Anda di halaman 1dari 8

Variabel-variabel yang Memengaruhi Anak Putus Sekolah

Jenjang SD dan SMP di Provinsi Jawa Barat

1.1

Latar Belakang
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran


dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2002). Pendidikan merupakan unsur utama dalam
membangun sebuah bangsa. Dengan pendidikan suatu bangsa dapat berkembang
menjadi bangsa yang maju dan tercapai kesejahteraan nasional. Pendidikan
merupakan bagian dari upaya untuk memampukan setiap insan untuk
mengembangkan potensi dirinya agar tumbuh menjadi manusia yang tangguh dan
berkarakter serta berkehidupan sosial yang sehat. Era globalisasi menuntut
seseorang untuk

terus

mengembangkan

potensi

dirinya

sesuai

dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sampai saat ini kenyataannya


bahwa belum ada cara yang lebih baik dalam upaya peningkatkan kualitas sumber
daya manusia selain dengan melalui pendidikan, hanya dengan melalui
pendidikanlah satu -satunya alat agar manusia dapat menigkatkan kemampuannya.
Dalam UUD 1945 pendidikan menjadi hak dasar dari setiap warga negara
Indonesia. Pasal 28C ayat (1) menyatakan Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Selain itu
juga, Pasal 31 ayat (1) menyatakan Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. Pasal 31 ayat (1) diatas segera diikuti oleh pasal 31 ayat (2) yang
menyatakan Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Selanjutnya Pasal 31 ayat (3) menyatakan
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Sejak tahun 2000, Indonesia ikut berpartisipasi dalam suatu program dunia
yang disebut Millenium Development Goals (MDGs). MDGs dilaksanakan selama

15 tahun dan sejatinya akan berakhir pada tahun 2015. Dari delapan tujuan yang
akan dicapai, salah satu diantaranya yang akan disorot adalah pada tujuan kedua
yaitu mencapai pendidikan dasar untuk semua, dengan target memastikan pada
2015 semua anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan
seluruh pendidikan dasar.
Pendidikan dasar di Indonesia adalah pendidikan umum yang lamanya 9
tahun diselenggarakan selama 6 tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI/Sederajat) dan 3 tahun di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTS/Sederajat). Berdasarkan pasal 17 UU RI No. 20 tahun
2003 menerangkan bahwa:
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah
(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP)
dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Namun, sejak diberlakukan tahun 1994 tentu masih terdapat kekurangan
selama pelaksanaannya. Adanya tanggapan bahwa wajib belajar 9 tahun dinilai
belum sepenuhnya gratis sehingga masih cukup banyaknya angka putus sekolah di
beberapa provinsi di Indonesia, salah satunya adalah Jawa Barat. Selain itu wajib
belajar 9 tahun saat ini sudah dinilai tidak relevan karena tuntutan dunia kerja saat
ini adalah lulusan harus minimal SMA atau sederajat. Sehingga terdapat wacana
pengubahan wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan menganggarkan Rp 7,9 triliun untuk
menunjang program wajib belajar 12 tahun pada 2016. Program wajib belajar 12
tahun juga kesinambungan dari program pemerintah sebelumnya yaitu wajib belajar
9 tahun, yang disebut program pendidikan universal. Program ini memberikan
kesempatan kepada rakyat untuk mendapat pendidikan berkualitas dan difasilitasi
pemerintah, meski pembiayaan ditanggung pemerintah pusat dan daerah, juga
masyarakat. Target saat itu, angka partisipasi pendidikan menengah 97 persen pada
2020.

Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu
lembaga pendidikan tempat dia belajar. Artinya adalah terlantarnya anak dari
sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah
satunya kondisi ekonomi keluarga yang tidak memadai (Musfiqon, 2007: 19).
Semakin tinggi angka putus sekolah menggambarkan kondisi pendidikan yang
tidak baik dan tidak merata. Begitu sebaliknya jika angka putus sekolah semakin
kecil maka kondisi pendidikan di suatu wilayah semakin baik.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang
jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Termasuk juga ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan
umum, program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam
waktu yang terus menerus. Pendidikan formal memiliki keunggulan memiliki
keunggulan untuk mengembangkan individu karena sekolah mampu menciptakan
suasana yang merangsang aspek kognitif, afektif, dan motorik individu. Melalui
pendidikan di sekolah individu tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga
mengembangkan kepribadian (Curtis dan Boultwood dalam Guritaningsih, 1993).
Salah satu dari indikator mencapai pendidikan dasar untuk semua adalah
Angka Partisipasi Murni (APM) SD dan SMP. APM menunjukkan partisipasi
sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. APM merupakan
indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Bila
dibandingkan Angka Partisipasi Kasar (APK), APM merupakan indikator daya
serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia
standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. APM di suatu
jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk usia
sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang
berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut.

Tabel 1. Angka Partisipasi Murni Jenjang SD dan SMP Berdasarkan


Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2013
Tahun
2010
2011
2012
2013

DKI
SD SMP
94,59 71,9
90,26 69,6
90,48 70,3
96,07 75,4

Jabar
SD SMP
95,0 68,4
92,2 69,8
93,4 73,5
97,0 76,7

Banten
SD SMP
94,7 60,3
92,4 71,0
93,6 73,7
96,2 78,1

Jateng
SD SMP
95,9 69,9
90,2 69,9
92,0 72,5
95,6 74,9

DIY
SD SMP
94,7 75,55
92,0 69,48
96,1 72,44
98,7 75,64

Jatim
SD SMP
95,6 70,1
91,9 71,7
92,9 74,4
96,1 77,3

Sumber : bps.go.id
Bila dicermati lebih dalam lagi Angka Partisipasi Murni 6 Provinsi di Pulau
Jawa cenderung fluktuatif. Provinsi Jawa Barat tergolong tinggi dalam hal APM
baik untuk jenjang SD maupun jenjang SMP bila dibanding dengan Provinsi DKI,
Banten, dan Jawa Tengah. Untuk APM SD di Provinsi Jawa Barat cenderung
mengalami penurunan pada tahun 2011-2012 dan justru mencapai puncaknya pada
tahun 2013. Untuk jenjang SMP Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun APM
mengalami peningkatan.
Tabel 2. Jumlah Anak Putus Sekolah Jenjang SD dan SMP Berdasarkan
Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2008-2011
Tahun
2008
2009
2010
2011

DKI
SD SMP
14341 2510
13642 5641
11877 1951
6160 2033

Jabar
SD
SMP
66876 38779
64774 75416
64187 31282
34870 23903

Jateng
SD SMP
35629 18780
35658 8000
35280 6161
27558 7586

DIY
SD SMP
3005 1726
3210 328
3118 300
2141 464

Jatim
SD
SMP
34990 15769
35812 16618
34752 13218
26942 14783

Banten
SD
SMP
14284
5304
13399 18132
13892
4439
11540
8965

Sumber: data.go.id
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penyumbang anak putus sekolah
terbanyak di Pulau Jawa mulai dari jenjang SD maupun jenjang SMP. Pada tabel 2
di atas terlihat dari tahun 2008-2010 Provinsi Jawa Barat selalu menjadi
penyumbang terbanyak anak putus sekolah untuk jenjang SD. Tidak jauh berbeda
dengan jenjang SD, jenjang SMP di Provinsi Jawa Barat juga menjadi penyumbang
terbesar anak putus sekolah di pulau Jawa.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010 penduduk provinsi Jawa Barat sebnyak
43.053.732 orang. Namun masih ada sekitar 95.469 penduduk Jawa Barat jenjang
SD dan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan dasarnya. Angka ini masih

tergolong cukup tinggi bila melihat potensi Provinsi Jawa Barat dilihat dari fasilitas
dan sarana pendidikan yang ada.
Ada banyak faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi putus sekolah.
Besarnya angka putus sekolah diduga dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti
sosial, ekonomi, demografi, dan budaya. Berbagai cara telah dilakukan pemerintah
sejak 1994 untuk mensukseskan Program Wajib Belajar 9 tahun, bahkan
pemerintah akan mengupdate program ini menjadi Wajib Belajar 12 tahun. Namun
sebelum pemerintah hendak mencanangkan program baru tersebut, hendaknya
perlu dilihat terlebih dahulu angka putus sekolah masyarakat di Pulau Jawa dimana
mayoritas penduduk Indonesia adalah di pulau ini masih cukup tinggi.
Oleh karena itu perlu dicari akar pemasalahan putus sekolah di salah satu
provinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa Barat. Hal ini yang menjadi topik penelitian yaitu
variabel-variabel yang memengaruhi anak putus sekolah jenjang SD dan SMP di
Provinsi Jawa Barat.

1.2

Identifikasi dan Batasan Masalah


Secara sederhana anak putus sekolah adalah anak yang tidak dapat

melanjutkan jenjang sekolahnya sampai tamat oleh karena kekurangan biaya dan
hal-hal lainnya. Anak putus sekolah (drop out) adalah anak yang keluar dari suatu
system pendidikanya sebelum meraka menamatkan sesuai dengan jenjang
persekolahanya tersebut. (A. Muri Yusuf, 1982 : 18)
Tahun 2015 adalah tahun terakhir pelaksanaan dan realisasi dari taregt
MDGs. Indonesia bersama 188 negara lainnya menandatangani deklarasi
milenium ini pada September 2000. Target umumnya adalah tercapainya
kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah salah satu tujuan dari MDGs yaitu mencapai
pendidikan dasar untuk semua. Namun angka putus sekolah yang masih tinggi di
beberapa wilayah Indonesia mengindikasikan bahwa target dari MDGs ini masih
belum tercapai sepenuhnya. Padahal jauh sebelum deklarasi tersebut Indonesia
telah menjalankan program wajar 9 tahun. Namun, 21 tahun program tersebut
berjalan nyatanya masih banyak anak Indonesia yang tidak melanjutkan pendidikan
dasarnya, salah satunya di Provinsi Jawa Barat.

Pulau Jawa adalah pulau terluas ke-5 di Indonesia dan merupakan terluas
ke-13 di dunia. Pulau Jawa dihuni oleh 60% penduduk Indonesia atau sekitar 137
juta orang ada di pulau Jawa dimana jumlah penduduk tertinggi ada di Provinsi
Jawa Barat yaitu sebesar 43.053.732. Dengan jumlah penduduk yang banyak ini
pula akan meningkatkan potensi angka potensi putus sekolah yang tinggi.
Berdasarkan urian di atas, untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang
terlalu luas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun batasan
masalah tersebut adalah sebagai berikut.
a.

Ruang lingkup penelitian adalah seluruh penduduk di Provinsi Jawa Barat


jenjang pendidikan SD dan SMP yang mengalami putus sekolah

b.

Varibel-variabel yang diduga memengaruhi anak putus sekolah adalah berasal


dari faktor sosial ekonomi (pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua, status
kemiskinan, jenis lapangan usah kepala rumah tangga), faktor pendidikan
(jarak ke sekolah, rasio siswa guru), faktor demografi (urutan lahir, jumlah
anggota rumah tangga, kelengkapan orangtua), faktor ekonomi dan faktor
budaya.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran rumah tangga yang anggotanya memiliki anak
putus sekolah jenjang SD dan SMP di Provinsi Jawa Barat?
2. Variabel-varibel apa saja yang memengaruhi anak putus sekolah jenjang
SD dan SMP di Provinsi Jawa Barat?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui karakteristik rumah tangga yang anggotanya
memiliki anak putus sekolah jenjang SD dan SMP di Provinsi Jawa
Barat

2. Untuk mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi anak putus


sekolah jenjang SD dan SMP di Provinsi Jawa Barat

1.5

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai sarana evaluasi dan masukan untuk Pemda Provinsi Jawa Barat
dalam hal penyusunan kebijakan pendidikan untuk menurunkan angka
putus sekolah jenjang SD dan SMP di Jawa Barat
2. Manfaat bagi BPS Pusat maupun BPS Provinsi Jawa Barat, sebagai
referensi dalam statistik pendidikan Indonesia khususnya angka putus
sekolah
3. Manfaat bagi peneliti, sebagai masukan dan referensi untuk penelitian
selanjutnya di bidang pendidikan

1.6 Sistematika Penelitian


BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan megenai latar belakang, identifikasi dan
batasan masalah, tujuan, manfaat, serta sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
Bab ini berisi tentang kajian teori, penelitian terkait, kerngka pikir,
dan hipotesis yang digunakan dalam penelitian.
BAB III METODOLOGI
Bab ini menjelaskan tentang ruang lingkup penelitian, metode
pengumpulan data, dan metode analisis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian baik berupa tabel, grafik, dan
output untuk mencapai tujuan penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran terkait hasil dan tujuan
penelitian yang dicapai

Tugas Proposal Penelitian Mata Kuliah Metode Penelitian


Nama

: Anggoro Rahmadi

NIM

: 13.7497

Absen/Kelas

: 05/3SK2

Dosen

: Ir. Agus Purwoto, M.Si.

Anda mungkin juga menyukai