Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemanfaatan sumberdaya alam secara luas dan efisien merupakan tuntunan
dalam pembangunan nasional. Keperluan akan sumberdaya air terus menerus meningkat
baik ditujukan bagi pengairan, keperluan umum dan pemukiman, pengembangan
industri, pembangkit tenaga, perikanan, perhubungan, pariwisata maupun maksud
lainnya.Upaya pembendungan DAS, genangan atau bentuk sumberdaya air lainnya telah
banyak dilakukan dalam rangka memenuhi keperluan air dan tenaganya, untuk itu
dibentuk waduk (reservoir/man made lakes).
Pengelolaan lingkungan dalam pembangunan membutuhkan pendekatan
perencanaan yang integratif. Dimana komponen pendukung pengelolaan lingkungan
memiliki sifat dan ciri yang berbeda. Adanya keanekaragaman sifat dan ciri tersebut,
membutuhkan pola pendekatan yang holistik, artinya suatu cara pandang masalah
pembangunan dari berbagai disiplin ilmu yang terpadu dan proposional akan mampu
memecahkan permasalahan tersebut (Burhan,1997).
Dalam Undang - Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup

yang

meliputi

perencanaan,

pemanfaatan,

pengendalian,

pemeliharaan,

pengawasan, dan penegakan hukum. Selain itu, dalam UUPPLH pasal 65 ayat 2 dan
pasal 70, dijelaskan tentang perlunya pelibatan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, baik yang bersifat pasif maupun aktif.
Oleh karena itu, tugas pelaksanaan pengelolaan dan perlindungan lingkungan tidak
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan jajarannya, tetapi dimungkinkan
kerjasama dengan berbagai pihak seperti masyarakat maupun perorangan, industri dan
kalangan akademis. Upaya menumbuhkembangkan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat ini. Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan. Pengembangan partisipasi ini

tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan didorong melalui program berkelanjutan.


Seperti pengembangan kapasitas, pemberian isentif, penciptaan iklim yang
kondusif dan disertai pemberian ruang gerak dan akses yang memadai. Pengembangan
kapasitas ini juga harus selaras dengan amanat Undang Undang
Sumber Daya Air yang menekankan perlunya tahap perencanaan, implementasi
hingga evaluasi dalam setiap upaya konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya
rusak air. Didalam PP No 82 Tahun 2010 tentang pengelolaan kualitas air telah diatur
mekanisme pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang perlu
melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 37
Tahun 2010 tentang Bendungan pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa penyelenggaraan
pembangunan dan pengelolaan
bendungan beserta waduknya dilaksanakan sebagai upaya konservasi sumber daya air.
Sehingga daya dukung lingkungan hidup, kelayakan teknis, kelayakan ekonomis,
kelayakan lingkungan, dan keamanan bendungan harus diperhatikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya suatu kajian untuk membahas
masalah mengenai pengelolaan sumberdaya perairan waduk secara optimal dan terpadu,
untuk mendukung suatu program pengelolaan yang efektif, optimum dan berkelanjutan
dengan tidak mengabaikan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di sekitarnya,
yang akan dibahas dalam tulisan ini.

1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan judul PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAWA
DONGKAL untuk mengetahui tentang :

Pengelolaan sumberdaya perairan rawa dongkal secara optimal dan terpadu.


Untuk mengetahui sejauh mana Pengelolaan sumberdaya perairan rawa

dongkal.
Untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dalam Pengelolaan sumberdaya
perairan rawa agar bisa optimal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati ruang yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar
memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan sumber air rumah tangga dan
industri yang murah. Perairan air tawar merupakan tempat disposal/pembuangan yang
mudah dan murah (Heddy dan Kurniati, 1994).
Waduk merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat dengan cara
membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan yaitu sebagai pencegah banjir,
pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi pertanian, untuk kegiatan
perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya karamba, dan bahkan untuk
kegiatan pariwisata. Dengan demikian keberadaan waduk telah memberikan manfaat
sendiri bagi masyarakat di sekitarnya. Waduk mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan badan air lainnya. Waduk menerima masukan air secara terus menerus dari
sungai yang mengalirinya. Air sungai ini mengandung bahan organik dan anorganik
yang dapat menyuburkan perairan waduk. Pada awal terjadinya inundasi (pengisian air),
terjadi dekomposisi bahan organik berlebihan yang berasal dari perlakuan sebelum
terjadi inundasi. Dengan demikian, jelas sekali bahwa semua perairan waduk akan
mengalami eutrofikasi setelah 12 tahun inundasi karena sebagai hasil dekomposisi
bahan organik. Eutrofikasi akan menyebabkan meningkatnya produksi ikan sebagai
kelanjutan dari tropik level organik dalam suatu ekosistem (Wiadnya, et al., 1993).
Di dalam perairan terdapat jasad-jasad hidup, dan salah satunya adalah plankton yang
merupakan organisme mikro yang melayang dalam air laut atau tawar. Pergerakannya
secara pasif tergantung pada angin dan arus. Plankton terutama terdiri dari tumbuhan
mikroskopis yang disebut fitoplankton dan hewan mikroskopis yang disebut
zooplankton (Herawati, 1989).
Suatu perairan dikatakan subur apabila mengandung banyak unsur hara atau nutrien
yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam air terutama fitoplankton dan dapat
mempercepat pertumbuhannya. Fitoplankton menduduki tropik level pertama dalam

rantai makanan, sehingga keberadaannya akan mendukung organisme tropik level


selanjutnya. Sebagai produsen primer, fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis
untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan sinar
matahari. Hasil fotosintesis dari produsen akan digunakan bagi dirinya sendiri dan oleh
organisme lain. Fitoplankton merupakan organisme pertama yang terganggu karena
adanya beban masukan yang diterima oleh perairan. Ini disebabkan karena fitoplankton
adalah organisme pertama yang memanfaatkan langsung beban masukan tersebut. Oleh
karena itu perubahan yang terjadi dalam perairan sebagai akibat dari adanya beban
masukan yang ada akan menyebabkan perubahan pada komposisi, kelimpahan dan
distribusi dari komunitas fitoplankton. Maka dari itu keberadaan fitoplankton dapat
dijadikan sebagai indikator kondisi kualitas perairan, selain itu fitoplankton dapat
digunakan sebagai indikator perairan karena sifat hidupnya yang relatif menetap, jangka
hidup yang relatif panjang dan mempunyai toleransi spesifik pada lingkungan. (Eka,
2008)
Pada saat musim penghujan, hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian besar
akan mengalir ke sungai. Kelebihan air yang terjadi dapat di tampung waduk sebagai
persediaan sehingga pada saat musim kemarau tiba air tersebut dapat digunakan untuk
berbagai keperluan antara lain irigasi lahan pertanian. (Effendi, 2003)
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan
lainnya seperti pertanian dan indutri. Oleh karena itu keberadaan air dalam masyarakat
perlu dipelihara dan dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan. Air tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan. Semua orang
tahu betul akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Namun, tidak semua orang
berpikir dan bertindak secara bijak dalam menggunakan air dengan segala permasalahan
yang mengitarinya. Malah ironisnya, suatu kelompok masyarakat begitu sulit
mendapatkan air bersih, sedangkan segelintir kelompok masyarakat lainnya dengan
mudahnya menghambur-hamburkan air. Air kotor adalah air buangan dari kamar mandi,
WC, dapur dan tempat cuci yang berasal dari buangan rumah tangga, perkantoran hotel,
restoran, rumah sakit dan lain sebagainya (buangan domestik), tetapi tidak termasuk air
buangan industri dan air hujan. (Siti, t.t.)

BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat


Tempat

: Jalan Tidar, Ciracas Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta 13720,


Indonesia

Waktu : Sabtu, 6 Juni 2014 pukul 09.00-selesai

3.2 Alat dan Bahan

Buku Catatan

Alat tulis

Kamera Handphone
3.3 Metode Analisis
Penelitian studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif.
Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi

wawancara , catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain. Dalam
penelita kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orangorang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang
realitas dan kondisi kehidupan nyata.( Patton dalam Poerwandari, 1998)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Luas Rawa Dongkel : 1 hektar
Kedalaman

: 5-7 meter

Volume

: 6000 m3

Sumber air

: air hujan

Pengelolaan

: pembersihan setiap hari menggunakan perahu oleh petugas


kebersihan dan warga sekitar

Aktivitas di sekitar Rawa Dongkel :


a. Berjualan
b. Tempat Pembuangan Sampah Sementara
Pencemaran

a. air berwana hijau


b. sampah warga
c. sampah daun
Tanaman di sekitar Rawa Dongkel :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

pohon palem
pohon jati
pohon bambo
pohon trembesi
pohon malaka
pohon kupu-kupu
pohon ceri

4.2 Pembahasan
4.2.1 Tanaman Sekitar Rawa Dongkel
Rawa Dongkel terletak di daerah Cibubur Jakarta Timur. Keberadaan rawa dongkel
dekat dengan pemukiman warga. Rawa dongkel dikelilingi oleh hutan kota yang asri
dan rimbun. Banyak pohon yang menghiasi sekitar rawa dongkel. Ada beberapa jenis

pohon

yang

tumbuh

subur

di

sekitar

rawa

dongkel.

Ada

pohon

palem,Jati,Bambu,trembesi,Maraka,Kupu-kupu dan Ceri. Fungsi pepohonan yang ada di


sekitar rawa adalah untuk penyerapan air hujan. Selain itu, pepohonan disekitar juga
berfungsi untuk sumber oksigen didaerah cibubur dan juga untuk penyerap gas emisi
berupa karbonmonoksida (CO) dan karbondioksida (CO2).

4.2.2 Aktivitas Sekitar Rawa Dongkel


Rawa dongkel selain menjadi tempat penampungan air hujan dimanfaatkan juga oleh
warga sekitar untuk mencari nafkah. Disekitar rawa banyak para pedagang berjualan
makanan. Karena suasana rawa yang asri menjadikan banyaknya warga lokal yang
berkunjung

dan ikut berpartisipasi atas kebersihan rawa dongkel. Disekitar rawa

terdapat TPS yang bersumber dari sampah rumah tangga komplek sekitar rawa dan
sampah dedaunan dari pohon yang ada di sekitar rawa dongkel.

4.2.3 Luas, Sumber, dan Pengelolaan


Rawa Dongkel termasuk rawa yang cukup besar, luas Rawa Dongkel sekitar 1 hektar,
dengan kedalaman 5-7 meter. Dari luas dan kedalaman yang didapat, diperoleh volume
sekitar 6000 m3. Sumber air Rawa Dongkel berasal dari air hujan. Selain itu, terdapat
pintu air yang menjadi outlet dari air rawa. Pengelolaan kebersihan rawa, dilakukan
setiap hari dengan menggunakan perahu kayu seadanya oleh para petugas kebersihan
untuk membersihkan sampah yang berada di dalam air Rawa Dongkel. Selain para
petugas, warga ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan rawa, dengan
membersihkan sampah di pinggir rawa menggunakan bambo. Sangat disayangkan, para
petugas kebersihan, tidak menggunakan pengaman yang sesuai standar seperti tidak
menggunakan jaket pelampung dan perahu yang sangat sederhana sehingga beresiko
terjadinya kecelakaan kerja, seperti tenggelam, perahu terbalik, dan lain-lain.

4.2.4 Kualitas Air dan Sumber Pencemar

10

Kualitas air yang pertama kali terlihat adalah kualitas berdasarkan parameter fisik,
yaitu, warna dan bau. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya
polusi. Warna air dibedakan atas dua macam yaitu warna sejati (true colour) yang
disebabkan oleh bahan-bahan terlarut, dan warna semu (apparent colour), yang selain
disebabkan adanya bahan terlarut juga karena adanya bahan tersuspensi, termasuk di
antaranya yang bersifat koloid. Bau air tergantung dari sumber airnya. Timbulnya bau
pada air secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu indikator terjadinya tingkat
pencemaran air yang cukup tinggi. Air yang normal sebenarnya tidak mempunyai rasa.
Apabila air mempunyai rasa (kecuali air laut), hal itu berarti telah terjadi pelarutan
garam. Sayangnya, air Rawa Dongkel berwarna hijau kecoklatan dan berbau yang tidak
sedap. Sumber pencemar pada Rawa Dongkel adalah sampah warga sekitar. Sampah
warga sekitar itu menyebabkan air Rawa Dongkel menjadi berwarna hijau kecoklatan
dan berbau.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sumber air Rawa Dongkel berasal dari air hujan.
2. Kualitas air Rawa Dongkel buruk, karena berwarna dan berbau.
3. Pengelolaan sampah di air Rawa Dongkel sudah cukup baik, karena dilakukan
secara berkala.

11

4. Rawa Dongkel memiliki kedalaman 5-7 meter dan seluas 1 hektar dengan
volume 6000m3.
5. Terdapat pintu air yang menjadi outlet Rawa Dongkel.
6. Tanaman di sekitar Rawa Dongkel beragam.
5.2 Saran
Sebaiknya, Rawa Dongkel harus diperhatikan pemerintah setempat agar para petugas
kebersihan difasilitasi dengan alat-alat yang memadai. Selain itu, harus dibuat peraturan
di sekitar Rawa Dongkel agar warga setempat tidak membuang sampah sembarangan.
Dan pemerintah setempat hendaknya memperbaharui pintu air yang sudah tidak
berfungsi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai