lingkungan karena
frekuensi kejadiannya yang meluas di banyak negara dan telah menimbulkan dampak
yang luar biasa baik bagi manusia maupun
Sebagian besar bencana alam merupakan fenomena yang tidak dapat dicegah oleh
manusia, namun resiko akibat bencana tersebut dapat diminimalisasi atau dikurangi. Salah
satu caranya adalah dengan melakukan mitigasi bencana. Secara historis, Indonesia
merupakan negara dengan tingkat frekuensi pengalaman yang cukup tinggi terhadap
bencana alam, baik itu gempa bumi, tanah longsor, tsunami, gunung berapi, dan angin
puting beliung. Tentu kita tidak dapat melupakan serangkaian bencana alam yang
menimpa bangsa ini mulai dari bencana alam gempa bumi dan tsunami di Aceh pada
tahun 2004, gempa bumi dan tsunami di Pulau Nias tahun 2005, gempa bumi di
Yogyakarta tahun 2006. Hamparan bumi Indonesia kembali mendapatkan giliran bencana
hampir sepanjang tahun 2010 antara lain gempa bumi di Padang, Sumatera Barat, gempa
bumi dan tsunami di Mentawai, banjir bandang di Wasior, Papua, dan bencana meletusnya
Gunung Merapi di Yogyakarta pada akhir tahun 2010.
Secara geografis, Indonesia dikepung oleh tiga lempeng dunia, yaitu Lempeng
Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Sewaktu waktu lempeng ini
akan bergeser patah dan menimbulkan gempa bumi. Akibatnya, tumbukan antarlempeng
tektonik dapat menghasilkan tsunami seperti yang terjadi di Aceh. Selain dikepung oleh
tiga lempeng dunia, Indonesia juga merupakan jalur The Pasific Ring of Fire (Cincin Api
Pasifik) yang merupakan rangkaian jalur gunung api aktif.
Dengan berbagai ancaman bencana alam yang datang tanpa dapat direncanakan
tersebut, masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah rawan bencana seharusnya
mempersiapkan
diri
menghadapi
musibah
dan
bencana
alam
sebagai
upaya
meminimalisasi jumlah korban. Salah satu bentuk persiapan adalah mitigasi. Mitigasi
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Salah satu bentuk penerapan mitigasi pada keadaan bencana sebagai upaya
meminimalisasi dampak musibah dapat dilihat dan diperhatikan pada penanganan bencana
Gunung Merapi pada tahun 2010. Upaya mitigasi pemerintah adalah dengan membangun
bungker bungker di sekitar daerah kaki gunung di wilayah Gunung Merapi, Yogyakarta.
Selain itu, pemerintah juga membangun instalasi sirine yang aktif pada saat darurat untuk
peringatan status awas atau siaga Gunung Merapi sebagai Early Warning System (EWS).
Sirine ini akan berdering sebagai tanda bahwa masyarakat di sekitar kaki Gunung Merapi
harus segera mengungsi di tempat yang lebih aman pada jarak radius yang ditetapkan oleh
lembaga pemerintah, dalam hal ini BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika), Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Geologi, dan Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
(ZKGT) terdiri dari 4 tingkatan, yakni zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, zona
kerentanan gerakan tanah rendah, zona kerentanan gerakan tanah menengah dan zona
kerentanan gerakan tanah tinggi. Pemetaan ini memerlukan data spasial tingkat bahaya
longsor suatu wilayah dan disajikan dalam bentuk peta resiko bahaya longsor.
Langkah lainnya adalah pemantauan gerakan tanah. Ini dilakukan di daerah yang
tanah dan batuannya aktif bergerak, mempunyai nilai ekonomi tinggi serta mengancam
jiwa manusia. Langkah mitigasi lainnya adalah meningkatkan kewaspadaan menghadapi
gerakan tanah dengan cara meningkatkan koordinasi dengan BPBD, memasyarakatkan
informasi bencana berupa hasil kajian, peta pemantauan. Penelitian melalui penyuluhan,
pelaporan, media massa, poster untuk acuan dasar analisa risiko dan pengembangan tata
ruang wilayah, memberdayakan masyarakat dalam memahami informasi gerakan tanah.
Selain itu, juga memasyarakatkan kelembagaan penanggulangan bencana agar
masyarakat tahu ke mana harus melapor bila mana terjadi bencana. Merancang bangunan
tahan tehadap bencana gerakan tanah, membuat dan memperbanyak buku panduan tentang
gerakan tanah dan memasukan persyaratan teknis untuk perizinan bangunan atau perizinan
lokasi pengembangan wilayah.
pembentukan tim reaksi cepat setelah menerima informasi awal tanah longsor dan
memeriksa kondisi bencana serta memberikan rekomendasi teknis penanggulangan kepada
pemerintah daerah setempat dan rehabilitasi ekonomi, sosial dan sarana prasarana
berdasarkan aspek geologi. Sedangkan tahap rekonstruksi, perlu membangun kembali
daerah yang terkena tanah longsor dengan bangunan penahan terhadap tanah longsor
dengan memasukan rekomendasi teknis aspek geologi.
Seharusnya di negara yang sering terkena bencana tanah longsor, diperlukan upaya
mitigasi yang lebih baik untuk menangani bencana yang mungkin akan terjadi. Secara
umum keadaan alam di negara Filipina tidak jauh berbeda dengan Indonesia, begitu pula
dengan corak penghidupan rakyatnya. Melihat kota-kota di Filipina memang terasa ada
perbedaan suasana karena lebih kebarat-baratan, tetapi wilayah pedesaannya hampir tak
berbeda dengan pedesaan kita. Wilayah Kepulauan Filipina memiliki kedalaman parit laut
sekitar 10.539 meter, atau yang terdalam di dunia, yang berlokasi di lepas pantai timur
Pulau Mindanao. Kepulauan Filipina juga kaya dengan wilayah hutan lindung yang masih
asli di Luzon Utara dan Mindanao, daerah perbukitan, gunung-gunung, jurang-jurang
curam, dan lembah-lembah yang subur. Danau-danau terbesar di Filipina terdapat Pulau
Luzon, Danau Laguna de Bay, dan Danau Sultan Alonton di Pulau Mindanao.
Karena keadaan alamnya termasuk subur, penduduk negeri ini sebagaian besar
memperoleh penghasilan dari bertani dan berkebun. Sawah-sawah dijumpai hampir di
semua kepulauan negeri itu.
berupa sensor untuk menantau kemungkinan longsor yang akan terjadi di suatu wilayah.
Dari segi perencanaan tata wilayah di Sumatera Barat tidak begitu berhasil karena ketika
terjadi bencana longsor masih banyak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan
seperti rumah-rumah warga. Hal tersebut juga kemungkinan terjadi karena adanya
penolakan evakuasi oleh masyarakat sekitar daerah rawan longsor ketika dikeluarkan
peringatan mengungsi sehingga pada saat terjadi bencana longsor banyak memakan
korban jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011.
http://www.adipedia.com/2011/04/wow-ilmuwan-filipina-merancangalat.html. Wow Ilmuan Filipina Merancang Alat Sensor Longsor. Diakses pada tanggal
4 Januari 2014.
Bola,