Disusun Oleh:
AURIDHO PRASETYO PUTRA DITYA
NIM. 151610101081
LABORATORIUM FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
DAFTAR ISI
ii
BAB I
DASAR TEORI
1.1 Pertolongan Pertama (PPGD)
Pertolongan pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai,
tetapi hanya memberi bantuan sementera sampai didapatkan (bila diperlukan)
perawatan medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan
medis. Pada kebanyakan kasus cidera dan penyakit membutuhkan hanya
perawatan pertolongan pertama.
Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah
serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat
dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat
(cidera atau sakit mendadak). Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan
pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Filosofi PPGD adalah Time
Saving is Living Saving yang berarti bahwa seluruh tindakan pada kondisi ini
pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit (henti nafas lama 2-3
menit dapat mengakibatkan kematian).
Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal,
menolong harus berhati-hati dan tidak memindahan korban bila tidak penting
untuk menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau
pengenanannya yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera
tulang belakang atau fraktur yang tidak terdeteksi. Dalam rangka untuk
memberikan pertolongan pertama yang baik, penolong harus mampu
mengidentifikasi cidera korban atau sakit mendadak dan menentukan
keparahannya.
Untuk
mengetahui
keparahannya,
penolong
harus
mengikuti
Mendapat informasi tentang korban yang mungkin dapat sangat berguna untuk
pemberian layanan kedaruratan medis (LKM).
Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu :
(1) Pemeriksaan primer meliputi A-B-C-(D-H) yaitu A (Airway), B
(Breathing), C (Circulation), serta D (Disability) dan H (Hemorhagie). Dan (2)
Pemeriksaan skunder. Pemeriksaan sekunder meliputi (a) wawancara yang
terdiri dari : SAMPLE PAIN yaitu S = Symtom/gejala (keluhan utama, A =
Alergi, M = Medicine (Obat-obatan), P = Pain (Penyakit terdahulu), L = Last
Eat (Makan terakhir), E = Exidance (Peristiwa yang terjadi sebelum
kedaruratan), P = Periode nyeri (Berapa Lama), A = Area (dimana), I =
Intensitas, N = Nulitas (apa yang menghentikannya); (2) Pemeriksaan tandatanda vital; dan (3) Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga
kaki dan Tag (peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang
menarik perhatian disaat terjadi keadaan darurat). Tag ini sebaiknya tidak
dilepaskan dari orang yang mengalami cidera atau sakit.
Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM)
untuk memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran),
polisi layanan ambulan (1-1-8), atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang
terjadi dengan menyebut : (a) Jumlah korban, (b) Kesadaran korban, (c)
Perkiraan usia dan jenis kelamin, (d) Lokasi kejadian secara lengkap, (e)
Nama dan nomor telepon Anda/pelapor.
Persyaratan Dasar PPGD :
(1) Ada pasien tidak sadar
(2) Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
(3) Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
(4) Cek kesadaran pasien (lakukan metode AV-PU)
b. V (Verbal)
berbicara keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan
menggoyang atau menyentuh pasien),jika tidak merespon lanjut ke P,
c. P (Pain)
paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada
(sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
d. U (Unresponsive):
BAB II
LANGKAH KERJA
2.1 Prosedur Standar RJP
(1) Bebaskan/longgarkan pakaian korban di daerah dada ( buka kancing baju
bagian atas agar dada terlihat)
(2) Posisikan diri disebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala
sejajar dengan bahu pasien.
(3) Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
(a) Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
(b) Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat
(c) Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian
leher, Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera
pada tulang belakang bagian leher/cervical. Cedera pada bagian ini sangat
berbahaya karena disini terdapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital manusia
(nafas dan denyut jantung),
(d) Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah pernafasan dari mulut
ke mulut,
(e) Jika tanda-tanda tersebut, maka beralih ke bagian atas, jepit kepala pasien
dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak lagi (imobilitas) dan
lakukan Jaw Thrust. Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera
lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.
(4) Sambil melakukan (1) dan (2) di atas, kemudian dilakukan pemeriksaan
kondisi Airway (jalan panas) dan Breathing (pernafasan) pasien. Metode
pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen,dan Feet.
(a) Look :
Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernafas), apakah gerakan
tersebut simetris/tidak.
(b) Listen :
Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas
tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian).
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
Snoring : Suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah
pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut
(menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk
chin lift , ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah
ke bawah. Lihatlah apaka ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban
(mis : gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut.
Gargling : Suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan disebabkan oleh cairan (mis : darah), maka lakukanlah cross-finger
(sepeti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya menggunakan 2 jari
yang sudah dibalut dengan kain untuk menyapu rongga mulut dari cairancairan).
Crowing : Suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan tetap lakukan manuver
head tilt and chin lift atau jaw thrust saja. Jika suara nafas tidak terdengar karena
ada hambatan total pada jalan nafas, maka dapat dilakukan :
1. Black Blow, sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan
telapak tangan daerah diantara tulang scapula dipanggung.
3. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti pada gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.
(c) Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari
korban
(5) Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa
frekuensi pernafasan pasien itu dalam 1 menit ( pernafasan normal
adalah 12-20 kali per menit),
(6) Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap
melakukan Look, Listen dan Feel,
(7) Jika frekuensi nafas < 12 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail
tentang nafas bantuan dibawah),
(8) Jika pasien mengalami nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas
bantuan di bawah),
(9) Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi a.
Karotosis yang terletak dileher (cek dengan 2 jari di tonjolan di tengah
tenggorokan, lalu gerakan jari ke samping, jangan sampai terhambat
oleh otot leher (sterno-cleido-mastoideus), rasakan denyut nadi
karatosis selama 10 detik
(10) Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah pijat jantung, diikuti
dengan nafas buatan, ulangi sampai 6 kali siklus pijat jantung nafas
buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung,
(11) Cek lagi nadi karotis (dengan metode diatas) selama 10 detik, jika
teraba lakukan Look, Listen dan Feel lagi. Jika tidak teraba ulangi poin
nomor 10; atau dihentikan (lihat syarat RJPdihentikan).
(12) Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda
shock pada pasien.
(a) Denyut nadi > 100 kali per menit
(b) Telapak tangan basah, dingin dan pucat
(c) Capilary Refil Time (CRT) > 2 detik (CRT dapat diperiksa dengan
cara menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksaan selama 5 detik,
lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yang dibutuhkan agar warna ujung
kuku merah lagi).
(13) Jika pasien shock lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan
mengangkat kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi
darah akan lebih banyak ke jantung. Pertahankan posisi shock sampai
bantuan datang atau tanda-tanda shock menghilang
(14) Jika ada pendarahan pada pasien, hentikan pendarahan dengan cara
menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena
dapat mengakibatkan jaringan yang dibebat mati).
(15) Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien
dengan Look, Listen dan Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat
memburuk secara tiba-tiba.
1.1.3 Perlindungan Diri Bagi Penolong
(1) Pastikan tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan
penolong dan pasien,
(2) Minimalisasi kontak langsung dengan pasien untuk mencegah
penularan penyakit,
(3) Selalu memperhatikan kesehatan penolong, sebab pemberian
pertolongan pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika
dilakukan dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong
sendiri.
10
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A (alert)
V (Verbal)
sertakan
dengan
menggoyang
atau
U (Unresponsive)
12
Heimlich Manuver.
4. Metode Back blow manuever dilakukan jika tiba-tiba mendapati seorang pasien
yang mengalami hambatan napas total pada jalan nafas, dengan memukul
menggunakan telapak tangan daerah diantara tulangscapula dipunggung sebanyak
5 kali. Dibidang kedokteran gigi dapat dilakukan jika tiba-tiba mendapati seorang
pasien yang tersedak seperti gigi tiruan tertelan, dsb sehingga membuntu jalan
nafas.
5.Metode Hiemlich maneuver dilakukan jika suara nafas tidak terdengar karena
ada hambatan total pada jalam nafas dengan cara memposisikan diri dibelakang
pasien, kemudian melingkarkan tangan pada sterno pasien lalu menekan sterno
pasien dengan menarik tangan kita kebelakang. Dibidang kedokteran gigi
Hiemlich maneuver dilakukan pada orang dewasa dan jika metode back-blow
maneuver tidak berhasil mengeluarkan benda asing ( Gigi tiruan tertelan ) yang
tertelan. Dengan kata lain metode heimlich manuever dan back blow manuever
memiliki fungsi yang sama, namun bagian yang ditekan ialah ulu hati, sehingga
dilakukan jika benda yang tertelan sudah mencapai perut.
6. Metode Chest Thrust dilakukan jika suara nafas pada ibu hamil, bayi atau
obesitas karena ada hambatan total pada jalan nafas dengan cara mendorong
tangan kearah dalam atas. Chest Thrust dibidang kedokteran gigi sama seperti
back-blow manuever dan hiemlich maneuver, chest thrust maneuver juga
mempunyai fungsi yang sama dan biasanya dipadukan dengan back-blow untuk
mengeluarkan benda asing tersebut serta menormalkan jalan nafas pasien yang
mengalami hambatan hanya saja metode ini dilakukan pada orang hamil, ibu, dan
obesitas.
13
3.3. PEMBAHASAN
Pada percobaan yang kami lakukan mengenai RJP. RJP ini mempunyai
tujuan untuk menyelamatkan korban dengan tindakan-tindakan Basic Live
Support tertentu. Dimana dalam RJP ini bertindak semaksimal mungkin untuk
mengembalikan fungsi ventilasi paru-paru dan sirkulasi darah. Sebelum
melakukannya kita mengecek kesadaran pasien jika sudah sadar tidak perlu
dilakukan akan tetapi jika tidak sadar perlu dilakukan, cek kesadaran ini sangat
penting karena pada kasus tertentu ada korban yang berpura-pura pingsan untuk
menghindari tindakan lanjutan atau karena sekedar terlalu takut, cara untuk
mengecek kesadaran itu sendiri adalah dengan metode AVPU :
A (alert)
V (Verbal)
sertakan
dengan
menggoyang
atau
U (Unresponsive)
Setelah itu melakukan BLS Pembebasan jalan napas Jalan napas pasien
harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah. Membuka jalan
napas dapat dilakukan dengan mengangkat dagu kedepan dengan metode head
lilt-chin lift/ jaw thrust ( lebih aman ), apabila terjadi muntah, posisi pasien
dimiringkan.
14
15
jika belum ada perubahan lakukan lagi nafas buatan dan kembali lagi pijat
jantung sampai pada tanda-tanda tertentu misal kesadaran bisa diberhentikan
RJP, maupun bantuan datang, kelelahan,dll.
Dihubungkan dengan AHA ( American Heart Association ) Guidelines
tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat ABC yaitu airway atau
membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas bantuan, dan
circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010
tindakan BLS diubah menjadi CAB ( circulation, Breathing, airway ). Tujuan
utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan yang
irreversible akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4
menit. Untuk perbedaan ABC 2005 dan CAB 2010 adalah sebagai berikut :
16
BAB IV
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Ganong. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 14., Alih Bahasa :
Petrus Andriato. Jakarta : EGC.
Guyton. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7, bagian 1 & 2. Alih
Bahasa : Ken Ariata Tengadi, dkk. Jakarta : EGC.
Pratondo.2008. Persepsi Perawat Tentang Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Di Upj Rsup Dr.
Kariadi Semarang. Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta.
iii