PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ditinjau dari banyaknya pengimporan ternak unggul yang terjadi di negara kita.
Hal tersebut dipicu dari kurangnya tenaga ahli dalam bidang tersebut, dan juga kurangnya
lapangan kerja yang ada.
Dengan adanya Balai Inseminasi Buatan (BIB) ini berarti membantu negara
meringankan dalam hal pengimporan ternak unggul. Disamping itu juga Balai Inseminasi
Buatan (BIB) juga memproduksi semen beku, benih unggul, ternak unggul. Selain itu
juga Balai ini memberikan pendapatan untuk negara.
Oleh karena itu, penulis mencoba meneliti Balai Inseminasi Buatan (BIB) ini agar
penulis bisa mengetahui dengan pasti cara-cara memproduksi sapi-sapi yang unggul.
1.3
Pembatasan Masalah
Oleh karena banyaknya dan luasnya permasalahan yang berhubungan dengan
judul yang penulis angkat pada karya tulis ini maka penulis akan mencoba melakukan
pembatasan masalah guna untuk lebih jelasnya permasalahan yang akan penulis
kemukakan pada karya tulis ini, adapun permasalahn yang akan penulis bahas adalah
1. Apa yang dimaksud dengan Inseminasi pada sapi?
2. Bagaimana proses Inseminasi pada sapi?
3. Apa Keuntungan Inseminasi pada sapi?
1.4
Rumusan Masalah
Guna untuk menyamakan persepsi antara penulis dengan pembaca dengan
demikian akan membuat karya tulis ini lebih bermanfaat oleh sebab itu penulis akan
menghususkan karya tulis ini kedalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses Inseminasi pada sapi?
2. Keuntungan yang ditimbulakan oleh Inseminasi pada sapi?
1.5
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1 Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Nasional pada SMA Negeri 1 Tapung Hulu
pada Tahun Ajaran 2011 / 2012
2 Untuk mengetahui apakah itu Inseminasi
3 Untuk mengetahui dampak Inseminasi
1.6
Manfaat Penelitian
Dengan selesainya penulisan karya tulis ini penulis mempunyai sedikit harapan
pada masa yang akan datang semoga karya tulis yang penulis susun ini mudah mudahan
bermanfaat sebagai berikut :
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann
dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada
tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk
melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul
tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke
dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk
anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan
uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut
diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan
bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan
keturunan normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada
F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry
mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan
teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S.
Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu
panjang dengan membekukan sampai -790C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice)
sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi,
dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya
simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.
2.2
Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun
limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian
Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah
beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu
Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali
(Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani
daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul
sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB
untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit
yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada
waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara
sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan,
sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam
tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan
kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan
semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba
guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib
Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali
Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi
Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah
jalur susu Semarang Solo Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di
daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet
(Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di
daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan
baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB
menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan
bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan,
manajemen, pengendalian penyakit.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
3.2
Latar Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan melalui deskripsi media cetak yang dapat kita
peroleh pada perpustakaan perpustakaan, dan toko buku yang ada di sekitar kita serta
dengan cara melakukan browssing pada internet.
3.3
Sumber Data
Dengan melakukan kunjungan pustaka dan reverensi terhadap beberapa buku dan
majalah yang terdapat di toko toko buku yang ada di Kasikan serta d melakukan
Browssing pada situs situs internet yang berhubungan dengan judul yang penulis
angkat.
3.4
3.5.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Inseminasi Buatan
dasar keputusan bersama guna mewujudkan pernikahan yang harmonis dan bahagia.
4.2
Faktor faktor penyebab Sapi Harus di Inseminasi
4.2.1 Peternak dan Operator IB
Keberhasilan inseminasi buatan sangat ditentukan oleh kemampuan dari peternak dalam
hal deteksi estrus, sebab dengan deteksi estrus yang tepat dapat membantu operator IB
dalam menentukan waktu yang tepat dalam melakukan inseminasi buatan. Ada beberapa
cara untuk detaksi estrus antara lain dengan :
Menggunakan teaser
tuba falopii. Penyumbatan ini menyebabkan sel telur yang diovulasaikan dari ovarium
gagal mencapai tempat pembuahan yaitu di ampula dan sel mani juga terhalang untuk
mencapai tempat pembuahan, sehingga proses pembuahan gagal. Tuba falopii yang buntu
dapat berbentuk :
Hidrosalping
Piosalping
Populasi m.o yang terlalu banyak di dalam uterus, serviks atau vagina
4.2.5 Gangguan hormonal
Adanya gangguan pada sekresi hormon gonadotropin (FSH dan LH) dan hormon
estrogen akan menyebabkan terjadinya kegagalan fertilisasi. Kasus-kasus seperti silent
heat (birahi tenang) dan subestrus (birahi pendek) disebabkan oleh rendahnya kadar
hormon estrogen, sedangkan untuk kasus delayed ovulasi (ovulasi tertunda), anovulasi
(kegagalan ovulasi) dan sista folikuler disebabkan oleh rendahnyanya kadar hormon
gonadotropin (FSH dan LH).
a. Kadar estrogen yang rendah
Rendahnya kadar estrogen dalam darah karena defisiensi nutrisi : karotin, P, Co dan
berat badan yang rendah akan menyebabkan kejadian silent heat dan subestrus padi sapi.
Kejadian in sering terjadi pada sapi post partus. Pada kasus silent heat, proses ovulasi
berjalan secara normal dan bersifat subur, tetapi tidak disertai dengan gejala birahi atau
tidak ada birahi sama sekali. Diantara hewan ternak, silent heat sering dijumpai pada
hewan betina yang masih dara, hewan betina yang mendapat ransum dibawah kebutuhan
normal, atau induk yang sedang menyusui anaknya atau diperah lebih dari dua kali dalam
sehari. Sedang pada kejadian sub estrus, proses ovulasinya berjalan normal dan bersifat
subur, tetapi gejala birahinya berlangsung singkat / pendek (hanya 3-4 jam). Sebagai
predisposisi dari kasus silent heat dan sub estrus adalah genetik.
Hormon LH pada kejadian silent heat dan sub estrus mampu menumbuhkan folikel pada
ovarium sehingga terjadi ovulasi, tetapi tidak cukup mampu dalam mendorong sintesa
hormon estrogen oleh sel granulosa dari folikel de Graaf sehingga tidak muncul birahi.
b. Kadar hormon gonadotropin yang rendah (FSH dan LH)
Rendahnya kadar hormon LH dalam darah dapat menyebabkan terjadinyadelayed ovulasi
(ovulasi tertunda) dan sista folikuler. Karena rendahnya kadar LH, fase folikuker
diperpanjang sehingga yang seharusnya folikel mengalami ovulasi dan memasuki fase
luteal tertunda waktunya atau tidak terjadi sama sekali. Gejala yang nampak dari kasus
ini adalah kawin berulang (repeat bredeeer).
Pada kasus anovulasi (kegagalan ovulasi), folikel de Graaf yang sudah matang gagal
pecah karena ada gangguan sekresi hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH.
4.2.6 Abnormalitas sel telur
Ketidakseimbangan hormon-hormon reproduksi dapat mengganggu proses ovulasi.
Ovulasi yang tidak normal dapat menghasilkan sel telur yang tidak normal.
Beberapa bentuk abnormal dari sel telur adalah :
4.3
Reproduksi semen beku hanya dapat dilakukan di Balai Inseminasi Buatan (BIB).
Tahapan-tahapan dalam memproduksi semen beku diantaranya yaitu:
8 Persiapan vagina buatan yang suhunya mencapai 420C, vagina buatan ini harus
licin, karena itu gunakan vaseline agar licin seperti vagina yang asli
9 Penampungan semen sapi pejantan, sapi pejantan dan spai betina disatukan
kemudian sapi-sapi itu akan melakukan fisin (pemanasan sebelum kawin), bila penis
jantan telah kelihatan merah, tegang dan kencang, maka penis langsung dimasukan ke
vagina buatan.
13 Proses filing dan sealing, memasukan sperma ke dalam ministrow isi I strow 0,25
CC
14 Proses pembekuan
Jenis-Jenis Sapi
Sapi merupakan salah satu jenis hewan mamalia, yang berkembang biak dengan
cara melahirkan. Pada dasarnya reproduksi mamalia sama seperti reproduksi pada
manusia, terjadi secara seksual melalui proses fertilisasi.
Di Indonesia ada banyak jenis sapi. Ada sapi yang merupakan sapi lokal dan ada sapi
keturunan.
4.3.1 Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi lokal dengan penampilan produksi yang cukup tinggi.
Penyebarannya telah menyebar luas di seluruh Indonesia, meskipun masih tetap
terkonsentrasi di pulau Bali sampai saat ini kemurnian genetis sapi Bali masih terjaga
karena ada undang-undang yang mengatur pembatasan masuknya sapi jenis lain ke pulau
Bali.
Asal usul sapi Bali adalah Banteng yang telah mengalami penjinakan selama bertahuntahun. Proses domestikasi (penjinakan) yang cukup lama diduga penyebab sapi Bali lebih
kecil dibandingkan dengan Banteng.
Kemampuan reproduksi sapi Bali merupakan yang terbaik diantara sapi-sapi lokal. Hal
ini disebabkan sapi Bali bisa beranak setiap tahun. Sapi Bali mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru, sehingga sering disebut ternak perintis.
4.3.2 Sapi Ongole
Sapi Ongole merupakan keturunan sapi Zebu dari India. Berwarna dominan putih
dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir di bawah leher dan berpunuk.
Sifatnya yang mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat menyebabkan sapi ini
mampu tumbuh secara murni di pulau Sumba, sehingga disebut sapi Sumba Ongole (SO).
Persilangan antara sapi Jawa asli (madura) dengan sapi Ongole secara grading up
menghasilkan sapi yang disebut sapi peranakan Ongole (PO).
4.3.3 Sapi Fries Holstein (FH)
Sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk mengahsilkan susu ini diintroduksi dari
Belanda. Warnanya belang hitam dan putih dengan ciri khusus segitiga pada bagian dahi.
Sapi yang tidak berpunduk ini memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga sapisapi jantannya sering dipelihara untuk digemukkan dan dijadikan sapi potong. Di
beberapa daerah juga dilakukan persilangan antara sapi Jawa asli dengan sapi FH dengan
pola grading up dan keturunannya lazim disebut sapi PFH.
4.3.4 Sapi Brahman
Sapi Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu. Di
Amerika sapi ini dikembangkan cukup pesat karena pola pemeliharaan dan sistem
perkawinan yang terkontrol, sehingga penampilan beberapa parameter produksinya
melebihi penampilan produksi di negara asalnya. Sapi Brahman mampu beradaptasi
dengan lingkungan yang baru dan tahan gigitan caplak. Pertumbuhan sapi Brahman
sangat cepat. Hal ini yang menyebabkan sapi ini menjadi primadona sapi potong untuk
negara-negara tropis.
4.3.5 Sapi Madura
Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Bos Sandoicus dan Bos Indicus
yang tumbuh dan berkembang di Madura. Sapi yang berpunuk ini dikenal dengan sapi
jawa asli dengan warna kuning hingga merah bata. Terkadang terdapat warna putih pada
moncong, ekor dan kaki bawah. Warna hitam terdapat pada telinga dan bulu ekor.
Penyebaran sapi Madura telah mengalami erosi genetis, sehingga penampilan produksi
yang diukur dari pertambahan berat.
Jenis-jenis sapi di Balai Inseminasi Buatan (BIB)
Di Balai Inseminasi Buatan ada 7 jenis sapi, yaitu :
1. Sapi hitam di panggung simental
2. Cokelat semua li mosin
3. Hitam putih Vresen Holenstain (VH)
4. Hitam Angus
5. Krem jenis Brahman Denole
6. Kopi susu jerse
7. Ongole krem pipih pantat
Tidak hanya sapi yang diproduksi di Balai Inseminasi Buatan, tetapi juga
memproduksi :
Kerbau burah (bule item) bonga
Kambing dan domba
Kuda (sekarang tidak dikembangkan lagi)
Makanan sapi yang ada di BIB diantaranya rumput gajah, rumput Afrika, dan konsentrat
(dedak, jagung, tepung, ikan, darah mineral dan tulang). Sapi di BIB tidak boleh terlalu
gemuk apabila akan diinseminasi karena genetik sapi harus murni. Selain itu, untuk
makanan sapi harus ditambahkan protein sebanyak 24%.
4.5
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny
test).
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Karya tulis dalam tugas sekolah lintas mata pelajaran ini sangat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis, khususnya di bidang Inseminasi Buatan pada
sapi. Dengan adanya kegiatan penelitian pada Inseminasi Buatan pada sapi ini dapat
memahami cara reproduksi sapi. Menambah wawasan ilmu pengetahuan , dan juga
memenuhi tugas lintas mata pelajaran di sekolah.
Untuk itu dalam hal ini penulis menyusun karya tulis ini sebagai tolak ukur negara kita
dalam hal Inseminasi Buatan pada sapi yang dilakukan di Lembang, Bandung. In isangat
berpengaruh untuk pemasukan kas negara atau keuangan negara. Selain itu juga untuk
memenuhi bibit ternak sapi unggul yang selalu mengimpor dari negara lain. Selain hal
tersebut juga dapat memajukan Indonesia, mensejahterakan warga Indonesia khususnya
di bidang peternakan, Inseminasi pada sapi.
5.2.
Saran
Sebelumnya penulis minta maaf kepada khalayak yang bersangkutan yakni Balai
Inseminasi Buatan (BIB). Penulis sangat yakin jikalau BIB ini maju maka apa yang
dibutuhkan negara kita dalam hal pembibitan ternak sapi unggul, pembuatan semen beku
ini dapat berbuah hasil yang diinginkan yaitu memperoleh keuntungan.
Kelancaran yang dilakukan selama beberapa tahun yaitu dari tahun 1976 sampai sekarang
ini adalah karena berkat kerja keras, usaha atau upaya, saling kerja sama yang dilakukan
oleh para karyawan kompak, disiplin dan pantang menyerah dalam menghadapi
hambatan dan rintangan, sehingga membuahkan hasil yang memuaskan.
Selain itu dengan apa yang dikaji, digali dan dipelajari apa yang didapat di BIB ini,
penulis sangat berharap jikalau penulis berhasil dalam pendidikannya maka akan dengan
berat hati, BIB bersedia menerima sebagai karyawan di BIB tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi, Edi, dkk. Sigap Biologi 2B. Bandung : CV. Karya Iptek
Kusumaatmaja. Muhamad. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis.
Akhyar, Moh Salman, 2003. Biologi Untuk SMA Kelas 1. Bandung : Grafindo Media
Pratama.
Agustini, Dewi. 2002. Bioteknologi. Bandung : PPG Tertulis.
BALAI INSEMINASI BUATAN. Lembang, Bandung.
Bearden, HJ and Fuquay JW, 1984. Applied Animal Reproduction. 2ndEdition. Reston
Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company. Reston. Virginia.
Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamons Artificial Insemination of Sheep and
Goats. Butterworths. Sydney.
Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In Reproduction in Farm Animal 4thEdition.
Hafez, E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger. Philadelpia.
Hafez ESE, 1993. Reproduction in Farm Animai. 6th Edition. Lea and Febiger.
Philadelpia
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
, 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.