di atas, telah ditentukan bahwa yang berhak
membuat visum et repertum adalah:
9
11
perlu
diuraikan
untuk
menghindari
kesalahpahaman
tentang
tepat/tidaknya
12
BAB III
KESIMPULAN
1. Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh dokter atas
sumpah tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan).
2. Dasar hukum visum et repertum:
13
a. KUHP pasal 186 bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan di
sidang pengadilan.
b. KUHP pasal 187 butir c bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang dimnta
secara resmi.
c. KUHP pasal 184 ayat 1 yaitu:
-
keterangan saksi
keterangan ahli
surat
petunjuk
keterangan terdakwa
korban sembuh
DAFTAR PUSTAKA
1. Atmodirono, Haroen. 1980. Visum et Repertum dan Pelaksanaannya. Surabaya:
Airlangga University Press.
2. Hoediyanto, dr. Sp. F (K). 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian IKF dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unair.
3. Idries A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
15
16