Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

SINDROMA NEFROTIK

OLEH
AYU RAHAYU
NIM: 0608120857

PEMBIMBING
dr. Deddy Satrya Putra, SpA

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

2014

SINDROM NEFROTIK
I.

PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam
darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl, kadang-kadang dijumpai pula
hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.1,2,3,6

II.

INSIDENSI
Insidensi dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada usia
2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar
1:1.1,2,3,6

III.

ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus
itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak.
Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu
jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,
dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).1,5
2

Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer


1.
2.
3.
4.

Kelainan minimal (KM)


Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik

tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih
sedikit dibandingkan pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan
39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.3,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang
sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome1,3,5

IV.

PATOGENESIS
Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan
histologik berupa SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN
pada anak yaitu

Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)


3

Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga


terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah.
SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh
bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk
deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman
yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut
HUMPS

sepanjang

membrane

basalis

glomerulus

(mbg)

berbentuk

granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang
menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein
dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine.3

Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat
juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa
kelainan

terpenting

pada

glomerulus

berupa

gangguan

fungsi

elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu


hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein
glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg
terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat
sehingga albumin dapat keluar bersama urine.3

V.

PATOFISIOLOGI
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan
4

negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia


merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik
plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein >
50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++
sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka
proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat
kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria
(ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG
dan Clearence Transferin.

ISP = Clearance IgG


Clearance Transferin

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara
klinik

menunjukkan

kerusakan

kortikosteroid baik. Bila ISP >

glomerulus

ringan

dan

respons

terhadap

0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective

Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan


tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.3,5

HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid
5

kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja


yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen
lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low
Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida
(baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia,
sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan
dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam
keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada
SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya
kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase
ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat
keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya
disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan
katabolisme fosfolipid.1,3,5

HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan
edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi
timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha
kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.
Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke
ruang interstitial.1,3,5
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga
produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal
6

dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan
aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita
sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik
justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan
kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori
ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak
tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan
ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat
overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan
volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai
akibat hipervolemia.5
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu. 3Edema mula-mula nampak
pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai
edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml.
Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena
edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM.
Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat
edema anasarca ini. 1,3,4,5
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang
disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM
ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada
SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya :
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
7

Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis


Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas
dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada
beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.2,3

VI.

GEJALA KLINIS
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :

Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat
intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi
hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang
harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada
penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau
GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.2,5
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh,
dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak
8

dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea.
Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.4,5
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.2,4
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.2,4
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan
sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan diuretik.5
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik
umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan
keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada
orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu.5
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study
of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai
tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m 2/jam atau > 50
mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.5
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. 1,5
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,
sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah
remisi sempurna dari proteinuria. 1,5
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan
fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom
nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. 1,5
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar
albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas
yang normal. 1,5

VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai,
atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.5
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,
tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.5
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4. Secara
kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen
ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadangkadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml),
albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2
globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml),
globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C 3
10

normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal


kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang
meningkat. 2,3,4
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari
penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau
pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi tertentu
dan bila orang tua dan anak setuju.2
VIII.

DIAGNOSIS BANDING
1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus.5

IX.

PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai
terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai
apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan respons
terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti
tercantum pada tabel 2 berikut :2,3,4,5
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik 5
Remisi

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama


3 hari berturut-turut.

Kambuh

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturutturut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh tidak sering

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.

Kambuh sering

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Responsif-steroid

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Dependen-steroid

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,


atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
11

Resisten-steroid

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60


mg/m2/hari selama 4 minggu.

Responder lambat

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa


tambahan terapi lain.

Nonresponder awal

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Nonresponder lambat

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m 2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40
mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu
pengobatan dihentikan.2,3,4,5
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu

Tapp.off(remisi)
Stop

Mg 1

Remisi

8
Remisi

Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)


CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut
turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari3

Sindrom nefrotik serangan pertama


1.

Perbaiki keadaan umum penderita :


Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori rata12

rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema, diberi 12 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal. Rujukan ke
bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik
diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode yang lebih
efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang diuresis dengan
pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian
oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau
perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid atau
asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.1,2,3,4,5
2.

Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis


sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu
diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera
berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.4

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)2,3,5


A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
B. Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai remisi
(tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)3
CD
AD/ID

Tapp.Off
Stop

Mg1
Remisi

4
Remisi

Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan


prednisone
13

CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)

CD pred
ID pred
1

1
2
3
4
5
6
7
8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya dengan
gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam waktu 6
bulan pertama.2,3,4,5
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr
1
2
3
4
5
6
7
8
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2 mg/kgBB/hr,
keduanya secara CD.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam
masa 12 bulan.2,3,4,5
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

Sindrom nefrotik kambuh sering


adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam
masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m 2/48

14

jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m 2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m 2/48
jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi
untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap
pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau
untuk biopsi ginjal.3,4,5

X.

KOMPLIKASI

Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat


hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi di system vena
apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.1,3,4,5
XI.

PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena
sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5

15

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.5

DAFTAR PUSTAKA
1. C Lane Jerome. Pediatric Nephrotic Syndrome. July 2013. Available From URL :
http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview
2. Rachmadi Dedi. Diagnosis dan Tata Laksana Sindrom Nefrotik Resisten Steroid. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran /RS.Dr.Hasan Sadikin
Bandung. 2013.
3. Trihono Partini Pudjiastuti DR. Alatas Husein Prof. Konsensus Tatalaksana Sindroma
Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Edisi Kedua. Jakarta: IDAI 2012
4. Behrman. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2000
5. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. 2009. Available from
URL:http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-ebtq258.htm
6. Eric P.Cohen, MD. Nephrotic Syndrome.

June 2013. Available From URL :

http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

16

17

Anda mungkin juga menyukai