Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL FILSAFAT KEFARMASIAN

FARMASI DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.
5.

SITI NUR AZIZAH H.


DWI AFTIANINGSIH
PERGIWATI DEWI R.
DANIAR AULIA F.
ALVIN ASIATUL H.

(152210101127)
(152210101131)
(152210101137)
(152210101139)
(152210101141)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

FARMASI DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan hadir kembali di tengah-tengah


perkembangan IPTEK yang telah begitu plural. Adapun kepentingan yang begitu
mendesak ini adalah meluruskan arah proses perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya arah pemanfaatannya.
Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu bidang studi mengenai ilmu
pengetahuan. Hal ini, karena filsafat itu adalah ilmu pengetahuan yang selalu
mencari

hakekat,

berarti

filsafat

ilmu

pengetahuan

berusaha

mencari

keseragaman daripada keanekaragaman ilmu pengetahuan.


Farmasi sebagai seni dan ilmu dalam penyediaan obat dari bahan alam,
dan bahan sintetis yang sesuai untuk didistribusikan, dan digunakan dalam
pengobatan dan pencegahan penyakit, hadir di tengah-tengah pluralitas ilmu
pengetahuan. Kehadirannya sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang teoritis
sampai pada yang praktis teknologis diharapkan senantiasa mengalami
pencerahan sesuai tujuan awal dari keberadaannya.
Melihat adanya fenomena yang di dalam proses perkembangannya,
farmasi mengalami pergeseran nilai, sehingga diperlukan sebuah rekonstruksi
dalam perspektif filsafat ilmu pengetahuan.
A. Farmasi dalam paradigma ontologism
Sudah menjadi pendapat umum bahwa filsafat adalah induk/ibu
dari segala macam ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa ilmu pengetahuan pada mulanya hanya ada satu yaitu filsafat. Akan
tetapi karena filsafat yang memang hanya mempersoalkan hal-hal yang
umum, abstrak dan universal, maka ia semakin tidak mampu menjawab
persoalan-persoalan hidup yang konkret, positif praktis dan pragmatis.
Melihat kenyataan di atas, berkembang berbagai jenis ilmu
pengetahuan khusus menurut objek studinya masing-masing, seperti ilmu

pengetahuan humaniora, ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan


agama, dan ilmu pengetahuan alam. Sedangkan secara kualitatif jenis-jenis
ilmu pengetahuan itu berkembang sifatnya mulai dari yang teoritis sampai
pada yang praktis teknologis.
Farmasi ditinjau dari kelahirannya hingga perkembangannya tidak
dapat dilepaskan dari kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan
secara universal yang pondasinya dibangun oleh dua entitas, yakni filsafat
moral dan filsafat alam.
Filsafat moral melahirkan Behavior Sciences atau ilmu-ilmu
tentang prilaku manusia. Oleh karena manusia itu memang merupakan
objek istimewa bagi penyelidikannya sendiri, maka mungkin juga
diselidiki dari sudut tingkah lakunya, bukanlah tindakan yang sesuai
dengan tingkah yang lain-lain yang bukan manusia, melainkan yang
khusus bagi manusia, yaitu tindakan-tindakan yang terdorong oleh
kehendaknya diterangi oleh budinya (moralnya).
Sedangkan dalam filsafat alam (cosmologia), menyelidiki alam ini,
yang oleh filsafat alam dicari inti alam itu, apakah sebenarnya alam itu,
apakah sebenarnya isi alam pada umumnya, dan apa hubungannya satu
sama lain serta hubungannya dengan ada-mutlak. Alam ini merupakan ada
yang tidak mutlak, karena adanya tidak dengan niscaya. Segala isi alam
dengan adanya sendiri itu mungkin banyak tak ada. Tetapi dalam alam itu
adalah sesuatu yang mempunyai kedudukan istimewa, yang menyelidiki
semua itu : Manusia (Human Being).
Penyelidikan terhadap alam melahirkan berbagai cabang ilmu ke
dalam ilmu-ilmu sebagai Pure Sciences yakni Fisika, Biologi, Kimia, dan
Matematika. Keempat ilmu alam itu merupakan kerangka dasar yang
membangun ilmu-ilmu terapan yang berbasis kealaman seperti ilmu
kesehatan, ilmu teknik, ilmu pertanian, dan lain sebagainya.

Farmasi ditinjau dari objek materinya, memiliki kerangka dasar


dari ilmu-ilmu alam; Kimia, Biologi, Fisika dan Matematika. Sedangkan
ilmu farmasi ditinjau dari objek formalnya merupakan ruang lingkup dari
ilmu-ilmu kesehatan. Secara historis ilmu farmasi dikembangkan
dari medical sciences, yang berdasarkan kebutuhan yang mendesak
perlunya pemisahan ilmu farmasi sebagai ilmu pengobatan dari ilmu
kedokteran sebagai ilmu tentang diagnosis.
Adalah Hipocrates (460-357 SM) yang merupakan peletak dasar
ilmu kedokteran mencetuskan ide pemilahan farmasi dari kedokteran
dengan mencetukan simbol farmasi dan kedokteran secara terpisah.
Namun yang sangat mengesankan, dan telah dijadikan tonggak kelahiran
farmasi adalah ketika Kaisar Frederik II pada tahun 1240 mengeluarkan
undang-undang negara tentang pemisahan farmasi dari kedokteran yang
diajarkan dan dipraktekkan secara terpisah.
Ilmu farmasi pada perkembangan selanjutnya mengadopsi tidak
hanya ilmu kimia, biologi, fisika, dan matematika, melainkan termasuk
pula dari ilmu-ilmu terapan seperti pertanian, teknik, ilmu kesehatan,
bahkan dari behavior science.

B. Farmasi dalam paradigma epistemology


Secara umum farmasi terdiri dari farmasi teoritis dan farmasi
praktis. Farmasi secara teoritis dibangun oleh beberapa cabang ilmu
pengetahuan, yang secara garis besarnya terdiri dari farmasi fisika, kimia
farmasi, biofarmasetika, dan farmasi sosial. Selanjutnya farmasi praktis
terdiri dari dua bagian besar yakni farmasi industri, dan farmasi pelayanan.
Pertama, Farmasi Industri adalah ruang lingkup penerapan ilmuilmu farmasi teoritis, dan tempat pengabdian bagi ahli-ahli farmasi
(farmasis) yang berorientasi pada produksi bahan baku obat, dan obat jadi,

dan perkembangan selanjutnya juga meliputi kosmetika dan makananminuman. Dalam farmasi dikenal adanya industri farmasi yang
menghasilkan produk farmasi moderen yang bahan bakunya merupakan
bahan baku sintetis, dan industri obat tradisional yang memproduksi obatobatan dengan menggunakan bahan alam sebagai bahan baku yang
menghasilkan obat Fitofarmaka, baik industri farmasi maupun industri
obat tradisional kesemuanya berorientasi pada produk farmasi berkualitas,
yakni aman, manjur, harga terjangkau dan tidak merusak ekosistem
lingkungan ekologis.
Kedua, Farmasi Pelayanan yakni pengabdian disiplin ilmu farmasi
(farmasis/apoteker) pada unit-unit pelayanan kesehatan (apotek, rumah
sakit, badan pengawasan, dan unit-unit kesehatan lainnya).
Pengabdian farmasis/apoteker pada farmasi pelayanan meliputi
distribusi obat-obatan dari industri farmasi hingga ke unit-unit pelayanan
kesehatan, pelayanan informasi obat terhadap masyarakat dan tenagatenaga paramedis, dan monitoring penggunaan obat oleh masyarakat dan
terhadap penderita (pasien). Peranan farmasis/apoteker di unit-unit
pelayanan kesehatan menjadi sangat penting, dan berorientasi pada
pemberian obat rasional empirik, yakni pemberian obat yang tepat dosis,
tepat pasien, tepat indikasi, dan harga terjangkau.
Farmasi industri dan farmasi pelayanan saling terkait, dan
berinteraksi antara satu sama lain dalam satu orientasi, yakni health
orientation,

untuk

seluruh

lapisan

masyarakat

tanpa

kecuali.

Farmasis/apoteker di dalam menjalankan pengabdiannya di bidang


kefarmasian diikat oleh sebuah etika yang disebut kode etik apoteker
(etika farmasi).

C. Farmasi dalam paradigma etika

Pemberdayaan farmasi dalam bidang pengabdian kesehatan tidak


hanya

terbatas

masyarakat,

pada
tetapi

bagaimana
harus

meningkatkan

bernuansa

derajat

lebih

kesehatan

luas,

yaitu

bagaimanameningkatkan kualitas SDM dan kualits kehidupan, maka


peranan farmasi hendaknya bukan hanya terbatas pada bagaimana
menemukan

obat,

tetapi

jauh

lebih

kedepan

bagaimana

mengembangkannya dan membantu masyarakat agar mereka mau dan


mampu menjaga kesehatannya dengan baik serta menjadikan industri
farmasi dan unit-unit pelayanan kefarmsian sebagai sarana untuk
meningkatkan derajat kehidupan dan penghidupan yang layak bagi
sebagian besar masyarakat dan ummat manusia seluruhnya.
Mengingat

bahwa

tingkat

kemampuan

masyarakat

sangat

bervariasi, selain menyebabkan bervariasinya penyakit yang diderita dan


yang paling penting adalah kemampuan mereka untuk membayar biaya
kesehatan juga sangat bervariasi. Hal ini merupakan tantangan tersendiri
bagi farmasis/apoteker untuk pemberian alternatif obat-obatan yang dapat
memenuhi tuntutan masyarakat sehingga seluruh masyarakat dapat
terlayani dengan baik, terutama masyarakat yang berpendapatan rendah.
Untuk hal tersebut di atas, sangat dibutuhkan kerjasama antara
farmasis/apoteker dengan pihak-pihak terkait (interdisipliner), dan
didukung oleh wawasan luas yang berorientasi pada kesehatan yang
paripurna dan hedonistik, produktif manusiawi, serta berwawasan
lingkungan yang ekologis, bernuansa pada kesejakteraan yang universal.
Dengan perspektif filsafat ilmu pengetahuan maka telaah farmasi
sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan dapat memberikan pencerahan
bagi arah perkembangan farmasi kini dan masa datang. Penyelenggara
pendidikan farmasi memiliki peran yang eksklusif dalam menentukan visi
pengabdian farmasis/apoteker bagi kemaslahatan ummat manusia.
Kurikulum pendidikan farmasi harus segera direvisi yang tidak hanya

melahirkan tenaga ahli dibidang kefarmasian yang berdaya intelektual, tapi


juga berdaya moral.
Farmasis/apoteker yang berdaya intelektual dan berdaya moral
haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan nilai kejujuran dalam
menjalankan profesinya. Setiap keputusan yang diambil, pilihan yang
ditentukan, penilaian yang dibuat hendaknya selalu mengandung dimensi
etika.

Anda mungkin juga menyukai