Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
protein, dan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. 3 Infeksi
cacing juga menghambat perkembangan fisik, kecerdasan, dan menurunkan
pertahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lain. 4 Hal ini juga berhubungan
dengan kemiskinan yang pada akhirnya mengakibatkan terhambatnya tumbuh
kembang anak dan meningkatnya kejadian kurang energi protein (KEP).5,6
Cacing usus umumnya tidak menyebabkan penyakit berat, sehingga sering
diabaikan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat, cenderung memberikan kesan keliru
kearah penyakit lain dan tidak mustahil juga kadang-kadang dapat berakibat fatal. 7
Infeksi cacing usus dapat mengurangi nafsu makan, gangguan absorpsi dan
pencernaan makanan, yang menimbulkan kehilangan zat-zat makanan seperti zat besi
dan protein pada infeksi kronik. Hal ini akan menyebabkan gangguan status gizi anak
walaupun pada keadaan ringan, tetapi terjadi dalam waktu yang lama.5
Cacing usus merupakan cacing bulat (nematoda) yang penularannya melalui tanah
yang tercemar tinja penderita cacingan, sehingga dikenal sebagai soil transmitted
helminthiasis (STH).8 Telur yang ada di dalam tinja, pada tanah yang lembab atau
basah akan tumbuh dan siap memasuki badan manusia melalui mulut dengan
perantaraan tangan atau makanan dan minuman yang tercemar.3
Hasil survei infeksi cacing usus di sekolah dasar di beberapa propinsi pada tahun
1986-1991 menunjukkan prevalens infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah
masih cukup tinggi yaitu sekitar 60-80%.4 Hal ini disebabkan karena Indonesia
sebagai negara tropis dengan kelembaban tinggi merupakan lingkungan yang baik
menderita infeksi cacing gelang, 52,8% cacing cambuk, dan 5,8% cacing tambang.
Prevalens terendah ditemukan pada kelompok usia 0-1 tahun (43%) dan tertinggi
didapatkan kelompok usia 5-14 tahun (86,7%).13 Penelitian yang dilakukan Ruskawan
terhadap 469 anak usia 2-6 tahun di Kelurahan Sukapura Kecamatan Kiaracondong,
Kodya Bandung sebanyak 132 anak (28%) menderita infeksi cacing gelang dan
cacing cambuk, baik sebagai infeksi tunggal maupun campuran. Cacing gelang
terdapat pada 81 anak (17%) dan cacing cambuk pada 85 anak (18%). 14 Penelitian
Bandawangsa di panti sosial asuhan anak kota Bandung, mendapatkan infeksi cacing
gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang masing-masing sebesar 12,8%, 20,8%,
dan 2%.15
Dua faktor utama yang menyebabkan tingginya infeksi cacing pada suatu daerah
adalah faktor iklim serta ekologi dan faktor manusia. Faktor manusia menyangkut
manusia sebagai sumber infeksi dan faktor perilaku yang menyebabkan pencemaran
tanah di sekitarnya.16
Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi timbulnya infeksi cacing tambang.
Determinan utamanya antara lain adalah kemelaratan, tingkat pendidikan yang
rendah, kepadatan penduduk, kurangnya fasilitas sanitasi, dan rendahnya pengetahuan
kesehatan. Penurunan insidens penyakit cacing tambang di beberapa negara yang
mengalami kemajuan ekonomi seperti Jepang, Korea, dan Taiwan merupakan bukti
yang kuat bahwa standar hidup merupakan determinan penting pada infeksi cacing
tambang. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Naquira di Sao Paulo menunjukkan
hubungan yang bermakna antara tingkat sosial ekonomi dan prevalens cacing
tambang.16
Status sosial ekonomi mempunyai hubungan timbal balik dengan taraf pendidikan.
Status sosial ekonomi yang rendah merupakan kendala bagi seseorang untuk
mendapatkan pendidikan yang baik, selanjutnya tingkat pendidikan yang rendah
mengurangi kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang baik. Tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku kesehatan melalui pengaruhnya
serta tidak memiliki akses terhadap jasa pembuangan sampah. Analisis terhadap
tingkat kekumuhan kelurahan di Kota Bandung menghasilkan 4 tingkat kekumuhan,
yaitu sangat kumuh, kumuh, agak kumuh, dan tidak kumuh. Desa Babakan Surabaya
Kecamatan Kiara Condong termasuk kelurahan sangat kumuh di Kota Bandung.18
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah, status sosial
ekonomi yang kurang, sanitasi lingkungan yang buruk, terbatasnya jamban, dan
pengelolaan limbah yang buruk berhubungan dengan terjadinya infeksi cacing.19
Cara diagnosis yang termudah untuk menentukan infeksi cacing usus ialah dengan
menemukan telur dan larva dalam tinja secara mikroskopis. 20 Dengan gejala klinis
yang tidak khas, perlu dilakukan pemeriksaan tinja untuk menentukan diagnosis
dengan menemukan telur cacing tersebut. Jumlah telur dapat dipakai sebagai patokan
untuk menentukan berat ringannya infeksi, dilakukan dengan metode Kato-Katz.3
Maksud Penelitian.
Memeriksa tinja untuk mencari telur cacing usus yang ditularkan malalui tanah
dari anak usia 24-60 bulan di daerah kumuh perkotaan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prevalens dan derajat infeksi cacing usus yang
ditularkan melalui tanah pada anak usia 24-60 bulan di daerah kumuh
perkotaan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing usus yang ditularkan
melalui tanah dan status gizi anak usia 24-60 bulan di daerah kumuh
perkotaan.
dan
menimbulkan gejala apatis, tidak bergairah, selanjutnya akan timbul kelainan akibat
kurang gizi yang lebih berat.22
Kehilangan nafsu makan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada
berbagai penyakit, tidak hanya berasal dari kelainan gastrointestinal. Hilangnya nafsu
makan akibat diperantarai oleh satu atau lebih sitokin (contoh: interleukin 1 dan
tumor nekrosis faktor) yang dikeluarkan oleh limfosit sebagai respons tubuh terhadap
invasi atau adanya kerusakan jaringan. Meskipun demikian individu yang terinfeksi
parasit sering juga disertai keluhan seperti mual, muntah, nyeri perut, kembung, dan
diare.5,17
Akibat infeksi cacing terjadi kerusakan sel mukosa saluran pencernaan, vili
menjadi lebih pendek atau atrofi sehingga permukaan absorpsi berkurang. Makanan
di usus halus tidak seluruhnya dicerna dan diabsorpsi sehingga terjadi fermentasi di
usus besar dengan manifestasi klinis terjadinya diare. 5,17
Percepatan kehilangan zat makanan akibat infeksi cacing usus merupakan
mekanisme yang paling penting dan akan mempengaruhi status nutrisi pejamu yang
rentan, hal ini dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Kehilangan zat
makanan secara langsung karena parasit menembus jaringan dan menghisap darah
yang mengandung zat makanan, sedangkan lesi yang diakibatkan proses penghisapan
dan kerusakan mukosa terus mengeluarkan darah dan cairan jaringan walaupun
parasit tersebut telah berpindah. Kehilangan zat makanan secara tidak langsung
berasal dari mekanisme inflamasi dan imunologis pejamu yang berguna untuk
menghambat
di tempat terjadinya
inflamasi lokal parasit menempel, sering disertai infiltrasi leukosit dan menyebabkan
kerusakan lebih lanjut. Hal ini yang akan memperberat maldigesti, malabsorpsi, dan
kehilangan zat makanan dengan bertambahnya kerusakan sel. Pada saat respons fase
akut akan terjadi aktivasi sistem inflamasi yang merupakan reaksi umum tubuh
terhadap invasi patogen atau kerusakan jaringan. Hal tersebut merupakan akibat dari
respons katabolik yang diperantarai sitokin. Jaringan otot dipecah untuk
menghasilkan substrat glukoneogenesis dan perbaikan sel yang rusak sehingga
terjadilah keseimbangan nitrogen negatif.5,17
Dari penelitian klinis diketahui adanya pengaruh infeksi parasit terhadap status
nutrisi pejamu. Hadju dkk melakukan penelitian terhadap 330 anak sekolah dengan
10
11
Lumpur Malaysia dengan memberikan obat mebendazol dan pirantel palmoat secara
teratur selama 3 bulan ternyata tidak menunjukkan perbaikan pertumbuhan.27
Cacing dewasa A. lumbricoides pada umumnya tidak menimbulkan kelainan
kecuali pada infeksi yang berat. Sejumlah cacing yang menutupi mukosa usus halus
akan menghambat absorpsi zat gizi ke dalam jaringan tubuh. A. lumbricoides dalam
usus menyebabkan hiperperistaltik, sehingga dapat menimbulkan diare. Akibatnya
akan terjadi keseimbangan protein yang negatif dan asam amino dilepaskan dari otot.
Proses ini dapat berlangsung selama beberapa hari, bahkan sampai beberapa minggu.
Sekitar 7% protein yang terdapat dalam diet akan hilang pada infeksi
A.
lumbricoides sedang sampai berat.5 Gangguan absorpsi karbohidrat dalam bentuk dsilosa ditemukan Tripathy dkk. pada 8 anak yang terinfeksi A. lumbricoides setelah
diberikan piperazin. Absorpsi d-silosa meningkat, juga ditemukan adannya steatore
ringan pada beberapa anak yang terinfeksi A. lumbricoides dan menunjukkan adanya
gangguan absorpsi lemak.28
Malabsorpsi vitamin A ditemukan pada 70% penderita askariasis. Setelah
diberikan piperazin absorpsi vitamin A meningkat. Askariasis di masyarakat yang
disertai dengan vitamin A yang sedikit di dalam makanannya, memberikan peluang
terjadinya defisiensi vitamin A secara klinis seperti hemeralopia dan seroftalmia.
Sampai dimana vitamin A dan karoten digunakan dan dihancurkan oleh cacing tidak
begitu jelas, namun dampak klinis defisiensi vitamin tersebut pada penderita
askariasis dapat lebih berat.8,29
12
N.
13
dari 5.000, dapat ditemukan gangguan absorpsi asam folat. Anemia tersebut tidak
dapat dikurangi hanya dengan pemberian zat besi tetapi harus disertai pemberian
asam folat.5,12
Umumnya infeksi T. trichiura gejalanya ringan sehingga tidak banyak
menimbulkan perhatian. Sekali-kali dijumpai infeksi berat dengan diare terus
menerus disertai darah dalam tinja. Adanya kasus diare yang berlangsung selama
berbulan-bulan menyebabkan pertumbuhan anak tidak memuaskan, berat badan
berkurang, dan tidak sesuai dengan usia. Pada kasus infeksi berat dapat menimbulkan
intoksikasi sistemik dan disertai anemia. Pernah dilaporkan anemia yang menyertai
infeksi T. trichiura dengan kadar Hb serendah 3 g/dL. Rupanya cacing ini juga
menghisap darah pejamu. Kira-kira 0,005 ml darah setiap harinya terbuang akibat
dihisap seekor cacing ini.17,31
Sudah banyak dilaporkan anak sekolah di negara berkembang mengalami banyak
gangguan dalam kegiatan belajar di sekolahnya, sehingga kognitif mereka kurang
dapat berfungsi secara normal. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti lingkungan
sekolah, status sosial-ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, dan masalah kesehatan.
Penyakit kronik, kurang gizi, infeksi cacing, dan anemia defisiensi zat besi berperan
penting dalam mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga dapat menurunkan kualitas
sumber daya manusia.32 Meskipun demikian penelitian yang dilakukan Dikson dkk
terhadap 15.000 anak dari 17 negara dari benua Afrika, Asia, Amerika Tengah, dan
Amerika Selatan dengan pemberian obat cacing ternyata hanya sedikit pengaruh
14
terhadap pertumbuhan dan perbaikan kognitif anak di negara berkembang. 6 Anak usia
prasekolah adalah masa yang rentan untuk terjadinya infeksi cacing, mempunyai
risiko tinggi untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat nutrisi Memberikan
perhatian dengan pengobatan infeksi cacing merupakan langkah yang bijaksana
karena akan mempersiapkan mereka dalam keadaan sehat saat memasuki usia
sekolah.17 Penelitian yang dilakukan di Brazil pada anak usia prasekolah
menunjukkan bahwa infeksi cacing usus dalam 2 tahun pertama kehidupan akan
mempengaruhi pertumbuhan.32
WHO (1987) membuat kriteria untuk menentukan derajat infeksi cacing. Untuk A.
lumbricoides jumlah telur per gram ringan 1-4.999, sedang 5.000-49.999, berat
50.000. T. trichiura jumlah telur per gram ringan 1-999, sedang 1.000-9.999, berat
10.000, cacing A. duodenale dan N. americanus jumlah telur per gram ringan 11.999, sedang 2.000-3.999, dan berat 4.000.4
Dalam penanggulangan penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah, cara
penanggulangan yang paling penting adalah dengan peningkatan higiene perorangan
dan perbaikan kesehatan lingkungan sehingga diharapkan lingkungan menjadi bersih
dan terbebas dari kemungkinan tercemar oleh telur cacing.33,34 Di negara yang sedang
berkembang tanah yang terkontaminasi oleh tinja penderita cacingan merupakan
masalah kesehatan lingkungan yang serius, diperkirakan 3 juta anak meninggal
karena penyakit saluran pencernaan juga mudah untuk mendapat infeksi cacing.35
15
Lingkungan yang kotor, sanitasi lingkungan yang buruk dan perilaku sehari-hari
memegang peranan penting untuk terjadinya penularan infeksi cacing usus yang
ditularkan melalui tanah.36,37
16
17
Terdapat hubungan antara infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah dan
status gizi anak usia 24-60 bulan di daerah kumuh perkotaan (Premis 1,2,3,4,5,6,7)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Soil transmitted helminthiasis (STH) adalah infeksi cacing usus yang penularannya
melalui tanah yang telah tercemar tinja penderita cacingan. Dalam siklus hidupnya
cacing usus tersebut membutuhkan tanah untuk pematangan telur atau larva yang
18
tidak infektif menjadi telur atau larva yang infektif. Spesiesnya banyak ditemukan di
daerah tropis dan tersebar di seluruh dunia (kosmopolit). Seluruh spesies cacing ini
bersifat uniseksual (gonodoik) sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing betina
ukurannya lebih besar daripada cacing jantan. Spesies yang paling sering dijumpai di
Indonesia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale.3
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh cacing usus ini tergantung dari stadium
cacing yang menghinggapi, lokasi, jenis cacing, kemampuan mengambil cairan tubuh
hospes definitif, dan lamanya infeksi. 5,17
Pencegahan infeksi oleh cacing usus dapat dilakukan dengan menghindarkan diri
dari tanah, air maupun makanan yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung
telur cacing, pengobatan individu maupun masal dan pemahaman arti pentingnya
pendidikan higienis dan sanitasi yang bersih dan sehat.3,4,16
19
20
Telur-telur dikeluarkan melalui tinja individu yang terinfeksi dan dalam kondisi
lingkungan yang baik akan matang dalam 5-10 hari menjadi bentuk infektif. 39 Setelah
tertelan oleh manusia menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding
usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe kemudian terbawa oleh darah
sampai ke jantung menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus,
masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan
menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena adanya rangsangan larva ini. Larva
di faring tertelan dan terbawa ke esofagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi
dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa
membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.38,41
21
22
2.1.4 Epidemiologi
Infeksi cacing gelang merupakan helmintiasis pada manusia yang paling sering
dengan perkiraan terjadi 1 milyar kasus di seluruh dunia, terutama pada anak prasekolah dan sekolah dasar,38 sedangkan prevalensnya di beberapa daerah di Indonesia
lebih dari 70%.44 Prevalens pada 12.100 anak sekolah dasar di 10 propinsi dari 15
lokasi di Indonesia pada tahun 1990 dan 1991 didapatkan 5,7-69,5%.45 Prevalens
infeksi cacing gelang pada balita di daerah Jakarta Barat tahun 1983, yaitu di Joglo
dan Jembatan Besi masing-masing sebesar 73,2% dan 73,9%.46 Prevalens cacing
gelang pada anak yang berusia 9 bulan-15 tahun (umumnya usia 2-6 tahun) di Desa
Namo Rambe di pinggiran kota Medan sebesar 76,2%. 7 Prevalens cacing gelang
anak usia 0-14 tahun di Desa Taraju Kabupaten Tasikmalaya 68% 13, prevalens cacing
gelang anak usia 2-6 tahun di Kelurahan Sukapura Kecamatan Kiaracondong Kodya
Bandung 17,3%,14 prevalens cacing gelang
sebesar12,8%. 15
Di daerah endemis prevalens askariasis meningkat secara tajam pada usia 2-3
tahun pertama, maksimum pada usia 4-14 tahun, kemudian menetap atau sedikit
menurun.44
Askariasis merupakan suatu infeksi yang ditularkan melalui tanah yang tergantung
pada penyebaran telur ke dalam kondisi lingkungan yang sesuai untuk maturasinya.
Buang air besar secara sembarangan dan penggunaan kotoran manusia sebagai
pupuk merupakan hal yang tidak higienis yang terpenting terhadap endemisitas
23
askariasis. Cara penyebaran pada manusia adalah dari tangan ke mulut, yaitu jari
yang terkontaminasi tanah. Jenis-jenis makanan terutama yang dikonsumsi bahan
mentahnya tercemar oleh pupuk kotoran manusia atau lalat. Endemisitas cacing
gelang dibantu oleh pengeluaran telur cacing yang banyak dari cacing cacing dewasa
dan resistensi telur terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Telur telur tetap
infektif dalam tanah selama beberapa bulan dan dapat bertahan hidup dari cuaca
dingin (5-10C) selama 2 tahun. Penyebaran askariasis dapat terjadi sepanjang tahun
yang tergantung dari kondisi tanah untuk pematangan telur.39
2.1.5 Manifestasi Klinis
Patogenesis infeksi Ascaris lumbricoides berhubungan erat dengan respons umum
hospes, efek migrasi larva, efek mekanik cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Infeksi
cacing gelang relatif ringan, sering tidak menunjukkan gejala kilnis sampai penderita
mengeluarkan cacing ini bersama-sama dengan tinja. Tetapi pada kasus infeksi berat
dapat timbul gejala-gejala selama fase dini dan malabsorpsi usus dan bahkan dapat
terjadi obstruksi usus pada tahap lanjut.47
Waktu larva mengadakan migrasi melalui aliran darah ke paru-paru, bagi orang
yang pernah tersensitisasi dapat menimbulkan gejala alergi berupa urtikaria dan asma.
Keluhan lain yang mungkin ditemukan adalah panas, batuk, wheezing dan sesak nafas
karena produksi sputum, kadang-kadang disertai sputum bersemu darah dan
eosinofilia.39,43
24
Apabila larva masuk kedalam sirkulasi sistemik, larva mungkin dapat mencapai
otak, mata, atau retina sehingga menimbulkan jaringan granuloma.8
Adanya cacing dewasa di dalam usus dapat menimbulkan keluhan sebagai berikut:
1. Cacing dewasa dalam usus halus berada dalam lipatan mukosa sehingga
menimbulkan iritasi (rangsangan) yang menyebabkan rasa tidak enak pada
perut mual, muntah, anoreksia, dan diare.43
2. Bila infeksinya berat, jumlah cacing banyak sekali sehingga membentuk
gulungan cacing yang menyumbat usus. Keluhan yang terjadi tiba-tiba disertai
kolik abdomen yang berat dan muntah-muntah berwarna empedu. Gejalagejala ini dapat berkembang dengan cepat dan mengikuti suatu perjalanan
penyakit yang sama dengan obstruksi usus akut karena sebab lain.39
3. Bila cacing terangsang oleh demam, anestesi, obat (befenium) maka akan
bergerak ke tempat lain (erratic migration) menyebabkan obstruksi atau
perforasi saluran empedu, kolangitis, abses hati, obstruksi saluran pankreas
disertai pankreatitis dan apendisitis, kemudian juga ke dubur lalu keluar dari
badan, cacing naik ke atas ke dalam lambung lalu keluar melalui mulut,
hidung atau telinga tengah.8,43,44
4. Menyebabkan kekurangan vitamin A sehingga dapat terjadi rabun senja yang
membaik setelah pengobatan.8 Pada infeksi berat dapat terjadi gangguan
absorbsi lemak, protein, dan karbohidrat terutama laktosa. 41,43
Hilangnya
25
2.
3.
maka harus diperiksa jumlah telur dalam setiap gram tinja. Dikatakan infeksi ringan,
sedang, dan berat apabila didapatkan jumlah telur masing-masing sebanyak 1-4.999,
5.000-49.999, dan > 50.000 per gram tinja.4
26
2.1.7 Pengobatan
Beberapa obat anthelmentika yang dapat dipergunakan untuk askariasis adalah:
1.
2.
dan
27
3.
8,43
memberikan
Mebendazol, diberikan dengan dosis 100 mg/hari, sehari dua kali dan
diberikan selama 3 hari berturut-turut,39 memberikan efikasi 84-100%.44
Mebendazol 500 mg dosis tunggal, memberikan angka penyembunan sebesar
96,1% dan angka penurunan jumlah telur sebesar 99,8%.53 Kadang-kadang
didapatkan efek samping berupa diare, sakit perut, dan leukopenia. 43
Kontraindikasi pada wanita hamil,8 dan tidak dianjurkan untuk anak yang
berusia < 2 tahun.41
5.
6.
Levamisol, diberikan dosis tunggal sebanyak 150 mg untuk orang dewasa dan
5 mg/kgbb untuk anak, efikasinya 77-96%.44
28
29
Telur yang sudah dibuahi di alam dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi
matang. Untuk melanjutkan perkembangannya, telur ini membutuhkan tanah liat yang
lembab dan terhindar dari matahari.55
Infeksi terjadi karena tertelannya telur cacing cambuk yang sudah matang. Telur
dikeluarkan melalui tinja dari individu yang terinfeksi, setelah 2-4 minggu jika
kondisi kelembaban dan suhu tanah optimal selanjutnya telur akan menjadi matang.
Setelah tertelan, telur menetas dan larva melakukan penetrasi ke dalam vili usus kecil,
kemudian tinggal selama 3-10 hari sebelum bergerak turun dengan lambat dalam usus
dan mengalami maturasi menjadi cacing dewasa.56 Larva cacing cambuk tidak
melakukan penetrasi tetapi menenetap pada usus halus selama 1 minggu. 41,57 Habitat
akhir Trichuris trichiura dalam sekum dan kolon asendens. Cacing tetap berada di
dalam usus dengan melekatkan bagian anterior tubuhnya pada mukosa usus. Deposit
telur oleh cacing betina yang matang terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Ukuran telur 50
x 22 m.8,56 Usia cacing rata-rata 5 tahun dan cacing betina dewasa menghasilkan
2.000-14.000 telur per hari yang keluar bersama tinja.57
30
31
subtropis.57,58 Infeksi cacing cambuk lebih sering ditemukan di daerah hangat dan
lembab.54,57 Di Asia prevalensnya kira-kira 63%, di Afrika 11% dan di Amerika
sebesar 14%.57 Prevalens cacing cambuk pada anak yang berusia 2-6 tahun, di Desa
Talapeka dan Namo Rambe pinggiran kota Medan, masing-masing sebesar 57,1%
dan 77,2%.7
Derajat infeksi cacing cambuk berbeda disetiap daerah di dunia. Di Polandia pada
anak sekolah yang terinfeksi ditemukan lebih dari 5.000 telur/gram tinja, di Vietnam
dari 3% remaja yang terinfeksi ditemukan lebih dari 10.000 telur/gram tinja. Di El
Salvador dari 0,6% orang dewasa dan 1,2% anak yang terinfeksi ditemukan lebih dari
20.000 telur/gram tinja.57 Prevalens cacing cambuk anak usia 0-14 tahun di Desa
Taraju Kabupaten Tasikmalaya 52,8%,13 prevalens cacing cambuk anak usia 2-6 tahun
di Kelurahan Sukapura Kecamatan Kiaracondong Kodya Bandung 18,1%, 14 prevalens
cacing cambuk di panti sosial anak kota Bandung 20,8%.15
Manusia merupakan penjamu primer, prevalensnya dan derajat infeksi tertinggi
terjadi pada anak.53 Didapatkan paling sering pada anak berusia 5-14 tahun, tetapi
mungkin juga pada usia yang lebih dini dan bayi, sedangkan angka kejadian pada
orang dewasa biasanya lebih rendah.57 Penularan telur-telur yang mengandung embrio
terjadi melalui kontaminasi tangan, makanan atau minuman. Telur dapat pula terbawa
oleh lalat atau serangga lainnya. 56 Telur di dalam tanah menjadi infektif setelah 1
bulan dan dapat bertahan dalam beberapa bulan. Telur akan mati pada suhu >40C
selama 1 jam dan pada suhu <-8C.57
32
tenesmus,42,45,58 serta prolaps rektum walaupun keadaan ini jarang terjadi,41,56 sakit
epigastrik, muntah distensi, anoreksia serta berat badan yang menurun.8
Secara klinis, anemia hipokrom dapat terjadi pada kasus infeksi yang lama.
Anemia ini terjadi karena penderita mengalami malnutrisi dan kehilangan darah
akibat kolon yang rapuh disamping cacing ini juga diduga menghisap darah.
Penderita dengan kasus disentri, dalam tinjanya ditemukan kristal charcot-Leyden
dan eosinofil, namun pada sediaan apus darah tepi eosinofil tidak selalu terlihat. 55
2.2.6 Diagnosis
Pada pemeriksaan langsung dari hapus tinja ditemukan telur cacing cambuk, 56 atau
cacing dewasa mungkin ditemukan pada anus yang prolaps. 8,57 Menurut WHO
33
dikatakan infeksi ringan, sedang, dan berat bila didapatkan jumlah telur pergram
tinja, berturut-turut: 1-999,1.000-9.999, dan >10.000.4
2.2.7 Pengobatan
1.
2.
3.
4.
Pemberian
albendazol
400
mg
dosis
tunggal,
memberikan
angka
34
cambuk per gram tinja setelah diberi albendazol 400 mg dosis tunggal sebesar
71,4%.51 Pada infeksi yang berat albendazol diberikan dengan dosis 400 mg
selama 3 hari.56 Dari hasil penelitian Abidin dkk.
ditemukan pada 2 kasus (6%), yaitu diare, sifatnya ringan dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan.53
35
Necator americanus satu-satunya contoh dari genus tersebut, juga merupakan cacing
tambang ankopofilik utama dan menyebabkan infeksi cacing tambang klasik.59,60
Stadium larva infektif dari cacing tambang antropofilik hidup di dalam keadaan
perkembangan yang terbatas pada tanah yang hangat, lembab, dan berair. Larva-larva
ini menyebabkan infeksi pada manusia dengan cara menembus melalui kulit
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) atau jika mereka termakan
(Ancylostoma duodenale). Larva yang memasuki manusia dengan cara penetrasi kulit
mengalami migrasi ekstra intestinal melalui sirkulasi vena dan paru sebelum mereka
tertelan, sedangkan larva yang termakan melalui oral dapat mengalami migrasi ekstra
intestinal atau tetap di dalam saluran cerna. Larva yang kembali kedalam usus halus
mengalami dua bentuk fase sampai menjadi dewasa, yaitu cacing jantan dan betina
yang matur secara seksual dengan panjang berkisar 5-13 mm. Kapsul bukal dari
cacing tambang dewasa dipersenjatai dengan gigi (Ancylostoma duodenale) atau
lempeng pemotong (Necator americanus) untuk mempermudah penempelan pada
mukosa dan submukosa usus halus. Cacing tambang dapat menetap berada dalam
intestinum selama 1-5 tahun, mereka kawin dan menghasilkan telur. Meskipun lebih
kurang 2 bulan diperlukan untuk stadium larva cacing tambang untuk mengalami
migrasi ekstra intestinal dan berkembang menjadi dewasa matur, larva Ancylostoma
duadenale dapat tetap tertahan perkembangannya selama beberapa bulan sebelum
berkembang normal pada intestinum.60 Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai
dari larva filariform yang menebus kulit manusia, kemudian masuk ke kapilar darah
36
dan berturut-turut menuju jantung kanan, paru-paru, bronkus, trakea, laring, dan
terakhir dalam usus halus sampai menjadi dewasa.59
Cacing dewasa berbetuk silindrik. Ukuran cacing betina 9-13 mm dan cacing
jantan 5-10 mm. Bentuk N. americanus sepeti huruf S, sedangkan A. duodenale
seperti huruf C, rongga mulut kedua spesies cacing ini lebar dan terbuka. Pada N.
americanus mulut dilengkapi gigi kitin, sedangkan A. duodenale dilengkapi dua
pasang gigi berbentuk lancip. Kedua cacaing ini, yang jantan ujung ekornya
mempunyai bursa kopulatriks, sedangkan yang betina ujung ekornya lurus dan lancip.
Kedua spesies cacing dewasa ini secara morfologis mempunyai perbedaan yang nyata
(terutama bentuk tubuh, rongga mulut, dan bursa kopulatriksnya).40,59
Telur kedua cacing ini keluar bersama tinja. Didalam tubuh manusia, dalam waktu
1-1,5 hari telur telah menetas dan mengeluarkan larva rabditiform yang panjangnya
kurang lebih 250 mikron, rongga mulut panjang dan sempit, esofagus mempunyai
dua bulbus yang terletak 1/3 panjang tubuh bagian anterior. Selanjutnya dalam waktu
kira-kira 3 hari, larva rabditiform berkembang menjadi larva filariform (bentuk
infektif) yang panjangnya kira-kira 500 mikron, rongga mulut tertutup, dan esofagus
terletak panjang tubuh bagian anterior. Larva filariform dapat tahan di dalam tanah
selama 7-8 minggu. Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus
kulit atau tertelan.40,59
Cacing betina Ancylostoma duodenale matur memproduksi 25.000-30.000 telur/24
jam sedangkan produksi telur harian oleh Necator americanus kurang dari 10.000/24
37
jam. Telur-telur tersebut berselubung tipis dan berbentuk ovoid, berukuran kurang
lebih 40 x 60 mikron.59,60
38
59
2.3.4 Epidemiologi
Infeksi cacing tambang merupakan salah satu jenis cacing infeksius dan sering
pada manusia, diperkirakan satu milyar individu diseluruh dunia terkena. Anak yang
terinfeksi berat menderita kehilangan darah intestinal yang mengakibatkan defisiensi
besi, sehingga terjadi anemia dan dapat terjadi malnutrisi protein.60
39
Karena memerlukan tanah yang yang cukup lembab, teduh dan hangat. infeksi
cacing tambang biasanya terjadi di daerah pedesaan, terutama bila kotoran manusia
digunakan untuk pupuk atau sanitasi yang tidak adekuat. Atas alasan tersebut, cacing
tambang merupakan suatu infeksi yang terkait dengan perkembangan ekonomi rendah
dan kemiskinan diseluruh negara tropis dan subtropis.60 Prevalens infeksi cacing
tambang bervariasi dari 80-90% di daerah pedesaan yang tidak mempunyai sanitasi
yang baik dan lembab, misalnya di Benggala Barat sampai 10-20% di daerah-daerah
yang relatif kering dan sanitasi yang buruk, misalnya di Irak dan Pakistan. 59 Prevalens
cacing tambang anak usia 0-14 tahun di Desa Taraju Kabupaten Tasikmalaya 5,8%,13
sedangkan prevalens cacing gelang di panti sosial anak kota Bandung 2%.15
2.3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi cacing tambang dapat dipahami dalam kaitan dengan
siklus hidupnya baik bentuk larva atau cacing dewasa. 59 Gejala permulaan timbul
setelah larva menembus kulit adalah rasa gatal biasa. Apabila larva menembus kulit
dalam jumlah banyak, rasa gatal semakin hebat dan kemungkinan terjadi infeksi
sekunder. Apabila lesi berubah menjadi vesikular akan terbuka karena garukan.
Gejala ruam papuloeritematosa yang berkembang akan menjadi vesikel. Hal ini
terjadi karena banyaknya larva filariform yang menembus kulit dan disebut ground
itch.59,61
40
Disamping itu dapat terjadi batuk pada infeksi cacing tambang bila larva
bermigrasi melalui paru untuk menyebabkan laringotrakeobronkitis, biasanya lebih
kurang satu minggu sesudah terpajan, juga dapat terjadi faringitis.61
Infeksi cacing tambang intestinal dapat tejadi tanpa disertai keluhan saluran cerna
yang spesifik, meskipun nyeri, anoreksia, dan diare dapat menyertai adanya infeksi
cacing tambang. Eosinoflia sering yang pertama diperhatikan dalam keadaan infeksi
asimtomatik. Manifestasi klinis utama penyakit ini akibat secara langsung oleh
penempelan cacing tambang dewasa pada mukosa duodenum dan jejunum, berupa
kehilangan darah intestinal.59,60 Anak yang terinfeksi berat memperlihatkan tanda dan
gejala anemia defisiensi besi dan malnutrisi protein. Pada beberapa kasus, anak yang
mengalami penyakit cacing tambang kronis tampak warna kulitnya kuning-hijau yang
dikenal sebagai klorosis.59 Pada kasus berat, nilai hemoglobin dapat mencapai 3-8
g/dL. Dari apus darah tepi terlihat eritrosit hipokrom mikrositer, sedangkan hitung
retikulosit biasanya normal. Terdapat kehilangan besi dari cadangan sumsum tulang,
kadar besi serum rendah sampai tidak ada, dan kadar albumin serum rendah, hitung
sel darah putih biasanya normal, kecuali eosinofilia ringan sekitar 7-14%. Jarang
terjadi anemia akut yang disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal.59
Gejala klinis yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa:
-
Nekrosis jaringan usus: keadaan ini diakibatkan dinding jaringan usus yang
terluka oleh gigitan cacing dewasa.59
41
Kehilangan darah: darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh
cacing dewasa dapat menimbulkan perdarahan terus menerus karena sekresi zat
anti koagulan oleh cacing dewasa tersebut. Setiap ekor Necator americanus dapat
mengakibatkan hilangnya darah antara 0,05 cc sampai 0,1 cc per hari, sedangkan
setiap ekor Ancylostoma duodenale dapat mencapai 0,08 cc sampai 0,34 cc
perhari. Penderita biasanya menjadi anemia hipokrom mikrositer sehingga daya
tahan dan prestasi kerja menurun.26
2.3.6 Diagnosis
Anak yang menderita cacing tambang dan melepaskan telurnya dapat dideteksi
dengan pemeriksaan feses langsung. Telur Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus secara morfologis tidak dapat dibedakan.59
Banyak cara pemeriksaan telur dalam tinja disamping pemeriksaan tinja langsung
dengan pengecatan sederhana, yaitu pemeriksaan kuantitatif menurut modifikasi Kato
atau dengan biakan menurut Harada Mori.47 Menurut WHO dikatakan infeksi ringan,
sedang, dan berat bila didapatkan jumlah telur per gram tinja, masing-masing
1-1.999, 2.000-3.999, dan 4.000.4
42
2.3.7 Pengobatan
Tujuan terapi ini adalah menghilangkan cacing tambang dewasa dengan suatu obat
anthelmintika sebagai tambahan terhadap pemberian nutrisi untuk anak yang
mengalami defisiensi besi dan malnutrisi protein yang terkait dengan cacing tambang.
Anthelmintika benzimidazol, mebendazol, dan albendazol sangat efektif untuk
mengeliminasi cacing tambang dari intestinum. Suatu dosis tunggal albendazol (400
mg peroral) untuk anak dan dewasa mencapai derajat kesembuhan sampai 95%,
meskipun cacing tambang dewasa Necator americanus kadang-kadang lebih kebal
dan memerlukan dosis tambahan. Mebendazol 100 mg 2x sehari selama 3 hari, atau
500 mg dosis tunggal untuk anak dan dewasa sama efektifnya. Karena benzimidazol
telah dilaporkan bersifat embriotoksik dan teratogenik pada hewan percobaan
laboratorium, keamanannya untuk anak masih perlu penelitian lebih lanjut. Pirantel
pamoat (11 mg/kgbb sekali sehari selama 3 hari, maksimum 1 gram) tersedia dalam
bentuk cairan dan merupakan alternatif yang efektif. 60
Terapi pengganti dengan suatu preparat garam besi sering diperlukan untuk
mengkoreksi defisiensi besi karena cacing tambang. Suplemen besi yang diberikan
dalam bentuk fero sulfat (300 mg) diantara waktu makan 3 kali sehari. Hemoglobin
akan meningkat 1 g/dL dalam seminggu. Pengobatan harus dipertahankan selama 3
bulan sesudah perbaikan kadar hemoglobin normal untuk menambah cadangan besi.51
2.4 Pencegahan
43
44
45
BAB III
SUBJEK DAN METODE PENELTIAN
3.1
Subjek Penelitian
Populasi target adalah balita usia 24-60 bulan di daerah kumuh perkotaan.
Populasi terjangkau adalah daerah kumuh kelurahan Babakan Surabaya
Kecamatan Kiara Condong.
3.2
Metode Penelitian
3.2.1
Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik dengan rancangan cross sectional.
3.2.2
a. Untuk studi deskriptif: mencari prevalens dan derajat infeksi cacing usus yang
ditularkan melalui tanah pada anak usia 24-60 bulan di daerah kumuh perkotaan.
Besar sampel ditentukan berdasarkan perkiraan angka prevalens infeksi
cacing usus yang ditularkan melalui tanah pada anak sebesar 20%. Memilih taraf
kepercayaan 95% dan presisi 5%. Rumus besar sampel untuk menaksir prevalens
yaitu:
n = p (1-p) Z/22
d
46
dengan
1,96
0,06
n = 246
Jumlah sampel minimal 246 dibulatkan 280
b. Untuk studi analitik: untuk mengetahui hubungan antara status gizi anak usia 24-60
bulan dan derajat infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah di daerah kumuh
perkotaan.
Dasar perhitungan ditentukan berdasarkan taraf kepercayaan 95%, power test
80% dan besarnya odds ratio yang secara klinis bermakna ditentukan 3,0. Serta
besarnya proporsi kejadian gizi kurang pada anak balita sehat menurut Susenas 1995
sebesar 40%. Dengan menggunakan rumus besar sampel untuk menguji perbedaan
dua proporsi:
n = Z 2 p (1-p) + Z p1(1-p1) + p2(1-p2) 2
(p1 - p2 )2
Dengan p2 =0,4 untuk mencari p1 menggunakan rumus:
p1= OR X p2
1 + p2(OR-1)
3 X 0,4
1 + 0,4 (2)
= 1,2 = 0,67
1,8
47
3.2.3
Cara Kerja
Semua subjek yang terpilih dicatat identitasnya meliputi nama, usia, jenis kelamin,
kemudian dilakukan pengukuran, meliputi berat badan dan panjang badan/tinggi
badan. Mencatat data: pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan
keluarga. Pencatatan dan penimbangan oleh peneliti dibantu oleh kader yang telah
dilatih sebelumnya.
Sebelum dimasukkan dalam penelitian, subjek yang bersedia dimintakan izin
kepada orang tua/wali, setelah diberitahukan maksud, tujuan dan cara-cara penelitian
dengan jelas. Orang tua atau wali diminta menandatangani formulir izin.
48
3.2.4
Cara Pengukuran
3.2.4.1
Penimbangan dilakukan oleh peneliti dibantu kader yang telah dilatih terhadap subjek
dalam keadaan telanjang/pakaian dalam yang ringan, dengan menggunakan
timbangan berdiri platform balance scale, dengan ketepatan 100 gram.
3.2.4.2
Pengukuran dilakukan oleh peneliti dibantu kader yang telah dilatih sebelumnya
dalam posisi berdiri dengan menggunakan alat microtoire.
3.2.4.3
49
Pemeriksaan Laboratorium
Di laboratorium, semua sampel tinja diperiksa dengan menggunakan Kato
Katz untuk menentukan jenis dan banyaknya telur cacing.
Lidi (5 cm)
Gelas objek
50
Kawat saring
Spidol
Cara kerja:
Dengan lidi, taruhlah tinja di atas kertas minyak sebesar ruas jari
tangan. Mis: 40 mg (miligram)
Letakkan kawat saring di atas meja dan tekan dengan dua batang lidi
sehingga naik keatas melalui kawat saring
51
Angkat karton dan usahakan agar tinja tetap tinggal di atas gelas objek
Jumlah telur pergram tinga (EPG) adalah perkalian jumlah telur yang
diperoleh (X) x 1.000 per jumlah (gram) tinja yang diperiksa
Atau
X x 1.000 mg
40 mg tinja
52
53
Usia anak dinyatakan dengan satuan bulan (dilihat dari tanggal lahir anak)
Infeksi cacing:
Yang dimaksud penderita infeksi cacing yaitu apabila pada tinja ditemukan telur
cacing.7,8
Cacing yang ditularkan melalui tanah: cacing yang perkembangan bentuk
infektifnya terjadi di tanah yang sesuai. Dalam penelitian ini yaitu
Ascaris
: sangat rendah
54
: rendah
: menengah
4. > Rp 500.000,-
: tinggi
Pendidikan
Klasifikasi tingkat pendidikan ayah dan ibu berdasarkan lamanya pendidikan,
ditentukan menurut batasan BPS 1994, sebagai berikut:
1.
< 6 tahun
2. 6 - < 9 tahun
3. 9 - < 12 tahun
4. 12 tahun
Tahap 1
Tahap 2
55
Status Gizi
56
Januari sampai Februari 2004 peneliti dengan dibantu kader melakukan pengisisan
kuesioner, pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan tinja dengan cara Kato-Katz
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Propinsi Jawa Barat.
145
135
52
48
113
105
62
40
38
22
224
56
80
20
57
(wasted)
TB/U
Gizi baik
Gizi kurang
196
84
70
30
(stunted)
Keterangan: status gizi baik > 2 SD
status gizi kurang < -2 SD
1
68
65
126
20
0,4
24,3
23,2
45,0
7,1
15
70
177
5,4
25,0
63,2
17
6,4
9
68
76
109
18
3,2
24,3
27,1
38,9
6,4
58
4. Pekerjaan ibu
Tidak bekerja
Buruh
Pedagang kecil &
wiraswasta lainnya
PNS/ABRI
5. Penghasilan keluarga
< Rp. 100.000
Rp. 100-250.000
Rp. 250-500.000
Rp. 500-1 Jt
> Rp. 1 Jt
239
14
21
85,4
5,0
7,5
2,1
22
42
82
90
44
7,9
15,0
29,3
32,1
15,7
103
177
36,8
63,2
59
25
236
19
8,9
84,3
6,8
261
19
93,2
6,8
60
penelitian Dapary dkk pada anak usia antara 2-6 tahun di luar Kota Medan, yaitu di
Desa Tapaleka sebesar 77,1% dan di Desa Nambo rambe sebesar 81,1%.7 Penelitian
yang dilakukan Zulkifli pada anak usia prasekolah (0-7 tahun) di Kelantan Malaysia
sebesar 90,9%,10 penelitian yang dilakukan Wamae dkk. di daerah kumuh Bungoma
Kenya pada anak usia 24-59 bulan, pada anak usia 2 tahun didapatkan 10%, 3 tahun
11% dan, 4 tahun 16%. 12
Pemeriksaan infeksi cacing dengan menggunakan metode Kato-Katz menunjukan
derajat infeksi yang ringan.
Lebih kecilnya prevalens dan ringannya derajat infeksi cacing pada penelitian ini,
mungkin karena lokasi penelitian ini dilakukan di daerah kota yang masyarakatnya
telah sadar akan pentingnya menjaga kebersihan di lingkungan tempat tinggalnya.
Dari hasil penelitian ini subjek yang minum obat cacing dalam 3 bulan terakhir
terdapat sebanyak 17,1%. Ternyata dari 12 orang subjek yang ditemukan telur cacing
dalam tinjanya terdapat 3 orang telah minum obat cacing dalam 3 bulan terakhir.
Derajat
infeksi
ringan
1. Cacing gelang
58,3
2. Cacing cambuk
8,3
ringan
3. Cacing tambang
8,3
ringan
4. Cambuk + Tambang
8,3
ringan
61
5. Gelang + Cambuk
Total
16,6
12
100
ringan
Karakteristik
anak
1. Jenis kelamin
Laki laki
Perempuan
2.Kelompok usia
24-35 bulan
36-47 bulan
48-60 bulan
X2
3
9
2,1
6,8
142
126
97,9
93,3
3,603
0,078
1
7
4
0,9
6,7
6,5
112
98
58
99,1
93,3
93,5
5,346
0,069
Tabel diatas memperlihatkan prevalens infeksi cacing usus pada anak laki-laki
sebanyak 2,1%, dan anak perempuan 6,75%. Prevalens infeksi cacing berdasarkan
62
kelompok usia memperlihatkan pada anak usia 24-35 bulan sebesar 0,9%, usia 35-47
bulan terdapat 6,7%, dan usia 48-60 bulan sebesar 6,5%.
Berdasarkan jenis kelamin ternyata telur cacing lebih banyak ditemukan pada
anak perempuan. Hal ini berbeda dengan penelitian Bandawangsa yang menyebutkan
laki-laki 1,27 kali lebih banyak dibandingkan wanita.
Berdasarkan kelompok usia didapatkan mulai usia lebih dari 35 bulan lebih
banyak ditemukan telur cacing pada tinjanya. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang
dilakukan oleh Zulkifli dkk10 dan Asfaw dkk26 bahwa prevalens infeksi cacing usus
yang ditularkan melalui tanah berhubungan dengan usia, karena anak mulai bermain
di tanah dengan teman sebaya.
Tabel 4.6 Distribusi infeksi cacing usus dengan karakteristik lingkungan
Karakteristik
+
1. Lantai rumah
Semen
Tegel
2. Sumber air minum
Sumur
Ledeng
Sejenis Aqua
3. Jamban keluarga
Ada
Tidak /WC umum
7 (58,3%)
5 (41,7%)
96 (35,8%)
172 (64,2%
3 (25,0%)
8 (66,7%)
1 (8,3%)
22 (8,2%)
228 (85,1%)
18 (6,7%)
9 (75,0%)
3 (25,0%)
252 (84,0%)
16 (6,0%)
63
Tabel 4.7 Hubungan antara karakteristik orang tua dengan status gizi
berdasarkan TB/U
Karakteristik orang tua
1. Pendidikan ayah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Sarjana
2. Pekerjaan ayah
Tidak bekerja
Buruh
Pedagang kecil/
wiraswasta
lainnya
PNS/ABRI
3. Pendidikan ibu
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Sarjana
4. Pekerjaan ibu
Tidak bekerja
Buruh
Pedagang kecil/
wiraswasta
lainnya
PNS/ABRI
5. Penghasilan keluarga
<Rp. 100.000
Rp. 100-250.000
0 (0%)
24 (28,6%)
24 (28,6%)
34 (40,5%)
2(2,4%)
10 (5,1%)
46 (23,5%)
128 (65,3%)
5 (6,0%)
24 (28,6%)
49 (58,3%)
12 (6,1%)
6 (7,1%)
6 (3,1%)
44 (22,4%)
51 (26,0%)
79 (40,3%)
16 (8,2%)
3 (3,6%)
24 (28,6%)
25 (29,8%)
30 (35,7%)
2 (2,4%)
162 (82,7%)
12 (6,1%)
16 (8,2%)
77 (91,7%)
2 (2,4%)
5 (6,0%)
6 (3,1%)
0 (0%)
18 (9,2%)
25 (12,8%)
4 (4,8%)
17 (20,2%)
64
Rp. 250-500.000
Rp. 500-1 Jt
>Rp. 1 Jt
53 (27,0%)
63(32,1%)
37 (18,9%)
29 (34,5%)
27 (32,1%)
7 (8,3%)
Tabel 4.8 Hubungan antara karakteristik orang tua dengan status gizi
berdasarkan BB/TB
Karakteristik orang tua
1. Pendidikan ayah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Sarjana
2. Pekerjaan ayah
Tidak bekerja
Buruh
Pedagang kecil/
wiraswasta
lainnya
PNS/ABRI
3. Pendidikan ibu
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Sarjana
4. Pekerjaan ibu
Tidak bekerja
Buruh
Pedagang kecil/
wiraswasta
lainnya
PNS/ABRI
5. Penghasilan keluarga
<Rp. 100.000
1 (1,8%)
17 (30,4%)
12 (21,4%)
24 (42,9%)
2 (3,6%)
8 (3,6%)
55 (24,6%)
145 (64,7%)
7 (12,5%)
15 (26,8%)
32 (57,1%)
16 (7,1%)
2 (3,6%)
7 (3,1%)
49 (21,9%)
60 (26,8%)
91 (40,6%)
17 (7,6%)
2 (3,6%)
19 (33,9%)
16 (28,6%)
18 (32,1%)
1 (1,8%)
189 (84,4%)
10 (4,5%)
19 (8,5%)
50 (89,3%)
4 (7,1%)
2 (3,6%)
6 (2,7%)
0 (0%)
14 (6,3%)
8 (14,3%)
65
Rp. 100-250.000
30 (13,4%)
Rp. 250-500.000
68 (30,4%)
Rp. 500-1 Jt
73 (32,6%)
>Rp. 1 Jt
39 (17,4%)
Tabel 4.9 Hubungan antara infeksi cacing usus
12 (21,4%)
14 (25,0%)
17 (30,4%)
5 (8,9%)
yang ditularkan melalui tanah
dengan status gizi berdasarkan BB/TB, TB/U pada anak usia prasekolah
didaerah kumuh perkotaan.
Infeksi cacing usus
+
1.BB/TB(berat/tinggi)
Baik
Kurang (wasted)
2. TB/U (tinggi/umur)
Baik
Kurang (stunted)
X2
7(3,1%)
5 (8,9%)
217 (96,9%)
51 (91,1%)
3,678
0,055
5 (2,5%)
7 (8,3%)
191 (97,4%)
77 (91,7%)
4,793
0,028
chi-quadrat, ternyata
tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalens infeksi cacing dengan gizi baik
dan kurang menurut berat/tinggi badan (p=0,055) dengan rasio prevalens sebesar
2,86, dan interval kepercayaan 0,94-8,67. Terlihat perbedaan bermakna antara gizi
kurang dan baik menurut tinggi/umur dengan infeksi cacing (p=0,028) dengan rasio
prevalens sebesar 3,27, dan interval kepercayaan 1,70-10. Hal ini karena nfeksi
cacing usus dapat mengurangi nafsu makan, gangguan absorpsi dan pencernaan
makanan, yang menimbulkan kehilangan zat-zat makanan seperti zat besi dan protein
pada infeksi kronik. Hal ini akan menyebabkan gangguan status gizi anak walaupun
pada keadaan ringan, tetapi terjadi dalam waktu yang lama.5
66
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Asfaw dkk. tahun 1997
yang menunjukan tidak adanya hubungan antara gangguan gizi (BB/TB dan TB/U)
dengan infeksi cacing usus.
Pada penelitian kami dan penelitian yang dilakukan oleh Asfaw dkk. ada
perbedaan dalam karakteristik sampel, kami meneliti mulai dari usia 24-60 bulan,
sedangkan Asfaw dkk. usia 0-60 bulan.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Prevalens infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah di kelurahan
Babakan Surabaya, kecamatan Kiara Condong, Kotamadya Bandung adalah
4,3% dengan derajat infeksi yang ringan.
2. Adanya perbedaan bermakna antara gizi baik dan kurang menurut tinggi
badan/umur dengan infeksi cacing di daerak kumuh perkotaan.
5.2 Saran
Pemberian obat cacing pada anak dengan gangguan gizi di daerah kumuh
perkotaan.
68
DAFTAR PUSTAKA
1. Watson EH, Lowrey GH. Growth and development of children; edisi ke-4.
Chicago: Year book Medical Publishers Inc.; 1962.
2. Onis M, Monteiro C, Akre J, Clugston G. The worlwide magnitude of
protein-energy malnutrition:an overview from the WHO global database
on child growth. Bull WHO 1993;71:703-12.
3. Oemijati S, Iswadi E. Tatalaksana pengendalian kecacingan di Indonesia
melalui usaha kesehatan sekolah dengan pendekatan kemitraan. Jakarta:
Dirjen PPMPLP Depkes RI Tim Pembina UKS Pusat; 1996.
4. Ditjen PPM dan PLP. Pedoman program pemberantasan penyakit
kecacingan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1998.
5. Lunn FG. Parasitism. Dalam: Sadler MJ, Starin JJ, penyunting.
Encyclopedia of human nutrition. San Diego: Academic Press; 1999. h.
1515-24.
6. Dikson R, Awesthi S, Williamson P, Demellweek C, Garner P. Effects of
treatment
for intestinal
infection
on growth
and cognitive
in
69
city
of
Portoviejo
(Equador).
Mem
Inst
Oswaldo
Cruz
2001;96(8):1075-9.
12. Wamae CN. Palmar pallor as an indicator for anthelmenthic treatment
among
ill
children
aged
2-4
years-Western
Kenya.
MMWR
2000;49(13):278-81.
13. Chairulfatah A, Azhali MS. Penggunaan mebendazole, pirantel palmoat
dan levamisole pada anak-anak yang menderita infeksi cacing gelang,
cacing cambuk dan cacing tambang. Laboratorium/UPF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran UNPAD/RSHS; Tesis 1986.
14. Ruskawan. Efektivitas albendazol dan pirantel pamoat pada infeksi
campuran cacing gelang dan cacing cambuk pada anak usia 2-6 tahun.
Laboratorium/
UPF
Ilmu
Kesehatan
Anak
Fakultas
Kedokteran
70
Laboratorium/
UPF
Ilmu
Kesehatan
Anak
Fakultas
Kedokteran
socio-demografic
variables
in
four
rural
honduran
71
23. Hadju V, Satrio, Abadi K, Stephenson LS. Relationship between soiltransmitted helminhiases and growth in urban slum schoolchildren in
Ujung Pandang, Indonesia. Int J Food Sci Nutr 1997;48(2):85-93.
24. Ismid I, Margono S, Abidin A, Suyono D, Listiawati. Infeksi cacing yang
ditularkan melalui tanah pada murid sekolah dasar peserta program
pemberian makanan tambahan anak sekolah dasar di Mataram, Lombok,
Nusa Tenggara Barat. Maj Parasitol Ind 1999;12(1):14-7.
25. Beltrame A, Scolary C, Torti C, Urbani C. Soil transmitted helminth
(STH) infections in an indigenous community in ortigueira, Parana, Brazil
and relationship with its nutritional status. Parasitologia 2002;44(3):137-9.
26. Asfaw ST, Goitom L. Malnutrition and enteric parasitosis among underfive children in Aynalem Village, Tigray. Ethioph J Health Dev
2000;11(1):67-75.
27. Lai KP, Kaur H, Mathias RG, Ow-yang CK. Ascariasis and trichuris do
not contributeto growth retardation in primary school children. Southeast
Asian J Trop Med Public Health 1995;26(2):322-8.
28. Tripathi K, Duque E, Bolanos O, Lotero H, Mayoral LG. Malabsorption
syndrome in ascariasis. Am J Clin Nutr 1972;25(11):1276-81.
29. Jalal F, Nesheim MC, Agus Z, Sanjur D, Habictht. Serum retinol
concentrations in children are affected by food sources of -carotene, fat
intake and anthelmentic drug treatment. Am J Clin Ntr 1998;68:623-9.
72
30. Crompton DW, Whitehead RR. Hookworm infections and human iron
metabolism. Parasitology 1993;107:s137-45.
31. Steketee RW. Pregnancy, nutrition and parasitic disease. J Nutr
2003;133:1661S-7S.
32. Guerant
RL,
Lima
AM,
Davidson
F.
Micronutrients
and
73
74
75
Medical
microbiology
&
immunology,
edisi
ke-5.
76
61. Pearson RD,Guerrant RL. Intestinal nematodes that migrate throught skin
and lung. Dalam: Stricland GT, penyunting. Tropical medicine, edisi ke-7.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1991. h. 700-6.
77
Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH MENDAPAT PENJELASAN
(ONFORMED CONSENT) BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: ___________________________________________________
Usia
: ___________________________________________________
Alamat
: ___________________________________________________
Setelah mendapat penjelasan secukupnya serta menyadari tujuan, manfaat dan risiko
yang mungkin terjadi dalam penelitian yang berjudul :
HUBUNGAN INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI
TANAH DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA PRASEKOLAH DIDAERAH
KUMUH PERKOTAAN
Dengan sukarela menyetujui anak /anak perwalian saya yang bernama :
Diikutsertakan dalam penelitian tersebut dan akan memenuhi semua ketentuan yang
berlaku, dengan catatan apabila sewaktu-waktu merasa dirugikan dalam bentuk
apapun., saya berhak untuk mengundurkan diri dari persetujuan ini.
Bandung, 20003
Mengetahui
Peneliti
Yang menyetujui
Orang tua / wali
(
)
)
78
2. Nama
3. Jenis Kelamin
6. Tinggi badan :
gram
7. Ayah :
cm
- Nama :
- Usia
3. Pedagang
4. PNS
5. Lain-lain (sebutkan)
- Pendidikan :
1. <6 tahun
tamat
2. 6-<9 tahun
tamat
3. 9-<12 tahun
tamat
4. 12 tahun
:SMU
tinggi
8. Penghasilan keluarga
tamat
atau perguruan
79
1. <Rp 100.000,-
___________
3. Pedagang
4. PNS
5. Lain-lain (sebutkan)
- Pendidikan
1. <6 tahun
tamat
2. 6-<9 tahun
tamat
3. 9-<12 tahun
tamat
4. 12 tahun
:SMU
tamat
atau perguruan
tinggi
10. Berat badan anak waktu lahir:
1. < 2500 gram
2. >2500 gram
2. tidak
80
Apakah
pernah
dirontgent
dada
dan
Apakah
2. tidak
pernah
berobat
lama
ke
2. Tidak
Kelainan saraf :
1. Ya
2. Tidak
2. Tidak
81
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Nina Susanti, dr
: MSG 99017/L2S03077
Status
: Menikah, 1 anak
Alamat
Riwayat Pendidikan :
- SD Negeri 1 Jatiwangi Majalengka
: Lulus 1982
: Lulus 1985
82