Anda di halaman 1dari 57

KACA SAYA

Cermin untuk menjadi lebih baik

Rabu, 27 April 2011


LINGKUP WILAYAH STUDI : ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN
(ANDAL) PEMBANGUNAN PLAZA AMBARUKMO JOGJAKARTA
(JALAN LAKSDA ADISUCIPTO YOGYAKARTA DESA CATURTUNGGAL
KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN)

Oleh: Laily Agustina Rahmawati


Prodi Ilmu Lingkungan, SPS UGM
1. Pendahuluan
Pembangunan Plaza Ambarukmo Jogjakarta dilatar belakangi oleh membaiknya
kondisi iklim investasi di Indonesia secara umum, pasca krisis ekonomi 1998-2001.
Membaiknya perekonomian Indonesia tahun 2003, mendorong investasi besar-besaran di
beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di Yogyakarta. salah satu bentuk investasi tersebut
adalah pembangunan Plaza Ambarukmo Jogjakarta.
Pembangunan Plaza Ambarukmo Jogjakarta bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan daerah (PAD) melalui biaya perizinan (HO, IMB dan SIUP), penyebaran sentra
ekonomi agar tidak terpusat di Jalan Malioboro dan Jalan Solo serta penyediaan lapangan
kerja / kesempatan usaha. Sedang tujuan keberadaan bangunan Plaza Ambarukmo
Jogjakarta adalah untuk menyediakan layanan pusat perdagangan yang lebih representatif
dengan ciri trade center khususnya bagi masyarakat Yogyakarta bagian timur dan
memberikan kesempatan kerja/usaha bagi masyarakat sekitarnya (Kel. Caturtunggal Kec.
Depok).
Pembangunan Plaza Ambarukmo Jogjakarta dalam prosesnya menimbulkan dampak,
baik positif maupun negatif. Dampak negatif inilah yang harus diwaspadai, dikaji, dan
diperhitungkan, agar semua tujuan pembangunan dapat tercapai. Dampak yang timbul, baik
terhadap aspek abiotik, biotik, maupun sosial budaya, dapat mencakup wilayah-wilayah
tertentu yang ada di sekitarnya. Untuk mempermudah kajian, dilakukan pembatasan terhadap
wilayah studi yang berpotensi terkena dampak. Batasan atau lingkupan wilayah studi tersebut
berupa batas proyek, batas ekologis, batas sosial, dan abatas administratif.

2. Lingkup Wilayah Studi (ANDAL)


Berdasarkan dampak besar dan penting yang akan ditimbulkan, maka wilayah studi
meliputi daerah yang dibatasi oleh batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas
administratif yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Batas Proyek
Lokasi rencana Plaza Ambarukmo Jogjakarta di Desa Carturtunggal Kec. Depok, Kab.
Sleman, yang batas utara: jalan kampung; batas barat: jalan kampung; batas selatan: Jl.
Laksda Adisucipto; dan batas timur: Hotel Ambarukmo. Sebagaimana dapat dilihat pada peta
wilayah studi batas proyek, Gambar No. 2.1 (terlampir).
b. Batas Ekologis
Batasan ekologis adalah ruang persebaran dampak dari kegiatan Plaza Ambarukmo
Jogjakarta menurut media transportasi limbah (air dan udara), dimana proses alami
berlangsung yang diperkirakan menimbulkan dampak. Rencana pembangunan Ambarukmo
Jogjakarta secara ekologis memberi dampak seperti udara dan transportasi di Desa
Caturtunggal dan sekitarnya. Sedangkan air/limbah cair, sesuai dengan badan air/penerima
limbah cair nantinya, yaitu menurut aliran saluran air. Gambar No. 2.1 (terlampir).
c.

Batas Sosial
Batasan sosial adalah ruang sekitar rencana Plaza Ambarukmo Jogjakarta yang merupakan
tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman. Gambar No. 2.1 (terlampir).

d. Batas Administratif
Batasan administratif adalah ruang dimana Plaza Ambarukmo Jogjakarta dan masyarakat
melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya atas dasar uraian : a, b, c yaitu di Desa
Caturtunggal, Kecamatan depok, Kabupaten Sleman. Gambar peta wilayah studi batas
administratif. Gambar No. 2.1 (terlampir).

3. Dasar Peraturan Perudang-Undangan terkait Rencana Usaha dan/atau Kegiatan dan


Lingkungan

Landasan kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan sebagai


dasar dalam penyusunan studi Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) adalah:
a.

UU RI No.13 tahun 1990 tentang Jalan

b. UU RI No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya


c.

UU RI No.24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang

d. UU RI No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan


e.

UU RI No.5 tahun 1994 tentang Konvensi Internasional Keanekaragaman Hayati

f.

UU RI No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

g. UU RI No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah


h. UU RI No.28 tahun 2003 tentang Bangunan Gedung
i.

PP RI No.47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang

j.

PP RI No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

k. PP RI No.41 tahun1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara


l.

PP RI No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom

m. PP RI No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Aira dan Pengendalian Pencemaran
Air
n.

PP No. 10 tahun 1993, tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 tahun 1992, tentang
Cagar Budaya

o.

Kepres RI No.15 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum

p. Kep.Men. Pendidikan dan Kebudayaan RI No.087/P/1993 tentang Pendaftaran Benda Cagar


Budaya
q. Kep.Men. Pendidikan dan Kebudayaan RI No.062/U/1995 tentang Pemilikan, Pengawasan,
Pengalihan, dan Penghapusan Benda Cagar Budaya, dan/atau situs
r.

Kep.Men. Pendidikan dan Kebudayaan RI No.063/U/1995 tentang Perlindungan dan


Pemeliharaan Benda Cagar Budaya

s.

Kep.Men. Pendidikan dan Kebudayaan RI No.064/U/1995 tentang Penelitian dan Penetapan


Benda Cagar Budaya

t.

Kep.Men LH RI No.48/MenLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan

u. Kep.Men LH RI No.49/MenLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Getaran


v. Keputusan Kepala BAPEDAL No.299/II/1996 tentang Pedoman Teknis Aspek Sosial dalam
penyusunan AMDAL

w. Keputusan Kepala BAPEDAL RI No.105 tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan


Pelaksanaan RKL-RPL
x. Keputusan Kepala BAPEDAL RI No.KEP 107/KABAPEDAL/1997 tentang Pedoman Teknis
Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemaran Udara
y.

Keputusan Kepala BAPEDAL RI No.124/12/1997 tentang Panduan Aspek Kesehatan


Masyarakat dalam Penyusuanan AMDAL

z.

Kep.Men LH RI No.17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi AMDAL

Kep.Men LH RI No.33 tahun 2001 tentang Kebisingan yang Berhubungan dengan


Kesehatan

Keputusan Kepala BAPEDAL RI No.8 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL

cc. Keputusan Kepala BAPEDAL RI No.9 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL
dd. Kep. Gubernur Kepala DIY No.153/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah
Propinsi DIY
ee. Kep. Gubernur Kepala DIY No.9 tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan AMDAL
Propinsi DIY
ff. Kep. Gubernur Kepala DIY No.153/KPTS/2002 tentang Baku Mutu Udara Ambien di
Propinsi DIY
gg. Kep. Gubernur Kepala DIY No.167 tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak
Kendaraan Bermotor di Propinsi DIY
hh. Kep. Gubernur Kepala DIY No.169 tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak di
Propinsi DIY
ff. Kep. Gubernur Kepala DIY No.176 tahun 2003 tentang Baku Tingkat Getaran, Kebisingan
dan Kebauan di Propinsi DIY
gg. Perda Kab.Sleman No.11 tahun 2000 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten
Sleman tahun 2000-2004
hh. Perda Kab.Sleman tahun 2001 tentang Rencana Strategis Daerah Kabupaten Sleman tahun
2001-2005
ii.

Kep. Kepala BAPEDALDA Propinsi DIY No.188.4/1044 tentang Petunjuk Pelaksanaan


Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL Propinsi DIY

jj. Perda Kab.Sleman No.23 tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah
kk. Kep. Bupati No.17/Kep.KDH/A/2004 tentang Pengelolaan Lingkungan.

Adapun pembahasan dalam tugas ini, mencantumkan UU No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagai pembanding.
4. Pembahasan
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting bagi lingkungan hidup wajib
memiliki AMDAL, seperti yang tercantum dalam PP No. 27 tahun 1999 pasal 5 ayat 1 dan
UU No. 23 tahun 1997 pasal 15 yang diperbaharui dengan UU No.32 tahun 2009 pasal 22
ayat 1. Kemudian dalam pasal 22 ayat 2 UU No.32 tahun 2009 dijelaskan tentang kriteria
dampak penting, yang ditentukan berdasarkan: a). Jumlah penduduk yang terkena dampak,
b). Luas wilayah yang terkena dampak, c). Intensitas dan lamanya dampak berlangsung, d).
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, e). Sifat kumulatif dampak, f).
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak, dan g). Kriteria lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada pasal 23 ayat 1 UU No.32 tahun 2009 (merupakan penyempurnaan dari PP No.27
tahun 1999 pasal 3 ayat 1), selanjutnya dijelaskan bahwa kriteria usaha dan/atau kegiatan
yang berdampak penting yang wajib dilengkapi AMDAL terdiri atas: 1). Pengubahan bentuk
lahan dan bentang alam, 2). Ekploitasi sumber daya alam terbarukan maupun tak terbarukan,
3). Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya, 4). Proses dan atau kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan
alam, lingkingan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya, 5). Proses dan kegiatan yang
hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya, 6). Introduksi jenis tumbuhan, hewan, dan jasad renik, 7).
Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati, 8). Kegiatan yang mempunyai
resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara, 9). Penerapan teknologi yang
diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, pembangunan Plaza Ambarukmo termasuk dalam
kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, sehingga wajib AMDAL. Dampak
penting dapat dilihat sejak tahap pra konstruksi, yakni penyiapan lahan. Lahan yang
dibebaskan untuk membangun plaza ini adalah lahan bekas tegalan/kosong dan lahan SDN
Ambarukmo, dengan status kepemilikan tanah Sultan Ground. Hal ini menyebabkan reaksi
keras dari masyarakat, terutama dari orang tua murid yang bersekolah di SDN Ambarukmo.
Mereka resah karena anak-anaknya akan kehilangan sekolah mereka. Reaksi keras
masyarakat tersebut termasuk dalam kriteria usaha dan/atau kegiatan yang dampaknya akan

mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya (kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting poin 4).
Pada tahap konstruksi, pembangunan plaza Ambarukmo juga mendatangkan dampak
penting antara lain: penurunan kualitas udara akibat debu, gas buang dan kebisingan,
bertambahnya frekuensi lalu lintas sehingga meningkatkan kerawanan kecelakaan,
menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat sekitar terhadap pekerja pendatang,
penggunaan alat berat menimbulkan getaran-getaran yang merusak bangunan disekitarnya,
dan yang tak kalah penting adalah rusaknya bangunan bersejarah Gandok Tengen atau
rusaknya banguna pesanggrahan sebagai bangunan cagar budaya untuk pembangunan Plaza
Ambarukmo. Dampak-dampak tersebut termasuk dalam kriteria kegiatan yang secara
potensial menyebakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan (poin 3) dan kegiatan
yang hasilnya mempengaruhi lingkungan alam, buatan serta sosial budaya (poin 4), serta
kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya
alam dan/atau perlindungan cagar budaya (poin 5).
Tahap operasi, dampak negatif yang timbul adalah penurunan kualitas udara akibat
kandaraan yang keluar masuk plaza dan kemacetan, perubahan nilai budaya (gaya hidup dan
pola konsumsi), keberadaan plaza Ambarukmo dianggap mengancam keberadaan pasar
tradisional (Pasar Gowok), meningkatnya limpasan air hujan akibat tutupan bangunan
gedung, pencemaran air permukaan dari limbah cair dan berkembangnya vektor penyakit dari
sampah yang dihasilkan. Dampak-dampak tersebut termasuk dalam kriteria kegiatan yang
secara potensial menyebakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan (poin 3) dan
kegiatan yang hasilnya mempengaruhi lingkungan alam, buatan serta sosial budaya (poin 4).
Dampak terbesar dari keseluruhan tahap, mulai pra konstruksi hingga tahap operasi,
dari pembangunan Plaza Ambarukmo adalah dampak sosial dan budaya masyarakat. Kota
Yogyakarta yang identik dengan keteguhannya memegang nilai-nilai tradisional dan
kebudayaan leluhur secara turun menurun dalam segala aspek kehidupan, menghadapi
kondisi yang dilematis. Di satu sisi, investasi dari pembangunan plaza Ambarukmo
merupakan iming-iming bagi peningkatan pendapatan daerah (PAD), namun disisi lain
daya tarik wisata Yogyakarta bersumber dari nilai budayanya yang tinggi dan lestari.
Sehingga keberadaan mal-mal yang semakin menjamur di Yogyakarta, termasuk Plaza
Ambarukmo, dikhawatirkan akan melunturkan tradisi (nilai-nilai tradisional) yang berusaha
dipertahankan hingga saat ini.
Komponen aspek sosial merupakan bagian yang perlu dikaji secara mendalam dalam
penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan, sehingga dampak negatif akibat suatu

kegiatan dapat dikelola dengan baik. Menurut Armour, dalam Siahaan, 2009, perubahanperubahan sosial yang mungkin terjadi akibat adanya suatu usaha dan/atau kegiatan antara
lain adalah:
Perubahan cara hidup (Way of life) dalam bentuk pola, misalnya: bagaimana masyarakat hidup,
bekerja, berinteraksi, dan factor apa saja yang berubah dalam kehidupan setelah ada
intervensi
Budaya, termasuk di dalamnya system nilai, norma dan kepercayaan
Komunitas, meliputi struktur penduduk, kohesi social, stabilitas masyarakat, estetika, sarana
dan prasarana yang diakui sebagai sarana umum masyarakat, seperti sekolah, balai desa,
mushola. Sarana umum sering sekali menjadi korban penggusuran jika aktivitas proyek telah
berjalan. Kehadiran proyek menjadi alas an renggangnya kohesi social.
Dan hal tersebut diatas benar-benar terjadi pada proses pembangunan plaza Ambarukmo,
seperti: penggusuran sekolah, perusakan cagar budaya, termarginalkannya pasar tradisional,
timbulnya kesenjangan dan kecemburuan social antara penduduk lokal dengan pendatang,
dan meningkatnya kepadatan penduduk. Karena ternyata proses pembangunan Plaza
Ambarukmo menjadi magnet yang menarik kedatangan penduduk dari luar daerah untuk
berpartisipasi dalam pembangunan plaza tersebut sebagai tenaga kerja pendatang.
Berdasarkan uraian rencana usaha dan/atau kegiatan penyebab dampak, yang tercantum
dalam Ruang Lingkup Studi, Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL),
diketahui bahwa Plaza Ambarukmo Jogjakarta direncanakan dibangun di Padukuhan
Ambarukmo, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dengan status Hak
Milik Keraton. Plaza Ambarukmo Jogjakarta direncanakan menempati lahan efektif seluas
19.990 m. Sedangkan keseluruhan lahan untuk pembangunan Plaza Ambarukmo
Jogjakarta adalah seluas 20.550 m. Luas dasar bangunan sebagai pertimbangan terhadap
koefisien dasar bangunan (KDB) adalah 16.940 m. Sedang luas keseluruhan lantai
bangunan adalah 107.611 m. Dengan kondisi tersebut maka KDB Plaza Ambarukmo
Jogjakarta adalah sebesar 84,74 %, dan sebenarnya melebihi ketentuan KDB dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman sebesar 80%.
Meskipun demikian, pembangunan Plaza Ambarukmo Jogjakarta pada akhirnya
mendapat persetujuan dari Pemerintah Daerah setempat dengan pertimbangan bahwa
pengembangan kawasan Jalan Adisucipto sejak dari Jlan Solo sampai dengan Ring Road
Timur menjadi kawasan bisnis, telah sesuai dengan pemanfaatan ruang di dalam RTRW
sebagai kawasan perdagangan. Kondisi ini didukung oleh Surat Pengesahan dari Bupati

Sleman Nomor: 648/01552, tanggal : 06 Juli 2004, tentang pengesahan Site Plan, dan
Keputusan Bupati Sleman Nomor 13.IPT/SK.KDH/A/2004, tangggal 06 April 2004, tentang
pemberian izin lokasi. Sehingga dengan dasar-dasar tersebut pembangunan Plaza
Ambarukmo Jogjakarta dapat dilaksanakan.
Penentuan lingkup wilayah studi dilakukan untuk membatasi daerah yang terkena
dampak penting dan harus dikaji. Menurut Chafid Fandeli, 2007, penentuan area studi
biasanya ditetapkan berdasarkan 4 pendekatan, yakni: proyek, ekologi, sosial, dan
admintratif. Pada umumnya luas area dengan pendekatan proyek lebih sempit daripada
dengan pendekatan ekologis dan administrasi.
Pendekatan proyek dalam penentuan area studi merupakan tapak proyek atau area
kegiatan pembangunan itu dilaksanakan. Area studi dengan pendekatan proyek lebih mudah
ditentukan sebab berhubungan dngan batas pagar proyek itu dibangun. Pendekatan ekologis
pada umumnya ditentukan atas dasar fisiografi. Pada beberapa anlisis dampak lingkungan
biasanya ditentukan studi atas dasar bentuk lahan (land form) atau juga atas dasar ekosistem
alami yang ada, salah satu diantaranya atas dasar Daerah Aliran Sungai (DAS). Sementara itu
untuk pendekatan sosial didasarkan pada seberapa jauh dampak sosial yang diakibatkan oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan. Batasan ini sulit ditentukan, karena sifatnya non-fisik (dalam
bentuk persepsi, perubahan pola hidup dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan estetika).
Sedang pendekatan administrasi, biasanya dipergunakan untuk mengamati parameter
sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat (Fandeli, 2007).
Berdasarkan penjabaran mengenai penentuan lingkup wilayah studi di atas, penentuan
lingkup wilayah studi yang tercantum dalam ANDAL pembangunan Plaza Ambarukmo
Jogjakarta juga dilaksanakan dengan menggunakan 4 pendekatan, yaitu proyek, ekologis,
sosial, dan administratif. Berdasarkan keempat pendekatan tersebut, akhirnya didapatkan 4
batas wilayah studi, yaitu: batas proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas administratif.
Namun, beberapa batas wilayah yang dibuat tampaknya belum menggambarkan batasan yang
seharusnya, misalnya pada batas ekologis dan sosial. Pada gambar peta 2.1 (terlampir) dapat
dilihat bahwa keempat batas studi yang ditetapkan dibuat bertampalan, artinya antara batas
proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas administrasi tidak jelas. Dalam uraiannya pun
batas wilayah studi terkesan hanya mencakup satu desa, yakni Desa Caturtunggal, Kecamatan
Depok, Kabupaten Sleman. Padahal untuk batas ekologis dan sosial seharusnya bisa lebih
dari satu desa.
Mengacu pada penjabaran Fandeli, 2007, mengenai penentuan batas ekologis,
seharusnya dampak ekologis yang dihasilkan oleh usaha dan kegiatan pembangunan Plaza

Ambarukmo ini, juga dirasakan oleh beberapa wilayah yang dilewati oleh sungai Gajah
Wong (sungai terdekat dengan Plaza Ambarukmo). Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok
termasuk daerah yang dilalui oleh Sungai Gajah Wong. Limbah cair yang dihasilkan oleh
kegiatan Plaza Ambarukmo selama beroperasi berasal dari aktifitas dapur, dan kamar mandi
serta WC. Limbah tersebut dibuang melalui saluran air, sehingga akan menimbulkan
pencemaran air permukaan. Dan saluran air tersebut akan bermuara di sungai Gajah Wong,
dan terbawa ke sepanjang aliran sungai. Begitu pula untuk dampak sosial. Penggusuran SDN
Ambarukmo, rusaknya situs bersejarah Gandok Tengan, dan termarginalkannya pasar
tradisional Pasar Gowok, manjadi isu kontroversial dikalangan masyarakat, tidak hanya di
Desa Caturtunggal, namun hampir di seluruh Yogyakarta.
Jika dilihat dari batas yang dicantumkan dalam gambar peta 2.1, penentuan batas
wilayah studi dalam ANDAL Pembangunan Plaza Ambarukmo Jogjakarta ini sebenarnya
lebih atas dasar pendekatan teknis. Penentuan wilayah studi atas dasar teknis biasanya
ditentukan berdasarkan ketersediaan sumberdaya, yaitu waktu, tenaga, dan biayan yang
tersedia. Pendekatan teknis ini sejauh mungkin merupakan penampalan dari peta atas dasar
keempat pendekatan yang lain. Dengan demikian maka untuk seluruh parameter komponen
lingkungan dapat diamati berdasarkan pada batasan area studi tersebut (Fandeli, 2007).
Refferensi
Dokumen Analisi Dampak Lingkungan (ANDAL) Pembangunan Plaza Ambarukmo Jogjakarta
tahun 2004
Dokumen Kerangka Acuan Analisi Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) Pembangunan Plaza
Ambarukmo Jogjakarta tahun 2004
Draft UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Draft UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Draft PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
Fandeli, C. 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dalam Pembangunan.
Penerbit Liberty. Yogyakarta
Siahaan, N.H. 2009. Hukum Lingkungan. Penerbit Pancuran Alam. Yogyakarta
Diposkan oleh N@R@YA-N@LENDRA di 18.37
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: All About Environtmental Science
Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Ada kesalahan di dalam gadget ini

Pengikut
Mengenai Saya

N@R@YA-N@LENDRA
Aku pun SAMA seperti kalian.... Aku TIDAK ISTIMEWA. Tapi aku punya MIMPI
dan KEYAKINAN. Bahwa suatu saat nanti, AKU akan menjadi "SESEORANG".
Beri Aku KESEMPATAN, Beri Aku KEPERCAYAAN, Pasti Aku akan memberi lebih
dari yang kalian harapkan.... Aku pun SAMA seperti kalian.... Aku TIDAK
ISTIMEWA. Tapi aku punya MIMPI dan KEYAKINAN. Bahwa suatu saat nanti,
AKU akan menjadi "SESEORANG".
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

2011 (32)
o November (1)
o

Oktober (3)

Agustus (1)

Juli (13)

April (14)

PUTRI BIRU VS PUTRI GEMPAL

CATATAN INSOMNIA (1)

PLATONIC AFFECTION, Part.2

PLATONIC AFFECTION, Part.1

BERSAHABAT DENGAN BANJIR ALA MASYARAKAT


KAMPUNG CO...

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


BER...

THE SILENT KILLER SMOG DONORA, PENNSYLVANIA,


USA...

LINGKUP WILAYAH STUDI : ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGA...

TAMBANG VS LINGKUNGAN

SETELAH TIGA TAHUN SIDOARJO TERENDAM LUMPUR

MENGGALI AKAR PERMASALAHAN DIBALIK FENOMENA


PERMU...

HUBUNGAN SALING MEMPENGARUHI


(INTERRELATIONSHIP) A...

SIMPANAN KARBON DALAM EKOSISTEM MANGROVE

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PEMUTIHAN


KARANG...
Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.

There's something wrong with your email address,


HARDYWALIMANTARYANA@GMAIL.COM. See more.

1
Home

Analytics

Sessions

Upload Papers

DAMPAK LINGKUNGAN

Uploaded by
Meidy Pratama

Views
40

Download

) *angguan
pernapasan )
Batuk, ataupun )
*angguan
penglihatan o
Kesehatan

+asyarakatTahap
kontruksi proyek
tentunya akan
menyisakan
tumpukan
sampah.Tumpuka
n sampah pada
tahap kontruksi
adalah berupa

sampah
anorganik
sepertikaleng
bekas, karung
semen, potongan
besi, plastik, dan
lain-lain.
(ampahanorganik
merupakan jenis

sampah yang
sulit atau tidak
dapat terurai oleh
bakteri.(elain
merusak
pandangan dan
mengurangi
estetika,
penumpukan

sampah ini juga


akan
menyebabkan
munculnya
berbagai jenis
agent atau
sumber
penyakityang
dapat

menurunkan
derajat kesehatan
di lingkungan
sekitar..
BiologiPembang
unan perumahan
ini secara
otomatis akan
menyebabkan be

rkurangnya lahan
pertanian
sekaligus area
penghijauan yang
berpengaruhterha
dap kualitas
udara mengingat
bah$a tumbuhan
merupakan

penghasil
gasyang paling
dibutuhkan
manusia dan
he$an yaitu
oksigen. (elain
itu, berkurangny
a lahan
pepohonan juga

akan mengurangi
absorbsi air ke
dalam
tanahsehingga
kuantitas air
tanah juga
menurun. c.
Tahap
perasional Pe

man"aatan dan
penggunaan
bangunan
sebagai hunian
merupakan bagia
n dari tahap
operasional
proyek
perumahan.

Dalam tahap ini


jugamenimbulka
n dampak negati"
terhadap
lingkungan antara
lain :- Penurunan
Kualitas !
ir Keberadaan
limbah rumah

tangga akibat
aktiitas
penghuni rumah
seperti,minyak,
detergen, dan
lain-lain yang
menyerap ke
dalam tanah
akanmenyebabka

n menurunnya
kualitas air. %.
Biologi
/umah bisa
menjadi surga
bagi
penghuninya,
namun
sebaliknya rumah

juga
bisamemba$a
ancaman jika
tidak dipelihara
dengan baik.
Berdasarkan
hasil pengamatan
di lapangan,
terdapat juga

rayap yang
membuat sarang
di dindingtembok
rumah serta
bertambahnya
intensitas
nyamuk karena
keberadaan
selokanyang

tersumbat dan
genangan air
lainnya akibat
sampah atau
limbah dari
aktiitasmasyar
akat.
Keberadaan
binatang

tersebut bisa
menjadi agent
atau
sumber penyakit
yang setiap saat
dapat
menimbulkan
gangguan atau
masalah

kesehatan bagi
masyarakat
sekitar.. (osial
0konomi dan
Budayaa.
+eningkatnya
Tindak
KejahatanKebera
daan perumahan

dapat membuka
peluang kepada
segelintir orang
untuk melakukan
tindak kejahatan.
Tindak kejahatan
atau kriminal itu
dapat
berupa : perampo

kan, penculikan,
pelecehan seksual
dan penipuan. b.
Perbedaan
Persepsi
+asyarakatPerum
ahan dihuni oleh
berbagai lapisan
masyarakat dari

berbagai
daerah.Perbedaa
n asal-usul
daerah
menghasilkan
keanekaragaman
budaya
dalamlingkunga
n sosial.

Perbedaan itu,
menyebabkan
kesulitan dalam
menyamakan per
sepsi masyarakat
yang majemuk
karena
kebudayaan
biasanya

mempengaruhika
rakter indiidu.
#al ini juga akan
memicu
terjadinya
kon"lik atau
perpecahanantar
penghuni rumah
yang satu dengan

yang lain.d.
Tahap
Pemeliharaan dan
/enoasiDampa
k negati" yang
terjadi pada tahap
ini, umumnya
sama dengan
dampak

yangterjadi pada
tahap
konstruksi.
#anya saja
dampak yang
terjadi pada
tahap pemelihara
an dan renoasi
tidak terlalu besar

dibanding dengan
tahap
konstruksi.1.
&isik-Kimiaa.
Penurunan
kualitas
udaraPengangkut
an bahan-bahan
material yang

digunakan untuk
renoasi
bangunanakan
meningkatkan
kuantitas debu
dalam udara
sehingga
menyebabkan pe
ncemaran dan

pada "ase yang


cukup serius akan
menimbulkan
gangguankesehat
an. b. Kesehatan
+asyarakat
Proses renoasi
akan menyisakan
tumpukan

sampah dari
bahan material
yangdigunakan.
Tumpukan
sampah itu
merupakan
sasaran yang
empuk bagi
berbagaisumber

atau agent
penyakit dan
pada akhirnya
akan
menimbulkan
gangguankesehat
an dan penyakit
bagi masyarakat
sekitar.

B.
Dampak Positif
Pembangunan
proyek
perumahan juga
memba$a
dampak positi"
pada

beberapaaspek
lingkungan.
Dampak
terbesarnya
dirasakan pada
segmen social
ekonomi,dampak
tersebut adalah :
1. +endukung

penataan
kotaKota yang
memiliki peluang
kemajuan yang
sangat besar di
masa depan.
(eiringdengan
program
pembangunan

yang dilakukan
oleh pemerintah
kota,dibangunny
a perumahan
merupakan salah
satu upaya dalam
mendukung
penataankota.
Paling tidak

proyek ini akan


membantu
terpenuhinya
kebutuhan
perumahandan
mengurangi
munculnya
pemukiman liar
karena jumlah

penduduk yang
setiaptahun
bertambah.%.
+embuka peluang
kerjaPembangun
an proyek
seyogyanya
memerlukan
tenaga kerja.

Kontruksi
atau pembanguna
n perumahan
membuka
kesempatan kerja
untuk sementara
bagimasyarakat
sebagai
karya$an

ataupun buruh
bangunan
sampai
selesainyakontru
ksi bangunan. .
+eningkatkan
Perekonomian
bagi masyarakat
sekitar Bertamba

hnya jumlah
penduduk dan
perumahan
memberi
dampak baik
bagi pendapatan
masyarakat
sekitar.
+asyarakat bisa

membuka
lapangan
usahakhususnya
dalam berjualan
makanan, rokok,
dan barang
keperluan sehariharilainnya.
Bagi

masyarakat
yang telah
memiliki usaha
$arung atau
toko,kemungkina
n besar akan
mendapat
tambahan
pelanggan baru.2.

+emperluas
pergaulan dan
perkenalan(eperti
yang dipaparkan
sebelumnya
bah$a
perumahan
dihuni oleh
orang

dari berbagai
daerah yang
memiliki
kebudayaan yang
berbeda pula.
Dengan
sosialisasiyang
baik, kondisi ini
mampu

memperluas
perkenalan dan
pergaulan
antar masyarakat
sekitar, sehingga
persatuan dan
kesatuan dapat
terjalin $alaupun
dari

suku dan budaya


yang berbeda,
seperti semboyan
3egara kita
4Bhinneka
Tunggal5ka6.
Report Work
Job Board
About

Press

Blog

People

Terms

Privacy

Copyright

We're Hiring!

Help Center

Academia 2015

Anda mungkin juga menyukai