Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Buku Saku
Panduan
Komunikasi
Efektif
Sistem CABAK
Komunikasi Terintegrasi SBAR
KATA PENGANTAR
www.rsausalamun.com
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya buku Panduan Komunikasi Efektif dapat diselesaikan. Panduan ini disusun dengan maksud menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai komunikasi, khususnya dalam hubungan antara tenaga
kesehatan dengan pasien dan keluarganya baik di ruang perawatan, poliklinik dan tempat lainnya di lingkungan RSAU dr. M. Salamun. Uraian
teori disertai penjelasan serta contoh praktis dikemukakan dengan maksud
agar pembaca memahami latar belakang penyusunan buku panduan
ini dan memudahkan terapannya dalam berbagai kondisi dan situasi.
Kami menyadari bahwa dalam proses penyusunan panduan ini
masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
masukan, saran, kritik selama dalam penyusunan naskah buku panduan ini.
Akhirnya kami berharap semoga panduan ini dapat menambah khasanah pengembangan komunikasi antara tenaga kesehatan dan
pasien/keluarga pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien di RSAU dr. M. Salamun. Masukan, saran, kritik sangat diharapkan agar dapat lebih menyempurnakan panduan ini.
Bandung, 24 November 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 2
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF
A.
Klasifikasi Komunikasi
3
B.
Jenis Komunikasi
4
C.
Model Komunikasi 11
BAB III
KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT DAN PASIEN
A.
Tahap Pengkajian 15
B.
Tahap Perumusan Diagnosa
17
C.
Tahap Perencanaan 18
D.
Tahap Pelaksanaan
BAB IV
KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER DAN PASIEN
Sikap Profesional Dokter 23
1.
Tahap Pengumpulan Informasi
25
2.
Tahap Penyampaian Informasi
26
BAB V
KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI LAYANAN
Empat (4) Unsur SBAR
30
BAB VI KOMUNIKASI ASUHAN DAN EDUKASI
A.
Komunikasi Informasi Asuahan
32
B.
Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien
33
DAFTAR PUSTAKA iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
www.rsausalamun.com
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita
seharihari, mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa.
Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau
gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak
lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang
dipertukarkan tersebut.
Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah
rumah sakit sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien yang berkepentingan dengan
jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus memahami
dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di segala
situasi.
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah
kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai
waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga
hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan
keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien
merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga
takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien
menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus kita
perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga
pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/
keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif
mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan
tentang rencana tindakan selanjutnya.
Buku Saku Panduan Komunikasi Efektif
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memerlukan waktu yang lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan
waktu yang lebih sedikit karena petugas, perawat dasn dokter terampil
mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar kebutuhan pasien, perawat dan
dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama
pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi
efektif untuk petugas, perawat dan dokter di RSAU dr. M. Salamun untuk
memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini
adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan
dokter mengenai cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang
efektif dengan pasien dan keluarganya.
3. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan
malpraktik.
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF
www.rsausalamun.com
Komunikasi berasal dari bahasa Latin communis yang artinya bersama.
Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau informasi (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan
menggunakan suatu media. Menurut ahli kamus bahasa, komunikasi
adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika
dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan
yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya.
Websters New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara
individu melalui sistem lambing-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
A. Klasifikasi Komunikasi
Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi
diklasifikasikan menjadi :
1. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator
sendiri antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan
simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus
penerima pesan, meberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal yang berkelanjutan.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara
komunikator dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman
sejawat atau antara seorang tenaga medis dengan pasien.
3. Komunikasi Kelompok
1. Komunikasi Tertulis
2. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik
manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu :
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi
dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti
telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya,
yakni dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat diperoleh
secara langsung dalam bentuk respon dari pihak komunikan.
www.rsausalamun.com
Lengkap
Ringkas
Pertimbangan
Konkrit
Jelas
Sopan
Benar
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang
memiliki fungsi sebagai berikut :
Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.
Alat pengingat / berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah,
surat pengangkatan, SPO.
Keuntungan komunikasi tertulis ;
Adanya dokumen tertulis
Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
Dapat menyampaikan ide yang rumit
Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
Untuk penelitian dan bukti di pengadilan
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan
konotatif, kosa kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta
waktu dan kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi
ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1. Memahami arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata kritis. Secara denotatif, kritis
berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk menjelaskan
keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien,
tenaga medis harus berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah
untuk disalahartikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi
kesehatannya dan saat terapi.
2. Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa
kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan penting dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang digunakan oleh
tenaga medis di rumah sakit, misalnya istilah auskultasi, akan lebih mudah
dipahami oleh pasien bila diucapkan dengan menggunakan kosa kata
mendengarkan.
RSAU dr. M. Salamun
3. Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi
atau nada. Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya seseorang yang
berbicara dengan nada riang menunjukkan bahwa orang tersebut sedang
bergembira. Petugas dan tenaga medis rumah sakit hendaknya menjaga
intonasi yang menunjukkan perhatian dan ketulusan kepada pasien.
www.rsausalamun.com
www.rsausalamun.com
a. Metakomunikasi
Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui
dari ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar dalam
menentukan pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap muka.
C. MODEL KOMUNIKASI
Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan
unsur-unsur penting di dalamnya. Menurut beberapa pakar komunikasi
model adalah penyederhanaan teori yang disajikan dalam bentuk gambar.
1. Model Komunikasi SMCR/BERLO
Merupakan salah satu model komunikasi. Model ini mensyaratkan
adanya empat unsur komunikasi (sumber informasi, pesan, saluran dan
penerima pesan) untuk dapat terjadinya komunikasi.
Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara
komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi misalnya, tersenyum
meskipun hati kecewa atau marah.
Unsur komunikasi
1.
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau informasi yang dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan).
Pengirim pesan bertanggung jawab dalam menerjemahkan pemikiran
atau informasinya menjadi sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau kombinasi dari ketiganya. Pengirim pesan
(komunikator) yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas tentang informasi yang disampaikan, cara berbicaranya
jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima
pesan (komunikan).
Penampilan fisik .
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian dalam
komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian dan cara berhias
akan menunjukkan kepribadian seseorang. Tenaga medis yang memperhatikan penampilan diri dapat menampilkan citra profesionalisme yang positif.
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh
seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi merupakan faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
Ekspresi Wajah.
2.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi adalah :
Tingkat kepentingan informasi
Sifat pesan
Kemungkinan pelaksanaannya
Tingkat kepastian dan kebenaran pesan
Kondisi pada saat pesan diterima
RSAU dr. M. Salamun
www.rsausalamun.com
Penerima pesan
Cara penyampaian pesan
3. Saluran (Channel)
a. Cara berbicara
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan
dua, tiga atau empat saluran yang berbeda secara simultan Contoh : Dalam
interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan(saluran suara),
tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara
visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan
(saluran olfaktori) dan seringkali kita saling menyentuh (saluran taktil). Media fisik yang sering digunakan di rumah sakit adalah telepon,brosur, surat
edaran, memo, internet, royal news,dll.
Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara bertanya (mengerti waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan terbuka),
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar
Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik dari
penerima pesan tanpa memotong pembicaraannya.
c. Cara mengamati
Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan
misalnya bahasa non verbal yang digunakan di balik ungkapan kata atau
kalimatnya, gerakan tubuhnya.
d. Menjaga sikap
Komunikator harus menjaga sikap selama berkomunikasi dengan
komunikan (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi dan untuk
menghindari kesalahpaham dalam mengartikan gerak tubuh yang dilakukan oleh komunikator.
Gangguan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan. Gangguan
komunikasi ini meliputi :
a. Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas dan lain-lain.
b. Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-lain.
BAB III
KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT DAN PASIEN
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Kemampuan perawat melakukan komunikasi verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan pelaksanaan
proses keperawatam, perawat selalu menggunakan komunikasi verbal. Oleh
karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam
komunikasi verbal. Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap
pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
A. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit
yang dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan
proses keperawatan pada tahap selanjutnya.
1.
Wawancara admisi
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan
informasi mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit
Buku Saku Panduan Komunikasi Efektif
Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien
untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahu masa lalunya.
Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh professional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater, biasanyaditerapkan pada pasien
yang mengalami gangguan psikologis.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostic (laboratorium, radiologi, dsb)
4. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien.
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan
data pasien. Oleh karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat
perlu mendapatkan perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya
komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam
menyampaikan, menerima dan memahami informasi yang diterimanya.
Beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain :
1. Kemampuan bahasa
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah
sakit dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
16
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh
pasien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam menerima informasi
yang sesuai.
2. Ketajaman pancaindera
17
Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi.
Petugas dan tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan
dalam proses pelayanan kesehatan dengan baik tanpa kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan pasien, teman, atasan dan pihak-pihak
lain.
18
getahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat
oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang
berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur
dan efektif.
D. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan
ketrampilan dalam berkomunikasi dengan pasien.Terdapat dua
katergori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat
mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien
mengalami masalah psikologis. Pada saat menghadapi pasien, perawat
perlu :
- Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar
tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi.
- Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan
perawat.
- Fokus pada pasien.
- Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam
mengikuti tindakan keperawatan yang dilakukan.
- Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk
mendapatkan informasi dari pasien. Perawat lebih banyak
mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan menumbuhkan
kepercayaan pasien kepada perawat.
- Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
- Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
- Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap
pasien.
- Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis
harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi
lisan dengan catat, baca kembali dan konfirmasi ulang (CABAK),
yaitu :
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
19
Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun
pasien dapat berperan sebagai sumber atau pengrim pesan dan penerima
pesan secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan
apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan
pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan
dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dari
dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini,
tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami
apa yang disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud
oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan
klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada
antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika
pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif
memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah
disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata panas. Dokter
yang mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu
pasien, Kalau dia panas, berikan obatnya. Pengertian panas oleh ibu
pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter.
Dokter perlu mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat, yaitu
termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan termometer untuk
mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan obat yang telah
diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai
angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami panas.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda,
rasa yang berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara
pada perbedaan diagnosa maupun jenis obat yang harus diminum. Peran
dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi
salah interpretasi.
20
21
BAB IV
KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER DAN PASIEN
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya
akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati
dapat diraih melalui kecukupan dokter akan listening skills dan training
skills yang dapat diraih melalui latihan.
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-patient Encouter 2002, menyatakan betapa
pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun
dalam batasan definisi berikut :
Illness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu
merupakan pengalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi
kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya, apa yang dipikirkannya
akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokterpasien
(doctor-patient partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan
saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.
Kotak 1
: Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
terbuka yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open
ended question by the doctor)
Kotak 2
: Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead
through closed question by the doctor)
Kotak 3
: Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan
berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both)
Buku Saku Panduan Komunikasi Efektif
22
Keterangan :
Level 3 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien
tentang penyakitnya, secara eksplisit.
Contoh-contoh kalimat :
Level 5 : Berbagi pengalaman maupun perasaan
Ya saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa
23
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti
sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi
baru dapat dikatakan lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik
dari penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai
(penerima pesan memahami sesuai yang diharapkannya).
Level 4 : Konfirmasi
Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda
untuk menyempatkan berolahraga.
Level 3 : Penghargaan
Anda bilang Anda sangat stress datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stress?
Level 2 : Pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien (terhadap
penyakitnya) secara implicit.
Pasien : Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja.
Dokter : Ya? Bagaimana bisnis Anda akhirakhir ini?
Level 1 : Pengenalan secara sambil lalu
A-ha, tapi dokter mengerjakan hal lain, menulis, membalikkan badan,
menyiapkan alat, dan lain-lain.
Level 0 : Penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang pasien.
- Mengacuhkan pendapat pasien
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien, seperti
Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?! atau Ya, lebih baik operasi saja
sekarang.
Keterampilan empati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis
mulut kepada pasien, melainkan :
1.
2.
3.
4.
Mendengarkan aktif.
Responsif pada kebutuhan pasien.
Responsif pada kepentingan pasien.
Usaha memberikan pertolongan kepada pasien.
24
25
Dimana dirasakan?
Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut dirasakan?
Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang
timbul? Nyeri terus menerus?
Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak daoat melakukan kegiatan mengajar?
Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari?
Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulangulang? Tidak
tentu?
Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya timbul kembali?
Saat istirahat? Ketika kerja? Sewaktu minum obat tertentu?
Adakah keluhan lain yang menyertainya ?
26
Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisi (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat pemeriksaan).
Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping/komplikasi).
Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
Diagnosis, jenis atau tipe.
Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara).
Prognosis
Dukungan (support) yang tersedia.
27
Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
e. Dimana menyampaikannya
Di ruang praktik dokter.
Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
Di ruang diskusi.
Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga
dan dokter.
f. Bagaimana menyampaikannya
Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, faksimil, sms, internet.
Persiapan, meliputi :
Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh tim).
Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang
lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon
Buku Saku Panduan Komunikasi Efektif
28
BAB V
KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI LAYANAN
Dalam memberikan pelayanan di RSAU dr. M. Salamun, antar pemberi
layanan melakukan komunikasi dengan teknik SBAR. SBAR merupakan
suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi
terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi
antara perawat dengan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat
dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan
terstruktur.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang
memerlukan perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur
Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya,
SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan,
yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang
dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan.
Empat (4) Unsur SBAR :
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien. Misalnya : penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dll.
2. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya keluhan klinis. Misalnya : Riwayat alergi obat-obatan, hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah diberikan, hasil pemeriksaan penunjang,
dll.
3. Assessment
Penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
4. Recommendation
30
31
BAB V
KOMUNIKASI ASUHAN DAN EDUKASI
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan
untuk mengatasi masalah pasien saat ini. Misalnya : menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang, dll.
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M.,
dkk.,2006) :
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini
biasa dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admission
yang meliputi :
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan
ketika kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika
menerima pasien :
Berdiri ketika pasien datang.
Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (Selamat
pagi/siang/sore/malam, saya (nama)).
Mempersilahkan pasien duduk,
Menanyakan nama pasien (Maaf dengan Bpk/Ibu?).
Tawarkan bantuan kepada pasien (Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu
(nama)? )
Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup
waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari
tampak lelah).
Menilai suasana hati lawan bicara.
Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa
tubuh dari pasien).
Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan
Buku Saku Panduan Komunikasi Efektif
32
33
Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada
pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses pengobatan yang telah ditetapkan.
3. Tahap verifikasi
a.
b.
an.
c.
d.
e.
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
a. Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan
senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan.
b. Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaan
yang sama, yaitu Apakah Bapak/Ibu bisa memahami materi edukasi yang
kami berikan? (lihat selengkapnya di Panduan Penanganan Pasien Difabel).
c. Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau
depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Konsil Kedokteran Indonesia (2006). Komunikasi Efektif Dokter-Pasien.
Jakarta 2006. From https://www.scribd.com/doc/246160199 /komunikasiefektif-dokter-pasien, 17 November 2014
https://www.scribd.com/doc/207689343/panduan-komunikasi-efektif#, 17
November 2014
36
37