Tetanus
Tetanus
DEFINISI
Tetanus ( rahang terkunci [lockjaw] ) adalah penyakit akut paralitik spastik yang
disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. (1)
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekauan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung tetapi sebagai dampak
eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan
sumsum tulang belakang, sambungan neuromuscular (neuromuscular junction) dan saraf
autonom. (7)
ETIOLOGI
Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridium Tetani, kuman berbentuk batang
dengan sifat :
Basil gram positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk seperti pemukul
genderang
Obligat anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan
Kuman hidup ditanah didalam usus binatang, terutama pada tanah didaerah pertanian /
perternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencari lingkungan secara fisik dan biologik.
Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun, dalam
lingkungan yang anaerob dapat berubah menjadi bentuk vegetative yang akan menghasilkan
eksotoksin. (7)
EPIDEMIOLOGI
Tetanus + Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
Ilmu Kesehatan Anak (2012)
1
Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemic pada 90 negara yang sedang berkembang,
tetapi insidennya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum (umbilicus),
membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi disetiap tahunnya karena tidak terimunisasi 70%.
Kematian ini terjadi pada sekitar 10 negara Asia, Afrika tropis. Lagipula diperkirakan 15.000
30.000 wanita yang tidak terimunisasi diseluruh dunia meninggal setiap tahun karena tetanus ibu
yang merupakan akibat dari infeksi dengan Clostridium Tetani luka pasca partus, pasca abortus
ataupasca bedah. Sekitar 50 kasus tetanus dilaporkan setiap tahun di Amerika serikat kebanyakan
pada orang-orang umur 60 tahun atau lebih tua. Tetapi seusia anak belajar jalan dan kasus
neonatus juga terjadi. (1)
Kebanyakan kasus tetanus non-neonatorum dihubungkan dengan jejas trismus. Sering
luka tembus yang disebabkan oleh luka kotor yang diakibatkan oleh benda kotor seperti paku,
serpihan, fragmen gelas, injeksi yang tidak steril, tetapi suatu kasus yang jarang mungkin tanpa
riwayat trauma. Tetanus pasca injeksi obat terlarang menjadi lebih sering, sementara keadaan
yang tidak lazim adalah gigitan binatang, abses (termasuk abses gigi), pelubangan cuping
telinga, ulkus kulit kronis, luka bakar, fraktur pilkata, radang dingin (frostbite). Ganggren
pembedahan dan sirkumsisi wanita. Penyakit ini juga terjadi sesudah penggunaan benang jahit
yang terkontaminasi atau sesudah injeksi intramuscular obat-obatan, paling menonjol kinin untuk
malaria falsifarum resisten-kloroquin. (1)
PATOGENESIS
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya yang disebabkan
tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka yang tembak karena luka tersebut menimbulkan
keadaan anaerob yang ideal.
Selain luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang terbuka juga akan
mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium Tetani
ini.
Walaupun luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil dan traktus
digestivus serta gigitan serangga dapat pula merupakan port de entre (tempat masuk) dari
Clostridium Tetani. dibagian ilmu kesehatan anak FKUI RSCM Jakarta, sering ditemukan telinga
dengan otitis media perforate merupakan tempat masuknya C.tettani bila anamnetik tidak ada
luka.
Tetanus + Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
Ilmu Kesehatan Anak (2012)
2
Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan / patah tulang terbuka, luka dengan nanah
Pemeriksaan Fisik
Trismus adalah kekauan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar membuka mulut,
secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar buukaan mulut diukur setiap
hari
Rhesus sardonikus terjadi akibat kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut,
mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah
Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung, otot
leher, otot badan dan trunk muscle. Kekauan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh
dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat
Pada atetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang yang
terus menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang menimbulkan anoxia dan
kematian: pengunyah toksin pada saraf autonomy menyebabkan gangguan sirkulasi
(gangguan irama jantung atau kelainan pembuluh darah)(7)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorik tidak khas, likour serebrospinal normal, jumlah leukosit
normal atau sedikit meningkat. Biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk koman
anaerobic. Selain mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti. (7)
DIAGNOSIS BANDING
serebrospinal
Tetani: tetani disebabkan oleh karena hipokalsemia, secara klinis dijumpai adanya spasme
karpopedal
Keracunan strinin : minum tonikum terlalu banyak (pada anak )
Rabies : pada rabies dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan sedangkan pada
PENGOBATAN
Pengobatan pada tetanus terdidi dari pengobatan umum yang terdiri dari kebutuhan
cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi, mengatasi kejang. Perawatan luka
atau port dentre lain yang diduga seperti karies dentis dan OMSK sedangkan pengobatan
khusus terdidi dari pemberian antibiotic serum anti tetanus.
PERAWATAN UMUM
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
a. Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena, sekaligus obat-obatan
dan bila sampai hari ketiga infus belum dapat dilepas sebaiknya diperimbangkan
pemberian nutrisi secara parenteral
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas. Pada kasus yang berat perlu trakeostomi
3. Memberikan tambahan o2 dengan sungkup (masker)
Tetanus + Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
Ilmu Kesehatan Anak (2012)
5
PENGOBATAN KHUSUS
1. Antibiotic
a. Lini pertama adalah metronidazole iv/oral dengan dosis inisial 15 mg/kgbb
dilanjutkan dengan dosis 30 mg/kgbb/hari dengan interval setiap 6 jam selama 710 hari. Metronidazole efektif untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk
vegetative. Sebagai lini kedua dapat diberikan penisilin prokain 50.000100.000/kgbb/hari. Selama 7-10 hari, jika terdapat hipersensitifitas terhadap
penisislin dapat diberikan tetrasiklin50mg/kgbb/hari ( untuk anak umur lebih dari
8 tahun)
b. Jika terjadi penyulit seperti sepsis atau bronkopneumonia diberikan antibiotic
yang sesuai
2. Antiserum
1.
Dosis ATS yang dianjurkan adalah 100.000 IU dengan 50.000 IU IM dan 50.000 IU
IV. Pemberian ATS harus berhati-hati akan reaksi anafilaktik. Pada tetanus anak
pemberian antiserum dapat disertai imunisasi aktif. DT setelah anaja pulang dari
rumah sakit. Bila fasilitas tersedia dapat diberikan HTI (Human tetanus imunne
Globulin)) 3.000-6.000 IU.(7)
KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadina aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi
2. Asfiksiia
3. Atelektasi Karen obstruksi oleh sekret
4. Fraktur kompresi(4)
PROGNOSIS
Prognosis tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, period of onset, jenis luka dan keadaan
status imunitas pasien. Semakin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis, letak jenis luka
dan luas kerusakan jaringan turut memegang peran dalam menentukan prognosis. Sedangkan
apabila kita menumpai tetanus neonatoru harus dianggap sebagai tetanus oleh karena mempunyai
prognosis buruk. (7)
Tetanus + Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
Ilmu Kesehatan Anak (2012)
7
PENCEGAHAN
1. Mencegah terjadinya luka
2. Perawatan luka yang adekuat
3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka tusuk yaitu
memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa
inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus gejalanya ringan. Umunya diberikan 1.500
IU intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit.
4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada
minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS kemudian diulangi dengan jarak
waktu 1 bulan 2 kali berturut
5. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat inkubasi (dosis 50.000
6.
IU/kgbb/hari)
Imunisasii aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif
sebagai vaksinasi terhadap pertussis dan difteria, dimulai umur 3 bukan. Vaksinasi
ulangan (boster)diberikan 1 tahun kemudian pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5
tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis). (4)
3. Terjadi metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga
tengah
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomyelitis persisten dimastoid
6.
Factor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh. (2)
GEJALA KLINIS
1. Cairan keluar dari telinga. Bila caieran jernih encer seperti air tanpa disertai nyeri telinga
maka mungkin disebabkan oleh tuberculosis. Cairan purulent biasanya disebabkan
staphylococcus, proteus vulgaris, atau pseudomonas aerogenes. Bila cairan berbau
berwarna kuning keabu-abuan mungkin disebabkan kolesteatoma.
2. Perforasi maginal atau attic dengan colesteatoma biasanya disebabkan OMSK.
Perforasi multiple mungkin disebabkan tuberculosis
3. Pendengaran berkurang
4. Vertigo bila disertai tinnitus mungkin sudah terjadi labirinitis
5. Pada OMK tidak terdapat nyeri ditelinga. Bila ada nyeri berarti ada tekanan cairan karena
lubang tersumbat sekret, pacimeningitis / meningitis / abses otak
6. Paralisis parsial. Bila OMSK disertai paralisis fasial, maka sudah merupakan indikasi
mastodektomi radikal. (5)
DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama
pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui
adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat
dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, auudiometri tutur (speech audiometry) dan
pemeriksaan BERA (brainstem evoked audiometry) bagi pasien / aak yang tidak kooperatif
dengan pemeriksaan audimetri nada murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto roentgen
mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga. (3)
PENATALAKSANAAN
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu yang lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebankan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu:
Tetanus + Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
Ilmu Kesehatan Anak (2012)
10
1. adanya perforasi membrane timpani yang permanen sehingga telinga tengah berhubungan
dengan dunia luar
2. terdapat sumber infeksi difaring, nasofaring hidung dan sinus paranasal
3. terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. gizi dan hygiene yang kurang
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau medikamentosa. Bila sekret keluar
terus menerus maka diberi obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah
sekret berkurang maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid 1-2 minggu. Obat antibiotic oral dari golongan
ampicillin atau eritromicin (bila pasien alergi terhadap penisilin). Sebelum hasil tes alergi
diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telaah resisten terhadap ampisilin
asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane timpani yang perforasi
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.(2)
KEPUSTAKAAN
1. Behrman E Richard, Klegman M, Robert, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Ed 15, Jakarta:
EGC, 2000, hal : 1004-1007
2. Bellanger, Juhn Jacob, Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Jilid 2,
Jakarta : Binarupa Aksara FKUI
3. Djafar, et all 2010. Buku Ajar ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher,
Edisi 6, Jakarta : FKUI
4. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah Kesehatan Anak jilid 2, Jakarta : FKUI, Hal 568-573
5. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah Kesehatan Anak jilid 2, Jakarta : FKUI, Hal 919-922
6. MAnsjoer A. Suprahatta, Kapita Selekta KEdokteran Edisi 3 Jakarta: FKUI, 2007 hal :
1777-1785
7. Poorwo s. Garna H. Buku Ajar infeksi dan pediatric tropis Edisii 2 IDAI: 2012 hal 322329