Anda di halaman 1dari 20

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP )

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI


BLOK SISTEM TUBUH II
GANJIL 2015-2016

Disusun Oleh:
AURIDHO PRASETYO PUTRA DITYA
NIM. 151610101081

LABORATORIUM FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I DASAR TEORI .................................................................................. 1
BAB II LANGKAH KERJA ......................................................................... 6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 11
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii

ii

BAB I
DASAR TEORI
1.1 Pertolongan Pertama (PPGD)
Pertolongan pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai,
tetapi hanya memberi bantuan sementera sampai didapatkan (bila diperlukan)
perawatan medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan
medis. Pada kebanyakan kasus cidera dan penyakit membutuhkan hanya
perawatan pertolongan pertama.
Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah
serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat
dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat
(cidera atau sakit mendadak). Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan
pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Filosofi PPGD adalah Time
Saving is Living Saving yang berarti bahwa seluruh tindakan pada kondisi ini
pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit (henti nafas lama 2-3
menit dapat mengakibatkan kematian).
Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal,
menolong harus berhati-hati dan tidak memindahan korban bila tidak penting
untuk menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau
pengenanannya yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera
tulang belakang atau fraktur yang tidak terdeteksi. Dalam rangka untuk
memberikan pertolongan pertama yang baik, penolong harus mampu
mengidentifikasi cidera korban atau sakit mendadak dan menentukan
keparahannya.
Untuk

mengetahui

keparahannya,

penolong

harus

mengikuti

pendekatan sistematis atau yang dikenal sebagai pengkjian korban. Pengkajian


korban bertujuan untuk (1) Mendapatkan persetujuan/konsen dari korban (oral
konsen, implied consent, konsen dari polisi, atau pada keadaan darurat dapat
dilakukan tanpa ijin), (2) Mendapatkan kepercayaan dari korban, (3)
Mengidentifikai masalah korban dan menentukan kebutuhan PPGD, dan (4)

Mendapat informasi tentang korban yang mungkin dapat sangat berguna untuk
pemberian layanan kedaruratan medis (LKM).
Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu :
(1) Pemeriksaan primer meliputi A-B-C-(D-H) yaitu A (Airway), B
(Breathing), C (Circulation), serta D (Disability) dan H (Hemorhagie). Dan (2)
Pemeriksaan skunder. Pemeriksaan sekunder meliputi (a) wawancara yang
terdiri dari : SAMPLE PAIN yaitu S = Symtom/gejala (keluhan utama, A =
Alergi, M = Medicine (Obat-obatan), P = Pain (Penyakit terdahulu), L = Last
Eat (Makan terakhir), E = Exidance (Peristiwa yang terjadi sebelum
kedaruratan), P = Periode nyeri (Berapa Lama), A = Area (dimana), I =
Intensitas, N = Nulitas (apa yang menghentikannya); (2) Pemeriksaan tandatanda vital; dan (3) Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga
kaki dan Tag (peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang
menarik perhatian disaat terjadi keadaan darurat). Tag ini sebaiknya tidak
dilepaskan dari orang yang mengalami cidera atau sakit.
Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM)
untuk memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran),
polisi layanan ambulan (1-1-8), atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang
terjadi dengan menyebut : (a) Jumlah korban, (b) Kesadaran korban, (c)
Perkiraan usia dan jenis kelamin, (d) Lokasi kejadian secara lengkap, (e)
Nama dan nomor telepon Anda/pelapor.
Persyaratan Dasar PPGD :
(1) Ada pasien tidak sadar
(2) Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
(3) Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
(4) Cek kesadaran pasien (lakukan metode AV-PU)

Cara melakukan cek kesadaran pada pasien dengan metode AV-PU :


a. A (Alert)

Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V

b. V (Verbal)

Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara

berbicara keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan
menggoyang atau menyentuh pasien),jika tidak merespon lanjut ke P,
c. P (Pain)

Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang

paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada
(sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
d. U (Unresponsive):

Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak

bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive ( tidak sadar)


1.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah tindakan penggabungan
penyelamatan pernafasan (dari mulut ke mulut) dengan kompresi dada
eksternal. Tujuan RJP yang penting adalah mengusaha kan sekuat tenaga agar
ventilasi paru dapat pulih kembali seperti sediakala. RJP bermanfaat untuk
menyelamatkan korban serangan jantung, kasus tenggelam, kekurangan
nafas, tersengat listrik, dan kelebihan obat.
RJP dilakukan pada saat jantung dan pernafasan korban telah berhenti
bekerja. Penyelamatan pernafasan digunakan pada saat masih berdenyut
tetapi tidak ada pernafasan. Seorang dokter gigi seharusnya mampu (1)
Mengenali tanda-tanda penyakit jantung,

(2) Memberikan RJP, dan (3)

Menghubungi Layanan Kedaruratan Medis (LKM).

Tanda-tanda serangan jantung mencakup :


1. Nyeri dada atau rasa tak enak di bagian tengah dada (terutama sebelah
kiri), bisa menyebar ke bahu kiri, lengan kiri atas, leher kiri, rahang, dada
dengan tengah dan perut kiri bagian atas; diikuti perasaan tertekan,
berat atau remuk yang berlangsung selama tak lebih dari beberapa
menit atau berlalu hilang dan kembali.
2. Sulit bernafas atau sesak nafas
3. Demam (merasa dingin pada suhu panas)
4. Berkeringat atau keringat dingin
5. Rasa kembung, salah cerna, atau perasaan tersedak (mungkin terasa
seperti panas dalam lambung)
6. Mual atau muntah
7. Detak jantung yang cepat atau tak teratur (palpitasi)
8. Pusing dan pingsan
RJP dapat digolongkan dalam 3 macam cara yaitu pemberian (1) nafas
bantuan (2) nafas buatan (3) pijat jantung
1.2.1 Nafas Buatan
Nafas buatan adalah nafas yang diberikan kepadda pasien untuk
menormalkan frekuensi nafas pasien yang dibawah normal (frekuensi nafas
orang dewaa muda adalah 12-20 kali per menit). Jika frekuensi nafas : 6 kali
per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan
sehingga total nafas per menitnya menjadi normal (12 kali).
1.2.2 Nafas Bantuan
Nafas buatan adalah cara melakukan nafas buatan yang sama dengan
nafas bantuan, tetapi nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami
henti nafas. Diberikan dua kali secara efektif agar dada dapat mengembang.

Tindakan resusitasi perlu diperhatikan bilamana tindakan RJP (1)


denyut nadi arteri mulai teraba (2) mulai timbul pernafasan spontan dan (3)
secara bertahap kesadaran penderita pulih kembali.
Tindakan resusitasi perlu dihentikan bilamana tindakan RJP efektif
telah berlangsung 30 menit tetapi kriteria-kriteria berikut masih dijumpai :
1. Ketidaksadaran menetap
2. Tidak timbul pernafasan spontan
3. Denyut nadi tidak teraba
4. Pupil berdilatasi dan menetap, atau
5. Denyut nadi karotis telah teraba
Penghentian resusitasi dilakukan mengingat pernafasan yang telah
terhenti selama 30 menit biasanya menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku
mayat), sehingga resusitasi selanjutnya dipandang tidak berguna lagi. Faktor
lain yang mungkin dapat merupakan keputusan untuk menghentikan tindakan
RJP adalah kondisi penolong yang telah lelahda sudah tidak kuat lagi; bantuan
sudah datang, dan atau perjanjian tertulis dengan pasien dan keluarganya
untuk tidak melakukan resusitasi.
1.2.3 Pijat jantung
Pijat jantung adalah usaha untuk memaksa jantung memompa darah
ke seluruh tubuh. Pijat jantung dilakukan pada korban dengan karotis yang
tidak teraba. Pijat jantung biasanya dikombinasi dengan nafas buatan.

BAB II
LANGKAH KERJA
2.1 Prosedur Standar RJP
(1) Bebaskan/longgarkan pakaian korban di daerah dada ( buka kancing baju
bagian atas agar dada terlihat)
(2) Posisikan diri disebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala
sejajar dengan bahu pasien.
(3) Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
(a) Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
(b) Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat
(c) Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian
leher, Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera
pada tulang belakang bagian leher/cervical. Cedera pada bagian ini sangat
berbahaya karena disini terdapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital manusia
(nafas dan denyut jantung),
(d) Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah pernafasan dari mulut
ke mulut,
(e) Jika tanda-tanda tersebut, maka beralih ke bagian atas, jepit kepala pasien
dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak lagi (imobilitas) dan
lakukan Jaw Thrust. Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera
lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.
(4) Sambil melakukan (1) dan (2) di atas, kemudian dilakukan pemeriksaan
kondisi Airway (jalan panas) dan Breathing (pernafasan) pasien. Metode
pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen,dan Feet.
(a) Look :
Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernafas), apakah gerakan
tersebut simetris/tidak.

(b) Listen :
Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas
tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian).
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
Snoring : Suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah
pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut
(menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk
chin lift , ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah
ke bawah. Lihatlah apaka ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban
(mis : gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut.
Gargling : Suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan disebabkan oleh cairan (mis : darah), maka lakukanlah cross-finger
(sepeti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya menggunakan 2 jari
yang sudah dibalut dengan kain untuk menyapu rongga mulut dari cairancairan).
Crowing : Suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan tetap lakukan manuver
head tilt and chin lift atau jaw thrust saja. Jika suara nafas tidak terdengar karena
ada hambatan total pada jalan nafas, maka dapat dilakukan :
1. Black Blow, sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan
telapak tangan daerah diantara tulang scapula dipanggung.

Back-blow pada bayi


2. Heimlich manuver, dengan cara ini memposisikan diri seperti gambar,
lalu menarik tangan kearah belakang atas,

Abdominal Thrust pada anak

Heimlich Manuver, posisi berbaring bagi orang tidak sadar

Heimlich Manuver, tangan digenggam dan dilakukan sendiri

3. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti pada gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.
(c) Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari
korban
(5) Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa
frekuensi pernafasan pasien itu dalam 1 menit ( pernafasan normal
adalah 12-20 kali per menit),
(6) Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap
melakukan Look, Listen dan Feel,
(7) Jika frekuensi nafas < 12 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail
tentang nafas bantuan dibawah),
(8) Jika pasien mengalami nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas
bantuan di bawah),
(9) Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi a.
Karotosis yang terletak dileher (cek dengan 2 jari di tonjolan di tengah
tenggorokan, lalu gerakan jari ke samping, jangan sampai terhambat
oleh otot leher (sterno-cleido-mastoideus), rasakan denyut nadi
karatosis selama 10 detik
(10) Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah pijat jantung, diikuti
dengan nafas buatan, ulangi sampai 6 kali siklus pijat jantung nafas
buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung,
(11) Cek lagi nadi karotis (dengan metode diatas) selama 10 detik, jika
teraba lakukan Look, Listen dan Feel lagi. Jika tidak teraba ulangi poin
nomor 10; atau dihentikan (lihat syarat RJPdihentikan).
(12) Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda
shock pada pasien.
(a) Denyut nadi > 100 kali per menit
(b) Telapak tangan basah, dingin dan pucat
(c) Capilary Refil Time (CRT) > 2 detik (CRT dapat diperiksa dengan
cara menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksaan selama 5 detik,

lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yang dibutuhkan agar warna ujung
kuku merah lagi).
(13) Jika pasien shock lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan
mengangkat kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi
darah akan lebih banyak ke jantung. Pertahankan posisi shock sampai
bantuan datang atau tanda-tanda shock menghilang
(14) Jika ada pendarahan pada pasien, hentikan pendarahan dengan cara
menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena
dapat mengakibatkan jaringan yang dibebat mati).
(15) Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien
dengan Look, Listen dan Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat
memburuk secara tiba-tiba.
1.1.3 Perlindungan Diri Bagi Penolong
(1) Pastikan tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan
penolong dan pasien,
(2) Minimalisasi kontak langsung dengan pasien untuk mencegah
penularan penyakit,
(3) Selalu memperhatikan kesehatan penolong, sebab pemberian
pertolongan pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika
dilakukan dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong
sendiri.

10

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. JAWABAN PERTANYAAN PERCOBAAN


Berdasarkan seluruh percobaan, kami menjawab beberapa pertanyaan
dibawah ini dan membuat kesimpulan
3.1 Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan
pengetahuan tentang RJP?
2. Apa yang anda lakukan pada saat anda menjumpai seseorang mengalami
pingsan setelah kecelakaan lalulintas? Jelaskan
3. Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda
tertelan gigi tiruan jembatan?jelaskan?
4. Apa gunanya metode blackblow di bidang kedokeran gigi?
5. Apa gunanya metode Heimlich Manuver di bidang kedokteran gigi?
6. Apa gunanya metode chest thrust di bidang kedokteran gigi?
3.2Jawaban
1.Berdasarkan peraturan menteri kesehatan seorang dokter gigi juga memiliki
peran dalam menangani keadaan darurat dan dalam hal ini membutuhkan skill
RJP selain itu karena sangat memungkinkan pada saat seorang dokter gigi
melakukan pelayanan kesehatan, lalu menjumpai pasien dalam keadaan gawat
darurat , maka seorang dokter gigi itu dapat memberikan pertolongan pertama
sesuai RJP untuk menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat
darurat.
2.Yang akan saya lakukan adalah meminta bantuan orang lain untuk
mengamankan korban missal jika ditengah jalan memindahkannya dengan
memperhatikan cedera-cedera yang bisa berakibat fatal saat pemindahan,
selanjutnya adalah pengecekan kesadaran dengan metode AV-PU:
11

A (alert)

: Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V.

V (Verbal)

: Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara


berbicara keras ditelinga korban (pada tahap ini
jangan

sertakan

dengan

menggoyang

atau

menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke


poin P.
P (Pain)

: Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang


paling mudah adalah menekan bagian putih dari
kuku tangan (dipangkal kuku), selain itu dapat juga
dengan menekan bagian tengah tulang dada
(sternum) dan juga areal di atas mata (supra orbital).

U (Unresponsive)

: Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak


bereaksi, maka pasien berada dalam keadaan
unresponsive (tidak sadar).

Kemudian melakukan BLS:


A. Pembebasan jalan napas = Jalan napas pasien harus segera dibersihkan
dari benda asing, lendir atau darah. Membuka jalan napas dapat dilakukan
dengan mengangkat dagu kedepan dengan metode head lilt-chin lift/ jaw
thrust ( lebih aman ), apabila terjadi muntah, posisi pasien dimiringkan.
B. Call for help = Hal ini adalah mencari pertolongan yang sesungguhnya
C. Memeriksa pernapasan pasien dengan metode look, listen dan feel :
D. Lihat apakah ada aktivitas pernapasan pada pasien ( look )
E. Dengar apakah ada suara pernapasan pada pasien ( listen )
F. Rasakan napas pasien dengan mengunakan 2 jari ditempelkan dihidung
G. Apabila terjadi henti napas maka harus diberikan pijat jantung sebanyak
30 kali dengan sela 2 kali napas buatan.
3.Pertama adalah apabila ada gigi tiruan yang tertelan pasien harus dilakukan
Cross finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, ibu jari mendorong
rahang keatas, telunjuk menekan rahang ke bawah) kemudian ambil gigi palsu
yang tertelan. Kemudian dengan cara BB dan HM. Jika pasien bayi atau anak-

12

anak menggunakan metode black blow dengan memukul menggunakan telapak


tangan daerah diantara tulang scapula di punggung. Jika pasien orang dewasa,
menggunakan metode

Heimlich Manuver.

Metode ini dlakukan untuk

mengeluarkan gigi tiruan yang tertelan agar dapat dimuntahkan.

4. Metode Back blow manuever dilakukan jika tiba-tiba mendapati seorang pasien
yang mengalami hambatan napas total pada jalan nafas, dengan memukul
menggunakan telapak tangan daerah diantara tulangscapula dipunggung sebanyak
5 kali. Dibidang kedokteran gigi dapat dilakukan jika tiba-tiba mendapati seorang
pasien yang tersedak seperti gigi tiruan tertelan, dsb sehingga membuntu jalan
nafas.
5.Metode Hiemlich maneuver dilakukan jika suara nafas tidak terdengar karena
ada hambatan total pada jalam nafas dengan cara memposisikan diri dibelakang
pasien, kemudian melingkarkan tangan pada sterno pasien lalu menekan sterno
pasien dengan menarik tangan kita kebelakang. Dibidang kedokteran gigi
Hiemlich maneuver dilakukan pada orang dewasa dan jika metode back-blow
maneuver tidak berhasil mengeluarkan benda asing ( Gigi tiruan tertelan ) yang
tertelan. Dengan kata lain metode heimlich manuever dan back blow manuever
memiliki fungsi yang sama, namun bagian yang ditekan ialah ulu hati, sehingga
dilakukan jika benda yang tertelan sudah mencapai perut.
6. Metode Chest Thrust dilakukan jika suara nafas pada ibu hamil, bayi atau
obesitas karena ada hambatan total pada jalan nafas dengan cara mendorong
tangan kearah dalam atas. Chest Thrust dibidang kedokteran gigi sama seperti
back-blow manuever dan hiemlich maneuver, chest thrust maneuver juga
mempunyai fungsi yang sama dan biasanya dipadukan dengan back-blow untuk
mengeluarkan benda asing tersebut serta menormalkan jalan nafas pasien yang
mengalami hambatan hanya saja metode ini dilakukan pada orang hamil, ibu, dan
obesitas.

13

3.3. PEMBAHASAN

Pada percobaan yang kami lakukan mengenai RJP. RJP ini mempunyai
tujuan untuk menyelamatkan korban dengan tindakan-tindakan Basic Live
Support tertentu. Dimana dalam RJP ini bertindak semaksimal mungkin untuk
mengembalikan fungsi ventilasi paru-paru dan sirkulasi darah. Sebelum
melakukannya kita mengecek kesadaran pasien jika sudah sadar tidak perlu
dilakukan akan tetapi jika tidak sadar perlu dilakukan, cek kesadaran ini sangat
penting karena pada kasus tertentu ada korban yang berpura-pura pingsan untuk
menghindari tindakan lanjutan atau karena sekedar terlalu takut, cara untuk
mengecek kesadaran itu sendiri adalah dengan metode AVPU :
A (alert)

: Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V.

V (Verbal)

: Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara


berbicara keras ditelinga korban (pada tahap ini
jangan

sertakan

dengan

menggoyang

atau

menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke


poin P.
P (Pain)

: Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang


paling mudah adalah menekan bagian putih dari
kuku tangan (dipangkal kuku), selain itu dapat juga
dengan menekan bagian tengah tulang dada
(sternum) dan juga areal di atas mata (supra orbital).

U (Unresponsive)

: Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak


bereaksi, maka pasien berada dalam keadaan
unresponsive (tidak sadar).

Setelah itu melakukan BLS Pembebasan jalan napas Jalan napas pasien
harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah. Membuka jalan
napas dapat dilakukan dengan mengangkat dagu kedepan dengan metode head
lilt-chin lift/ jaw thrust ( lebih aman ), apabila terjadi muntah, posisi pasien
dimiringkan.

14

1. Call for help


Hal ini adalah mencari pertolongan yang sesungguhnya
2. Memeriksa pernapasan pasien dengan metode look, listen dan feel :
-

Lihat apakah ada aktivitas pernapasan pada pasien ( look )

Dengar apakah ada suara pernapasan pada pasien ( listen )

Rasakan napas pasien dengan mengunakan 2 jari ditempelkan


dihidung

3. Apabila terjadi henti napas maka harus diberikan pijat jantung


sebanyak 30 kali dengan sela 2 kali napas buatan.
Adapun prosedur yang kami lakukan pada praktikum ini yaitu pengangkatan
dagu untuk mengangkat tulang dagu ke atas dan menggunakan tangan yang
lain untuk menarik kepala ke belakang dan menutup hidung pasien untuk
membeaskan jalan nafas korban . Lalu melakukan upaya pembukaan rongga
mulut dan segera keluarkan benda asing yang menghalangi jalannya nafas .
Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek
dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Jika korban tidak
sadar dan jalan nafas tertutup, maka dapat dilakukan dengan memiringkan
kepala ke samping, agar sumbatan dapat lebih mudah dikeluarkan. Setelah
jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah
kepala topang dagu (Head tild chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Rahang Bawah) sehingga bisa dilakukan nafas buatan dengan
menggunakan kassa agar menghindari penularan penyakit beri selama 2x dan
kombinasikan dengan pijat jantung dengan tangan yang tidak dominan
dibawah tangan dominan menekan bagian dada, dimana harus menentukan
letak jantung dimana dengan membuat garis imaginer dengan 3 jari dengan
jari tengah pada papilla mamae, dan lakukan pijat jantung 5x selama 6 siklus,

15

jika belum ada perubahan lakukan lagi nafas buatan dan kembali lagi pijat
jantung sampai pada tanda-tanda tertentu misal kesadaran bisa diberhentikan
RJP, maupun bantuan datang, kelelahan,dll.
Dihubungkan dengan AHA ( American Heart Association ) Guidelines
tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat ABC yaitu airway atau
membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas bantuan, dan
circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010
tindakan BLS diubah menjadi CAB ( circulation, Breathing, airway ). Tujuan
utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan yang
irreversible akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4
menit. Untuk perbedaan ABC 2005 dan CAB 2010 adalah sebagai berikut :

16

BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan yang kami dapatkan dalam percobaan kami adalah sebagai


seorang mahasiswa kedokteran gigi memerlukan sekali RJP karena kita tidak tahu
kapan peristiwa buruk terjadi dan tidak setiap orang bisa melakukan RJP maka
apabila pada suatu kondisi seorang dokter gigi yang dalam hal ini adalah juga
seorang medis harus mampu menanganinya dengan Basic Live Support dari RJP
itu sendiri. Selain pada keadaan darurat diluar juga diperlukan untuk pasien-pasien
dokter gigi yang memerlukan RJP pada kondisi tertelan gigi palsu, atau pingsan
saat diberikan anastesi.
Kemudian dalam memberikan RJP perlu diperhatikan apakah benar-benar
tidak sadar seorang korban tersebut maka diperlukan metode AVPU karena
dikhawatirkan korban tidak benar-benar pingsan bisa saja pura-pura dikarenakan
malu, ketakutan, atau menghindari tindakan selanjutnya. Apabila benar tidak
sadar maka bisa melakukan cek denyut nadi pada A.Karotis, lalu pemberian nafas
buatan dengan kasa untuk menghindari penularan penyakit yang dilanjutkan
dengan pijat jantung merupakan sebuah kombinasi sampai tanda-tanda kesadaran
tertentu dan faktor eksternal lain yang mengharuskan RJP dihentikan.

17

DAFTAR PUSTAKA

Ganong. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 14., Alih Bahasa :
Petrus Andriato. Jakarta : EGC.
Guyton. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7, bagian 1 & 2. Alih
Bahasa : Ken Ariata Tengadi, dkk. Jakarta : EGC.
Pratondo.2008. Persepsi Perawat Tentang Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Di Upj Rsup Dr.
Kariadi Semarang. Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta.

iii

Anda mungkin juga menyukai