Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


DI UGD RSIJ CEMPAKA PUTIH

Disusun oleh :
1. DINA GAYATRI
2. ISMI NUR HIKMAH
3. SARWIYATI

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah
melimpahkaan rahmat dan karunianya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan kasus tentang asuhan keperawatan fraktur pada pasien kegawatdaruratan. Adapun
tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas profesi kegawatdaruratan.
Selain itu juga kami juga memiliki harapan agar laporan ini juga akan dapat memberikan
pengarahan untuk mahasiswa keperawatan untuk melaksanakan serta mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Penulisan makalah ini berorentasi pada sistem asuhan keperawatan pada pasien sesuai dengan
asuhan keperawatan berbagai macam cara yang digunakan dalam berbagai institusi pendidikan
diharapkan dapat bekerja secara mandiri untuk meningkatkan mutu, bukan hanya sebagai
seorang perawat melainkan dapat memberikan pengalaman belajar yang mudah dipahami
sebagai pengajar di instansi manapun di masyarakat sesuai pengetahuan tidak lepas dari suatu
bimbingan dan kerjasama kelompok. Maka, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada bpk.
Rohman Azzam, Ns, SpKMB selaku kordinator dan ibu Misparsih, S.Kp., M.Kep selaku dosen
pembimbing serta semua pihak atas kontribusi masukan dan saran.
Akhirnya harapan kami agar makalah ini bermanfaat untuk mahasiswa PSIK maupun Profesi
NERS pada khususnya dan untuk keperawatan kegawatdaruratan pada umumnya.

Jakarta, Juni 2015


Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Tinjauan Teori
Bab III : Kasus
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan
atau ruda paksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka yaitu jika patahan tulang itu menembus
kulit sehingga berhubungan dengan udara luar dan fraktur tertutup yaitu, jika fragmen tulang
tidak berhubungan dengan udara luar.
Berdasarkan data yang didapat dari medical record RSUD Dr. Sudarso Pontianak, jumlah klien
dengan gangguan system muskuloskletal terutama penderita fraktur cruris berjumlah 175 kasus
terjadi pada pria dan 85 kasus terjadi pada wanita.
Dengan demikian, perawat harus mampu berfikir kritis dalam asuhan keperawatan yang
komprehensif serta mampu mengidentifikasi masalah-masalah klien yang dirumuskan sebagai
diagnose keperawatan, mampu mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah
keperaeatan yang diberikan secara holistic, yaitu dilihat dari segi biofisikososial dan spiritual,
serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberi asauhan keperawatan
yang optimal.
Berdasarkan data diatas penyusun merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan fraktur dan
menyusun laporan kasus tentang asuhan keperawatan pada Tn. I dengan gangguan system
muskuloskletal fraktur cruris (tibia fibula) di Ruang Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Islam
Cempaka Putih Jakarta Pusat.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Menurut smeltzer S.C (2001) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya.
Menurut Reeves C.J (2001) Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang atau setiap retak
atau patah pada tulang yang utuh.

B. Etiologi
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh :
4

- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
C. Klasifikasi
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a.

Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).

b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a.

Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).

b.

Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).

c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :


5

a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Misal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
At axim : membentuk sudut.
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal : berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
Jenis fraktur :
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran
Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
6

Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada


kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang.

Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia
luar, baik ujung fragmen fraktur

tersebut yang menembus dari dalam hingga kepermukaan

kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar
hingga kedalam (Salter ,1994).
Fraktur terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa
normal di kulit ataupun bakteri

berasal

dari flora

pahthogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora

normal kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga
Corynebacterium (Gustilo ,1993 ).
Selain dari flora normal kulit , hasil

juga menunjukan gambaran bakteri yang bersifat

pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi ) lingkungan pada saat terjadinya fraktur.
Seperti cedera pada lingkungan perkebunan , sering terjadi, bakteri golongan Clostridium
perfringens. Tapi berbeda lagi Jika

terpapar

lingkungan berair

akan

dijumpai bakteri

golongan Pseudomonas. Infeksi nosocomial juga sering sebagai penyebab infeksi luka

pada

fraktur terbuka. Kuman yang paling sering dijumpai Staphylococus aureus (Gustilo, 1993 )

Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga kelompok

1. Grade I:
Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan bersih kerusakan jaringan
minimal, frakturnya simple atau oblique dan sedikit kominutif.

2. Grade II :
7

Fraktur

terbuka dengan luka robek lebih dari 1 cm, tanpa ada kerusakan jaringan

lunak, flap kontusio avulsi yang luas serta fraktur kominutif sedang dan kontaminasi
sedang.
3. Grade III :
Fraktur terbuka segmental atau kerusakan jaringan lunak yang luas atau amputasi
traumatic,derajat kontaminasi yang berat dan trauma dengan kecepatan tinggi.
Fraktur grade III dibagi menjadi tiga yaitu :
grade IIIa : Fraktur segmental atau sangat kominutif penutupan tulang dengan jaringan
lunak

cukup adekuat.

grade IIIb : Trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak yang cukup luas ,
terkelupasnya daerah periosteum dan tulang tampak terbuka , serta adanya kontaminasi
yang cukup berat.
grade IIIc : Fraktur dengan kerusakan pembuluh darah.

D. Penanganan fraktur terbuka


Prinsip penanganan fraktur terbuka :
1. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
2. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
3. Berikan antibiotika yang sesuai dan adekuat.
4. Lakukan debridement dan irigasi luka.
5. Lakukan stabilisaasi fraktur.
6. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang , mengalami fraktur.
E. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
8

a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu
kuat.

c. Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.

d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.

f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1). Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.

2). Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

3). Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan
dan reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 1993)
Fiksasi internal atau Open Reduction Internal Fiksasi (ORIF) Fragmen tulang dapat diikat
dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat logam yang diikat dengan sekrup, paku intra
meduler yang panjang (dengan atau tanpa sekrup pengunci).

F. Penanganan fraktur
10

Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian


fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang
masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujungujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di
pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator
eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18
minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan
tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neurologi.
Mengontrol kecemasan dan nyeri
11

Latihan isometrik dan setting otot


Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
Imobilisasi fragmen tulang.
Kontak fragmen tulang minimal.
Asupan darah yang memadai.
Nutrisi yang baik.
Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
Potensial listrik pada patahan tulang.

G. Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah
dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah
tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang
premitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan
mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus
disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus
dari fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan
terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi
lokasi fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami
re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas akan
12

menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang
menyerupai keadaan tulang aslinya.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.

RENCANA KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1 Nyeri akut b/dSetelah
dilakukanManajemen nyeri :
agen injuri fisik,Asuhan

keperawatan
1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,
13

fraktur

jam

tingkat

kenyamanan

klien

meningkat,
nyeri

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan


faktor presipitasi ).

tingkat

terkontrol

2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak

dg

nyamanan.

KH:

3. Gunakan

melaporkan

sebelumnya.
dg

4. Kontrol

yang

5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

tenang
dapat

istirahat

lingkungan

pencahayaan, kebisingan.

Ekspresi wajah

klien

faktor

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

scala 2-3

6. Pilih

dan

lakukan

penanganan

nyeri

(farmakologis/non farmakologis).

dan

tidur
-

terapeutik

untuk mengetahui pengalaman nyeri klien

berkurang

komunikasi

Klien
nyeri

teknik

7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,


distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

v/s dbn

8. Kolaborasi untuk pemberian analgetik untuk


mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
2 Resiko terhadapSetelah
cidera
kerusakan

tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


dilakukanMemberikan posisi yang nyaman untuk Klien:

b/daskep jam terjadi


peningkatan

Status

neuromuskuler, keselamatan

Injuri

tekanan

danfisik dgn KH :

disuse
-

Bebas dari cidera

-Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan


meningkatkan obsevasi pasien, beri pengaman
tempat tidur
-Periksa sirkulasi perifer dan status neurologi
14

Mampu
mencegah cidera

-Menilai ROM pasien


-Menilai integritas kulit pasien.
-Libatkan banyak orang dalam memindahkan
pasien, atur posisi pasien yang nyaman

3 Sindrom
self

care

defisitSetelah dilakukan akepBantuan perawatan diri


b/d

jam

kelemahan,

ADLs

fraktur

KH:
-

kebutuhan
-Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan
dg
diri

terpenuhi

Pasien

Melakukan

dapat
aktivitas

sehari-hari.
-

-Monitor

kebutuhan

akan

personal

hygiene,

berpakaian, toileting dan makan


-Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan

Kebersihan

diri

pasien terpenuhi

untuk merawat diri


-Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
-Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas seharihari sesuai kemampuannya
-Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

4 Risiko infeksi b/dSetelah


imunitas

tubuhasuhan

dilakukanKontrol infeksi :
keperawatan

primer menurun, jam tidak terdapat


prosedur

faktor risiko infeksi

-Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.


-Batasi pengunjung bila perlu.

invasive, fraktur dan infeksi terdeteksi


dg KH:

-Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci


tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

-Tdk ada tanda-tanda


15

infeksi

-Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

-AL normal ( < 10.000-Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah


)

tindakan keperawatan.

-Suhu normal ( 36 -Gunakan baju, masker dan sarung tangan sebagai


37 C )

alat pelindung.
-Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
-Lakukan perawatan luka, drainage, dresing infus
dan dan kateter sesuai kebutuhan.
-Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
-Kolaborasi untuk pemberian antibiotik sesuai
program.
-Jelaskan tanda gejala infeksi dan anjurkan u/
segera lapor petugas
-Monitor V/S
Proteksi terhadap infeksi
-Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal.
-Monitor hitung granulosit dan WBC.
-Monitor kerentanan terhadap infeksi..
-Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
-Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
16

kemerahan, panas, drainase.


-Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
-Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika
perlu-Anjurkan untuk istirahat yang cukup.
-Dorong peningkatan mobilitas dan latihan sesuai
5 Kerusakan

Setelah

mobilitas

fisikaskep jam terjadi

berhubungan
dengan
tulang

indikasi
dilakukanTerapi ambulasi
-Kaji

peningkatan

patahAmbulasi

kemampuan

pasien

dalam

melakukan

ambulasi
:Tingkat

mobilisasi, Perawtan
-Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan
diri Dg KH :
ambulasi
-Peningkatan aktivitas
fisik

-Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan


-Ajarkan pasien berpindah tempat secara bertahap
-Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan
-Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya
ambulasi dini
-Edukasi pada pasien dan keluarga tahap ambulasi
-Berikan reinforcement positip atas usaha yang

17

dilakukan pasien.

6 Kurang
pengetahuan

Setelah
askep

dilakukanPendidikan kesehatan : proses penyakit


.

tentang penyakitpengetahuan
dan

Jam
klien

-Kaji pengetahuan klien.

meningkat dg KH:

-Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala


perawatannya b/d
serta komplikasi yang mungkin terjadi
-Klien
dapat
kurang paparan
mengungkapkan
terhadap
-Berikan informasi pada keluarga tentang
kembali yg dijelaskan.
informasi,
perkembangan klien.
keterbatan
kognitif

-Klien kooperatif saat


dilakukan tindakan

-Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang


tindakan yang akan dilakukan.
-Diskusikan pilihan terapi
-Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi
dini
-jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan
muncul

18

BAB III
KASUS
A. Pengkajian
Nama
Usia, Jenis Kelamin
Tanggal Masuk RS
Diagnosa Medik
Keluhan Utama

Tn. I
50 Tahun, laki-laki
15 Juni 2015
Open fracture cruris sinistra
Klien mengatakan patah tulang, luka, nyeri pada kaki kanan, dan
tidak dapat digerakkan.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Klien datang ke UGD tgl 15 juni 2015, jam 17:00 WIB, 1 jam
SMRS, klien mengalami fraktur terbuka pada kaki kiri. Klien
mengatakan tidak pingsan saat kejadian hingga dibawa ke RS.

Survey Primer

Airway
-

Jalan Napas Paten


Tidak ada gargling, stridor dan snorkling

Breathing :
-

RR : 20 x/menit
Dyspnoe tidak ada
Irama teratur
Pergerakan dinding dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak ada napas cuping hidung

Circulation :
-

N : 50 x/menit
TD : 130/80 mmHg
Irama teratur, pulsasi lemas
Capilary refil <3detik
Akral dingin
Tidak ada sianosis
Tampak perdarahan pada daerah fraktur
Saat di kaji darah masih tampak mengalir, perdarahan
membasahi celana pasien sampai ke perlak

Disability

GCS : E4V5M6 = 15
Kesadaran komposmentis
Ukuran pupil 2mm, isokor
Reflek terhadap cahaya (+)

Exposure :
-

Terdapat luka memar di kaki bagian kiri


Suhu : 36.5C
Luka terbuka pada kaki bagian kanan
luka 7 cm
Hasil lab (15 Juni 2015) :

Hb : 12 g/dl
Ht : 44%
Leukosit : 10,6 ribu/ul
Trombosit : 368 ribu/ul
-

Hasil rontgen tibia fibula AP (15 Juni 2015) :

Kepala
-

Tidak ada nyeri tekan


Rambut bersih
Tidak ada pendarahan
Tidak ada jejas

Wajah

Simetris
Tidak ada jejas

Mata
-

:
Konjungtiva ananemis
Sklera anikterik

Telinga
-

Tidak ada serumen

Simetris
Pendengaran baik

Hidung
-

Hidung bersih
Tidak ada kotoran
Penciuman baik

Mulut
-

:
Mulut bersih
Tidak ada gigi palsu
Tidak ada caries
Mukosa lembab

Leher
-

:
Tidak ada jejas
Tidak ada pembesaran JPV

Dada
-

:
Suara napas vesikuler, bunyi jantung I & II normal
Tidak ada murmur dan gallop

Abdomen
-

Tidak ada nyeri tekan


Bising usus 4x/menit
Distensi abdomen ( - )

Genitourinari : Ekstremitas

1. Tampak luka terbuka pada kaki bagian kanan


2. Nyeri pada kaki kiri, skala nyeri 10, nyeri dirasakan terusmenerus
Integumen

3. Terdapat memar dan kemerahan di sekitar luka


4. Warna kuliat sawo matang
Daftar Masalah

1. Nyeri b.d. terputusnya kontinuitas tulang


2. Resiko syok hipovolemik b.d. terputusnya kontinuitas pembuluh
darah
3. Resiko infeksi b.d. luka terbuka
4. Immobilitas b.d. kerusakan fungsi gerak
5. Resiko gangguan perfusi jaringan b.d. terputusnya kontinuitas
pembuluh darah

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko syok

(prioritas)

hipovolemik b.d.

Rasional (dengan patoflow/concept


map)

terputusnya kontinuitas
pembuluh darah

Terlampirkan

2. Resiko infeksi b.d. luka


terbuka
3. Nyeri b.d. terputusnya
kontinuitas tulang
Intervensi

Dx 1 :
Mandiri
-

Lakukan balut tekan dan pembidaian


Monitor HR dan TD klien
Monitor adanya penurunan kesadaran
Monitor tetesan infus ( 30tts/mnt, dalam 8 jam)
Monitor adanya tanda-tanda kompartemen sindrom (pain,
pulse, parestesi, pulse, paralisis, pale)

Kolaborasi
-

Dx 2 :

Pemberian infus RL
Pemeriksaan lab : Hb dan golongan darah
Transfusi darah
Operasi cito ortopedi (ORIF)

Mandiri :
-

Monitor suhu tubuh klien


Monitor hasil lab : leukosit
Monitor adanya tanda-tanda inflamasi (calor, dolor, tumor,
rubor, fungsiolesa)

Kolaborasi :
-

Pemberian antibiotik dan anti tetanus (Toxoid)


Pemeriksaan lab : leukosit

Dx 3 :
Mandiri :
-

Observasi karakteristik nyeri (PQRST)


Berikan posisi yang nyaman untuk klien
Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
Monitor skala nyeri
Monitor hemodinamik

Kolaborasi :
-

Evaluasi (SOAP)

Pemberian obat analgetik

Dx 1 :
Tanggal 15-06-2015
S : klien mengatakan darahnya sudah tidak banyak keluar
O:
Airway :
-

gurgling (-)
stridor (-)

Breathing :
-

RR : 18 x/menit

Dyspnoe (-)
Irama teratur
Pergerakan dinding dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak ada napas cuping hidung
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 liter/menit

Circulation :
-

N : 100 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Irama teratur
Terdapat luka robek dan fraktur terbuka di tibia dan fibula

dextra
Klien sudah dilakukan balut tekan
Tidak ada perdarahan
Capilary refil <3detik
Akral dingin
Tidak ada sianosis

Disability :
-

GCS : E4V5M6 = 15
Kesadaran komposmentis
Ukuran pupil 2mm, isokor
Reflek terhadap cahaya (+)

Exposure :
-

luka di dagu dan bibir


Hasil lab (15-06-2015) :

Hb : 12 g/dl
Ht : 44%
Trombosit : 368 ribu/ul
-

Hasil rontgen tibia fibula AP (15-06-2015) : fraktur tibia


fibula dextra

A : masalah teratasi sebagian

P : klien direncanakan operasi cito ortopedi


Dx 2 :
Tanggal 15 Juni 2015
S:O:
Airway :
-

gurgling (-)
stridor (-)

Breathing :
-

RR : 18 x/menit
Dyspnoe (-)
Irama teratur
Pergerakan dinding dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak ada napas cuping hidung
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 liter/menit

Circulation :
-

N : 100 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Irama teratur
Terdapat luka robek dan fraktur terbuka di tibia dan fibula

dextra
Klien sudah dilakukan balut tekan
Tidak ada perdarahan
Capilary refil <3detik
Akral dingin
Tidak ada sianosis

Disability :
-

GCS : E4V5M6 = 15
Kesadaran komposmentis

Ukuran pupil 2mm, isokor


Reflek terhadap cahaya (+)

Exposure :
-

luka di dagu dan bibir


Suhu : 36.5C
Hasil lab (7 Mei 2013) :

Leukosit : 10,6 ribu/ul


-

Hasil rontgen tibia fibula AP (7 Mei 2013) : fraktur tibia

fibula dextra
Klien telah diberikan cefotaxime 1x2gr, anti tetanus
serum/toxoid 1cc, tetagam 1cc

A : masalah teratasi sebagian


P : klien direncanakan operasi cito ortopedi

Dx 3 :
Tanggal 15 Juni 2015
S : klien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang, skala nyeri 8
O:
Airway :
-

gurgling (-)
stridor (-)

Breathing :
-

RR : 18 x/menit
Dyspnoe (-)
Irama teratur
Pergerakan dinding dada simetris

Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan


Tidak ada napas cuping hidung
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 liter/menit

Circulation :
-

N : 100 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Irama teratur
Terdapat luka robek dan fraktur terbuka di tibia dan fibula

dextra
Klien sudah dilakukan balut tekan
Tidak ada perdarahan
Capilary refil <3detik
Akral dingin
Tidak ada sianosis

Disability :
-

GCS : E4V5M6 = 15
Kesadaran komposmentis
Ukuran pupil 2mm, isokor
Reflek terhadap cahaya (+)

Exposure :
-

Hasil rontgen tibia fibula AP (15-06-2015) : fraktur tibia

fibula dextra
Telah dilakukan fiksasi/bidai
Telah diberikan remopain 2ml

A : masalah teratasi sebagian


P : klien direncanakan operasi cito ortopedi

B. Analisa data
Data focus
15-06-2015 Ds :
1.

Masalah
Syok

Darah keluar dan


menyebabkan terjadinya
perdarahan

Do :
Darah mengenai celana
klien sampai k bawah

Darah membasahi perlak

Kasa yang digunakan


untuk membersihkan 14
buah

15-06-2015 DS :
2.

Nyeri
klien mengatakan nyeri
pada kaki kiri
skala nyeri 10
nyeri dirasakan terus
menerus

Terputusnya
kontinuitas tulang
Fragmen tulang
merusak otot
Tekanan kalpiler otot
naik

DO :
-

Fraktur terbuka
Menyebabkan luka pada
jaringan kulit

Klien mengatakan darah


tidak berhenti keluar sejak
kejadian

Etiologi

Pengeluaran mediator
kimias (histamine)

terdapat luka dan memar


pada tibia sinistra
hasil rontgen tibia AP (11
Mei 2013) : fraktur tibia

Spasme otot
Nyeri
(skala nyeri 10)

3.

DS :

Resiko infeksi

Terputusnya

Klien mengatakan patah


tulang dan luka pada kaki
kiri

kontinuitas tulang
Fragmen tulang
merusak kulit &
jaringan lunak

DO :
-

Terdapat luka dan fraktur t


pada tibia sinistra
- Suhu : 36.5C
- Hasil lab (11 Mei 2013)
Leukosit : 10,6 ribu/ul

Gangguan integritas
kulit (luka robek pada
ekstremitas bawah
dextra, diameter
10cm)

Adanya port de entry /


jalan masuknya
mikroorganisme
Leukosit : 10,6 ribu/ul
Resiko infeksi

4.

DS :
-

Immobilisasi
klien mengatakan kaki
nyeri dan tidak dapat
digerkakkan

Pergerakan/pergeseran
fragmen tulang

DO :
-

Terputusnya
kontinuitas tulang

Deformitas
terdapat luka dan fraktur
terbuka tibia fibula dextra

Ekstremitas tidak
dapat berfungsi
dengan baik
Gangguan mobilitas
fisik

5.

DS :

Resiko gangguan
perfusi jaringan

DO :
-

Terputusnya
kontinuitas tulang
Fraktur tibia fibula

Terdapat luka dan fraktur


terbuka tibia fibula dextra
Capilary refil <3detik
Akral dingin
Tidak ada sianosis

Kerusakan sumsum
tulang
Fat embolism &
thrombus
Menyumbat pembuluh

darah
Suplai darah ke organ
terganggu
Resiko gangguan
perfusi jaringan
Hipoksia, nekrosis
jaringan

C. Daftar masalah keperawatan


1. Nyeri b.d. terputusnya kontinuitas tulang
2. Resiko syok hipovolemik b.d. terputusnya kontinuitas pembuluh darah
3. Resiko infeksi b.d. luka terbuka
4. Immobilitas b.d. kerusakan fungsi gerak
5. Resiko gangguan perfusi jaringan b.d. terputusnya kontinuitas pembuluh darah

D. Diagnosa keperawatan prioritas


1.
Resiko syok hipovolemik b.d. terputusnya kontinuitas pembuluh darah
2. Resiko infeksi b.d. luka terbuka
3.
Nyeri b.d. terputusnya kontinuitas tulang

E. Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Dx. 1

Intervensi
Mandiri :
-

Lakukan balut tekan dan pembidaian


Monitor HR dan TD klien
Monitor adanya penurunan kesadaran
Monitor tetesan infus ( tts/mnt, dlm jam)
Monitor adanya tanda-tanda kompartemen sindrom
(pain, pulse, parestesi, pulse, paralisis, pale)
Kolaborasi :
-

Kolaborasi pemberian infus RL


Kolaborasi pemeriksaan lab : Hb dan golongan darah
Kolaborasi transfusi darah
Kolaborasi operasi cito ortopedi (ORIF)

Dx. 2

Mandiri :
-

Monitor suhu tubuh klien


Monitor hasil lab : leukosit
Monitor adanya tanda-tanda inflamasi (calor, dolor,
tumor, rubor, fungsiolesa)
Kolaborasi :
-

Kolaborasi pemberian antibiotik dan anti tetanus


Kolaborasi pemeriksaan lab : leukosit

Dx.3

Mandiri :
- Observasi karakteristik nyeri (PQRST)
- Berikan posisi yang nyaman untuk klien
- Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
- Monitor skala nyeri
- Monitor hemodinamik
Kolaborasi :
-

Kolaborasi pemberian obat analgetik

F. Evaluasi (SOAP)
Diagnosa
keperawatan
Dx. 1

Evaluasi (SOAP)
S : klien mengatakan darahnya sudah tidak banyak keluar
O:
Airway :
-

gurgling (-)
stridor (-)

Breathing :
-

RR : 18 x/menit
Dyspnoe (-)
Irama teratur
Pergerakan dinding dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak ada napas cuping hidung
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 liter/menit

Circulation :
-

N : 100 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Irama teratur
Terdapat luka robek dan fraktur terbuka di tibia dan fibula
dextra
Klien sudah dilakukan balut tekan
Tidak ada perdarahan
Capilary refil <3detik

Akral dingin
Tidak ada sianosis

Disability :
-

GCS : E4V5M6 = 15
Kesadaran komposmentis
Ukuran pupil 2mm, isokor
Reflek terhadap cahaya (+)

Exposure :
-

luka di dagu dan bibir


Hasil lab:
Hb : 12 g/dl
Ht : 44%
Trombosit : 368 ribu/ul
- Hasil rontgen tibia fibula AP: fraktur tibia fibula dextra
A : masalah teratasi sebagian
P : klien direncanakan operasi cito ortopedi
Dx.2

S:O:
Airway :
-

gurgling (-)
stridor (-)

Breathing :
-

RR : 18 x/menit
Dyspnoe (-)
Irama teratur
Pergerakan dinding dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak ada napas cuping hidung
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 liter/menit

Circulation :
-

N : 100 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Irama teratur
Terdapat luka robek dan fraktur terbuka di tibia dan fibula
dextra
Klien sudah dilakukan balut tekan

Tidak ada perdarahan


Capilary refil <3detik
Akral dingin
Tidak ada sianosis

Disability :
-

GCS : E4V5M6 = 15
Kesadaran komposmentis
Ukuran pupil 2mm, isokor
Reflek terhadap cahaya (+)

Exposure :
-

luka di dagu dan bibir


Suhu : 36.5C
Hasil lab:
Leukosit : 10,6 ribu/ul
Hasil rontgen tibia fibula AP: fraktur tibia fibula dextra
Klien telah diberikan cefotaxime 1x2gr, anti tetanus
serum/toxoid 1cc, tetagam 1cc

A : masalah teratasi sebagian


P : klien direncanakan operasi cito ortopedi

Dx.3

S : klien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang, skala nyeri 8


O:
Airway :
-

gurgling (-)
stridor (-)

Breathing :
-

RR : 18 x/menit
Dyspnoe (-)
Irama teratur
Pergerakan dinding dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak ada napas cuping hidung
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 liter/menit

Circulation :
-

N : 100 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Irama teratur
Terdapat luka robek dan fraktur terbuka di tibia dan fibula
dextra
Klien sudah dilakukan balut tekan
Tidak ada perdarahan
Capilary refil <3detik
Akral dingin
Tidak ada sianosis

Disability :
-

Trauma langsung

GCS : E4V5M6 = 15
Kesadaran komposmentis
UkuranPatah
pupiltulang
2mm,
isokor
terbuka
Reflek terhadap cahaya (+)

Kerusakan mobilitas fisik

Kerusakan/
jaringan lunak, pembuluh darah dan tulang
Exposureterputusnya
:

Spasme otot

Hasil rontgen tibia fibula AP: fraktur tibia fibula dextra


Telah dilakukan fiksasi/bidai
Telah diberikan remopain 2ml
Kerusakan sumsum

Luka terbuka

Perdarahan

tulang

A : masalah teratasi sebagian


Nyeri

cairan
P : klien direncanakan operasiKehilangan
cito ortopedi
Masuknya
mikroorganisme

dan darah

Globulus lemak masuk


ke dalam darah

Syok hipovolemik
Infeksi
Emboli

Menyumbat
pembuluh darah

Suplai darah ke
organ berkurang

Patoflow Fraktur
Perfusi jaringan
terganggu

Hipoksia/nekrosis

DAFTAR PUSTAKA

Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC


Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 2000.
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai