PENYAKIT degeneratif menunjukkan jumlah peningkatan di seluruh dunia, tak
terkecuali Indonesia. Beruntung, Indonesia menjadi salah satu negara yang diikutsertakan untuk ambil bagian dalam program REACH (Reduction of Atherothrombosis for Continued Health) Registry, sebuah program terpadu dari 35 negara agar penyakit tersebut tidak menjadi bom waktu di kemudian hari. REACH Registry yang didanai oleh perusahaan farmasi Prancis Sanofi Synthelabo ini akan melibatkan 50.000 pasien di seluruh dunia. Menurut Prof Dr dr Bambang Sutrisna MHSc, koordinator REACH Registry wilayah Indonesia, sejak akhir Januari lalu pelaksanaan REACH Registry dimulai dan akan berakhir 2005. "REACH Registry ini akan mendata pasien-pasien yang menderita gangguan aterotrombosis di wilayah Indonesia. Indonesia mendapatkan kehormatan untuk melakukan penelitian ini dengan melibatkan sekitar 500 sampai 600 pasien." Untuk menjadi objek penelitian ini memang harus memenuhi beberapa persyaratan. Menurut Prof Bambang yang juga Ketua Program Studi Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, pasien harus berusia di atas 45 tahun dan memiliki riwayat gangguan aterotrombosis. "Harus memenuhi kriteria empat besar penyakit seperti stroke, serangan jantung, atau penyakit jantung koroner atau penyakit pembuluh darah perifer yang ada di kaki. Atau, bisa juga salah satu dari gejala tertentu dengan usia di atas 60 tahun memiliki riwayat hipertensi, hiperkolestrolimia, diabetes, gangguan pembekuan darah, kurang gerak, atau tidak berolahraga." Syarat lain yang wajib dipenuhi adalah pasien tersebut sedang menjalani berobat jalan atau berobat ke dokter umum dan pasien sedang tidak terlibat penelitian lain. "Pasien pun harus bersedia berpartisipasi dalam penelitian yang berlangsung selama dua tahun." Prof Bambang menambahkan penyakit yang diderita pasien bisa yang berat atau ringan. "Jadi kalau berobat jalan tidak harus kondisi penyakit ringan. Pasien yang baru saja operasi bypass, kemudian berobat jalan bisa dilibatkan dalam penelitian ini. Intinya pasien tidak boleh dirawat di rumah sakit." Jumlah pasien yang akan diteliti tidak memandang gender karena pada usia 50 tahun ke atas, kondisi kesehatan pria dan wanita sama karena wanita sudah memasuki masa menapouse di mana tubuh tidak lagi diproteksi oleh hormon estrogen. Sekitar 50-60 dokter akan dilibatkan, dengan rincian setiap satu dokter menangani sekitar 12 pasien yang akan dipantau dan ditangani secara intensif selama dua tahun. Para dokter yang terlibat antara lain ahli saraf, ahli jantung, ahli endokrinologi, ahli penyakit dalam, dan dokter umum. "Penanganan pasien di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Di Indonesia, orang sakit langsung merujuk ke dokter spesialis, sedangkan di luar negeri ditangani oleh dokter umum. Oleh sebab itu, jumlah dokter spesialis di luar negeri lebih sedikit dibandingkan dokter umum." REACH Registry merupakan penelitian yang banyak manfaatnya, karena masing-masing bagian mendapatkan hal-hal yang baru. "Dari sisi pasien, ia akan tahu bahwa dirinya memiliki penyakit gangguan aterotrombosis. Pasien jauh lebih peduli bagaimana mengatasi penyakit ini. Para dokter pun akan lebih agresif dalam menangani pasien tersebut agar kondisi si pasien tidak semakin buruk. Para dokter pun akan berupaya untuk mengurangi penyakit degeneratif ini karena mereka secara intensif telah memantau si pasien selama dua tahun." Dari segi ilmu pengetahuan, REACH Registry merupakan penelitian epidemiologi cukup besar di seluruh dunia dan bisa menjadi cerminan kondisi kesehatan penduduk dunia. Dalam penelitian nanti, para dokter akan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara komprehensif tentang diri pasien dan penyakitnya. Satu tahun kemudian dilanjutkan dengan faktor-faktor risiko secara menyeluruh. "Penelitian ini bukan medical trial tetapi pendataan apa adanya. Jadi, tidak ada intervensi medis, kendati dokter tidak dibatasi untuk berkreasi bagaimana mereduksi aterotrombosis. Penelitian ini juga mencatat masalah kematian akibat aterotrombosis. Hasilnya nanti bisa menjadi cerminan kualitas masyarakat Indonesia karena data ini menggambarkan apa adanya kondisi si pasien," ujar Prof Bambang. Terpilihnya Indonesia masuk ke dalam REACH Registry ini tidak lepas pula dari hasil penelitian dari studi epidemiologi yang menunjukkan penyakit degeneratif di Indonesia tumbuh cepat. Dari hasil penelitian yang dilakukan Program Studi Epidemiologi FKMUI 2003 terhadap 4.436 orang yang tinggal di 11 provinsi hasilnya cukup meningkat. Sebelas provinsi ini antara lain Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Prof Bambang menambahkan, adapun penelitian yang dilakukan peneliti lain seperti hasil penelitian Pilot Proyek Penanggulangan Penyakit Jantung Nasional pada Masyarakat (Monica) Jakarta menunjukkan prevalensi hiperkolesterolemia pada 2000 lalu sebesar 15,7% dan total kolesterol sebesar 208,91. "Padahal, kolesterol yang normal harus di bawah 200 tetapi di sini menunjukkan lebih dari 200, sedangkan persentase lemak terhadap suplai total energi pada 1995 sebesar 10,7%, maka pada 1998 mencapai 17,6%. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga menunjukkan 1985 penderita kardiovaskular mencapai 5,9%, pada 1997 mencapai 19%." Tentunya tak kalah memprihatinkan saat ini anak-anak telah mengalami obesitas ataupun kelebihan berat badan serta kebiasaan merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti H Kalim menunjukkan sebanyak 53% pelajar pria dan 2,2% pelajar wanita berusia 15-19 tahun merokok. "Bila ini tidak ditangani dengan segera, saya yakin akan menjadi bom waktu karena biaya kesehatan semakin mahal dan beban yang ditanggung tidak hanya masyarakat saja, tetapi juga pemerintah." (Nda/V-1)
[Non-text portions of this message have been removed]