Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan
efek baik memanaskan atau mendinginkan.
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam.
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka
lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar)
yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer,
2001 : 1911)
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006;1853).
B. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer,
2001;1911). Berikut ini adalah beberapa penyebab luka bakar, antara lain :
a. Panas (misal api, air panas, uap panas)
b. Radiasi
c. Listrik
d. Petir
e. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)
f. Ledakan kompor, udara panas
g. Ledakan ban, bom
h. Sinar matahari
i. Suhu yang sangat rendah (frost bite)
C. PATOFISIOLOGI
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan

hemokonsentrasi. Burn shock (shock Hipovolemik) merupakan komplikasi


yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuiler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan
cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus
turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan
syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan
katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan
frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer
menurunkan curah jantung.
2. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya
volume intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun
mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
3. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik
(tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik
usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi
akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan
vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lampung (dengan
pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses
atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung
atau duodenum (ulkus curling).
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas
gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon
hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya
perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen,
muntah dan aspirasi.
4. Respon Imunologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar.
Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari

organisme yang masuk.Terjadinya gangguan integritas kulit akan


memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam luka.
5. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan
meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan
respon lokal (White, 1993). Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat
panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup
produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti
karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid,
sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi
pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan
akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome). (Smeltzer,
2001, 1913).
Cedera thermis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis, tubular
akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase
awal / akut / syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagi barier, luka yang
sangat mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit luas, terjadi
penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan cairan ini disertai
pengeluaran protein dan energi, sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein
kompleks) yang dapat menimbulkan sirs bahkan sepsis yang menyebabkan
disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru
yang berakhir dengan kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan
akibat luka bakar menyebabkan timbulnya parut yang tidak beraturan
(hipertrofik), kontraktur, deformitas sendi dan sebagainya.
D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan penyebab
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia

d. Laka bakar karena listrik


e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
Kulit kering, hiperemi berupa eritema
Tidak dijumpai bulae
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit
hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara
spontan tanpa pengobatan khusus.
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Dasar luka berwarna

merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
-

kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.


Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa.

Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.


c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
-

dalam.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan.

Tidak dijumpai bulae.


Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering

letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.


Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal

sebagai eskar.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-

ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.


Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi
spontan dari dasar luka.

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga


kategori, yaitu:
a. Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa
-

dan lebih dari 20% pada anak-anak.


Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,

dan perineum.
Terdapat trauma

inhalasi

dan

multiple

injuri

tanpa

memperhitungkan derajat dan luasnya luka.


- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-

20% pada anak-anak.


Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga,

kaki, dan perineum.


c. Luka bakar minor
- Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino
(1991) dan Griglak (1992) adalah : Luka bakar dengan luas
kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 %
pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
- Luka tidak sirkumfer.
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
(Hudak & Gallo, 1996, 542)

E. GEJALA KLINIS
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
- Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
- Tidak dijumpai bullae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
- Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari.
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
-

inflamasi disertai proses eksudasi.


Dijumpai bullae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
diatas kulit normal.

Derajat II dangkal (superficial).


-

Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.


Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea masih utuh.


Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft

Derajat II dalam (deep).


-

Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.


Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea sebagian besar masih utuh.


Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan
operasi penambalan kulit (skin graft).

c. Luka bakar derajat III


- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih
-

dalam.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea mengalami kerusakan.


Tidak dijumpai bulae.

Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering lebih

rendah dibanding kulit sekitar.


Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal

sebagai eskar.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung

saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.


Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
dari dasar luka.

F. ZONA KERUSAKAN
Setiap daerah yang terbakar memiliki tiga zona cedera yaitu :
1. Zona Koagulasi
Daerah sebelah dalam yang langsung mengalami kerusakan akibat
pengaruh panas, terdapat proses koagulasi protein pada luka dan kematian
seluler.
2. Zona Stasis
Daerah yang berada langsung diluar zona koagulasi. Pada daerah ini
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan
leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permebilitas
kapiler dan respon inflamasi lokal.
3. Zona Hiperemia
Daerah diliuar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami
penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua bahkan zona
G.
a.
b.
c.

pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916).


PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi:
Menentukan derajat luka
Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat
Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut

tebal.
d. Mukosa bibir kering
e. Tanda-tanda inflamasi
f. Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
Rule of nine merupakan cara yang tepat untuk menghitunng luas

daerah yang terhadap luas permukaan tubuh.


Metode lund dan Browder

Metode ini lebih tepat dalam memperkirakan luas permukaan


tubuh yang terbakar. Menyatakan bahwa prosentase luka bakar
pada berbagai bagian anatomi, khususnya kepala dan tungkai,

akan berubah menurut pertumbuhan.


Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode
yang dipakai memperkirakan prosentase luka bakar adalah metode
telapak tangan (palm methode). Lebar telapak tangan pesien
kurang lebih sebesar 1 % LPTT.

2. Palpasi
a. Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
b. Suhu pada luka
3. Auskultasi
a. Auskultasi bunyi nafas pada paru
b. Auskultasi bising usus

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap : peningkatan

Ht

awal

menunjukkan

hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.


2. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan
SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada
kehilangan air.
3. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
4. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein.
5. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
6. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
7. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka
bakar listrik.
8. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
9. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
10. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
11. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema
cairan.
12. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya. (Doenges, 2000, 804).

I. PENATALAKSANAAN
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan.
1. Clothing
Singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada
fase cleaning.
2. Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di
bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif

samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar.


Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri)
untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es
menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga

justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.


Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata,

siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih.
Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih

dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.


3. Cleaning
Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan
lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
4. Chemoprophylaxis
Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari
superficial partial-thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial.
Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil,
bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan.
5. Covering

Penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan
lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan
untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan
kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan
lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
6. Comforting
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa :
Paracetamol dan codein (PO-per oral) 20-30mg/kg
Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi

bolus.
Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg.

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya


dari ABC (airway, breathing, Circulation).
Airway and Breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana
jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar,
bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher
membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke
dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang
adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang
lengkap.
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas
luka bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan
intravena (melalui infus) diberikan bilaluas luka bakar >10%. Bila
kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan
merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi
kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi
sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi
perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh
darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal

10

ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan
mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi
organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat,
NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di
dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka
bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland
: 3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance
per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama,
2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg
diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA)
diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya
dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang
diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam.
J. Komplikasi Jangka Panjang
a. Gagal ginjal akut
b. Gagal respirasi akut
c. Syok sirkulasi
d. Sindrom kompartemen
e. Ilius paralitik
f. Ulkus curling

BAB II

11

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
4. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi
cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka
bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon

12

pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung
saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk

mengii;

partikel

karbon

dalam

sputum;

ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera


inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9. Keamanan:
Tanda:
a. Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama
3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.
b. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
c. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
d. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
e. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara
umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
f. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.

13

g. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi


otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
10. Pemeriksaan diagnostik:
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan
dalam

24

jam

pertama

karena

peningkatan

kalium

dapat

menyebabkan henti jantung.


c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas
2. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar
sirkumferensial
3. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak
emosional cedera
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan pertahanan
sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
5. Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan kehilangan
panas

dan

gangguan

pada

mekanisme

pertahanan

kulit

untuk

mempertahankan suhu tubuh


6. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kehilangan akibat evaporasi dari luka
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan katabolisme dam metabolism, kehilangan selera makan.
14

C. INTERVENSI
Rencana Keperawatan
Diagnosa

Tujuan Dan

Intervensi
Rasionalisasi
Kriteria Hasil
Kerusakan
Tujuan:
pasien a. Cukur
rambut a. Untuk
integritas
kulit menunjukkan tandasampai kira-kira 5
menghilangkan
berhubungan
tanda penyembuhan
cm dari tepi luka
reservoir untuk
dengan
cedera luka
dan area sekitar
infeksi
panas
luka dengan segera
b.
Bersihkan
luka b. Untuk
Kriteria hasil: luka
dan kulit sekiarnya
sembuh tanpa tandamenurunkan
dengan
seksama
tanda kerusakan atau
resiko
infeksi
dan angkat debris
inflamasi
dan
untuk
jaringan
yang
meningkatkan
mengalami
proses
devitalisasi
penyembuhan
luka
c. Jaga pasien untuk c. Untuk
tidak menggaruk
mempertahanka
dan mengorek luka
n
proses
penyembuhan
luka
d. Pertahankan
d. Untuk
perawatan luka
menghindari
kerusakan
jaringan
yang
sedang
berepitelisasi
dan bergranulasi
e.
Untuk
e. Diet tinggi kalori
memenuhi
dan protein
kebutuhan
protein
dan
kalori
yang
meningkat
dikarenakan
peningkatan
metabolisme dan
katabolisme.
f. Pantau tanda dan
15

gejala infeksi pada f. Untuk


luka
mematikan
pengenalan dan
g. Balut
jari-jari
terapi yang tepat
tangan dan kaki g. Untuk mencegah
secara terpisah
perlekatan
jaringan akibat
kontak
yang
lama
Resiko perubahan
perfusi jaringan
berhubungan
dengan luka bakar
sirkumferensial

Tujuan:
pasien a. Pantau
dengan a. Untuk
mempertahankan
cermat tanda dan
memastikan
sirkulasi
yang
gejala
kompresi
perfusi sirkulasi
optimal ke daerah
sirkulasi
yang
yang adekuat
distal
pada
berhubungan
ekstremitas
yang
dengan edema
terbakar
Kriteria
perfusi distal
adekuat
ekstremitas
terbakar
dipertahankan

Nyeri
berhubungan
dengan
cedera
jaringan dan saraf
serta
dampak
emosional cedera

hasil: b. Kaji denyut nadi b. Untuk


yang
yang
melemah
mengetahui
pada
dengan
Doppler
adanya
yang
dan
pengisian
penurunan
dapat
kapiler
yang
perfusi distal
memanjang
c. Tinggikan
c. Untuk mencegah
ekstremitas lebih
penurunan
tinggi dari jantung
sirkulasi
ekstremitas
d. Hindari
balutan d. Untuk mencegah
restriksi
pada
penurunan
ekstremitas yang
sirkulasi
ke
cedera
ekstremitas

Tujuan:
pasien a. Beri
mengalami
ekstensi
penuurunan
nyeri
sampai tingkat yang
dapat diterima anak
Kriteria hasil: anak

16

posisi a. Untuk
meminimalkan
nyeri
akibat
latihan
fisik
yang dilakukan
untuk
mendapatkam

menunjukkan
kembali posisi
pengurangan nyeri
ekstensi
b.
Untuk
sampai tingkat yang b. Implementasikan
meminimalkan
dapat diterima anak
latihan fisik aktif
pembentukan
dan pasif
kontraktur
c. Redakan iritasi
c. Untuk mencegah
peningkatan
nyeri

17

Anda mungkin juga menyukai