Anda di halaman 1dari 13

Object 1

Object 2

Object 3

Home
About
Sitemap
Privacy Policy
Disclaimers
Contact
Cara Download

Sarjanaku.com
Blog Pendidikan Indonesia

Object 4

Banking
Management
Psychology
Parenting
Healt
Sport
Teknologi

Religion

Film

Education

Home Sejarah Peradaban Islam Sejarah Peradaban Islam

Sejarah Peradaban Islam

Object 5

A.

PENGERTIAN

PERADABAN

Sejarah Peradaban Islam, Kata Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan.
Tetapi dalam B. Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah
Civilization untuk peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam B. Arab
dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan), dan Tamaddun
(peradaban)
Sejarah Peradaban Islam Menurut A.A. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam
hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris)
yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban diartikan dalam dua
cara:
Proses menjadi berkeadaban, dan
Suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
Suatu peradaban ditunjukkan dalam gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota besar, masyarakat
telah memiliki keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan, pembangunan, pengangkutan
dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik dalam kesenian yang indah-indah.
Adapun kebudayaan diartikan bersifat sosiologis di satu sisi dan antropologis di sisi lain. Istilah
kebudayan (culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara mengerjakan tanah, memelihara
tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. Dalam latihan ini memerlukan proses
dan mengembangkan cipta, karsa, dan rasa manusia. Maka culture adalah civilization dalam arti
perkembangan
jiwa.
Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat
kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi
Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh
umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik
atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam
hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.

B.

MERAIH

KEJAYAAN

ISLAM

DENGAN

IPTEK

Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun tentang kebangkitan suatu peradaban, jika umat Islam ingin
membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanpa
ini,
kebangkitan
Islam
hanya
akan
menjadi
utopia
belaka.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen
penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi,
kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan berjuang
untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan
beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu.
Sebab
kesempurnaan
manusia
ditentukan
oleh
ketinggian
pemikirannya.
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi
sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu
saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal
ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar
lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Maka dari
itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan
Islam.
Orang mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak
sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan. Namun, sejatinya
faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang mengarahkan
seseorang untuk memberi respon seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor
ilmu pengetahuan. Dari sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan
peradaban
Islam.
Lebih penting dari ilmu dan pemikiran yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah
intelektual. Ia berfungsi sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran
tersebut. Bahkan perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual. Ini
bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat dan
Islam. Di Barat ide-ide para pemikir, seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John
Dewey, Adam Smith dan sebagainya adalah pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah
pemikiran
masyarakat.
Demikian pula dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali,
Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan
bahkan kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan membangun
pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun bidang-bidang lain.
Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan
Islam.
Guna memuluskan jalan menuju kebangkitan peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar,
mengkaji, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan umat Islam
berada di atas nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi khairu ummah sebagaimana
yang
disinyalir
QS
Ali
Imran
[3]:
110.
C.

DASAR-DASAR

PERADABAN

ISLAM

Analisis Historis Dan Konstektual Dalam Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah kesepakatan
keimanan seluruh kaum muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah
agama yang dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan ini
didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada
seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembir Dan sebagai pemberi peringatan tetapi
kebanyakan manusia tidakmengetahui. Dalam teks lain dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir
yang dibawa oleh agama ini adalah kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia
tetapi juga bagi alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21:
107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan ciptaan Tuhan Dan
semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim,
menempati
posisi
yang
sama
di
hadapan-Nya.
Hal ini dinyatakan secara eksplisit Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian
terdiri dari laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku
agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah yang paling
bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan pernyataan paling tegas
mengenal universalitas Islam Totalitas Islam pada sisi lain muncul Dalam konsep Trilogi Islam.
Trilogi ini merupakan ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi
keimanan. Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan Tuhan;,
pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat (metafisika). Dimensi ini
biasanya
juga
dikenal
dengan
istilah
aqidah.
Kedua adalah dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat
dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku personal
dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar
personal. Dimensi ini biasanya disebut syariah. Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para
ulama Islam sebagai : aturan ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan
muamalat atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala persoalannya.
Dimensi ketiga adalah aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang
diharapkan akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah. Ini
biasanya disebut juga dimensi tasawuf/akhlaq.Seluruh dimensi ajaran Islam tersebut diambil dari
sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits Nabi. Kedua sumber utama Islam ini
mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan bagi hidup Dan kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : Kami tidak melupakan
sesuatupun di Dalam al Kitab. Q.S.Al Anam,6:38). Dari sini para ulama kemudian
mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia Dalam
ruang
Dan
waktu
yang
berbeda-beda
Dan
berubah-ubah.
Ekplorasi Dan pengembangan tersebut dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad,
Istinbat atau Ilhaq al Masail bi Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik dengan aktifitas
intelektual. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah intelektual Islam yang
maha kaya Dalam beragam disiplin ilmu pengetahuan Dan teknologi. Inilah yang kemudian
menciptakan peradaban Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif
Dalam sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama Islam.Menelusuri aktifitas intelektual kaum
muslimin pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam Klasik
ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara ilmu pengetahuan Agama Dan pengetahuan umum
(sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis ilmu pengetahuan adalah ilmu Allah yang
mahakaya. Bahkan pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif
produk-produk ilmu pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang filsafat Dan fisika.

Aspek Hukum Islam Pada tataranpengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif
adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa bergerak Dan
ruang Dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling mudah dipahami banyak
orang. Maka sampai abad ke IV H, peradaban Islam telah menghasilan ratusan para ahli hukum
Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas,
Muhammad bin Idris al Syafii Dan Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk
mengeksploitasi Dan mengembangkan hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa
berkembang. Masing-masing dengan metodanya Dan kecenderungannya sendiri-sendiri.
Produk-produk hukum mereka yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan fiqh, senantiasa
memiliki relevansi dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan
pola fiqh ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan : Mazhab Hanafi
adalah mazhab ahl al Ray (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab muhafizhin (menjaga tradisi),
Syafii mazhab al Tawassuth, Dan Hanbali ; mazhab mutasyaddidin. Pembagian pola atau
katagorisasi ini tentu saja tidak bersifat absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau
umum.
Satu hal yang sangat menarik adalah bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa
saling menghargai pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan mereka adalah
Rayuna Shawab Yahtamil al Khatha wa Rayu Ghairina Khatha Yahtamil al Shawab (pendapat
kami benar tetapi boleh jadi keliru, Dan pendapat selain kami keliru tetapi mungkin saja
benar).Sikap menghargai pandangan orang lain yang berbeda ditunjukkan oleh Imam Malik bin
Anas melalui penolakannya terhadap Khalifah dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang
menghendaki kitab;Al Muwattha; sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada
Khalifah beliau mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini telah berkembang
berbagai
tradisi
hukum
sesuai
dengan
kemaslahatan
setempat.
Beberapa hal yang bisa dijadikan dasar kontekstualisasi adalah :Mengkaji substansi, kausalita;
hukum yang terdapat Dalam teks. Cara ini sejalan dengan kaedah fiqh :
Mengkaji sosio-kultural Dan Politik yang melatarbelakangi teks-teks fiqh Klasik
Menjadikan realitas sosial baru sebagai bahan Analisis bagi kemungkinan dilakukannya
perubahan hukum. Ini sejalan dengan kaedah Taghayyur al Ahkam bi Taghayyur al Ahwal
wa al Azminah wa al Amkinah(hukum bisa berubah karena perubahan keadaan, zaman Dan
tempat).

D.

Perubahan hukum tersebut harus selalu mengacu pada empat hal : Keadilan, Kemaslahatan,
Ke Kerahmatan Dan Kebijaksanaan.
PRIODESASI

PERKEMBANGAN

PERADABAN

ISLAM

Sejak awal, Rasulullah SAW tidak pernah mengajar sistem feodal atau monarki. Maka, pemilihan
khalifah (pada masa khulafaur rasyidin) dilakukan dengan tiga model pemilihan: aklamasi;
penunjukan;
atau
(ketiga)
melalui
tim
formatur
(dewan
syura).
Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut
penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan
(prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan.
Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si
miskin,
dan
raja
dengan
rakyat.
Tidak
ada
kasta-kasta
dalam
Islam.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian,

kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian,
konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain,
seperti
Yahudi,
Persia
dan
Romawi.
Semasa Dinasti Umayyah (Amawiyah) berkuasa (661-770M), banyak institusi politik dibentuk,
misalnya undang-undang pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos
dan
giro
serta
penasihat
khusus
di
bidang
politik.
Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan
logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi,
dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana
transportasi
darat
maupun
laut,
sistem
pertanian
maupun
pengairan.
Wilayah kekuasaan Umayyah berkembang di sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat India
sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel.
Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol.
Sebelah timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya
Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh
Afrika
Utara,
Aljazair,
Tangiers
dan
Spanyol.
Astronomi, astronom pertama Muslim Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat
astrolobe atau alat ukur ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari (850M) sebagai
dokter pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh kedokteran lainnya adalah Ibnu
Sina,
Al
Razi
dan
Al
Farabi.
Sementara di bidang kimia, muncul Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan
Muslim lainnya ketika itu adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul pula sejarawan
seperti Ahmad al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Sedang ahli ilmu
bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M). Khusus di bidang hadits, dilakukan
penyempurnaan, pembukuan dan pencatatan dari hafalan para sahabat. Mulailah dilakukan
pengklasifikasian secara sistematis dan krologis, sehingga muncul apa yang kita kenal sebagai
hadits
shahih,
dhaif,
maudhu.
Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi sebuah
hadits . Apa yang disajikan Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam terbitan Rajawali Pers (PT
Raja Grafindo Perkasa) ini membuktikan argumentasi reformis Islam asal Mesir Muhammad Abduh
bahwa sangat tidak benar (persangkaan Barat selama ini) mengaitkan Islam dengan
keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Justru Baratlah yang kemudian mencomot apa-apa
yang terbaik dari peradaban Islam. Pecahnya kekhalifahan Umayyah adalah penguasa pertama yang
mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang bersifat demokrasi menjadi monarki absolut.
Demikian pula Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan
kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun
temurun. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap
daulat-daulat
kecil,
maka
pecahlah
kekuasaan
kekhalifahan.
Di wilayah Barat, Andalusia, Dinasti Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman Nasr
menjadi khalifah/Amir Al-Mukminin. Kekuasaan Umayyah dihancurkan Abbasiyah, karena
ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik berkepanjangan dengan kaum Syiah.
Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan Tartar dari Mongolia, ketika kejayaannya juga terus
merosot
dan
lemah.
Ajid Thohir secara sistematis menyajikan bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan dunia

Islam ini berjaya dan jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara
Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Ir Soekarno.
BAB
KESIMPULAN

DAN

A.

III
SARAN
KESIMPULAN

Peradaban seringkali diartikan sama dengan kebudayaan menurut a.a. Fyzee, peradaban
(civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata
civies (latin) atau civil (inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi
sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu
saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal
ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar
lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian,
kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian,
konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain,
seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
B.
SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/1 semester empat
pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang sejarah peradaban islam karena agar kita
lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban tejadi yang pada makalah ini dititik beratkan pada
peradaban
islam.

DAFTAR PUSTAKA
Science And Civilization in islam, pengarang : seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble
Books,
State University of New York dialih bahasakan oleh DR. yazid penerbit Press, 1993
Abu Ishaq al Syathibi, dalam bukunya Al Muwafaqat fi Ushul al Syariah, Maktabah Tijariyah
Kubra, Kairo diterjemahlkan oleh. Mukhsin dkk diterbitkan oleh yayasan UIN Jakarta- mei 2006
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya
Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir Cetakan I: September 2004 + 364 halaman

A.

PENGERTIAN

PERADABAN

Sejarah Peradaban Islam, Kata Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan.
Tetapi dalam B. Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah
Civilization untuk peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam B. Arab
dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan), dan Tamaddun
(peradaban)
Sejarah Peradaban Islam Menurut A.A. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam
hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris)
yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban diartikan dalam dua
cara:
Proses menjadi berkeadaban, dan
Suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
Suatu peradaban ditunjukkan dalam gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota besar, masyarakat
telah memiliki keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan, pembangunan, pengangkutan
dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik dalam kesenian yang indah-indah.
Adapun kebudayaan diartikan bersifat sosiologis di satu sisi dan antropologis di sisi lain. Istilah
kebudayan (culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara mengerjakan tanah, memelihara
tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. Dalam latihan ini memerlukan proses
dan mengembangkan cipta, karsa, dan rasa manusia. Maka culture adalah civilization dalam arti
perkembangan
jiwa.
Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat
kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi
Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh
umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik
atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam
hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
B.

MERAIH

KEJAYAAN

ISLAM

DENGAN

IPTEK

Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun tentang kebangkitan suatu peradaban, jika umat Islam ingin
membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanpa
ini,
kebangkitan
Islam
hanya
akan
menjadi
utopia
belaka.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen

penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi,
kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan berjuang
untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan
beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu.
Sebab
kesempurnaan
manusia
ditentukan
oleh
ketinggian
pemikirannya.
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi
sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu
saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal
ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar
lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Maka dari
itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan
Islam.
Orang mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak
sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan. Namun, sejatinya
faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang mengarahkan
seseorang untuk memberi respon seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor
ilmu pengetahuan. Dari sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan
peradaban
Islam.
Lebih penting dari ilmu dan pemikiran yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah
intelektual. Ia berfungsi sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran
tersebut. Bahkan perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual. Ini
bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat dan
Islam. Di Barat ide-ide para pemikir, seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John
Dewey, Adam Smith dan sebagainya adalah pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah
pemikiran
masyarakat.
Demikian pula dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali,
Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan
bahkan kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan membangun
pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun bidang-bidang lain.
Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan
Islam.
Guna memuluskan jalan menuju kebangkitan peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar,
mengkaji, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan umat Islam
berada di atas nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi khairu ummah sebagaimana
yang
disinyalir
QS
Ali
Imran
[3]:
110.
C.

DASAR-DASAR

PERADABAN

ISLAM

Analisis Historis Dan Konstektual Dalam Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah kesepakatan
keimanan seluruh kaum muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah
agama yang dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan ini
didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada
seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembir Dan sebagai pemberi peringatan tetapi
kebanyakan manusia tidakmengetahui. Dalam teks lain dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir
yang dibawa oleh agama ini adalah kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia
tetapi juga bagi alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21:

107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan ciptaan Tuhan Dan
semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim,
menempati
posisi
yang
sama
di
hadapan-Nya.
Hal ini dinyatakan secara eksplisit Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian
terdiri dari laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku
agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah yang paling
bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan pernyataan paling tegas
mengenal universalitas Islam Totalitas Islam pada sisi lain muncul Dalam konsep Trilogi Islam.
Trilogi ini merupakan ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi
keimanan. Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan Tuhan;,
pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat (metafisika). Dimensi ini
biasanya
juga
dikenal
dengan
istilah
aqidah.
Kedua adalah dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat
dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku personal
dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar
personal. Dimensi ini biasanya disebut syariah. Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para
ulama Islam sebagai : aturan ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan
muamalat atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala persoalannya.
Dimensi ketiga adalah aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang
diharapkan akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah. Ini
biasanya disebut juga dimensi tasawuf/akhlaq.Seluruh dimensi ajaran Islam tersebut diambil dari
sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits Nabi. Kedua sumber utama Islam ini
mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan bagi hidup Dan kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : Kami tidak melupakan
sesuatupun di Dalam al Kitab. Q.S.Al Anam,6:38). Dari sini para ulama kemudian
mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia Dalam
ruang
Dan
waktu
yang
berbeda-beda
Dan
berubah-ubah.
Ekplorasi Dan pengembangan tersebut dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad,
Istinbat atau Ilhaq al Masail bi Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik dengan aktifitas
intelektual. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah intelektual Islam yang
maha kaya Dalam beragam disiplin ilmu pengetahuan Dan teknologi. Inilah yang kemudian
menciptakan peradaban Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif
Dalam sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama Islam.Menelusuri aktifitas intelektual kaum
muslimin pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam Klasik
ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara ilmu pengetahuan Agama Dan pengetahuan umum
(sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis ilmu pengetahuan adalah ilmu Allah yang
mahakaya. Bahkan pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif
produk-produk ilmu pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang filsafat Dan fisika.
Aspek Hukum Islam Pada tataranpengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif
adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa bergerak Dan
ruang Dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling mudah dipahami banyak
orang. Maka sampai abad ke IV H, peradaban Islam telah menghasilan ratusan para ahli hukum
Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas,
Muhammad bin Idris al Syafii Dan Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk
mengeksploitasi Dan mengembangkan hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa
berkembang. Masing-masing dengan metodanya Dan kecenderungannya sendiri-sendiri.

Produk-produk hukum mereka yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan fiqh, senantiasa
memiliki relevansi dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan
pola fiqh ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan : Mazhab Hanafi
adalah mazhab ahl al Ray (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab muhafizhin (menjaga tradisi),
Syafii mazhab al Tawassuth, Dan Hanbali ; mazhab mutasyaddidin. Pembagian pola atau
katagorisasi ini tentu saja tidak bersifat absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau
umum.
Satu hal yang sangat menarik adalah bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa
saling menghargai pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan mereka adalah
Rayuna Shawab Yahtamil al Khatha wa Rayu Ghairina Khatha Yahtamil al Shawab (pendapat
kami benar tetapi boleh jadi keliru, Dan pendapat selain kami keliru tetapi mungkin saja
benar).Sikap menghargai pandangan orang lain yang berbeda ditunjukkan oleh Imam Malik bin
Anas melalui penolakannya terhadap Khalifah dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang
menghendaki kitab;Al Muwattha; sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada
Khalifah beliau mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini telah berkembang
berbagai
tradisi
hukum
sesuai
dengan
kemaslahatan
setempat.
Beberapa hal yang bisa dijadikan dasar kontekstualisasi adalah :Mengkaji substansi, kausalita;
hukum yang terdapat Dalam teks. Cara ini sejalan dengan kaedah fiqh :
Mengkaji sosio-kultural Dan Politik yang melatarbelakangi teks-teks fiqh Klasik
Menjadikan realitas sosial baru sebagai bahan Analisis bagi kemungkinan dilakukannya
perubahan hukum. Ini sejalan dengan kaedah Taghayyur al Ahkam bi Taghayyur al Ahwal
wa al Azminah wa al Amkinah(hukum bisa berubah karena perubahan keadaan, zaman Dan
tempat).

D.

Perubahan hukum tersebut harus selalu mengacu pada empat hal : Keadilan, Kemaslahatan,
Ke Kerahmatan Dan Kebijaksanaan.
PRIODESASI

PERKEMBANGAN

PERADABAN

ISLAM

Sejak awal, Rasulullah SAW tidak pernah mengajar sistem feodal atau monarki. Maka, pemilihan
khalifah (pada masa khulafaur rasyidin) dilakukan dengan tiga model pemilihan: aklamasi;
penunjukan;
atau
(ketiga)
melalui
tim
formatur
(dewan
syura).
Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut
penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan
(prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan.
Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si
miskin,
dan
raja
dengan
rakyat.
Tidak
ada
kasta-kasta
dalam
Islam.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian,
kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian,
konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain,
seperti
Yahudi,
Persia
dan
Romawi.
Semasa Dinasti Umayyah (Amawiyah) berkuasa (661-770M), banyak institusi politik dibentuk,
misalnya undang-undang pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos
dan
giro
serta
penasihat
khusus
di
bidang
politik.
Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan
logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi,

dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana
transportasi
darat
maupun
laut,
sistem
pertanian
maupun
pengairan.
Wilayah kekuasaan Umayyah berkembang di sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat India
sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel.
Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol.
Sebelah timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya
Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh
Afrika
Utara,
Aljazair,
Tangiers
dan
Spanyol.
Astronomi, astronom pertama Muslim Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat
astrolobe atau alat ukur ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari (850M) sebagai
dokter pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh kedokteran lainnya adalah Ibnu
Sina,
Al
Razi
dan
Al
Farabi.
Sementara di bidang kimia, muncul Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan
Muslim lainnya ketika itu adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul pula sejarawan
seperti Ahmad al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Sedang ahli ilmu
bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M). Khusus di bidang hadits, dilakukan
penyempurnaan, pembukuan dan pencatatan dari hafalan para sahabat. Mulailah dilakukan
pengklasifikasian secara sistematis dan krologis, sehingga muncul apa yang kita kenal sebagai
hadits
shahih,
dhaif,
maudhu.
Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi sebuah
hadits . Apa yang disajikan Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam terbitan Rajawali Pers (PT
Raja Grafindo Perkasa) ini membuktikan argumentasi reformis Islam asal Mesir Muhammad Abduh
bahwa sangat tidak benar (persangkaan Barat selama ini) mengaitkan Islam dengan
keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Justru Baratlah yang kemudian mencomot apa-apa
yang terbaik dari peradaban Islam. Pecahnya kekhalifahan Umayyah adalah penguasa pertama yang
mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang bersifat demokrasi menjadi monarki absolut.
Demikian pula Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan
kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun
temurun. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap
daulat-daulat
kecil,
maka
pecahlah
kekuasaan
kekhalifahan.
Di wilayah Barat, Andalusia, Dinasti Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman Nasr
menjadi khalifah/Amir Al-Mukminin. Kekuasaan Umayyah dihancurkan Abbasiyah, karena
ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik berkepanjangan dengan kaum Syiah.
Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan Tartar dari Mongolia, ketika kejayaannya juga terus
merosot
dan
lemah.
Ajid Thohir secara sistematis menyajikan bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan dunia
Islam ini berjaya dan jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara
Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Ir Soekarno.
BAB
KESIMPULAN
A.

DAN

III
SARAN
KESIMPULAN

Peradaban seringkali diartikan sama dengan kebudayaan menurut a.a. Fyzee, peradaban
(civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata
civies (latin) atau civil (inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi
sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu
saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal
ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar
lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian,
kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian,
konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain,
seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
B.
SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/1 semester empat
pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang sejarah peradaban islam karena agar kita
lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban tejadi yang pada makalah ini dititik beratkan pada
peradaban
islam.

DAFTAR PUSTAKA
Science And Civilization in islam, pengarang : seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble
Books,
State University of New York dialih bahasakan oleh DR. yazid penerbit Press, 1993
Abu Ishaq al Syathibi, dalam bukunya Al Muwafaqat fi Ushul al Syariah, Maktabah Tijariyah
Kubra, Kairo diterjemahlkan oleh. Mukhsin dkk diterbitkan oleh yayasan UIN Jakarta- mei 2006
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya
Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir Cetakan I: September 2004 + 364 halaman

Anda mungkin juga menyukai