Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Ditinjau dari banyaknya pengimporan ternak unggul yang terjadi di negara kita.
Hal tersebut dipicu dari kurangnya tenaga ahli dalam bidang tersebut, dan juga kurangnya
lapangan kerja yang ada.
Dengan adanya Balai Inseminasi Buatan (BIB) ini berarti membantu negara
meringankan dalam hal pengimporan ternak unggul. Disamping itu juga Balai Inseminasi
Buatan (BIB) juga memproduksi semen beku, benih unggul, ternak unggul. Selain itu
juga Balai ini memberikan pendapatan untuk negara.

Oleh karena itu, penulis mencoba meneliti Balai Inseminasi Buatan (BIB) ini agar
penulis bisa mengetahui dengan pasti cara-cara memproduksi sapi-sapi yang unggul.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada dan untuk mengetahui gambaran yang lebih
jelas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Inseminasi pada sapi?
2. Bagaimana proses Inseminasi pada sapi?
3. Apa Keuntungan Inseminasi pada sapi?

1.3

Pembatasan Masalah
Oleh karena banyaknya dan luasnya permasalahan yang berhubungan dengan
judul yang penulis angkat pada karya tulis ini maka penulis akan mencoba melakukan
pembatasan masalah guna untuk lebih jelasnya permasalahan yang akan penulis
kemukakan pada karya tulis ini, adapun permasalahn yang akan penulis bahas adalah
1. Apa yang dimaksud dengan Inseminasi pada sapi?
2. Bagaimana proses Inseminasi pada sapi?
3. Apa Keuntungan Inseminasi pada sapi?

1.4

Rumusan Masalah
Guna untuk menyamakan persepsi antara penulis dengan pembaca dengan
demikian akan membuat karya tulis ini lebih bermanfaat oleh sebab itu penulis akan
menghususkan karya tulis ini kedalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses Inseminasi pada sapi?
2. Keuntungan yang ditimbulakan oleh Inseminasi pada sapi?

1.5

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah sebagai berikut :

1 Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Nasional pada SMA Negeri 1 Tapung Hulu
pada Tahun Ajaran 2011 / 2012
2 Untuk mengetahui apakah itu Inseminasi
3 Untuk mengetahui dampak Inseminasi

1.6

Manfaat Penelitian
Dengan selesainya penulisan karya tulis ini penulis mempunyai sedikit harapan
pada masa yang akan datang semoga karya tulis yang penulis susun ini mudah mudahan
bermanfaat sebagai berikut :

4 Menambah ilmu pengetahuan penulis khususnya dalam sistem pembuatan karya


tulis
5 Dapat menjadi masukan bagi penulis sendiri dan para pembaca
6 Dapat dijadikan teferensi bagi adik adik pada SMAN 1 Tapung Hulu dan para
peneliti lainnya pada masa yang akan datang

BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1

Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan


Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak
berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian
dengan akal cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang
pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan
dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke
dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina
tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya.
Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai
pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.
Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi.
Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu
mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin
jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang
tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik
yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan
tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter
dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium
kelinci.

Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann
dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada
tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk
melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul
tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke
dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk
anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan
uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut
diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan
bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan
keturunan normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada

spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring


semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya
fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya
mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia
mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin
tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam
keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh
setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan
penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan
jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada
dia sebagai Bapak Inseminasi.
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang
dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut
sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang
memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha
mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar
dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan
dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan
kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis
untuk dilaksanakan.
Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat
konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu
cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang
berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk
memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia adalah
Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk
menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang
berhasil melakukan IB pada sapi dan domba.
Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova
(1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB, sedang
dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun
1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan
penelitian tentang spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati
dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar
penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba.
Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi,
dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred

F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry
mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan
teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S.
Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu
panjang dengan membekukan sampai -790C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice)
sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi,
dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya
simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.
2.2
Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun
limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian
Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah
beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu
Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali
(Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani
daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul
sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB
untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit
yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada
waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara
sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan,
sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam
tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan
kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan
semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba
guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib
Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali
Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi
Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah
jalur susu Semarang Solo Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di
daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet
(Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di
daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan
baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB

merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen


cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu
genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi
harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti
oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi
rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di
Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya industriindustri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan
karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya
alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi
perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang
dapat perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima
Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya
dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk
program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia.
Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga
hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah
Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru
membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen
beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula
pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya
dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan
IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun
perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang,
disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga
diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974,
menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu
antara 21,3 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan
IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator,
melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri.
Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi
anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin

menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan
bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan,
manajemen, pengendalian penyakit.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Metode yang digunakan


Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu metode
penjelasan suatu masalah. Selain itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksplanatori, yaitu metode yang menjelaskan apa, bagaimana hasil dari pada
penelitian itu sendiri.

3.2

Latar Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan melalui deskripsi media cetak yang dapat kita
peroleh pada perpustakaan perpustakaan, dan toko buku yang ada di sekitar kita serta
dengan cara melakukan browssing pada internet.
3.3

Sumber Data
Dengan melakukan kunjungan pustaka dan reverensi terhadap beberapa buku dan
majalah yang terdapat di toko toko buku yang ada di Kasikan serta d melakukan
Browssing pada situs situs internet yang berhubungan dengan judul yang penulis
angkat.

3.4

Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Study Kepustakaan
Dalam teknik ini menjadikan buku buku dan majalah yang berhubungan
dengan penelitian sebagai referensi dan melakukan browsing di internet, sehingga ada
korelasi antara judul karya tulis dengan teori serta pelaksanaan penelitian itu sendiri.

3.5.

Teknik Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu
metode analisa data dengan memaparkan hasil penelitian yang diperoleh.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Inseminasi Buatan

Teknologi modern pada zaman sekarang telah mampu mengatasi masalah


kemandulan (bagi manusia) dan menghasilkan bibit-bibit unggul (bagi hewan yang dapat
menguntungkan manusia), khususnya dalam bidang bioteknologi. Hal tersebut dapat
dilakukan diantaranya dengan melalui inseminasi buatan.
Dari hasil kemajuan bioteknologi tersbut, sekarang telah tersedia inseminasi buatan,
fertilisasi atau pembuatan in vitro dan rahim kontrak. Kemajuan bioteknologi tersebut
apabila diterapkan pada dunia hewan, maka akan mendatangkan manfaat dan keuntungan
bagi manusia. Namun, jika kemajuan bioteknologi diaplikasikan pada manusia, maka
akan menghasilkan dampak yang positif dan dampak yang negatif. Dampak posotof dapat
diambil dari orang-orang yang telah menikah, tetapi tidak bisa mempunyai anak, maka
agar keinginan untuk mempunyai anak dapat terwujud, maka dapat dilakukan dengan
melalui bayi tabung atau rahim kontrak. Sedangkan dampak negatifnya yaitu dapat
menimbulkan kekacauan dalam sistem keturunan manusia.
Maka sejak tahun 1956 dewan gereja di Roma telah mengutuk kegiatan tersebut dengan
alasan bahwa inseminasi buatan dapat memisahkan tindakan prokreasi (kasih sayang
terhadap anak, dan anak adalah karunia Tuhan yang harus dijunjung tinggi) dan persatuan
cinta. Alasan lainnya yaitu kegiatan inseminasi melibatkan tindakan masturbasi yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan sperma.
Sampai sekarang mayoritas para teolog moral masih berpegang pada sikap mengutuk
terhadap kegiatan inseminasi buatan yang diterapkan pada manusia. Bagaimanapun juga
pewaris sifat genetis yang terjadi pada anak melibatkan pihak ketiga bagi pasangan dalam
perkawinan. Hal tersebut akan menimbulkan celaan biologis serta menyangkut
psikologis anak itu sendiri dalam lingkungan sosialnya.
Kenyataannya sekarang, banyak para ahli psikologi yang masih berusaha keras untuk
mewujudkan atau mengaplikasikan inseminasi buatan pada manusia. Namun, bagi
pasangan suami istri yang akan melaksanakan inseminasi buatan dapat dilakukan atas

dasar keputusan bersama guna mewujudkan pernikahan yang harmonis dan bahagia.
4.2
Faktor faktor penyebab Sapi Harus di Inseminasi
4.2.1 Peternak dan Operator IB
Keberhasilan inseminasi buatan sangat ditentukan oleh kemampuan dari peternak dalam
hal deteksi estrus, sebab dengan deteksi estrus yang tepat dapat membantu operator IB
dalam menentukan waktu yang tepat dalam melakukan inseminasi buatan. Ada beberapa
cara untuk detaksi estrus antara lain dengan :

Melihat adanya leleran lendir pada vulva

Menggunakan teaser

Sistem recording yang baik


Operator IB selain berperan dalam menentukan waktu yang tepat untuk
melakukan IB, operator juga harus berpengalaman dalam penanganan semen dan juga
penempatan semen kedalam saluran reproduksi sapi betina. Tempat terbaik untuk
menempatkan semen adalah di corpus uteri kira-kira 3 cm di depan cervik uteri.
4.2.2 Kualitas Semen
Kualitas semen yang baik untuk IB adalah konsentrasinya 25 juta untuk semen beku dan
juga Post Thawing Motility (PTM) nya 40 % selain itu spermatozoanya tidak mengalami
abnormalitas. Spermatozoa yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan
kemampuannya untuk membuahi sel telur dalam tuba falopii. Untuk itu semen dievaluasi
secara periodik selam 6 bulan. Semen yang kualitasnya baik akan meningkatkan
keberhasilan dari inseminasi buatan.
4.2.3 Hewan Betina
Pada dasarnya kegagalan dari inseminasi buatan adalah adanya gangguan pada hewan
betinanya baik itu adanya kelainan anatomi saluran reproduksi, gangguan hormonal dan
juga abnormalitas sel telur.
4.2.4 Kelainan anatomi saluran reproduksi
Kelainan anatomi dapat bersifat genetik maupun nongenetik. Kelainan anatomi
saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit untuk
dideteksi, sehingga sulit didiagnosa. Termasuk pada kelompok kedua yang sulit
didiagnosa adalah :

Tersumbatnya tuba falopii

Adanya adhesio antara ovarim dengan bursa ovarium

Lingkungan dalam uterus yang kurang serasi

Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi


Yang paling sering dijumpai pada kelompok ini adalah adanya penyumbatan pada

tuba falopii. Penyumbatan ini menyebabkan sel telur yang diovulasaikan dari ovarium
gagal mencapai tempat pembuahan yaitu di ampula dan sel mani juga terhalang untuk
mencapai tempat pembuahan, sehingga proses pembuahan gagal. Tuba falopii yang buntu
dapat berbentuk :

Adhesio dinding tuba

Adhesio antara ovarium dengan bursa ovarii

Salpingitis baik akut maupun kronis

Hidrosalping

Kista pada saluran tuba

Piosalping

Hipoplasia tuba falopii yang bersifat genetik

Populasi m.o yang terlalu banyak di dalam uterus, serviks atau vagina
4.2.5 Gangguan hormonal
Adanya gangguan pada sekresi hormon gonadotropin (FSH dan LH) dan hormon
estrogen akan menyebabkan terjadinya kegagalan fertilisasi. Kasus-kasus seperti silent
heat (birahi tenang) dan subestrus (birahi pendek) disebabkan oleh rendahnya kadar
hormon estrogen, sedangkan untuk kasus delayed ovulasi (ovulasi tertunda), anovulasi
(kegagalan ovulasi) dan sista folikuler disebabkan oleh rendahnyanya kadar hormon
gonadotropin (FSH dan LH).
a. Kadar estrogen yang rendah
Rendahnya kadar estrogen dalam darah karena defisiensi nutrisi : karotin, P, Co dan
berat badan yang rendah akan menyebabkan kejadian silent heat dan subestrus padi sapi.
Kejadian in sering terjadi pada sapi post partus. Pada kasus silent heat, proses ovulasi
berjalan secara normal dan bersifat subur, tetapi tidak disertai dengan gejala birahi atau
tidak ada birahi sama sekali. Diantara hewan ternak, silent heat sering dijumpai pada
hewan betina yang masih dara, hewan betina yang mendapat ransum dibawah kebutuhan
normal, atau induk yang sedang menyusui anaknya atau diperah lebih dari dua kali dalam
sehari. Sedang pada kejadian sub estrus, proses ovulasinya berjalan normal dan bersifat
subur, tetapi gejala birahinya berlangsung singkat / pendek (hanya 3-4 jam). Sebagai
predisposisi dari kasus silent heat dan sub estrus adalah genetik.
Hormon LH pada kejadian silent heat dan sub estrus mampu menumbuhkan folikel pada
ovarium sehingga terjadi ovulasi, tetapi tidak cukup mampu dalam mendorong sintesa
hormon estrogen oleh sel granulosa dari folikel de Graaf sehingga tidak muncul birahi.
b. Kadar hormon gonadotropin yang rendah (FSH dan LH)
Rendahnya kadar hormon LH dalam darah dapat menyebabkan terjadinyadelayed ovulasi

(ovulasi tertunda) dan sista folikuler. Karena rendahnya kadar LH, fase folikuker
diperpanjang sehingga yang seharusnya folikel mengalami ovulasi dan memasuki fase
luteal tertunda waktunya atau tidak terjadi sama sekali. Gejala yang nampak dari kasus
ini adalah kawin berulang (repeat bredeeer).
Pada kasus anovulasi (kegagalan ovulasi), folikel de Graaf yang sudah matang gagal
pecah karena ada gangguan sekresi hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH.
4.2.6 Abnormalitas sel telur
Ketidakseimbangan hormon-hormon reproduksi dapat mengganggu proses ovulasi.
Ovulasi yang tidak normal dapat menghasilkan sel telur yang tidak normal.
Beberapa bentuk abnormal dari sel telur adalah :

Degenerasi sel telur

Zona pelusida yang sobek atau robek

Sel telur yang muda

Sel telur yang bentuknya gepeng, oval (lonjong)

Mini egg cell dan giant egg cell


Adanya abnormalitas pada sel telur akan menyebabkan kegagalan pada proses fertilisasi
sehingga sapi yang telah di IB tidak bunting.

4.3

Cara Mereproduksi Semen Beku

Reproduksi semen beku hanya dapat dilakukan di Balai Inseminasi Buatan (BIB).
Tahapan-tahapan dalam memproduksi semen beku diantaranya yaitu:

7 Mempersiapkan sapi pejantan yang akan diinseminasi yang umurnya 15 18


bulan, tingginya 123 cm dan beratnya minimal 350 kg.

8 Persiapan vagina buatan yang suhunya mencapai 420C, vagina buatan ini harus
licin, karena itu gunakan vaseline agar licin seperti vagina yang asli

9 Penampungan semen sapi pejantan, sapi pejantan dan spai betina disatukan
kemudian sapi-sapi itu akan melakukan fisin (pemanasan sebelum kawin), bila penis
jantan telah kelihatan merah, tegang dan kencang, maka penis langsung dimasukan ke
vagina buatan.

10 Kemudian sperma dalam vagina buatan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.


Bila sperma berwarna hijau, ada kotoran yang terdorong
Bila sperma berwarna merah, segar, venis teriritasi
Bila sperma berwarna cokelat, venis ada yang luka
Bila sperma berwarna krem susu bening, maka itulah sperma yang bagus

11 Penentuan konsentrasi semen segar


12 Proses pengenceran sperma

13 Proses filing dan sealing, memasukan sperma ke dalam ministrow isi I strow 0,25
CC

14 Proses pembekuan

15 After throwing dan water intubator test


4.4

Jenis-Jenis Sapi

Sapi merupakan salah satu jenis hewan mamalia, yang berkembang biak dengan

cara melahirkan. Pada dasarnya reproduksi mamalia sama seperti reproduksi pada
manusia, terjadi secara seksual melalui proses fertilisasi.
Di Indonesia ada banyak jenis sapi. Ada sapi yang merupakan sapi lokal dan ada sapi
keturunan.
4.3.1 Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi lokal dengan penampilan produksi yang cukup tinggi.
Penyebarannya telah menyebar luas di seluruh Indonesia, meskipun masih tetap
terkonsentrasi di pulau Bali sampai saat ini kemurnian genetis sapi Bali masih terjaga
karena ada undang-undang yang mengatur pembatasan masuknya sapi jenis lain ke pulau
Bali.
Asal usul sapi Bali adalah Banteng yang telah mengalami penjinakan selama bertahuntahun. Proses domestikasi (penjinakan) yang cukup lama diduga penyebab sapi Bali lebih
kecil dibandingkan dengan Banteng.
Kemampuan reproduksi sapi Bali merupakan yang terbaik diantara sapi-sapi lokal. Hal
ini disebabkan sapi Bali bisa beranak setiap tahun. Sapi Bali mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru, sehingga sering disebut ternak perintis.
4.3.2 Sapi Ongole
Sapi Ongole merupakan keturunan sapi Zebu dari India. Berwarna dominan putih
dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir di bawah leher dan berpunuk.
Sifatnya yang mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat menyebabkan sapi ini
mampu tumbuh secara murni di pulau Sumba, sehingga disebut sapi Sumba Ongole (SO).
Persilangan antara sapi Jawa asli (madura) dengan sapi Ongole secara grading up
menghasilkan sapi yang disebut sapi peranakan Ongole (PO).
4.3.3 Sapi Fries Holstein (FH)
Sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk mengahsilkan susu ini diintroduksi dari
Belanda. Warnanya belang hitam dan putih dengan ciri khusus segitiga pada bagian dahi.
Sapi yang tidak berpunduk ini memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga sapisapi jantannya sering dipelihara untuk digemukkan dan dijadikan sapi potong. Di
beberapa daerah juga dilakukan persilangan antara sapi Jawa asli dengan sapi FH dengan
pola grading up dan keturunannya lazim disebut sapi PFH.
4.3.4 Sapi Brahman
Sapi Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu. Di
Amerika sapi ini dikembangkan cukup pesat karena pola pemeliharaan dan sistem
perkawinan yang terkontrol, sehingga penampilan beberapa parameter produksinya
melebihi penampilan produksi di negara asalnya. Sapi Brahman mampu beradaptasi

dengan lingkungan yang baru dan tahan gigitan caplak. Pertumbuhan sapi Brahman
sangat cepat. Hal ini yang menyebabkan sapi ini menjadi primadona sapi potong untuk
negara-negara tropis.
4.3.5 Sapi Madura
Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Bos Sandoicus dan Bos Indicus
yang tumbuh dan berkembang di Madura. Sapi yang berpunuk ini dikenal dengan sapi
jawa asli dengan warna kuning hingga merah bata. Terkadang terdapat warna putih pada
moncong, ekor dan kaki bawah. Warna hitam terdapat pada telinga dan bulu ekor.
Penyebaran sapi Madura telah mengalami erosi genetis, sehingga penampilan produksi
yang diukur dari pertambahan berat.
Jenis-jenis sapi di Balai Inseminasi Buatan (BIB)
Di Balai Inseminasi Buatan ada 7 jenis sapi, yaitu :
1. Sapi hitam di panggung simental
2. Cokelat semua li mosin
3. Hitam putih Vresen Holenstain (VH)
4. Hitam Angus
5. Krem jenis Brahman Denole
6. Kopi susu jerse
7. Ongole krem pipih pantat

Tidak hanya sapi yang diproduksi di Balai Inseminasi Buatan, tetapi juga
memproduksi :
Kerbau burah (bule item) bonga
Kambing dan domba
Kuda (sekarang tidak dikembangkan lagi)
Makanan sapi yang ada di BIB diantaranya rumput gajah, rumput Afrika, dan konsentrat
(dedak, jagung, tepung, ikan, darah mineral dan tulang). Sapi di BIB tidak boleh terlalu
gemuk apabila akan diinseminasi karena genetik sapi harus murni. Selain itu, untuk
makanan sapi harus ditambahkan protein sebanyak 24%.

4.5

Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan


Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu
cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan
dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat
kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination
gun.
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan
sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka
waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka
waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun
pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik
pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan
dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka
tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada
sapi betina keturunan / breed kecil;

c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny
test).
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan

Karya tulis dalam tugas sekolah lintas mata pelajaran ini sangat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis, khususnya di bidang Inseminasi Buatan pada
sapi. Dengan adanya kegiatan penelitian pada Inseminasi Buatan pada sapi ini dapat
memahami cara reproduksi sapi. Menambah wawasan ilmu pengetahuan , dan juga
memenuhi tugas lintas mata pelajaran di sekolah.
Untuk itu dalam hal ini penulis menyusun karya tulis ini sebagai tolak ukur negara kita
dalam hal Inseminasi Buatan pada sapi yang dilakukan di Lembang, Bandung. In isangat
berpengaruh untuk pemasukan kas negara atau keuangan negara. Selain itu juga untuk
memenuhi bibit ternak sapi unggul yang selalu mengimpor dari negara lain. Selain hal
tersebut juga dapat memajukan Indonesia, mensejahterakan warga Indonesia khususnya
di bidang peternakan, Inseminasi pada sapi.
5.2.

Saran
Sebelumnya penulis minta maaf kepada khalayak yang bersangkutan yakni Balai
Inseminasi Buatan (BIB). Penulis sangat yakin jikalau BIB ini maju maka apa yang
dibutuhkan negara kita dalam hal pembibitan ternak sapi unggul, pembuatan semen beku
ini dapat berbuah hasil yang diinginkan yaitu memperoleh keuntungan.
Kelancaran yang dilakukan selama beberapa tahun yaitu dari tahun 1976 sampai sekarang
ini adalah karena berkat kerja keras, usaha atau upaya, saling kerja sama yang dilakukan
oleh para karyawan kompak, disiplin dan pantang menyerah dalam menghadapi
hambatan dan rintangan, sehingga membuahkan hasil yang memuaskan.
Selain itu dengan apa yang dikaji, digali dan dipelajari apa yang didapat di BIB ini,
penulis sangat berharap jikalau penulis berhasil dalam pendidikannya maka akan dengan
berat hati, BIB bersedia menerima sebagai karyawan di BIB tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Edi, dkk. Sigap Biologi 2B. Bandung : CV. Karya Iptek
Kusumaatmaja. Muhamad. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis.
Akhyar, Moh Salman, 2003. Biologi Untuk SMA Kelas 1. Bandung : Grafindo Media
Pratama.
Agustini, Dewi. 2002. Bioteknologi. Bandung : PPG Tertulis.
BALAI INSEMINASI BUATAN. Lembang, Bandung.
Bearden, HJ and Fuquay JW, 1984. Applied Animal Reproduction. 2ndEdition. Reston
Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company. Reston. Virginia.
Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamons Artificial Insemination of Sheep and
Goats. Butterworths. Sydney.
Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In Reproduction in Farm Animal 4thEdition.
Hafez, E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger. Philadelpia.
Hafez ESE, 1993. Reproduction in Farm Animai. 6th Edition. Lea and Febiger.
Philadelpia
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
, 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai