Anda di halaman 1dari 3

http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?

id=2004020323442203

Kalau tidak Diatasi, akan Jadi Bom Waktu

PENYAKIT degeneratif menunjukkan jumlah peningkatan di seluruh dunia, tak


terkecuali Indonesia. Beruntung, Indonesia menjadi salah satu negara yang
diikutsertakan untuk ambil bagian dalam program REACH (Reduction of
Atherothrombosis for Continued Health) Registry, sebuah program terpadu
dari 35 negara agar penyakit tersebut tidak menjadi bom waktu di kemudian hari.
REACH Registry yang didanai oleh perusahaan farmasi Prancis Sanofi
Synthelabo ini akan melibatkan 50.000 pasien di seluruh dunia. Menurut Prof
Dr dr Bambang Sutrisna MHSc, koordinator REACH Registry wilayah Indonesia,
sejak akhir Januari lalu pelaksanaan REACH Registry dimulai dan akan
berakhir 2005. "REACH Registry ini akan mendata pasien-pasien yang
menderita gangguan aterotrombosis di wilayah Indonesia. Indonesia
mendapatkan kehormatan untuk melakukan penelitian ini dengan melibatkan
sekitar 500 sampai 600 pasien."
Untuk menjadi objek penelitian ini memang harus memenuhi beberapa
persyaratan. Menurut Prof Bambang yang juga Ketua Program Studi
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, pasien harus berusia di atas
45 tahun dan memiliki riwayat gangguan aterotrombosis. "Harus memenuhi
kriteria empat besar penyakit seperti stroke, serangan jantung, atau
penyakit jantung koroner atau penyakit pembuluh darah perifer yang ada di
kaki. Atau, bisa juga salah satu dari gejala tertentu dengan usia di atas
60 tahun memiliki riwayat hipertensi, hiperkolestrolimia, diabetes,
gangguan pembekuan darah, kurang gerak, atau tidak berolahraga."
Syarat lain yang wajib dipenuhi adalah pasien tersebut sedang menjalani
berobat jalan atau berobat ke dokter umum dan pasien sedang tidak terlibat
penelitian lain. "Pasien pun harus bersedia berpartisipasi dalam penelitian
yang berlangsung selama dua tahun."
Prof Bambang menambahkan penyakit yang diderita pasien bisa yang berat atau
ringan. "Jadi kalau berobat jalan tidak harus kondisi penyakit ringan.
Pasien yang baru saja operasi bypass, kemudian berobat jalan bisa
dilibatkan dalam penelitian ini. Intinya pasien tidak boleh dirawat di
rumah sakit."
Jumlah pasien yang akan diteliti tidak memandang gender karena pada usia 50
tahun ke atas, kondisi kesehatan pria dan wanita sama karena wanita sudah
memasuki masa menapouse di mana tubuh tidak lagi diproteksi oleh hormon
estrogen.
Sekitar 50-60 dokter akan dilibatkan, dengan rincian setiap satu dokter
menangani sekitar 12 pasien yang akan dipantau dan ditangani secara
intensif selama dua tahun. Para dokter yang terlibat antara lain ahli
saraf, ahli jantung, ahli endokrinologi, ahli penyakit dalam, dan dokter
umum. "Penanganan pasien di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Di
Indonesia, orang sakit langsung merujuk ke dokter spesialis, sedangkan di
luar negeri ditangani oleh dokter umum. Oleh sebab itu, jumlah dokter
spesialis di luar negeri lebih sedikit dibandingkan dokter umum."
REACH Registry merupakan penelitian yang banyak manfaatnya, karena
masing-masing bagian mendapatkan hal-hal yang baru. "Dari sisi pasien, ia
akan tahu bahwa dirinya memiliki penyakit gangguan aterotrombosis. Pasien
jauh lebih peduli bagaimana mengatasi penyakit ini. Para dokter pun akan
lebih agresif dalam menangani pasien tersebut agar kondisi si pasien tidak
semakin buruk. Para dokter pun akan berupaya untuk mengurangi penyakit
degeneratif ini karena mereka secara intensif telah memantau si pasien
selama dua tahun."
Dari segi ilmu pengetahuan, REACH Registry merupakan penelitian
epidemiologi cukup besar di seluruh dunia dan bisa menjadi cerminan kondisi
kesehatan penduduk dunia. Dalam penelitian nanti, para dokter akan
memberikan pertanyaan-pertanyaan secara komprehensif tentang diri pasien
dan penyakitnya. Satu tahun kemudian dilanjutkan dengan faktor-faktor
risiko secara menyeluruh.
"Penelitian ini bukan medical trial tetapi pendataan apa adanya. Jadi,
tidak ada intervensi medis, kendati dokter tidak dibatasi untuk berkreasi
bagaimana mereduksi aterotrombosis. Penelitian ini juga mencatat masalah
kematian akibat aterotrombosis. Hasilnya nanti bisa menjadi cerminan
kualitas masyarakat Indonesia karena data ini menggambarkan apa adanya
kondisi si pasien," ujar Prof Bambang.
Terpilihnya Indonesia masuk ke dalam REACH Registry ini tidak lepas pula
dari hasil penelitian dari studi epidemiologi yang menunjukkan penyakit
degeneratif di Indonesia tumbuh cepat. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Program Studi Epidemiologi FKMUI 2003 terhadap 4.436 orang yang tinggal di
11 provinsi hasilnya cukup meningkat. Sebelas provinsi ini antara lain
Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, dan
Sulawesi Tengah.
Prof Bambang menambahkan, adapun penelitian yang dilakukan peneliti lain
seperti hasil penelitian Pilot Proyek Penanggulangan Penyakit Jantung
Nasional pada Masyarakat (Monica) Jakarta menunjukkan prevalensi
hiperkolesterolemia pada 2000 lalu sebesar 15,7% dan total kolesterol
sebesar 208,91. "Padahal, kolesterol yang normal harus di bawah 200 tetapi
di sini menunjukkan lebih dari 200, sedangkan persentase lemak terhadap
suplai total energi pada 1995 sebesar 10,7%, maka pada 1998 mencapai 17,6%.
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga menunjukkan 1985 penderita
kardiovaskular mencapai 5,9%, pada 1997 mencapai 19%."
Tentunya tak kalah memprihatinkan saat ini anak-anak telah mengalami
obesitas ataupun kelebihan berat badan serta kebiasaan merokok. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan peneliti H Kalim menunjukkan sebanyak 53% pelajar
pria dan 2,2% pelajar wanita berusia 15-19 tahun merokok. "Bila ini tidak
ditangani dengan segera, saya yakin akan menjadi bom waktu karena biaya
kesehatan semakin mahal dan beban yang ditanggung tidak hanya masyarakat
saja, tetapi juga pemerintah." (Nda/V-1)

[Non-text portions of this message have been removed]

Anda mungkin juga menyukai