DHF
DHF
Oleh :
Magdalena Wibawati
G99141061
Pritami
G99141112
Pembimbing :
dr. Noor Alifah, Sp. A.
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Presentasi
kasus dengan judul :
Hari/tanggal
: 10 Juli 2015
Oleh:
Magdalena Wibawati
G99141061 / F.10.15
Pritami
G99141112 / F.11.15
BAB I
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. RK
Umur
: 13 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Plosokerep, Boyolali
Tanggal masuk
: 5 Juli 2015
: 15493965
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan melalui alloanamnesis dengan ibu pasien dan
autoanamnesis di bangsal Edelweis pada pukul 13.00
A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
II
I
Selasa
30/6/15
Rabu
1/7/15
III
Kamis
2/7/15
IV
Jumat
3/7/15
Sabtu
4/7/15
VI
Minggu
5/7/15
Senin
6/7/15
I
15/6
2015
09.00
II
16/6
2015
09.00
III
17/6
2015
09.00
IV
18/6
2015
09.00
19/6
2015
09.00
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: (+) teman sekolah
: Bidan
Frekuensi
: Trimester I
: 1x/ 2 bulan
Trimester II
: 1x/ bulan
Trimester III
: 1x/bulan
: 0 bulan
BCG, Polio 1
: 1 bulan
DPT/Hb 1, Polio 2
: 2 bulan
DPT/Hb 2, Polio 3
: 3 bulan
DPT/Hb 3, Polio 4
: 4 bulan
Campak
: 9 bulan
: tersenyum
2 bulan
: mengangkat kepala
3 bulan
: tengkurap sendiri
4 bulan
6 bulan
9 bulan
Saat ini pasien berusia 13 tahun, pasien dapat bergaul dengan teman
sebayanya dengan baik.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.
K. Riwayat Makan dan Minum Anak
1. ASI diberikan sejak lahir, diberikan tiap kali menangis, lama
menyusui 10-15 menit, bergantian payudara kanan dan kiri.
2. Buah dan sayur : pisang sejak umur 6 bulan, sayur bayam, wortel,
lauk ati ayam, tahu, tempe, telur, daging, udang sejak usia 9 bulan.
3. Makanan padat dan bubur :
a. Bubur susu
b. Nasi tim
4. Saat ini pasien makan beraneka ragam nasi disertai lauk pauk seperti
tahu, tempe, telur, daging dan disertai sayur. Pasien makan tiga kali
sehari, 1 piring nasi setiap makan.
I. Pohon Keluarga
I
II
Tn. S, 39 tahun
Ny. H, 36 tahun
III
An. RK 13 tahun, 32 kg
Status gizi
B. Tanda vital
BB
: 32 kg
TB
: 140 cm
TD
: 100/70 mmHg
Nadi
RR
: 24x/menit
Suhu
C. Kulit
Warna sawo matang, ikterik (-), petechiae (+), purpura (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut
E. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), palpebra oedem (+/+) minimal, sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), air mata (+/+)
F. Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
G. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga
Normotia, sekret(-), tragus pain (-), mastoid pain (-).
I. Tenggorok
Uvula ditengah, tonsil T1-T1 hipermis (-), faring hiperemis (-)
J. Leher
Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak
meningkat
K. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas paru-hepar
: SIC V kanan
Batas paru-lambung
: SIC VI kiri
Redup relatif
: SIC V kanan
Redup absolut
Auskultasi
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: SIC II LPSS
Kiri bawah
: SIC IV LMCS
Kanan atas
: SIC II LPSD
L. Abdomen
Inspeksi
: timpani
Palpasi
O. Ekstremitas
Akral dingin -
Petechie
oedema
45
155
BB/U= P3 (underweight)
33
(CDC, 2000)
Kesan Status gizi secara antropometris : gizi baik, underweight,
severe stunted.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 5 Juli 2015
Pemeriksaan
Hb
Hct
AL
AT
AE
MCV
MCH
MCHC
Hasil
13.8
44,1
3500
68
5,27
83,7
26,2
31,3
Satuan
g/dL
%
Ribu/ul
Ribu/ul
Juta/ul
/um
Pg
g/dL
RDW
Hitung Jenis
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Imunoserologi
HBSAg
Widal
Typhi O
Typhi H
Paratyphi AH
15,1
60,9
25,5
13,6
%
%
%
Nonreaktif
Negatif
Negatif
Negatif
V. RESUME
Pasien mengeluhkan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi
mendadak dan dirasakan terus menerus tinggi hingga malam hari. Untuk
mengobati demam, pasien telah diberi obat turun panas namun kembali
demam setelah beberapa jam. Selain demam pasien juga mengeluhkan,
nyeri kepala, nyeri perut dan nafsu makan menurun. Pasien sudah berobat
ke dokter umum dan RS Bayangkari, namun keluhan belum berkurang
sehingga pasien dibawa ke RSPA Boyolali. Sebelumnya pasien belum
pernah cek darah. BAK dalam batas normal, pasien belum BAB sejak 5
hari SMRS.
Hasil pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis. Hasil pemeriksaan tekanan darah 100/70 mmHg HR:
80x/menit RR: 24x/menit dan suhu per aksila: 36,5oC. Pada pemeriksaan
udem palpebra (+/+) minimal, pulmo SDV (+/+), abdomen nyeri tekan (+)
di region epigastrium dan hipokondriaka dextra, hepar/lien tidak teraba,
RL (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan AL: 3500/L, AT:
68.103/L, HCT: 44,1%
VI. DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
RR: 20x/menit
Nadi: 80x/menit
Suhu: 36,5 C
Kepala
: mesocephal
Mata
Hidung
Mulut
Thorax
: Retraksi (-)
Cor
Pulmo
: Tympani
Palpasi
Anus
: Hiperemis (-)
Ekstremitas
Akral dingin -
edema
Plan :
Cek HT/ 12 jam
Cek PP,AT/24 jam
Hasil
Satuan
46.8
Hasil
Hct
Protein Plasma
AT
%
Satuan
45
5.0
46.000
%
u/L
Hasil
kuning
jernih
khas
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.010
6.5
1 (+)
1 (+)
1 (+)
Negative
Negative
Negative
Satuan
Nadi: 78x/menit
RR: 20x/menit
Kepala
: mesocephal
Mata
Hidung
Suhu: 35,8 C
Mulut
Thorax
: Retraksi (-)
Cor
Pulmo
: Tympani
Palpasi
Anus
Hiperemis (-)
Ekstremitas
Akral dingin -
edema
Hasil
Hct
Hasil Lab Darah 7 Juli 2015 sore
Pemeriksaan
Hct
Protein Plasma
Satuan
44.1
Hasil
%
Satuan
44.6
5.2
AT
41.000
u/L
Ass :
1. Dengue Hemorraghic Fever Grade II
2. Gizi baik
Terapi :
1. IVFD Asering 5 ml/kgBB/jam = 160 ml/jam (via infus pump)
2. Inj. Antrain 1 amp/8 jam k/p
3. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Inj. Ondansetron 1 amp/8 jam k/p
5. Paracetamol 3x1 tab k/p
Nadi: 68x/menit
RR: 24x/menit
Kepala
: mesocephal
Mata
Hidung
Mulut
Suhu: 36,4 C
Thorax
: Retraksi (-)
Cor
Pulmo
: Tympani
Palpasi
Anus
Hiperemis (-)
Ekstremitas
Akral dingin -
edema
Hasil
Hct
Protein Plasma
AT
Satuan
38.5
4.8
82.000
Ass :
1. Dengue Hemorraghic Fever Grade II
2. Gizi baik
Tata Laksana :
1. IVFD Asering 5 ml/kgBB/jam = 160 ml/jam (via infus pump)
2. Inj. Antrain 1 amp/8 jam k/p
3. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Inj. Ondansetron 1 amp/8 jam k/p
5. Paracetamol 3x1 tab k/p
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
%
u/L
A. Definisi
Demam
dengue/DF dan
demam berdarah
dengue/DBD
(dengue
Mekanisme
sebenarnya
tentang
patofisiologi,
hemodinamika,
dan
E. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010):
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk
pertama kali gejala mungkin tidak bisa dibedakan dari infeksi virus
lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi demam dan muncul
gejala saluran pernafasan atas dan gejala gastrointestinal (WHO, 2011)
2. Demam dengue klasik
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik
lebih sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai dengan
gejala
nyeri
kepala,
mialgia,
atralgia,
rash,
leukopenia,
dan
pada
periode
memuncaknya
penyakit
dengan
terdapatnya
Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000
cell/mm3) dapat membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan
angka prediksi 70 80 %. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan (WHO,
2011):
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
darah.
Pada
beberapa
epidemi
biasanya
terjadi
trombositopeni
Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin
meningkat.
Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkan
dengan demam yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.
Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapat
mengintervensi peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan
pembekuan darah.
Demam Berdarah Dengue
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD
terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila
sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi
dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi (Soedarmo, 2012).
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba
2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan
dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada
sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan (Soedarmo,
2012).
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia
sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah
ataupun
purpura,
perdarahan
mukosa
traktus
III
DBD
(DSS)
IV
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Leukopenia
( < 5000 sel/mm3 )
Trombositopenia
( < 150.000 sel/mm3 )
Peningkatan Hematokrit
( 5 10 % )
Tidak ditemukan kebocoran
plasma
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
a. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang
selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl
biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum
atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat
sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma
biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak
pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan
antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah
kasus DBD.
b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat
beberapa kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah
paru, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan
dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica felea.
c. Pemeriksaan Rumple leed test
Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh
pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak
merah kecil pada permukaan kulit (petechiae). Test dikatakan positif jika
terdapat lebih dari dikatakan positif 10 petechiae dalam lingkaran.
d. Pemeriksaan lainnya :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk
Reaction)
Deteksi Antigen Virus
Deteksi antigen NS1.
Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutinationinhibition (HI), Complement Fixation (CF), Neutralization Test
(NT), Ig M capture enzyme-linked immunosorbent assay
(MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig G ELISA indirect
d.
Rackettsial
I. Komplikasi DBD
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.
b. Kelainan Ginjal
c. Edema paru
J. Penatalaksanaan DBD
Pengobatan DBD
bersifat
suportif
simptomatik
dengan
tujuan
tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam
4 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan
cairan rumatan 80 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang
demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama
masih demam.
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital,
kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali)
perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.
Cairan intravena diperlukan apabila :
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus
selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai
penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien
dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. Apabila
selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2
kali pemeriksaan berturut turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil,
tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam
24 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak
tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan
nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan
menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka
tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan
klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian
dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat
dan ht naik maka berikan koloid 10 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal
30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10
ml/KgBB/jam.
Bila terdapat asidosis, dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan berisi 0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl
0,9 % + glukosa ditambah Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan
yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai
sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 8 %) seperti tertera pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 8 %)
Berat Waktu Masuk (Kg)
< 7 Kg
7 11 Kg
12 18 Kg
> 18 Kg
Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat,
nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru,
tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus
dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam
Gambar 1.
Tatalaksana
infeksi virus
Dengue pada
Gambar
3.
Gambar 4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
K. Prognosis
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan
sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab
kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto,
2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita
demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian tersebut antara lain
(Rampengan, 2008) :
1. Syok lama
2. Overhidrasi
3. Perdarahan masif
4. Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang
tidak syok
L. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vector virus
dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :
1. Mengurangi populasi vektor serendah rendahnya sehingga tidak berarti
lagi sebagai penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan
lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu
pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektorpatogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo, 2010):
1.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
2.
bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
Foging Focus dan Foging Masal
a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan
selang waktu 1 minggu
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB
dalam jangka waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan
Lingkungan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
Soegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada
Anak. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga
Surabaya