Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Pemeriksaan Kualitas Susu
2.2.1 Definisi susu
Susu merupakan cairan berwarna putih yang disekresikan oleh kelenjar
mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan
sumber gizi. (Winarmo, 1993). Menurut Swacita dan Suardana (2009), susu
merupakan sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak lain
yang sedang laktasi, yang diperoleh secara sempurna, dengan tanpa penambahan
atau pengurangan suatu komponen.
Susu berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan manusia.
Susu mengandung zat seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral
yang berfungsi untuk memasok semua komponen asam amino esensial guna
pertumbuhan sel-sel muda dan juga untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak
ataupun sudah tua (Goff dan Hill, 1993).
Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih,
yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi
atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun, sedangkan
susu segar adalah susu dari sapi yang sehat dan belum mengalami pengolahan
lebih lanjut (SNI 01-3141, 1998).
Sebelum susu dikonsumsi dipasaran dan diolah lebih lanjut, harus
diperhatikan beberapa prinsip diantaranya: apa yang dimaksud dengan susu,
kualitas dan cara penentuan kualitas susu, komposisi susu dan cara sanitasi
peralatan, sehingga dapat ditentukan kualitas susu apakah sesuai dengan standar
dan layak konsumsi untuk mengatasi kerusakan yang mungkin ditimbulkan
(Suardana dan Swacita, 2009).
2.2.2 Sifat fisik dan kimia susu
Susu murni yang beredar di pasaran harus memenuhi standar kualitas dari
Direktorat Jenderal Peternakan tahun 1983 yang menyangkut sifat fisik dan kimia
susu meliputi uji organoleptik (warna, bau, rasa dan kekentalan), kebersihan,
derajat keasaman, uji alkohol, angka reduktase, uji didih, titik beku susu dan
jumlah bakteri dalam susu.

1.

Warna
Susu berwarna putih sampai kekuningan dan tidak tembus cahaya. Hal

ini tergantung pada keturunan, jenis makanan serta kandungan lemak dan
bahan padat dalam susu. Warna putih pada susu merupakan refleksi sinar dari
partikel koloidal susu atau dikatakan air susu tidak tembus cahaya (Mekir,
1986). Menurut Buckle dkk., (1987), warna putih pada susu serta
kenampakannya adalah akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak,
kalsium kalseinat dan kalsium phosphat. Warna kuning susu disebabkan oleh
pigmen karoten yang larut dalam lemak susu. Susu juga dapat berwarna
kuning kehijauan, kebiruan dan kemerahan. Terbentuknya warna kuning susu
akibat adanya kandungan riboflavin yang bersifat larut dalam air. Warna hijau
disebabkan air susu mengandung banyak vitamin B complex. Sedangkan
warna merah susu disebabkan oleh erythrosit atau haemoglobin. Variasi warna
dalam susu terjadi karena perbedaan makanan yang dimakan dan spesies sapi
yang dihasilkan (Buckle dkk, 1987). Variasi warna juga dipengaruhi oleh
beberapa bakteri seperti Serratia marcescens dan Pseudomonas cynnogenes
penyebab warna merah dan biru pada susu. Timbulnya warna akibat mikroba
merupakan keadaan yang tidak normal (Array, 2008).
2. Rasa dan Bau Susu
Susu segar mempunyai rasa sedikit manis dan bau segar khas sapi. Hal
ini disebabkan oleh hubungan antara kandungan laktosa dan klorida dalam
susu. Kandungan lemak dan protein dalam susu merupakan komponen yang
membentuk flavor susu. Susu dengan kandungan lemak yang rendah
mempunyai rasa tawar atau flat, sedangkan susu dengan lemak yang tinggi
mempunyai flavor yang lebih kuat. Sedangkan untuk baunya, bau khas sapi
pada susu akibat susunan molekul dari air susu yang sangat mudah untuk
menyerap bau dari luar (Mekir, 1992).
Rasa dan bau susu yang menyimpang merupakan keadaan yang tidak
normal dan mengindikasikan terjadinya kelainan. Rasa pahit, rasa lobak dan
rasa sabun pada susu secara berturut-turut diakibatkan oleh pembentukan
pepton, adanya kuman coli dan adanya kuman laktis. Sementara bau busuk

serta asam yang ditimbulkan oleh susu akibat dari penyakit mastitis maupun
susu telah membusuk (Saleh, 2004).
3.
Konsistensi
Konsistensi air susu yang baik konsistensinya normal. Susu akan
membasahi dinding gelas, tidak bersifat lendir, tidak berbutir dan busa yang
terbentuk akan hilang kembali (Samudhita dkk, 1986). Sedangkan susu yang
berlendir, bergumpal-gumpal menunjukkan susu sudah rusak. Hal ini
dipengaruhi oleh kandungan kasein, butiran lemak, derajat asam dan suhu
lingkungan (Swacita dan Suardana, 2009).
4. Kebersihan
Susu yang baik harus tidak mengandung benda-benda asing, baik yang
mengambang, melayang maupun mengendap. Penentuan kebersihan atau
derajat kebersihan dilihat sebagai : bersih sekali, sedang, kotor, dan kotor
sekali. Bila ditentukan dengan angka, kebersihan dibagi menjadi bersih
dengan nilai 8, kurang bersih dengan nilai 4 dan kotor dengan nilai 0
(Suardana dan Swacita, 2009).
5. Berat jenis dan bobot spesifik susu
Berat Jenis (BJ) adalah berat dibagi volume, sedangkan bobot spesifik
adalah berat jenis suatu zat dibagi dengan berat jenis air pada suhu yang sama.
Variasi bobot spesifik susu berkisar antara 1,027 sampai 1,035 atau dengan
rata-rata 1,032. Penentuan BJ dilakukan dengan alat yang disebut
laktodensimeter (Suardana dan Swacita, 2009).
Susu dengan kandungan lemak yang rendah juga mempunyai BJ yang
rendah, sebaliknya susu dengan kandungan lemak yang tinggi mempunyai
berat jenis yang tinggi. Hal ini terutama karena pada suhu yang normal,
kenaikan kandungan lemak susu juga diikuti dengan kenailkan kandungan
bahan padatan bukan lemak (SNF), sehingga gabungan berat jenis dan
komponen-komponen susu lebih menentukan berat jenis daripada pengaruh
tunggal lemak susu (Array, 2008).
6. Titik Beku Susu
Pada codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah
0.5000 C. Akan tetapi untuk Indonesia telah berubah menjadi 0.5200 C. Titik

beku air adalah 00 C. Apabila terdapat pemalsuan air susu dengan penambahan
air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji penentuan titik
beku. Karena campuran air susu dengan air akan memperlihatkan titik beku
yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah
100C dan air susu 100.16C. Titik didih juga akan mengalami perubahan
pada pemalsuan air susu dengan air.
7. Keasaman dan pH susu
Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat bersifat asam dan
basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi
merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah
menjadi biru.Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 6.7 .
Sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat. Meskipun
demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai senyawa yang
bersifat asam seperti senyawa-senyawa posfat komplek, asam sitrat, asamasam amino dan karbondioksida yang larut dalam susu. Bila nilai pH air susu
lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH dibawah
6,5 menunjukkan adanya infeksi bakteri pada kolostrum (Saleh, 2004)
2.2.3

Komposisi Susu
Susu mengandung komponen penting kehidupan sehari-hari. Komponen

yang ada dalam susu berada dalam tiga bentuk, yaitu bentuk larutan sejati,
larutan koloidal dan sebagai emulsi. Komposisi susu sangat bervariasi yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu jenis ternak, kesehatan
hewan, musim, frekuensi pemerahan, umur ternak, suhu, serta makanan
(Mekir, 1992). Komposisi utama susu adalah air, lemak, laktosa, protein dan
abu. Secara rinci komposisi susu menurut Damayanti (2006) dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1. Komposisi susu normal
Zat Penyusun
Air
Lemak
Kasein

Kisaran (%)

Rataan (%)

82,20 89,00
2,50 6,00
2,30 4,00

87,20
3,70
2,80

Laktalbumin dan
0,40 0,80
0,70
Laktogobulinosa
Laktosa
3,50 6,00
4,90
Mineral
0,60 0,75
0,70
Kandungan lemak susu yang ada pada susu adalah 3,25%, protein 3.25%, laktosa
5%dan abu sebesar 1%.

BAB III
MATERI DAN METODE
3.2 PemeriksaanKualitas Susu
3.2.1 Materi
a. Sampel
Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan subyektif dan obyektif adalah
susu sapi dalam kemasan, susu sapi basi, dan susu yang dipalsukan dengan
penambahan santan.
b. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah menggunakan
alkohol 70% dan 95%, NaOH, Methylene blue 0,5%, aquades. Sementara alatalat yang digunakan untuk pelaksanaan uji adalah laktodensimeter, gelas ukur,

corong, tabung reaksi dilengkapi rak, desikator, pH meter, pipet, inkubator,


kapas, api bunsen, dan penjepit.
3.2.2 Metode
1. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan ini dilakukan secara organoleptik yaitu pemeriksaan air susu
dengan menggunakan panca indra meliputi :
a. Warna
5 ml susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian warna susu
diamati dengan latar belakang kertas putih.
b. Rasa
Air susu dituangkan sedikit ke telapak tangan, kemudian air susu tersebut
dicicipi.
c. Bau
Air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi secukupnya kemudian
dicium baunya.
d. Konsistensi
Air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi secukupnya kemudian
digoyang-goyang secara perlahan sambil diamati dinding tabungnya, dilihat
apakah air susu tersebut menempel pada dinding tabung dan apakah
hilangnya cepat atau lambat.
2. Pemeriksaan Kebersihan
Air susu disaring dengan menggunakan corong yang dilapisi oleh
kapas, setelah kapas kering kemudian kapas diamati apakah ada kotorannya
atau tidak.
3. Uji Didih
Air susu sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian
dipanaskan diatas api Bunsen sambil diamati. Dinginkan air susu dan
diamati apakah ada endapan, gumpalan atau butir-butir halus.
4. Uji Alkohol
Air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3ml, tambahkan
alkohol 70% 3ml selanjutnya tambahkan 3ml tahap kedua, untuk alkohol

95% susu dimasukkan sebanyak 3ml ke dalam tabung reaksi dan tambahkan
alkohol 3ml kedalam tabung lalu tabung digoyang-goyangkan sambil
diamati apakah ada endapan atau tidak pada dasar tabung reaksi.
5. Penetapan pH
Ke dalam gelas ukur dimasukkan air susu sebanyak 50 ml kemudian di
dalamnya dimasukkan pH meter, kemudian tunggu beberapa saat, maka pH
air susu terbaca pada pH meter elektrik.
6. Penetapan Waktu Reduktase
Tabung reaksi yang berisi 10 ml susu diisi dengan 0,5 ml zat warna
methylen blue 0,5%, tabung dibolak-balik sampai campuran merata,
kemudian tabung ditutup dengan kapas. Setelah itu diinkubasikan pada
incubator suhu 37C dan diamati setiap 30 menit sampai warna biru hilang.
7. Pemeriksaan Berat Jenis (BJ)
Air susu yang telah dihomogenkan sebanyak 200 ml dimasukkan ke
dalam gelas ukur 250 ml, kemudian diukur berat jenisnya dengan
memasukkan Laktodensimeter ke dalam gelas ukur, biarkan timbul dan
sampai diam, ingat jangan sampai Laktodensimeter menyentuh pinggiran
gelas ukur. S``telah diam baca hasilnya pada skala yang tersedia.Ukur suhu
susu dengan menggunakan termometer, kemudian lakukan penghitungan
untuk menghitung berat jenis susu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu
Tabel 4.15 Hasil Pemeriksaan Susu
Macam Uji

Hasil Uji
Susu A

Susu B

Susu C

A. Uji Organoleptik

Warna

Putihkekuningan

Putih kekuningan

Putih
kekuningan


Bau

Rasa

Konsistensi
B. Kebersihan

Sususegar

Sususegar

Susubasi

Manissedikitasin

Manissedikitasin

Terasaasam

Agak kental

Sedikitcair

Sedikitcair

Bersih

Bersih

Bersih

C. Uji Didih

Tidak ada
endapandanbutira
nhalus

Tidak ada
endapandanbutira
nhalus

Terlihatadaend
apan

D. Uji Alkohol 70%

Tidakadagumpala
ndiatassusu

Tidakadagumpala
ndiatassusu

Ada
gumpalandiata
ssusu

E Uji Alkohol 95%

Tidakadagumpala
ndiatassusu

Tidakadagumpala
ndiatassusu

Ada
gumpalandiata
ssusu

F. pH

6,9

6,7

G. Waktu Reduktase

> 7 jam

> 6 jam

30 menit

H. Berat Jenis
Keterangan:
Susu A: Susu Sapi dalam kemasan; Susu B: Susu Sapi dipalsukan; Susu C:
Susu Sapi Basi
Pemeriksaan Susu
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 3 sampel susu,
berdasarkan uji organoleptik menunjukkan bahwa semua susu berwarna putih
kekuningan. Pada pemeriksaan bau, susu A dan susu B berbau khas susu segar
sedangkan susu C berbau susu basi atau asam. Warna putih disebabkan oleh
partikel koloid yang ada pada susu merefleksi cahaya. Warna kekuningan pada air
susu disebabkan oleh adanya pigmen karoten, riboflavin serta makanan yang
dimakan oleh sapi (Array, 2008). Pemeriksaan rasa, susu A dan susu B memiliki
rasa manis sedikit asin dan pada susu C terasa asam karena pada susu C sudah
basi. Pada pemeriksaan konsistensi, susu A terlihat agak kental sedangkan susu B
dan susu C konsistensinya agak cair.

Pada pemeriksaan kebersihan diperoleh hasil semua susu dalam keadaan


bersih. Susu yang baik harus tidak mengandung benda asing. Kotoran pada susu
umumnya berasal dari pakan, kotoran kandang, rambut, pawsir dan lainnya
(SuardanadanSwacita, 2009). Pada pemeriksaan uji didih, pada susu A dan susu B
tidak terlihat adanya endapan dan butiran halus sedangkan pada susu C terlihat
ada endapan dan butiran halus.
Pada uji alkohol 70% dan 95%, susu A dansusu B tidak terlihat adanya
gumpalan sedangkan pada susu C terlihat adanya gumpalan. Susu A dan susu B
digolongkan susu sehat dan dapat dikonsumsi karena bersifat tidak asam yang
ditandai dengan tidak adanya gumpalan atau endapan pada dasar dan dinding
tabung reaksi. Ini berarti kestabilan kasein sebagai protein utama susu sangat baik
sebab dehidrasi yang disebabkan oleh pencampuran susu dan alkohol tidak
mampu memecah kasein.
Pada pengukuran pH dengan menggunakan kertas pH dan pH meter, susu
A memiliki nilai pH 6,9 sedangkan susu B mempunyai pH 6,7 dan susu C
mempunyai pH 5. Susu A dan B pada kisaran normal karena pH normal susu 6,5
sampai 6,9 hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah bahan kering tanpa lemak, sitrat,
fosfat, CO2, protein dan fermentasi laktosa. Nilai pH yang lebih besar dari 6,9
menunjukkan adanya kelainan seperti mastitis pada sapi. Apabila pH dibawah 6,5
menunjukkan susu tersebut susu kolostrum atau rusak oleh adanya bakteri.
Waktu reduktase susu yang diperiksa menunjukkan hasil susu A dan susu
B menunjukan hasil 7 jam 40 menit untuk susu A dan 6 jam 10 menit dengan
kualitas susu baik, sedangkan susu basi memiliki waktu reduktase 30 menit
dimana menunjukkan kualitas susu yang buruk dan tidak layak dikonsumsi.
Prinsip dari penetapan waktu reduktase adalah mengukur kecepatan dari
enzim yang dihasilkan mikroba dalam air susu dalam mereduksi methylene blue
menjadi larutan yang tidak berwarna sehingga semakin banyak mikroba dalam air
susu maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan larutan methylene blue menjadi
tidak berwarna.

Pemeriksaan berat jenis susu menggunakan laktodensimeter. Dimana hasil


pemeriksaan menunjukkan berat jenis susu A, Bdan C masing-masing adalah
1,027; 1,026; dan 1,025. Variasi bobot susu spesifik berkisar antara 1,027 sampai
1,035. Semakin tinggi berat jenis susu maka kualitas susu semakin baik. Faktor
yang mempengaruhi berat jenis susu yaitu zat penyusun, penambahan bahan
kering tanpa lemak, lemak susu, suhu (semakin tinggi suhu maka berat jenis akan
menurun). Dari hasil yang didapat dikatakan bahwa susu A memiliki kualitas yang
bagus sedangkan susu B dan susu C memiliki kualitas yang kurang baik dilihat
dari hasil uji berat jenis diatas.

DAFTAR PUSTAKA
Array. 2008. Komposisi Kimia dalam Susu. Wordpress.com.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI Press Jakarta.
Goff, H.D. and A.R. Hill. 1993. Chemistry and Physics. In: Dairy Science and
Technology Handbook: Principles and Properties. HUI, Y.H. (Eds.). VCH
Publishers Inc.
Mekir, S., 1992. Air Susu dan Penanganannya. Laboratorium Ilmu Produksi
Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi
Produksi.
SNI 01-3141. 1998. Susu Segar. Badan Standarisasi Nasional.
Suardana, I W. dan Swacita, I B. N. 2009. Higiene Makanan. Denpasar: Udayana
University Press.
Sumudhita, M.W. (1989). Air Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu
Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Hal;
1-45.
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 1696/KPTS/PD. 610/12/2008.
Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai