DEFINISI
Menurut International Association for the Study of Pais (IASP), nyeri adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan,
baik actual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari, nyeri diungkapkan sebagai pengalaman, yang
dilukiskan dengan ilustrasi. Mendefinisikan nyeri bukan hal yang mudah, sebab nyeri
adalah perasaan subjektif sama halnya dengan melihat warna merah, kuning, mencium
bau harum, busuk; pengecapan rasa : manis, pahit yang kesemuanya itu merupakan
persepsi panca indera dan tidak lazim didefinisikan.1,2
Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu
alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri dapat mengenai
semua orang tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status social, dan pekerjaan.
Pada populasi anak-anak dan remaja, sindrom nyeri yang terjadi sangat bervariasi. Nyeri
yang terjadi adalah akibat dari penyakit yang diderita seperti kanker, trauma, dan
sebagainya. Pada populasi lanjut usia kondisi nyeri kronik meningakat sangap tajam.
Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena reaksi protektif untuk
menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap berlangsung
walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi perubahan
patofisiologis yang justru merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri karena pembedahan,
masih tetap dirasakan pada masa pasca bedah ketika pembedahan sudah selesai. Nyeri
semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan tidak nyaman, tetapi juga reaksi stres,
yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat proses
penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri klinik inilah yang membutuhkan terapi. Derajat
nyeri dapat diukur dengan berbagai cara, misalnya tingkah laku pasien skala verbal
dasar / Verbal Rating Scales (VRS), dan yang umum adalah skala analog visual / Visual
Analogue Scales (VAS).
MEKANISME NYERI
Nyeri terjadi apabila terdapat adanya rangsangan mekanikal, termal atau kimiawi
yang melewati ambang rangsang tertentu. Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri
bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar
impuls nyeri. Serabut saraf ini disebut juga serabut nyeri, sedangkan jaringan tersebut
disebut jaringan peka- nyeri. Bagaimana seseorang menghayati nyeri tergantung pada
jenis jaringan yang dirangsang, jenis serta sifat rangsangan, serta pada kondisi mental dan
fisiknya.
Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf
tidak bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin. Distribusi nosiseptor bervariasi di
seluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor terletak di jaringan
subkutis, otot rangka, dan sendi. Nosiseptor yang terangsang oleh stimulus yang potensial
dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius.
Selanjutnya stimulus noksius ditransmisikan ke sistem syaraf pusat, yang kemudian
menimbulkan emosi dan perasaan tidak menyenanggan sehingga timbul rasa nyeri dan
reaksi menghindar.
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terdapat empat proses
tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
a. Proses transduksi
Transduksi nyeri adalah rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi
membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf reseptor nyeri. Rangsangan ini
dapat berupa rangsang fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia.
Adanya rangsang
noksius ini menyebabkan pelepasan asam amino eksitasi glutamat pada saraf afferent
nosisepsi terminal menempati reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5- methyl-Daspartate), akibat penempatan pada reseptor menyebabkan ion Mg2+ pada saluran Ca2+
terlepas masuk ke dalam sel, demikian juga ion Ca2+, K+, dan H+. Terjadi aktivasi
protein kinase c dan menghasilkan NO yang akan memicu pelepasan substansi p dan
terjadi hipersensitisasi pada membran kornu dorsalis.
Kerusakan jaringan karena trauma, dalam hal ini odontektomi, menyebabkan
dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain: ion H, K, prostalglandin dari
sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit
dan substansi P dari ujung saraf. Senyawa biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator
yang
menyebabkan
perubahan
potensial
nosiseptor
sehingga
terjadi
arus
b. Proses Persepsi
Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks dan unik yang
dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.
KLASIFIKASI NYERI
Berdasarkan mekanisme terjadinya, nyeri terbagi menjadi nyeri nosiseptif dan
nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif disebabkan adanya kerusakan jaringan yang
mengakibatkan dilepaskannya bahan kimiawi yang disebut excitatory neurotransmitter
seperti histamin dan bradikinin, yang bertanggung jawab terhadap timbulnya rekasi
inflamasi. Selanjutnya bradikinin melepaskan prostaglandin dan substansi P, yang
merupakan neurotransmitter kuat.
Nyeri nosiseptif dibagi menjadi nyeri viseral dan nyeri somatik. Nyeri viseral
terjadi akibat stimulasi nosiseptor yang berada di rongga abdominal dan rongga thoraks.
Nyeri somatik terbagi menjadi nyeri somatik dalam dan nyeri kutaneus. Nyeri somatik
dalam berasal dari tulang, tendon, saraf dan pembuluh darah, sedang nyeri kutaneus
berasal dari kulit dan jaringan bawah kulit. 3,4
Nyeri neuropatik berasal dari kerusakan jaringan saraf akibat penyakit atau
trauma, disebut nyeri neuropatik perifer apabila disebabkan oleh lesi saraf tepi, dan nyeri
sentral apabila disebabkan lesi pada otak, batang otak atau medula spinalis. 3,4
Berdasarkanwaktudurasinyeridibagimenjadi:
a) Nyeriakut:<3bulan,mandadakakibattraumaatauinflamasi,tandarespon
simpatis,penderitaansietassedangkankeluargasuportif
b) Nyerikronik:>3bulan,hilangtimbulatauterusmenerus,tandarespon
parasimpatis,penderitadepresisedangkankeluargalelah.
Tabel1:KarakteristikNyeriAkutdanNyeriKronik
Karakteristik
Peredanyeri
NyeriAkut
NyeriKronik
Sangatdiinginkan
Sangatdiinginkan
jarang
Sering
Ketergantunganterhadapobat
Komponenpsikologis
UmumnyatidakadaSeringmerupakanmasalah
utama
Penyebaborganik
sering
Tidakada
Kontribusilingkungandankeluarga
Kecil
Signifikan
Jarang
Sering
Kesembuhan
fungsionalisasi
Jarang
Sering
Insomnia
Tujuanpengobatan
Depresi
BerdasarkanIntensitasnyeridibagimenjadi:
a) Skalavisualanalogscore:110
b) SkalawajahwongBaker:Tanpanyeri,nyeriringan,nyerisedang,nyeri
berat,taktertahankan
BerdasarkanLokasidibagimenjadi:
a) Nyerisuperfisial:nyeripadakulit,subkutan,bersifattajamdanterlokalisir
b) Nyerisomatikdalam:nyeriberasaldariotot,tendo,bersifattumpuldan
kurangterlokalisir
c) Nyerivisceral:nyeriberasaldariorganinterna
d) Nyerialih/referred:nyeriyangdirasakanpadaareayangbukanmerupakan
sumbernyerinya
e) Nyeriproyeksi:misalnyapadaherpeszoster,kerusakansarafmenyebabkan
nyeriyangdialihkankesepanjangbagiantubuhyangdiinervasiolehsaraf
yangrusaktersebut.
f) Nyeriphantom:persepsinyeriyangdihubungkandenganbagiantubuhyang
hilang,seperti:amputasiektremitas.
MANAJEMEN NYERI
Saat ini, untuk tujuan terapi, nyeri dibagi atas nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri
akut dikategorikan lagi sebagai berikut. Pertama, nyeri yang muncul pada pasien, di mana
sebelumnya tidak ada nyeri kronik. Untuk pasien dengan nyeri akut tipe ini, pengobatan
ditujukan terhadap nyeri dan penyebabnya. Kedua, nyeri yang datang tiba-tiba pada
pasien yang sebelumnya sudah menderita nyeri kronk akan tetapi nyeri akut tidak
berhubungan dengan nyeri kronik, misalnya pasien dengan nyeri kanker yang diderita
selama ini, kemudian menderita patah tulang tanpa berhubungan dengan kankernya, dan
mengalami nyeri. Pengobatan untuk keadaan ini selain analgerik yang sesuai untuk patah
tulangnya, pelu ditambahkan obat untuk nyeri yang lama. Ketiga nyeri akut yang
merupakan eksaserbasi nyeri kronik yang selama ini diderita oleh pasien, misalnya
seorang pasien dengan nyeri kanker kronik dan mengalami nyeri patah tulang oleh karena
metastase. Nyeri akut yang muncul disini menimbulkan kekhawatiran akan memberatnya
penyakit. Oleh karena itu kecemasan sangat mempengaruhi intensitas nyeri. Untuk kasus
seperti ini, perlu ditambahkan terapi yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan yang
dapat berupa dukungan emosiolan dan obat-obatan 4,5
Prinsip pengobatan nyeri akut dan berat (VAS 7-10) yaitu pemberian obat yang
efek analgetiknya kuat dan cepat dengan dosis optimal. Berbagai macam obat untuk
tujuan terapi nyeri akut dan berat saat ini telah tersedia, mulai dari obat non steroid
antiinflamasi konvensional, OAINS jenis koksib sampai opioid.
Pasien dengan nyeri kronik tidak membutuhkan efek obat yang cepat, dan umumnya
tidak mentoleransi efek samping obat. Dalam penanganan pasien nyeri kronik, selain
pemberian terapi farmaka perlu dipertimbangkan berbagai modalitas pengobatan nyeri
yang sesuai dengan kondisi individual penderita .Modalitas tersebut antara lain modalitas
fisik dan modalitas kognitif-behavioral.
Terapi farmaka nyeri neuropatik sampai saat ini banyak obat yang digunakan,
seperti antikonvulsan, antidepresan, dan berbagai adjuvant analgerik lainnya (meliala
2000). Depkes RI (2002) dalam buku Pedoman Penggunaan obat opioid dalam
penatalaksanaan nyeri menuliskan berbagai adjuvant analgetik yaitu kortikosteroid,
antikonvulsan, antidepresan, neuroleptic, anestesi local, hidroksizin, psikostimulan. Perlu
diketahui bahwa OAINS dan opioid tidak berefek untuk terapi nyeri neuropatik.
1.
Meliala L, Suryamiharja A, Purba, JS. 2000. Konsensus Nasional Penanganan Nyeri Neuropatik.
2.
3.
4.
5.